Langganan Layanan Internet

Jadi ceritanya saya baru nyoba modem baru, SMARTFREN

Biasanya setelah beli langsung ada paket internetnya makanya, begitu paket habis mau isi dan daftar paket lagi kebingungan. Karena ga tau gimana caranya.

 

Saya pernah menghabiskan 25000 dalam 20menit karena kesalahan prosedur daftar paket internet. Temen saya lebih parah 200000 lhoo habis dalam hitungan jam karena salah prosedur tadi 🙁

 

Anehnya pas nyari prosedur yang benar, kita cenderung gugling bukan ke webnya. at least itu yang terjadi pada saya, dan gugling itu tergantung pada kata kunci yang tepat. Nah oleh karena itu biar mudah, saya posting deh layanan dan prosedur daftar internet dari SMARTFREN yang saya copy dari web resmi mereka

www.smartfren.com

TINGKAT “MEDIA LITERACY” MAHASISWA FAKULTAS KOMUNIKASI UNIVERSITAS BINA DARMA TERHADAP TELEVISI

TINGKAT “MEDIA LITERACY” MAHASISWA FAKULTAS KOMUNIKASI UNIVERSITAS BINA DARMA

TERHADAP TELEVISI

Ema Apriyani

Dosen Universitas Bina Darma

Jalan Jenderal Ahmad Yani No.12Palembang

Pos el: kindaichiema@yahoo.com

Abstract: People are not given enough knowledge to understand the media whose numbers continue to soar high. Thus the researchers designed a study aimed to determine the level of Media Literacy students of the Faculty of Communication University of Bina Darma Palembang on television. Involving 38 respondents, this study used an experimental technique with quantitative approach. The test focused on the ability of the message-focused skill of “Liputan 6 SCTV” news programs, commercial advertising program “Ponds”, and entertainment events program “Take Him Out of Indonesia”. The analysis of data was using interval; low, medium and high. The result is the media literacy level of respondents is at medium level of 63%. These conditions could be translated that the respondent does not have adequate point of view of media intelligence when dealing with television content.

Keywords : Media, Literacy, television

Abstrak: Masyarakat tidak diberikan cukup pengetahuan untuk memahami media-media yang jumlahnya terus melonjak tinggi. Maka dari itu  peneliti merancang penelitian yang bertujuan untuk mengetahui tingkat Media Literacy mahasiswa Fakultas Komunikasi Universitas Bina Darma Palembang terhadap Televisi. Melibatkan 38 responden, penelitian ini menggunakan teknik eksperimental dengan pendekatan kuantitatif. Tes difokuskan pada kemampuan message focused skill terhadap program berita Liputan 6 SCTV, program iklan komersial Ponds, dan porgram acara hiburan Take Him Out Indonesia. Analisa data menggunakan interval rendah, sedang dan tinggi, dengan hasil akhir tingkat media literacy responden berada pada level sedang yaitu 63%. Kondisi yang bisa diterjemahkan bahwa responden belum mempunyai sudut pandang kecerdasan bermedia yang memadai ketika berhadapan dengan isi televisi.

Kata kunci: Media, Literacy, Television, komunikasi


  1. PENDAHULUAN

Catatan kelam mengenai dampak negatif televisi sudah tidak asing lagi di telinga. Mulai dari perilaku destruktif, menyimpang, sampai dengan kematian. Perubahan kondisi industri televisi dan dunia penyiaran di Indonesian setelah reformasi, vitalnya peran televisi dalam masyarakat modern serta belum kuatnya regulasi penyiaran di Indonesia adalah tiga alasan mendasar signifikansi penelitian ini. Hal tersebut tentunya menimbulkan kondisi yang paradoks di masyarakat, di satu sisi secara kuantitatif, jenis dan item informasi semakin bertambah dan secara kualitatif, media mencakup topik yang semakin luas. Namun di sisi lain pemahaman masyarakat terhadap isi media cenderung menurun. Tentunya hal ini menjadi salah satu topik hangat, bahkan menjadi PR besar bagi praktisi komunikasi dan semua pihak yang berkecimpung di dalamnya.

Media massa adalah media yang menjadi saluran komunikasi dalam proses komunikasi massa. Saat ini serangan media massa sudah bukan lagi serangan yang bisa di hindari, dalam hidup kita media massa sudah menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan. Media massa sudah melebur dengan kehidupan kita sendiri. Hal ini juga di tegaskan Croteau dengan konsep The Age of Media Society dalam Media, Society.

Dominasi media massa dalam kehidupan kita memang tidak terhindarkan lagi. Dengan segala kelebihannya, media massa nyaris menawarkan semua hal yang dibutuhkan manusia: hiburan, informasi, pelarian masalah, solusi, identitas- semua serba niscaya. Kemajuan teknologi bahkan mengalahkan ruang dan waktu menjadikan media sebagai sarana ampuh untuk pencapaian tujuan apapun (Croteau: 2002).

Televisi seperti yang didefinisikan oleh McQuail adalah media komunikasi massa audio visual yang menimbulkan suara dan gambar, yang memiliki karakteristik, sifat, dan ciri-ciri media massa (Mc Quail: 2008). Sebagai media audio visual Televisi memiliki program-program acara yang ditawarkan kepada audiennya atau penontonnya.

Morissan mengungkapkan bahwa kata “program” kata serapan dari bahasa yang berarti acara atau rencana (Morissan: 2008),. Kemudian beliau mendefinisikan program sebagai segala hal yang ditampilkan stasiun penyiaran untuk memenuhi kebutuhan audiennya. Program atau acara yang disajikan adalah faktor yang membuat audien tertarik untuk mengikuti siaran yang dipancarkan stasiun penyiaran apakah itu radio atau televisi.

Di sinilah Media Literacy sebuah istilah yang mungkin masih sangat awan dikalangan penggelut dunia komunikasi tanah air muncul. Konsep Media Literacy atau yang di Indonesia dikenal dengan kata “Melek Media” menjadi penting artinya bagi individu. Konsep ini menawarkan gagasan pada individu untuk secara aktif menafsirkan pesan yang pada akhirnya diharapkan menjadi bentuk penguatan pada individu dalam menghadapi atau mengakses media. Porter dalam bukunya Media Literacy: Third Edition mengatakan bahwa media literacy adalah: “ yang digunakan oleh individu secara aktif ketika berhadapan dengan media untuk menafsirkan makna dari pesan yang ditemuinya” (Potter, 2004).

Tetapi secara garis besar kita bisa menyimpulkan bahwa Media Literacy adalah kemampuan untuk mengakses, menganalisa, mengevaluasi dan mengkonsumsikan informasi dari berbagai macam bentuk media, baik cetak meupun media non cetak.

Peneliti menyimpulkan definisi tersebut didasarkan oleh karakteristik kegunaan media literacy seperti yang diungkapkan oleh Elizabeth Thorman dari Center for Media Literacy Canada; dengan mengenal media literacy kita akan menjadi sadar akan media sehingga mempu membuat pilihan media baik bagi diri sendiri atau lingkungan kita (terutama anak-anak kita), belajar untuk kritis dengan mempertanyakan apa yang ada dibalik isi media massa tersebut dan tujuan jangka panjangnya kita akan bisa menganalisis tentang siapa yang memproduksi media tersebut dan untuk tujuan apa? (Livingstone, 2008).

Sudah menjadi catatan tersendiri bahwa pada kenyataannya fenomena yang terjadi adalah isu Media Literacy sangat tidak familiar dikalangan mahasiswa komunikasi sendiri. Meskipun hampir setiap fakultas maupun jurusan Ilmu Komunikasi di berbagai Universitas di Indonesia mecantumkan berbagai mata kuliah yang berhubungan dengan media massa, tetapi substansi pembelajaran media massa ini hanya terbatas pada penggunaan dan pemanfaatan media massa tetapi belum menyentuh sisi pengkritisan isi media.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka rumusan permasalahan yang akan dimunculkan adalah Bagaimana tingkat Literacy mahasiswa komunikasi Universitas Bina Darma terhadap program televisi. Sesuai dengan perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kondisi Media Literacy pada mahasiswa Fakultas  Komunikasi Universitas Bina Darma terhadap 3 jenis program televisi, yaitu program berita, hiburan dan iklan komersil.

  1. METODOLOGI PENELITIAN

2.1 Tipe Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kondisi Media Literacy pada mahasiswa fakultas ilmu komunikasi UBD terhadap media televisi. Penelitian ini adalah penelitian ekperimental dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dengan penjabaran data deskriptif.

2.2 Landasan Teori

Media literacy juga dikonsepkan sebagai:

“…the ability to access, analyse, evaluate and create messages across a variety of context.” (Livingstone, 2008).

Hubungan Media Literacy dan struktur pengetahuan digambarkan dalam bagan sebagai berikut:

Gambar 1. Hubungan Media Literacy dan pengetahuan

Potter membagi keahlian yang dibutuhkan untuk Media Literacy menjadi dua yakni keahlian dasar dan keahlian lanjut. Keahlian dasar (rudimentary skill) adalah kemampuan yang dibentuk ketika kanak-kanak dan menjadikan individu melek huruf. Kemampuan ini meliputi keahlian untuk mendengarkan, membaca, melihat dan menghitung. Keahlian tingkat lanjut (advanced skill) adalah kemampuan yang diperlukan untuk menafsirkan pesan-pesan media yang kompleks dan multi makna, yang pada penelitian ini peneliti hanya akan fokuskan pada Message Focused Skill.

Message focused skill adalah kemampuan yang terdiri dari 4 jenis keahlian: pertama keahlian analisis atau keahlian untuk menjabarkan isi pesan. Kedua keahlian untuk membandingkan; menentukan elemen pesan yang sama dan mana yang berbeda. Ketiga   keahlian untuk mengevaluasi atau menilai elemen pesan. Dan terakhir adalah keahlian mengabstraksi pesan, atau menyusun pesan yang singkat, jernih dan akurat.

Peneliti memilih dua teori untuk melandasi penelitian ini:

1) Teori Active Audience

Teori ini berpendapat bahwa media tidak dapat menyuruh seseorang untuk berpikir mengenai satu hal atau melakukan sesuatu secara langsung, karena audiens tidaklah bodoh, mudah dibohongi, dan didominasi seperti yang diyakini oleh ahli indoktrinasi media (Croteau; 2002).

Masih menurut Croteau tiga hal yang bisa mencirikan bahwa sebagai audiens yang aktif yaitu interpretasi individu dimana tiap audiens menginterpretasikan pesan media secara individual. Interpretasi sosial adalah kondisi dimana audiens akan menginterpretasikan pesan-pesan media secara sosial. Yang terakhir adalah aksi kolektif, dimana audiens secara terorganisir memprotes atau mengusulkan sesuatu secara formal kepada produser media.

2) Teori Skemata

Teori ini mengungkapkan bahwa manusia memiliki skema yang akan membantunya untuk memproses informasi secara cepat dan efisien, membantu ingatan, mengisi informasi yang tercecer, dan melengkapi harapan normatif. Bisa didefinisikan sebagai pengelompokan atas fakta-fakta dan pengalaman-pengalaman individu tersebut yang kita gunakan untuk mengorganisasikan berbagai informasi yang ada di pikiran kita. Saat kita menggunakan skema dalam mencerna suatu informasi adalah untuk mendapatkan akurasi atau menjadi benar, dan untuk mendapatkan efisiensi atau mencocokkan informasi dengan pengalaman (Potter: 2004).

Saat menghadapi media ada dua skema yang harus dihadapi oleh individu, pertama adalah skema dunia media dan skema dunia nyata.

1)      Skema dunia media terdiri dari tipe: 1) Skema karakter, saat media menyediakan karakter atau streotif yang dapat dengan mudah kita kenali, 2) Skema Naratif, adalah formula yang digunakan media untuk bercerita. Skema ini berguna untuk membantu individu membedakan apakah cerita tersebut fiksi, kriminal, drama atau berita. 2) Skema Seting, adalah seting yang mempengaruhi pengharapan kita. 4) Skema Tematik, adalah skema yang membantu individu untuk mengindenitifikasi pesan-pesan moral dari sebuah cerita. Skema ini juga merupakan penggabungan dari ketiga skema sebelumnya. 5) Skema Retorika, adalah skema yang digunakan individu untuk membedakan tujuan-tujuan dari penyaji berita.

2)      Skema Dunia Nyata terdiri dari: 1) Skema Perorangan, adalah skema untuk semua karakteristik orang yang di kenal oleh individu tersebut di dunia nyata, baik ciri fisik maupun psikologis. 2) Skema Diri, adalah skema tentang semua pencitraan yang individu tersebut untuk dirinya sendiri. 3) Skema Peran, adalah skema tentang bagaimana pengharapan individu tersebut terhadap bagaimana sesorang seharusnya bersikap di berbagai situasi yang berbeda. 4) Skema Kejadian, yaitu skema yang berfungsi sebagai naskah yang dibuat oleh individu tersebut untuk membayangkan pengalaman-pengalaman yang akan dia hadapi di masa yang akan datang.

2.3 Definisi Konseptual

1)      Media Literacy: prespektif cara pandang yang digunakan tiap individu untuk menghadapi media massa dan menafsirkan pesannya. Kemampuannya akan dilihat dari kemampuan analisis, kemampuan membandingkan, kemampuan mengevaluasi dan kemampuan mengabstraksi.

2)      Program Acara Televisi: secara umum program acara televisi terbagi menjadi tiga program yaitu program berita, program acara hiburan dan program iklan.

2.4 Definisi Operasional

1)      Kebiasaan mengakses media : 1) jenis media massa yang sering di akses oleh mahasiswa komunikasi UBD, 2) tingkat intensitas mengakses media.

2)      Kemampuan analisis: 1) program berita: responden di ukur dari kemampuan mereka dalam mendeskripsikan berita dengan menyebutkan unsur 5W+1H dan kemampuan responden menganalisis isi pesan berita. 2) program iklan komersial: responden di ukur dari kemampuannya menyebutkan janji-janji dalam iklan tersebut. Apakah mereka mempercayai atau tidak iklan tersebut berserta argumentasinya. Serta kemampuan responden mengenali tujuan dari iklan-iklan tersebut. 3) program hiburan: responden di ukur dari kemampuan mereka menyebutkan tokoh-tokoh yang muncul dalam acara tersebut, serta kemampuan responden untuk melihat apakah ada pesan moral yang terkandung dalam program acara tersebut beserta alasannya.

3)      Kemampuan membandingkan: 1) program berita: responden di ukur dari kemampuan mereka dalam membandingkan peristiwa-peristiwa yang mereka lihat dalam berita dengan kejadian nyata atau berita dari program berita lainnya, baik persamaan maupun perbedaan diantaranya. 2) program iklan komersial: responden di ukur dari kemampuannya menyebutkan persamaan dan perbedaan janji-janji anatar iklan tersebut dan iklan sejenis lainnya serta mendata janji yang paling sering muncul. 3) program hiburan: responden di ukur dari kemampuan mereka menilai perbedaan latar belakang para tokoh dalam program tersebut, serta menjelaskannya.

4)      Kemampuan mengevaluasi: 1) program berita: responden di ukur dari kemampuan mereka dalam menilai keberimbangan berita tersebut. 2) program iklan komersial: responden di ukur dari kemampuannya menyebutkan janji-janji yang paling tepat dan yang paling tidak masuk akal dari iklan tersebut. 3) program hiburan: responden di ukur dari kemampuan mereka menentukan apakah program hiburan tersebut menggambarkan realitas sosial atau sekedar rekaan. Serta kemampuan responden untuk menentukan idola dan mendeskripsikan idolanya tersebut.

5)      Kemampuan abstraksi: 1) program berita: responden di ukur dari kemampuan mereka menceritakan kembali  isi pesan berita. 2) program hiburan: responden di ukur dari kemampuan mereka menceritakan kembali alur cerita program acara hiburan tersebut dalam paragraf pendek.

2.5 Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah mahasiswa reguler fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Bina Darma yang tercatat aktif menjalani kegiatan belajar mengajar dan telah mendapatkan mata kuliah Komunikasi Massa. Maka berdasarkan kriteria ini dengan sendirinya sample menjadi tereduksi hanya pada mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi angkatan 2008-2009 dan mahasiswa komunikasi angkatan 2007-2008.

Sampel yang diambil secara acak dari ke dua angkatan tersebut adalah :

n    = 38

Rumus slovin untuk sample dengan keterangan:

N         : ukuran sample

N         : ukuran populasi

E          : kelonggaran ketidaktelitian

2.6 Teknik Pengumpulan Data

Tehnik yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:

1)      Tes: Tes dilakukan untuk mendapatkan data primer dari responden, hasil tes digunakan untuk mengukur ada atau tidaknya serta besarnya kemampuan objek yang diteliti. Tes akan menggunakan format tes yang sudah di rancang oleh Tim Pusat Kajian Media dan Budaya Populer (PKMBP) Yogyakarta untuk mengukur tingkat Media Literacy pada kelompok remaja Indonesia dan telah di ujicobakan sejak tahun 2005 dan terus mengalami pengembangan termasuk dalam penelitian ini. Pilihan pertanyaan di dasarkan pada landasan teori sedangkan untuk pemberian skor masih mengaju kepada penghitungan sederhana yang telah di rancang oleh PKMBP Yogyakarta. Format ini telah mengalami berbagai penyesuaian salah satunya diuji-ulangkan pada tahun 2007 dan perevisian kembali oleh peneliti disesuaikan dengan kondisi dan pilihan program acara pada penelitian kali ini.

2)       Studi Pustaka: Dilakukan dengan cara menelusuri, membaca dan memahami buku-buku, literatur yang memuat konsep dan teori yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

2.7 Prosedur Penelitian Eksperimental

Penelitian diawali dengan mengumpulkan 38 responden, membagikan daftar pertanyaan, menayangkan rekaman program acara televisi yang telah di pilih yaitu program acara berita “Klaim Budaya oleh Malaysia” dari Liputan 6 SCTV, program iklan Ponds versi video klip afgan “Wajah Mu Mengalihkan Dunia Ku”, program acara Hiburan “Take Him Out Indonesia episode: Bule Guy”. Hasil jawaban responden akan dievaluasi untuk kemudian diberikan skor sesuai dengan ketentuan.

2.8 Teknik Pengolahan Data

Semua data yang diperoleh dari responden akan diolah melalui tahapan editing, koding, tabulating dan interpretasi.

2.9 Teknik Analisis Data

Seluruh data akan dievaluasi dengan diberikan nilai yaitu masing masing kategori nilai tertinggi adalah 100 dan untuk semua kategori nilai tertinggi untuk merefleksikan akumulasi tingkat Media Literacy terhadap program berita, hiburan dan iklan adalah 300. Setelah diberi skor maka nilai akan digolongkan dengan menggunakan rumus interval sederhana:

Keterangan:

I           :  interval

NT       :  Nilai Tertinggi

NR       :  Nilai Terendah

K         :  Kategori

  1. HASIL

3.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 1. Karakteristik berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kelamin

Perempuan

Laki-Laki

Total

Angka

23

15

38

Persentase

60 %

40%

100%

Berdasarkan tabel di samping maka bisa disimpulkan bahwa jumlah laki laki dari keseluruhan 38 responden adalah 40% dan jumlah perempuan dari keseluruhan responden adalah 60%. Karakteristik ini tidak akan mempengaruhi banyak hal dalam hasil penelitian tetapi mampu memberikan gambaran mengenai responden yang terlibat dalam penelitian ini.

3.2 Karakteristik berdasarkan tingkat penghasilan orang

Gambar 2. Grafik Tingkat Penghasilan Orang Tua

Jika grafik di atas dietrjemahkan dalam bentuk persentase maka akan didapat angka untuk jumlah responden yang orang tuanya memiliki penghasilan diatas 2,5 juta ada 29%, yang orang tuanya memiliki penghasilan diantara 2 juta sampai 2,5 juta ada 21%, yang orang tuanya memiliki penghasilan diantara 1,5 juta sampai 2 juta ada 21%. Responden yang orang tuanya berpenghasilan diantara 1,5 juta sampai 1 juta ada 18% sedangkan untuk responden yang memiliki penghasilan dibawah 1 juta ada 13%. Tingkat penghasilan orang tua responden akan mempengaruhi karakteristik selanjutnya yaitu kepemilikan televisi.

3.3 Karakteristik menurut kepemilikan Televisi

Tabel 2. Karakteristik menurut kepemilikan Televisi

Jumlah Televisi

1

2

3

4

Total

Angka

18

11

4

1

38

Persentase

47%

28%

21%

3%

100%

Tabel di atas mencerminkan bahwa semua responden yang diikutsertakan dalam test ini memiliki akses aktif terhadap televisi. Karena persentase terbesar ada pada kepemilikan 1 televisi maka bisa disimpulkan bahwa para sebagian besar responden mengakses media televisi secara kolektif bersama anggota keluarga mereka.

3.4 Kebiasaan Mengakses Media Massa di Kalangan Mahasiswa Komunikasi UBD

Mengenali kebiasaan responden dalam mengakses media akan memberikan gambaran mengenai bagaimana cara yang dilakukan responden dalam mengkonsumsi pesan media.

3.4.1 Rutinitas Mengakses Media Massa

Tabel 3. Rutinitas Mengakses Media Massa

Media

Rutin

Kadang-Kadang

Total

Surat Kabar

34%

66%

100%

Majalah

11%

89%

100%

Radio

37%

63%

100%

Televisi

87%

13%

100%

Internet

53%

47%

100%

Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa yang menempati presentase tertinggi, media massa yang diakses secara rutin oleh responden adalah televisi dengaan presentase 87%. Sedangkan untuk membaca majalah presentasenya lebih rendah dibandingkan membaca surat kabar atau mendengarkan radio.

3.4.2 Kebiasaan Mendiskusikan Isi atau Tayangan Media

Tabel 4. Kebiasaan Mendiskusikan Isi atau Tayangan Media

Media

Rutin

Kadang-Kadang

Total

Surat Kabar

67%

33%

100%

Majalah

89%

11%

100%

Radio

60,5%

39,5%

100%

Televisi

13%

87%

100%

Internet

47%

53%

100%

Berdasarkan tabel di atas bisa ditarik kesimpulan bahwa responden cenderung menelan pesan dari media televisi tanpa terlebih dahulu mendiskusikannya dengan orang lain. Hal ini cukup menjadi catatan penting penelitian ini karena menurut data sebelumnya televisi adalah media massa yang paling aktif diakses oleh para responden. Sedangkan untuk media yang paling banyak didiskusikan dikalangan responden adalah media majalah, hal ini menurut peneliti disebabkan oleh karakteristik informasi yang diberikan majalah cenderung bersifat tahan lama atau jenis topik yang tidak menuntut kebaruan informasi.

3.5 Analisis Tingkat Media Literacy Mahasiswa Fakultas Komunikasi Universitas Bina Darma Palembang terhadap Program Berita.

Tingkat Media Literacy terhadap program acara berita ini akan di ukur melalui akumulasi skor dari message focused skill (kemampuan analisis, membandingkan, mengevaluasi dan mengabstraksi). Total nilai untuk keseluruhan adalah 100, analisis data dikelompokkan menjadi tiga yaitu tinggi, sedang dan rendah dengan interval:

Rendah            : 0-33

Sedang : 34-66

Tinggi  : 67-100

Deskripsi penilaian adalah:

1)      Tinggi: responden mampu menganalisis lapisan makna dari sebuah berita secara mendalam, mampu membandingkan perbedaan dan persamaan antar berita, menyadari bahwa berita adalah realitas yang dikonstruksi. Responden juga mampu mengingat kata kunci berita tersebut dan menceritakan ulang berita tersebut.

2)      Sedang: Responden hanya mampu menginterpretasikan berita hanya pada kata kunci saja, belum sampai pada proses penganalisisan lapisan makna. Bisa dikategorikan bahwa responden dalam level ini percaya hampir semua yang diberitakan adalah faktual dan belum mampu menilai keberimbangan berita. Responden mampu menceritakan kembali isi berita walau tidak lengkap.

3)      Rendah: responden hanya mampu menginterpretasikan lapisan permukaan saja, cenderung sangat percaya bahwa semua yang disajikan adalah faktual dan berimbang tanpa mencari sumber-sumber lain. Responden pada level ini juga tidak mampu membedakan antara berita (news) dan informasi.

Setelah diketahui total skor maka didapatlah hasil data dalam format spss sebagai berikut:

Tabel 5. Media Literacy terhadap Program Berita Liputan 6 SCTV “Klaim Budaya Oleh Malaysia”

Freq-uency

%

Valid %

Cumula-tive Percent

Valid Rendah

2

5,3

5,3

5,3

Sedang

28

73,7

73,7

78,9

Tinggi

8

21,1

21,1

100,0

Total

38

100,0

100,0

Berdasarkan tabel diatas dapat dikketahui bahwa tingkat Media Literacy pada mahasiswa Komunikasi UBD terhadap program acara berita televisi didominasi oleh level sedang bahkan ada yang berada di level rendah, hanya 21,1% atau hanya 8 orang saja yang ada pada level tinggi. Diketahui pula bahwa 2 orang responden dari total 38 responden bahkan menelan mentah mentah informasi yang didapatnya dari acara program berita televisi.

Secara keseluruhan responden berada dalam level sedang dimana responden hanya mampu menginterpretasikan berita hanya pada kata kunci saja, belum sampai pada proses penganalisisan lapisan makna. Responden hanya menilai persamaan dan perbedaan dari beberapa unsur saja dan belum mampu menilai keberimbangan berita. Meski sudah mampu menceritakan kembali berita yang mereka tonton, responden masih belum mampu mengungkapkan kata kunci dengan tepat.

3.6 Analisis Tingkat Media Literacy Mahasiswa Fakultas Komunikasi Universitas Bina Darma Palembang terhadap Program Iklan Komersial.

Tingkat Media Literacy terhadap program iklan komersial ini akan diukur melalui akumulasi skor dari message focused skill (kemampuan analisis, membandingkan, mengevaluasi dan mengabstraksi). Total nilai untuk keseluruhan adalah 100, analisis data dikelompokkan menjadi tiga yaitu tinggi, sedang dan rendah dengan interval:

Rendah            : 0-33

Sedang : 34-66

Tinggi  : 67-100

Deskripsi penilaian adalah:

1)      Tinggi: responden menyadari bahwa realitas iklan adalah realitas bentukan yang tidak nyata. Menyadari bahwa janji iklan adalah janji hiperbola yang didukung oleh teknik dan teknologi penyajian pesan tertentu agar produk terlihat lebih menarik dan berkualitas dari pada karakteristik aslinya. Responden juga mampu menyadari bahwa iklan dibuat untuk mencapai tujuan persuasif sebagai bagian dari proses komunikasi.

2)      Sedang: Responden telah menyadari bahwa iklan tidak menyajikan realitas nyata tetapi masih belum bisa menilai kebenaran janji-janji iklan. Di level ini responden cenderung mempercayai janji-janji iklan.

3)      Rendah: Responden menganggap bahwa iklan adalah nyata, atau iklan sebagai realitas sehari-hari. Komposisi iklan baik teknik maupun pencitraan tokoh dan alur cerita justru menjadi peneguhan untuk mengkonsumsi produk yang diiklankan.

Tabel 6. Media Literacy terhadap Program Iklan Komersial Ponds Versi Afgan

Freq-uency

%

Valid %

Cumula-tive Percent

Valid Rendah

1

2,6

2,6

2,6

Sedang

4

10,5

10,5

13,2

Tinggi

33

86,8

86,8

100,0

Total

38

100,0

100,0

Hasil tes pada kategori iklan komersial ternyata cukup mencengangkan, sebagian besar responden lebih dari 80% sudah mencapai level tinggi. Hal ini berarti bahwa responden benar-benar memahami bahwa iklan adalah produk komunikasi yang dirancang sedemikian rupa untuk mencapai tujuan persuasif produk yang diiklankan. Responden pada juga menunjukkan kewaspadaan yang tinggi terhadap janji-janji iklan yang mereka saksikan. Meskipun ada satu responden yang berada di kategori rendah, tetapi secara keseluruhan rata-rata responden telah memiliki skema kritis dalam menghadapi media iklan televisi ini menjadikan para responden ini berhak dikategorikan pada responden cerdas iklan.

3.7 Analisis Tingkat Media Literacy Mahasiswa Fakultas Komunikasi Universitas Bina Darma Palembang terhadap Program Acara Hiburan.

Tingkat Media Literacy terhadap program acara hiburan ini akan di ukur melalui akumulasi skor dari message focused skill (kemampuan analisis, membandingkan, mengevaluasi dan mengabstraksi). Total nilai untuk keseluruhan adalah 100, analisis data dikelompokkan menjadi tiga yaitu tinggi, sedang dan rendah dengan interval:

Rendah            : 0-33

Sedang : 34-66

Tinggi  : 67-100

Deskripsi penilaian adalah:

1)      Tinggi: responden menyadari bahwa realitas yang disajikan sebuah program acara hiburan khususnya reality show adalah realitas bentukan yang tidak nyata. Bahwa acara hiburan dibuat dengan tujuan menghibur, sehingga penambahan unsur hiperbola dan dramatisasi amat sangat menonjol. Responden mampu menyebutkan karakter tokoh-tokoh dan membuat perbadingan dengan karakteristik orang orang yang mereka kenal didunia nyata. Responden juga mampu memilah mana ide cerita dan mana bumbu cerita serta mampu menceritakan kembali isi adan alur cerita berserta tokoh dna pesan moral yang terkandung didalamnya.

2)      Sedang: Responden telah menyadari bahwa acara hiburan terutama acara reality show  tidak menyajikan realitas nyata tetapi masih belum bisa menilai kebenaran alur cerita dan membedakan karakteristik tokoh dan alur cerita dalam program acara tersebut dengan realitas sehari-hari didunia nyata. Di level ini responden cenderung mempercayai bahwa tayangan reality show menyajikan realitas media yang bercampur dengan realitas nyata. Responden belum mampu menafsirkan pesan moral dan cenderung menfsirkanya dengan konstruksi harapan mereka.

3)      Rendah: Responden menganggap bahwa acara hiburan reality show adalah nyata, atau mencerminkan realitas sehari-hari. Tidak menyadari bahwa untuk membuat sebuah acara hiburan dibutuhkan berbagai teknik tertentu. Responden cenderung menganggap dramatisasi adalah kewajaran dan tidak mampu menceritakan ulang pesan-pesan moral dan mengkritisi acara tersebut.

Tabel 7. Media Literacy terhadap Acara Hiburan Take Him Out Indonesia

Freq-uency

%

Valid %

Cumula-tive Percent

Valid Rendah

2

5,3

5,3

5,3

Sedang

28

73,7

73,7

78,9

Tinggi

8

21,1

21,1

100,0

Total

38

100,0

100,0

Dari hasil di atas bisa disimpulkan bahwa sebagian besar responden diwakili oleh 78% masih kebingungan menilai kebenaran sebauh acara hiburan. Responden-responden ini telah menyadari bahwa acara hiburan terutama acara reality show  tidak menyajikan realitas nyata tetapi masih belum bisa menilai kebenaran alur cerita, membedakan karakteristik tokoh dan alur cerita dalam program acara tersebut dengan realitas sehari-hari didunia nyata. Di level ini responden cenderung mempercayai bahwa tayangan reality show menyajikan realitas media yang bercampur dengan realitas nyata. Responden belum mampu menafsirkan pesan moral dan cenderung menfsirkanya dengan konstruksi harapan mereka.

Responden yang berada dikategori tinggi diwakili angka 21% yang menandakan bahwa diantara responden ada 8 orang yang telah memiliki kemampuan yang cukup memadai untuk cerdas mengahdapi berbagai program hiburan yang disajikan oleh media televisi terutama acara reality show.

3.8 Analisis Tingkat Media Literacy Mahasiswa Fakultas Komunikasi Universitas Bina Darma Palembang terhadap Televisi.

Tingkat Media Literacy terhadap televis masih akan di ukur melalui akumulasi skor dari message focused skill keseluruhan baik program acara berita, iklan kmersial maupun acara hiburan. Masih tetap menggunakan kategori yang sama yaitu kemampuan analisis, membandingkan, mengevaluasi dan mengabstraksi program-program tersebut. Total nilai untuk keseluruhan adalah 300, analisis data dikelompokkan menjadi tiga yaitu tinggi, sedang dan rendah dengan interval:

Rendah            : 0-100

Sedang : 101-200

Tinggi  : 201-300

1)      Tinggi: Responden menyadari bahwa realitas yang disajikan oleh televisi adalah realitas bentukan sebuah industri besar yang tidak nyata bahkan cenderung bertolak belakang dengan kenyataan sosial sehari-hari. Responden menyadari setiap penambahan unsur hiperbola dan dramatisasi yang terkandung dalam semua program acara baik berita, iklan maupun acara hiburan. Responden mampu menyebutkan karakter tokoh-tokoh dan membuat perbadingan dengan karakteristik orang orang yang mereka kenal didunia nyata, serta mampu memilah mana sumber informasi yang mendekati kebenaran, responden juga bersikap skeptis, kritis dengan membandingkan satu program acara dengan program acara lainnya sehingga memiliki presfektif berimbang.

2)      Sedang: Responden telah menyadari bahwa program televisi tidak menyajikan realitas nyata tetapi masih belum bisa menilai kebenaran informasi yang didapat dan belum memiliki kemampuan untuk membedakan karakteristik tokoh-tokoh yang terlibat, setting alur cerita dalam program acara tersebut dengan realitas sehari-hari didunia nyata. Di level ini responden cenderung mempercayai bahwa tayangan televisi menyajikan realitas media, tetapi masih belum mampu membedakan, responden juga belum mampu menginterpretasikan lapisan makna tetapi sudah mampu memilih acara yang mereka suka.

3)      Rendah: Responden menganggap bahwa program acara yang disajikan televisi adalah nyata atau mencerminkan realitas sehari-hari. Responden cenderung menganggap dramatisasi adalah kewajaran dan tidak mampu menceritakan ulang pesan-pesan moral dan mengkritisi acara tersebut. Dilevel ini responden sangat mudah di pengaruhi program acara televisi, mudah mempercayai informasi yang disajikan sehingga sangat mudah diarahkan ke perilaku konsumtif tertentu.

Data primer total skor tingkat Media Literacy terhadap televisi (program berita, iklan komersial dan acara hiburan) pada mahasiswa Fakultas Komunikasi Universitas Bina Darma Palembang dikelompokkan sebagai berikut:

Tabel 8. Media Literacy Mahasiswa Komunikasi UBD terhadap Televisi

Freq-uency

%

Valid %

Cumula-tive Percent

Valid Rendah 0 0,0 0,0 0,0
Sedang 24 63,2 63,2 63,2
Tinggi 14 36,8 36,8 100,0
Total 38 100,0 100,0

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa tingkat media literacy mahasiswa Fakultas Komunikasi mayoritas berada pada level sedang yaitu 63% dimana 24 orang dari 38 responden sudah berada di level ini. Hasil akhir juga menunjukkan bahwa tidak ada mahasiswa komunikasi yang berada di level rendah, meskipun yang berada di level tinggi masih berkisar 36% atau hanya 14 orang saja dari 38 responden.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa mayoritas message focused skill mahasiswa Fakultas Komunikasi Universitas Bina Darma Palembang belum cukup memadai pada saat berhadapan dengan televisi. Walaupun responden percaya bahwa pesan yang mereka tangkap dari televisi adalah hasil konstruksi sebuah industri besar namun responden masih mencampurbaurkan realitas bentukan media dengan realitas dunia nyata. Responden sudah mampu bersikap skeptis dengan memilih program acara yang mereka inginkan namun belum sanggup bersikap kritis dengan masih malas mencari sumber informasi lain. Responden pada level ini meski tidak terlalu mudah dipengaruhi oleh pesan media namun masih belum sanggup memahami interpretasi makna mendalam dari program acara televisi dan masih belum sanggup memilah program acara yang mereka butuhkan.

  1. SIMPULAN

Berdasarkan hasil pembahasan dan analisis terhadap data yang diperoleh pada penelitian ini, mengenai tingkat Media Literacy mahasiswa Fakultas Komunikasi Universitas Bina Darma Palembang terhadap program acara televisi berita, iklan komersial, dan hiburan, maka dapat disimpulkan:

1)      Bahwa mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi Unibersitas Bina Darma Palembang menginterpretasikan berita hanya pada kata kunci saja, belum sampai pada proses penganalisisan lapisan makna. Persamaan dan perbedaan berita hanya di nilai dari beberapa unsur saja dan belum mampu menilai keberimbangan berita. Mampu menceritakan kembali berita yang mereka tonton, namun masih belum mampu mengungkapkan kata kunci dengan tepat.

2)      Bahwa responden benar-benar memahami bahwa iklan bukan realitas sebenarnya. Responden sudah memiliki kewaspadaan yang cukup tinggi terhadap janji-janji iklan yang mereka saksikan, mereka masih cenderung mempercayai iklan janji janji tertentu saja dari iklan tersebut. Secara keseluruhan rata-rata responden telah memiliki skema kritis dalam menghadapi media iklan televisi ini yang menjadikan mereka masuk dalam kategori cerdas iklan.

3)      Bahwa responden masih menganggap bahwa tayangan reality show menyajikan realitas yang nyata yang menggambarkan realitas kehidupan sehari-hari dan tidak memperhatikan unsur dramatisasi yang ada dalam acara tersebut. Belum mampu pesan moral dan cenderung menyesuaikannya dengan konstruksi harapan mereka, tanpa menyadari bahwa acar hiburan dibuat untuk semata-mata menghibur dan menarik pengiklan.

4)      Bahwa responden belum mempunyai sudut pandang (struktur keahlian dan struktur pengetahuan) terutama message focused skill yang memadai ketika berhadapan dengan isi televisi. Responden mampu memilih program/tayangan apa yang mereka sukai tetapi belum mampu memilah isi/tayangan televisi tersebut kedalam interpretasi makna yang lebih mendalam.

DAFTAR RUJUKAN

Croteau, David and William Hoynes. 2002. Media/society: Industries, Images and Audience. SAGE Publications. California, USA.

McQuail, Dennis, 2008. Teori Komunikasi Massa. Erlangga. Jakarta.

Morissan. 2008. Manajemen Media Penyiaran. Kencana Prenada. Media Group. Jakarta.

Potter, W. James, 2004, Media Literacy: Third Edition. Sage Publication. London.

Livingstone, Sonia, The Changing Nature and Uses of Media Literacy. (Online). (www.lse.ac.uk/collections/ media@lse/mediaWorkingPaper/ewpNumber4., diakses dari tanggal 20 Oktober 2008).

Terbit pada Jurnal Ilmiah INOVASI Vol. 04 No.1 Februari 2012 hal 33-46

PENGARUH PEMBERITAAN BERITA KONFLIK DI TELEVISI TERHADAP PERILAKU PENONTON

PENGARUH PEMBERITAAN BERITA KONFLIK DI TELEVISI TERHADAP PERILAKU PENONTON

Ema Apriyani
Dosen Universitas Bina Darma
Jalan Jenderal Ahmad Yani No.12, Palembang
Pos-el: kindaichiema@yahoo.com

Abstract: Conflict is a sensitive issue around society, that is why mass media must have their own ethic for spreading the conflict news to the people. In Bilateral realtionship like Indonesian and Malaysian case, the conflict issue have a big influences for their country and society. If they cannot managing this issue, it will bring both of country to the chaos condition. Television as a part of mass media have a role to influence they audiences. This research is aim to prove the influence of Conflict News in Television due to Audience Behavior. This is quantitative descriptive research using approach Product Moment that at a final give score 2,57. This value proved that the influence of Conflict News in Television has a strong corellation due to Audience Behavior.

Keywords: News, Conflict, Audience Behavior

Abstrak: Konflik merupakan isue yang sangat sensitif disekitar lingkungan masyarakat kita akhir-akhir ini, hal itulah yang menjadi sebab mengapa media harus memiliki etika sendiri dalam hal penyabaran mengenai berita konflik kepada masyarakat. Seperti pada kasus hubungan bilateral antara indonesia dan malaysia,kasus ini memberikan dampak yang amat besar kepada dua negara ini. Apabila masyarakatnya tidak bisa mengkontrol isu tersebut, akan menyebabkan kedua negara dalam pertengkaran. TV sebagai bagian dari media massa memiliki pengaruh yang besar untuk mempengaruhi penontonnya. Penelitian ini untuk membuktikan mengenai pengaruh isue konflik di televisi terhadap perilaku masyrakat penontonnya, ini adalah penelitian kuantitatif menggunakan analisa product moment dengn hasil akhir 2,75. hasil akhirnya membuktikan bahwa pemberitaan isu konflik di televisi memiliki korelasi yang besar terhadap perilaku dan sikap penontonnya.

Kata Kunci : Berita, Konflik, Perilaku Penonton

1. PENDAHULUAN
Malaysia dan Indonesia merupakan saudara serumpun yang memiliki keterikatan karakteristik yang sangat kuat dimasa lalu. Sayangnya kini hubungan Indonesia dan Malaysia yang tadinya bagaikan saudara jauh menjadi renggang di picu oleh berbagai macam konflik dan isu. Sekilas memang, seolah-olah konflik yang timbul lebih disebabkan karena kesalahan di antara keduanya dalam membangun dan membina hubungan diplomatik yang konstruktif. Namun jika ditinjau secara lebih komprehensif, muncul dugaan bahwa ada upaya sistematis dan teroganisir untuk menghadapkan kedua negara pada situasi konflik.

Menariknya, perkembangan konflik kedua negara, sedikit banyak disebabkan karena perilaku aktor non-negara (non state actor). Di luar masalah Sipadan-Ligitan, akar masalah konflik seperti Ambalat, pelecehan produk budaya, penghinaan tenaga kerja Indonesia, bahkan sampai dengan pemicu terakhir yakni pelecehan lagu kebangsaan kedua negara merupakan sulutan yang datang dari aktor privat.
Lalu di mana peran media massa sendiri dalam konflik ini. Bedanya iklim bermedia antara Indonesia dan Malaysia juga menjadikan konflik ini disikapi dengan berdeda oleh masyarakat masing masing negara. Malaysia misalnya, dengan pengaturan regulasi yang sangat ketat, maka dengan sendirinya perekembangan atau pemberitaan konflik antara Indonesia dan Malaysia yang sedang terjadi disebarluaskan ke masyarakat dengan takaran tertentu yang tidak memancing reaksi berlebihan.

Hal ini tentu berbeda dengan yang terjadi di Indonesia. Pasca reformasi kebebasan berpendapat dan bermedia memang mengalami kemajuan yang sangat pesat. Regulasi pemberitaan di masyarakat berjalan dalam hitungan detik. Munculnya banyak media online, dan tehnologi-tehnologi lain yang tak kalah canggihnya dalam menunjang pemberitaan media makin memudahkan masyarakat Indonesia mengakses berita. Kondisi yang sama juga berlaku untuk akses terhadap berita konflik antara Indonesia dan Malaysia.
Mau tidak mu kita harus mengakui peranan Media Massa khususnya Televisi dalam menyebarluaskan berita konflik Indonesia dan Malaysia ke masyarakat luas. Pemberitaan ini tentunya akan mengundang berbagai respon, dari mulai pendapat sampai ke perubahan prilaku atau sikap. Dalam penelitian ini peneliti akan menjelasakan seberapa besar Pengaruh Pemberitaan Berita Konflik di Televisi terhadap Prilaku Penonton.

Penelitian ini memfokuskan kepada pembuktian seberapa besar bagaimana Pengaruh Pemberitaan Berita Konflik di Televisi terhadap Prilaku Penonton. Penonton dalam penelitian ini akan diwakilkan oleh Mahasisw/i Komunikasi Internasional Fakultas Komunikasi Tahun Ajaran 2008-2009 Universitas Bina Darma.

2. METODOLOGI PENELITIAN

2.1 Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian korelasional dengan pendekatan kuantitatif. Penelitian korelasional bertujuan untuk mengetahi keeratan hubungan diantara variabel-variabel yang diteliti tanpa melakukan suatu intervensi terhadap variasi variabel yang bersangkutan (Azwar, 2005:8). Peneliti menggunakan metode penelitian korelasional untuk mengatahui keeratan hubungan antara tayangan berita televisi mengenai konflik Indonesia dan Malaysia dan prilaku penonton.

2.2 Operasionalisasi Variabel

Variabel yang diteliti dalam penelitian ini meliputi 2 (dua) variabel yang terdiri dari 1 variabel bebas (independent variable) dan 1 variabel terikat (dependent variable) , variabel bebas yaitu suatu variabel yang variasinya mempengaruhi variabel lain, variabel terikat yaitu variabel penelitian yang diukur untuk mengetahui besarnya efek atau pengaruh variabel lain (Azwar, 2005, 62). Variabel bebas dan terikat pada penelitian ini sebagai berikut:

1) Variabel bebas: Program Berita Televisi Mengenai Konflik Indonesia dan Malaysia.
2) Variabel terikat: Prilaku mahasiswa/i Fakultas Ilmu Komunikasi kelas Komunikasi Inter nasional tahun ajaran 2008 Universitas Bina Darma Palembang Angkatan 2006.

Tabel 1. Operasional Variabel Penelitian

Variabel Dimensi Indikator
Tayangan berita televisi mengenai konflik Indonesia dan Malaysia (X) Emosi (X1)
1) Mengetahui emosi penonton saat setelah menonton tayangan berita televisi mengenai konflik Indonesia dan Malaysia
2) Bereaksi dan bertindak setelah menonton.
3) Menganalisis isi program acara tersebut.
Simpati (X2) 1) Merasakan keadaan masyarakat Indonesia saat menonton tayangan tersebut
2) Simpati: menempatkan diri kita secara imajinatif pada posisi orang lain.
3) Membayangkan posisi orang lain kepada diri sendiri.
Empati (X3) 1) Memahami orang lain yang tidak mempunyai arti emosional bagi kita.
2) Mengetahui rasa empati penonton setelah menonton tayangan tayangan berita televisi mengenai konflik Indonesia dan Malaysia.
Perilaku (Y) Positif 1) Mampu menganalisa isi dari tayangan tayangan berita televisi mengenai konflik Indonesia dan Malaysia
2) Timbul rasa cinta dan ingin mempertahankan budaya bangsa.
3) Lebih bisa menghargai budaya lokal Indonesia
Negatif 1) Menunjukkan emosi secara berlebihan karena ketidaksetujuan kepada perilaku Malaysia.
2) Kecewa karena dalam tayangan tersebut pemerintah terkesan cuek dan tidak tegas.
3) Merasa tidak puas dengan kesimpulan pemberitaan televisi mengenai konflik Indonesia dan Malaysia

2.3 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan melalui beberapa teknik sebagai berikut:
1) Kuesioner (angket): yaitu suatu teknik pengumpulan data dengan melalui suatu daftar pertanyaan yang sudah dipersiapkan sebelumnya secara sistematis mengenai suatu masalah yang akan diteliti.
2) Studi kepustakaan dan dokumentasi, dilakukan dengan cara mempelajari dan mencatat bahan-bahan dan data tertulis berupa buku, artikel internet dan informasi tertulis lainnya yang berkaitan dengan variabel penelitian.

2.4 Uji Validitas dan Uji Reabilitas

Teknik yang digunakan untuk mengukur validitas instrumen dalam penelitian ini adalah product moment dari Karl Pearson dengan bantuan program komputer SPSS (Statistical Package for Sosial Science) versi 12.00. Dalam penelitian ini, item yang terdapat dalam kuesioner berjumlah 24 item atau pertanyaan, dimana item dari variabel tayangan berita televisi mengenai konflik Indonesia dan Malaysia berjumlah 12 item, sedangkan item dari variabel perilaku (Y) berjumlah 12 item. Adapun hasil yang di dapat dari uji validitas instrumen adalah sebagai berikut:

Tabel 2. Hasil Uji Validitas

Variabel Tayangan Berita Televisi (X)

No. Butir Instrumen Koefisien Korelasi Keputusan
1. 0,507 Valid
2. 0,456 Valid
3. 0,354 Valid
4. 0,399 Valid
5. 0,437 Valid
6. 0,622 Valid
7. 0,511 Valid
8. 0,728 Valid
9. 0,518 Valid
10. 0,334 Valid
11. 0,399 Valid
12. 0,448 Valid
Sumber: hasil perhitungan

Tabel 3. Hasil Uji Validitas

Variabel Perilaku (Y)

No. Butir Instrumen Koefisien Korelasi Keputusan
1. 0,572 Valid
2. 0,653 Valid
3. 0,881 Valid
4. 0,881 Valid
5. 0,540 Valid
6. 0,851 Valid
7. 0,775 Valid
8. 0,544 Valid
9. 0,643 Valid
10. 0,757 Valid
11. 0,584 Valid
12. 0,627 Valid
Sumber: hasil perhitungan

Seperti yang telah dikemukakan pada bagian sebelumnya, bila koefisien korelasi mencapai 0,3 atau lebih, maka butir instrumen dinyatakan valid. Dari uji validitas yang telah dilakukan, maka semua butir dari instrumen variabel X dan variabel Y dinyatakan valid.
Setelah menguji validitas dari 24 item yang telah dinyatakan valid, maka dilakukan uji reliabilitas item. Uji reliabilitas pada penelitian ini menggunakan rumus Alpha Cronbach pada program komputer SPSS (Statistical Package for Sosial Science) versi 12. Apabila nilai Alpha Cronbach lebih besar daripada 0,60 maka variabel tersebut dinyatakan reliabel. Adapun hasil yang didapat dari Uji Reliabilitas instrumen adalah sebagai berikut :

Tabel 4. Hasil Uji Reliabilitas Instrumen

Variabel Item Nilai Alpha Cronbach Keputusan

Program Berita Televisi Mengenai Konflik Indonesia dan Malaysia. 12 0,717 Reliabel
Perilaku 12 0,751 Reliabel
Sumber: hasil perhitungan

Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, item dikatakan reliabel jika nilai Alpha Cronbach lebih besar daripada 0,60 maka variabel tersebut dinyatakan reliabel. Uji reliabilitas Variabel Program Berita Televisi Mengenai Konflik Indonesia dan Malaysia. (X) menghasilkan koefisien korelasi alpha sebesar 0,717. Sedangkan, uji reliabilitas variabel perilaku mahasiswa (Y) menghasilkan koefisien korelasi alpha sebesar 0,751. Dengan demikian variabel Program Berita Televisi Mengenai Konflik Indonesia dan Malaysia dan perilaku mahasiswa dapat dikatakan reliabel dan memenuhi syarat sebagai alat ukur untuk pengambilan data dalam penelitian.

2.5 Teknik Analisis Data

Metode analisis dalam penelitian ini adalah menggunakan analisis kuantitatif. Dalam menganalisis data peneliti menggunakan rumus korelasi product-moment. Korelasi product-moment ini biasanya digunakan untuk menganalisis hasil penelitian tentang hubungan antara dua variabel dengan gejala ordinal atau gejala interval buatan (Arikunto, 2006: 170) Rumus yang dipakai yaitu sebagai berikut:
……1
Keterangan:
rxy adalah koefisien korelasi dari product X dan
Y
XY adalah product x dan y
X adalah variabel bebas
Y adalah variabel terikat
N adalah jumlah responden
Sumber: metode statistik non parametrik (Arikunto,2006 : 170).

Metode ini digunakan untuk menentukan besaran yang menyatakan bagaimana kuat hubungan suatu variabel dengan variabel lain. Besaran variabel itu antara lain :
< 0,20 : Hubungan rendah sekali, lemah sekali 0,21-0,40 : Hubungan rendah tapi pasti 0,41-0,70 : Hubungan yang cukup berarti 0,71-0,90 : Hubungan yang tinggi dan kuat > 0,90 : Hubungan sangat tinggi, kuat sekali, dapat diandalkan.

2.5.1 Populasi dan Sampel

Populasi menurut Sugiyono (2004: 72) yaitu wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Menurut Arikunto populasi adalah keseluruhan objek penelitian.

Sampel diartikan sebagai bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Banyaknya sampel untuk dijadikan respoden studi dialkukan dengan menggunakan rumus Slovin (Kriyantono, 2008:162) yaitu rumus sebagai berikut :

n = 31
Keterangan:
N : Ukuran sampel
N : Ukuran populasi
e : kelonggraan ketidaktelitian (dalam hal ini 10%)

Maka dari perhitungan rumus di atas terhadap populasi dari seluruh mahasiswa kelas Komunikasi Internasional tahun ajaran 2008 Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Bina Darma sebanyak 45 orang diperoleh ukuran sampel sebanyak 31 orang.

2.5.2 Instrumen Penelitian

Instrumen utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket. Tipe jawaban yang disediakan disusun dalam bentuk Skala Likert dengan lima alternatif jawaban. Masing-masing alternatif jawaban diberi nilai skala sebagai berikut:
Sangat setuju : 5
Setuju : 4
Ragu-ragu : 3
Tidak setuju : 2
Sangat tidak setuju : 1

Apabila pertanyaan merupakan pertanyaan negatif, maka pemberian skor dilakukan secara terbalik.

2.6 Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua yaitu :
1) Data Primer: yaitu data yang diperoleh langsung dari subjek tempat penelitian melalui dari hasil penyebaran angket.
2) Data Sukender: data yang diperoleh tidak secara langsung dan merupakan data pendukung penelitian ini. Yaitu artikel-artikel di berbagai media massa mengenai pemberitaan konflik antara Indonesia dan Malaysia.

3. PEMBAHASAN

3.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

Lokasi atau tempat penelitian ini berada di Universitas Bina Darma dimana Universitas Bina Darma yang merupakan salah satu Universitas swasta di kota Palembang. Universitas Bina Darma memiliki lima lokasi kampus. Lima lokasi kampus yang semuanya berada di jalan Jend. Ahmad Yani, Plaju. Data utama berasal dari mahasiswa Fakultas ilmu komunikasi yang tercatat sebagai mahasiswa kelas Komunikasi Internasional tahun ajaran 2008. Responden dalam penelitian ini berjumlah 31 orang, Deskripsi data ini dapat dilihat pada tabel, sekaligus interpretasi terhadap data yang ada pada tabel tersebut.

Tabel 5. Jenis kelamin responden

No Jenis Kelamin Frekuensi Persentase
1
2 Laki-laki
Perempuan 13
18 42
58
Jumlah 31 100
Sumber : Data Primer

Tabel 6. Responden berdasarkan umur

No Umur Frekuensi Persentase
1
2 20-22
23-25 45
5 90
10
Jumlah 50 100
Sumber: Data Primer

3.2 Analisa Product Moment
Teknik analisa product moment dipergunakan untuk mengetahui dan memastikan apakah terdapat korelasi antara variabel bebas Program Berita Televisi Mengenai Konflik Indonesia dan Malaysia dengan variabel terikat perilaku Mahasiswa/i Fakultas Ilmu Komunikasi kelas Komunikasi Internasional tahun ajaran 2008 Universitas Bina Darma Palembang.
Berdasarkan hasil tabulasi data seperti pada halaman lampiran, dapat diketahui nilai dari masing-masing adalah sebagai berikut :
X = 1648
Y = 1367
X2 = 87534
Y2 = 60805
XY = 2.252.816
Setelah nilai dari kedua variabel diketahui, berikutnya akan dilakukan pengujian untuk mengetahui apakah terdapat korelasi antara variabel pengaruh program berita televisi mengenai konflik Indonesia dan Malaysia dengan variabel Perilaku mahasiswa/i.

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa harga koefisien korelasi product moment yang diperoleh adalah sebesar 2,57. Angka ini menunjukkan bahwa korelasi antara varibel pengaruh Program Berita Televisi Mengenai Konflik Indonesia dan Malaysia dengan prilaku penonton lebih dari 0,90. Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan sangat tinggi, kuat sekali, dapat diandalkan antara Tayangan Berita Televisi Mengenai Konflik Indonesia dan Malaysia terhadap prilaku penonton.
Kategorisasi Variabel Program Berita Televisi Mengenai Konflik Indonesia dan Malaysia dan Varibel Perilaku Penonton

Tabel 7. Emosi

No Kategorisasi Frekuensi
(per155 pertanyaan) Persentase
(per 155 pertanyaan)
1 Sangat Setuju
Setuju
Ragu-ragu
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju 60
85
7
3
0 39
55
5
3
0
2 Jumlah 155 100
Sumber : Data primer
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 155 pertanyaan yang mewakili Emosi (X1) terdapat 39% responden menyatakan sangat setuju, 55% responden menyatakan setuju dan sebaliknya tidak terdapat persentase atau 0% yang menyatakan sangat tidak setuju, hanya 3% yang menyatakan tidak setuju. Di kategori ragu-ragu hanya ada 5% responden.
Dari angka tersebut bisa diketahui bahwa mayoritas responden setuju bahwa tayangan berita televisi yang memberitakan konflik antara Indonesia dan Malaysia mempengaruhi emosi mereka setelah menonton.
Tabel 8. Simpati
No Kategorisasi Frekuensi
(per149 pertanyaan) Persentase
(per149 pertanyaan)
1 Sangat Setuju
Setuju
Ragu-ragu
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju 62
72
6
3
1 43
48
5
2
1
2 Jumlah 149 100

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 149 pertanyaan yang mewakili Simpati (X2) terdapat 48% responden menyatakan setuju, 43% responden menyatakan sangat setuju. Sedangkan untuk sebaliknya ada 1% yang menyatakan sangat tidak setuju, hanya 2% yang menyatakan tidak setuju dan dikategori ragu-ragu hanya ada 5% responden.
Dari angka tersebut bisa diketahui bahwa mayoritas responden lebih dari 80% setuju bahwa tayangan berita televisi yang memberitakan konflik antara Indonesia dan Malaysia mempengaruhi pembentukan rasa simpati pada mereka.

Tabel 9. Empati
No Kategorisasi Frekuensi

(per83 pertanyaan) Persentase
(per83 pertanyaan)
1 Sangat Setuju
Setuju
Ragu-ragu
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju 14
40
16
10
3 17
48
19
12
4
2 Jumlah 83 100

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 83 pertanyaan yang mewakili Empati (X3) terdapat 48% responden menyatakan setuju, 17% responden menyatakan sangat setuju. Sedangkan untuk sebaliknya ada 4% yang menyatakan sangat tidak setuju, ada 12% yang menyatakan tidak setuju dan dikategori ragu-ragu terdapat 19% responden.
Dari angka tersebut bisa diketahui bahwa sebagian besar responden menyatakan setuju bahwa tayangan berita televisi yang memberitakan konflik antara Indonesia dan Malaysia mempengaruhi pembentukan rasa empati mereka. Walaupun jumlah yang setuju tidak sebesar komponen X lainnya, responden yang menunjukkan perubahan empati setelah menonton tayang berita masih lebih banyak dari pada yyang tidak mengalami perubahan empati.
Tabel 10. Perilaku Mahasiswa/i (Y)
No Kategorisasi Frekuensi
(per364 pertanyaan) Persentase
(per364 pertanyaan)
1 Sangat Setuju
Setuju
Ragu-ragu
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju 116
127
48
46
27 32
35
13
13
7
Jumlah 364 100
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 364 pertanyaan yang mewakili Perubahan Prilaku (Y) terdapat 35% responden menyatakan setuju, 32% responden menyatakan sangat setuju. Sedangkan untuk sebaliknya ada 7% yang menyatakan sangat tidak setuju, ada 13% yang menyatakan tidak setuju dan dikategori ragu-ragu terdapat 13% responden.
Dari angka tersebut bisa diketahui bahwa mayoritas responden menyatakan setuju bahwa tayangan berita televisi yang memberitakan konflik antara Indonesia dan Malaysia mempengaruhi prilaku mereka. 20% menyatakan hal sebaliknya dan 13% responden masih ragu akan pengaruh tayangan berita konflik Indonesia dan Malaysia terhadap prilaku mereka.
Dari beberapa tabel diatas dapat disimpulkan dari jawaban responden bahwa Program Berita Televisi Mengenai Konflik Indonesia dan Malaysia memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perubahan perilaku mahasiswa.

4. SIMPULAN DAN SARAN

4.1 Simpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut;
1) Score atau nilai variabel bebas Tayangan Berita Televisi Mengenai Konflik Indonesia dan Malaysia dan variabel terikat perubahan perilaku mahasiswa/i Kelas Komunikasi Internasional Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Bina Darma angkatan 2008, berada pada kategori tinggi, hal ini menunjukkan bahwa ada perubahan perilaku baik secara positif maupun negatif yang ditunjukkan secara signifikan oleh responden.
2) Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan teknik analisa product moment diketahui bahwa korelasi yang terjadi antara pengaruh penayangan Berita Televisi Mengenai Konflik Indonesia dan Malaysia terhadap perubahan perilaku mahasiswa/i yaitu hubungan tinggi atau kuat dan dapat diandalkan. Ini mengartikan bahwa tingkat korelasi tinggi dan ada perubahan sikap atau prilaku penonton.
3) Pada variabel X (emosi, simpati dan empati) responden juga rata-rata menunjukkan nilai yang tinggi. Sehingga bisa disimpulkan bahwa pemberitaan mengenai Konflik Indonesia dan Malaysia melalui tayangan berita Televisi mengarahkan perubahan emosi, simpati dan empati penonton.
4) Hipotesa penelitian yang berbunyi “ tayangan program Berita Televisi Mengenai Konflik Indonesia dan Malaysia mempengaruhi perilaku penonton secara positif dan negatif”, terbukti kebenarannya. Karena dari hasil penelitian dari semua jawaban-jawaban yang diberikan oleh responden perubahan perilaku yang terjadi setelah responden menonton tayangan Program Berita Televisi Mengenai Konflik Indonesia dan Malaysia begitu tinggi.

DAFTAR RUJUKAN

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. PT Rineka Cipta. Jakarta.

Azwar, Saifuddin. 2005. Metode Penelitian. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Canggara, Hafied, H. 2008. Pengantar Ilmu Komunikasi. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Effendy, Onong Uchjana. 2005. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. PT Citra Aditya Bhakti. Bandung.

Kuswandi, Wawan. 1996. Komunikasi Massa Sebuah Analisis Media Televisi. PT Rineka Cipta. Jakarta.

Morissan. 2008. Manajemen Media Penyiaran. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.

Rahkmat, Jalaluddin. 2008. Psikologi Komunikasi. PT Remaja Rosdakarya. Bandung.

Sugiyono. 2004. Metode Penelitian Bisnis. Alfabeta. Bandung.

Usman, H & Purnomo Setiady Akbar. 2008. Metodelogi Penelitian Sosial. PT Bumi Aksara. Jakarta.

West, Richard & Lynn, Turner. 2008. Pengantar Teori Komunikasi analisis dan Aplikasi. Salemba Humanika. Jakarta.

LAMPIRAN

Responden x Y X² y²
1 56 42 3136 1764
2 46 43 2116 1849
3 52 46 2074 2116
4 54 49 2916 2401
5 57 42 3249 1764
6 51 46 2601 2116
7 63 48 3969 2304
8 51 32 2601 1024
9 57 46 3249 2116
10 48 44 2304 1936
11 49 43 2401 1849
12 56 44 3136 1936
13 60 51 3600 2601
14 55 43 3025 1849
15 49 43 2401 1849
16 51 45 2601 2025
17 44 48 1936 2304
18 57 34 3249 1156
19 53 45 2809 2025
20 56 47 3136 2209
21 57 43 3249 1849
22 56 47 3136 2209
23 53 40 2809 1600
24 46 38 2116 1444
25 54 48 2916 2304
26 55 47 3025 2209
27 50 49 2500 2401
28 56 47 3136 2209
29 48 41 2304 1681
30 53 41 2809 1681
31 55 45 3025 2025
Total 1648 1367 87534 60805

Terbit pada Jurnal Ilmiah INOVASI Vol.03 No.01 Februari 2009 hal 1-10

Tugas Etika Humas

Pelajari dan rangkum isi dari kode etik PR Public Relations Society of America yang terlampir. Tentukan mana yang cocok diterapkan di Indonesia mana yang tidak.

Jawaban dikirimkan ke email, paling lambat Minggu, 8 April 2012 jam. 00.00 WIB.

 

Public Relations Society of America (PRSA) Member Code of Ethics

Download Public Relations Society of America (PRSA) Code of Professional Ethics

PRSA Code of Ethics: Preamble

This Code applies to PRSA members. The Code is designed to be a useful guide for PRSA members as they carry out their ethical responsibilities. This document is designed to anticipate and accommodate, by precedent, ethical challenges that may arise. The scenarios outlined in the Code provision are actual examples of misconduct. More will be added as experience with the Code occurs.

The Public Relations Society of America (PRSA) is committed to ethical practices. The level of public trust PRSA members seek, as we serve the public good, means we have taken on a special obligation to operate ethically.

The value of member reputation depends upon the ethical conduct of everyone affiliated with the Public Relations Society of America. Each of us sets an example for each other – as well as other professionals – by our pursuit of excellence with powerful standards of performance, professionalism, and ethical conduct.

Emphasis on enforcement of the Code has been eliminated. But, the PRSA Board of Directors retains the right to bar from membership or expel from the Society any individual who has been or is sanctioned by a government agency or convicted in a court of law of an action that fails to comply with the Code.

Ethical practice is the most important obligation of a PRSA member. We view the Member Code of Ethics as a model for other professions, organizations, and professionals.
PRSA Member Statement of Professional Values

This statement presents the core values of PRSA members and, more broadly, of the public relations profession. These values provide the foundation for the Member Code of Ethics and set the industry standard for the professional practice of public relations. These values are the fundamental beliefs that guide our behaviors and decision-making process. We believe our professional values are vital to the integrity of the profession as a whole.

ADVOCACY

We serve the public interest by acting as responsible advocates for those we represent. We provide a voice in the marketplace of ideas, facts, and viewpoints to aid informed public debate.

HONESTY

We adhere to the highest standards of accuracy and truth in advancing the interests of those we represent and in communicating with the public.

EXPERTISE

We acquire and responsibly use specialized knowledge and experience. We advance the profession through continued professional development, research, and education. We build mutual understanding, credibility, and relationships among a wide array of institutions and audiences.

INDEPENDENCE

We provide objective counsel to those we represent. We are accountable for our actions.

LOYALTY

We are faithful to those we represent, while honoring our obligation to serve the public interest.

FAIRNESS

We deal fairly with clients, employers, competitors, peers, vendors, the media, and the general public. We respect all opinions and support the right of free expression.
PRSA Code Provisions of Conduct


FREE FLOW OF INFORMATION

Core Principle Protecting and advancing the free flow of accurate and truthful information is essential to serving the public interest and contributing to informed decision making in a democratic society.

Intent:

  • To maintain the integrity of relationships with the media, government officials, and the public.
  • To aid informed decision-making.

Guidelines:

A member shall:

  • Preserve the integrity of the process of communication.
  • Be honest and accurate in all communications.
  • Act promptly to correct erroneous communications for which the practitioner is responsible.
  • Preserve the free flow of unprejudiced information when giving or receiving gifts by ensuring that gifts are nominal, legal, and infrequent.

Examples of Improper Conduct Under this Provision:

  • A member representing a ski manufacturer gives a pair of expensive racing skis to a sports magazine columnist, to influence the columnist to write favorable articles about the product.
  • A member entertains a government official beyond legal limits and/or in violation of government reporting requirements.


COMPETITION

Core Principle Promoting healthy and fair competition among professionals preserves an ethical climate while fostering a robust business environment.

Intent:

  • To promote respect and fair competition among public relations professionals.
  • To serve the public interest by providing the widest choice of practitioner options.

Guidelines:

A member shall:

  • Follow ethical hiring practices designed to respect free and open competition without deliberately undermining a competitor.
  • Preserve intellectual property rights in the marketplace.

Examples of Improper Conduct Under This Provision:

  • A member employed by a “client organization” shares helpful information with a counseling firm that is competing with others for the organization’s business.
  • A member spreads malicious and unfounded rumors about a competitor in order to alienate the competitor’s clients and employees in a ploy to recruit people and business.


DISCLOSURE OF INFORMATION

Core Principle Open communication fosters informed decision making in a democratic society.

Intent:

To build trust with the public by revealing all information needed for responsible decision making.

Guidelines:

A member shall:

  • Be honest and accurate in all communications.
  • Act promptly to correct erroneous communications for which the member is responsible.
  • Investigate the truthfulness and accuracy of information released on behalf of those represented.
  • Reveal the sponsors for causes and interests represented.
  • Disclose financial interest (such as stock ownership) in a client’s organization.
  • Avoid deceptive practices.

Examples of Improper Conduct Under this Provision:

  • Front groups: A member implements “grass roots” campaigns or letter-writing campaigns to legislators on behalf of undisclosed interest groups.
  • Lying by omission: A practitioner for a corporation knowingly fails to release financial information, giving a misleading impression of the corporation’s performance.
  • A member discovers inaccurate information disseminated via a website or media kit and does not correct the information.
  • A member deceives the public by employing people to pose as volunteers to speak at public hearings and participate in “grass roots” campaigns.


SAFEGUARDING CONFIDENCES

Core Principle Client trust requires appropriate protection of confidential and private information.

Intent:

To protect the privacy rights of clients, organizations, and individuals by safeguarding confidential information.

Guidelines:

  • A member shall: Safeguard the confidences and privacy rights of present, former, and prospective clients and employees.
  • Protect privileged, confidential, or insider information gained from a client or organization.
  • Immediately advise an appropriate authority if a member discovers that confidential information is being divulged by an employee of a client company or organization.

Examples of Improper Conduct Under This Provision:

  • A member changes jobs, takes confidential information, and uses that information in the new position to the detriment of the former employer.
  • A member intentionally leaks proprietary information to the detriment of some other party.


CONFLICTS OF INTEREST

Core Principle Avoiding real, potential or perceived conflicts of interest builds the trust of clients, employers, and the publics.

Intent:

  • To earn trust and mutual respect with clients or employers.
  • To build trust with the public by avoiding or ending situations that put one’s personal or professional interests in conflict with society’s interests.

Guidelines:

A member shall:

  • Act in the best interests of the client or employer, even subordinating the member’s personal interests.
  • Avoid actions and circumstances that may appear to compromise good business judgment or create a conflict between personal and professional interests.
  • Disclose promptly any existing or potential conflict of interest to affected clients or organizations.
  • Encourage clients and customers to determine if a conflict exists after notifying all affected parties.

Examples of Improper Conduct Under This Provision:

  • The member fails to disclose that he or she has a strong financial interest in a client’s chief competitor.
  • The member represents a “competitor company” or a “conflicting interest” without informing a prospective client.


ENHANCING THE PROFESSION

Core Principle Public relations professionals work constantly to strengthen the public’s trust in the profession.

Intent:

  • To build respect and credibility with the public for the profession of public relations.
  • To improve, adapt and expand professional practices.

Guidelines:

A member shall:

  • Acknowledge that there is an obligation to protect and enhance the profession.
  • Keep informed and educated about practices in the profession to ensure ethical conduct.
  • Actively pursue personal professional development.
  • Decline representation of clients or organizations that urge or require actions contrary to this Code.
  • Accurately define what public relations activities can accomplish.
  • Counsel subordinates in proper ethical decision making.
  • Require that subordinates adhere to the ethical requirements of the Code.
  • Report practices that fail to comply with the Code, whether committed by PRSA members or not, to the appropriate authority.

Examples of Improper Conduct Under This Provision:

  • A PRSA member declares publicly that a product the client sells is safe, without disclosing evidence to the contrary.
  • A member initially assigns some questionable client work to a non-member practitioner to avoid the ethical obligation of PRSA membership.

TINGKAT “MEDIA LITERACY” MAHASISWA FAKULTAS KOMUNIKASI UNIVERSITAS BINA DARMA TERHADAP TELEVISI

Oleh:

Ema Apriyani S. I. Kom

ABSTRACK

Societies are not given enough knowledge to understand media whose continue to grow. Therefore this research aimed to determine the level of Media Literacy from students of Communication Faculty toward television. Involving 38 respondents, this study used an experimental technique with quantitative approach focus on message focused ability toward television programs: Liputan 6 SCTV, Ponds, and Take Him Out Indonesia. The intervals data are low, medium and high, with the final result of media literacy level of respondents is at medium level: 63%. This condition’s could be translated that the respondent has no intelligence standpoint of media sufficient when dealing with television content. Respondents are able to select the program that they like, but have not been able to interpret the message into a deeper meaning.

Key words: Media, Literacy, Television, Communication.

ABSTRAK

Masyarakat Indonesia tidak diberikan cukup pengetahuan untuk memahami media-media yang jumlahnya terus bertambah. Pentingnya kemampuan cerdas bermedia di masyarakat yang mendasari penelitian ini. Maka dari itu peneliti merancang penelitian yang bertujuan untuk mengetahui tingkat Media Literacy mahasiswa Fakultas Komunikasi Universitas Bina Darma Palembang terhadap Televisi. Melibatkan 38 responden, penelitian ini menggunakan teknik eksperimental dengan pendekatan kuantitatif. Tes difokuskan pada kemampuan message focused skill terhadap program berita Liputan 6 SCTV, program iklan komersial Ponds, dan porgram acara hiburan Take Him Out Indonesia. Analisa data menggunakan interval rendah, sedang dan tinggi, dengan hasil akhir tingkat media literacy responden berada pada level sedang yaitu 63%. Kondisi yang bisa diterjemahkan bahwa responden belum mempunyai sudut pandang kecerdasan bermedia yang memadai ketika berhadapan dengan isi televisi. Responden mampu memilih program/tayangan apa yang mereka sukai tetapi belum mampu memilah isi/tayangan televisi tersebut kedalam interpretasi makna yang lebih mendalam.

Kata kunci: Media, Literacy, Televisi, Komunikasi.

Latar Belakang

Catatan kelam mengenai dampak negatif televisi sudah tidak asing lagi di telinga. Mulai dari perilaku destruktif, menyimpang, sampai dengan kematian. Perubahan kondisi industri televisi dan dunia penyiaran di Indonesian setelah reformasi, vitalnya peran televisi dalam masyarakat modern serta belum kuatnya regulasi penyiaran di Indonesia adalah tiga alasan mendasar signifikansi penelitian ini. Hal tersebut tentunya menimbulkan kondisi yang paradoks di masyarakat, di satu sisi secara kuantitatif, jenis dan item informasi semakin bertambah dan secara kualitatif, media mencakup topik yang semakin luas. Namun di sisi lain pemahaman masyarakat terhadap isi media cenderung menurun. Tentunya hal ini menjadi salah satu topik hangat, bahkan menjadi PR besar bagi praktisi komunikasi dan semua pihak yang berkecimpung didalamnya.

Media massa adalah media yang menjadi saluran komunikasi dalam proses komunikasi massa. Saat ini serangan media massa sudah bukan lagi serangan yang bisa di hindari, dalam hidup kita media massa sudah menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan. Media massa sudah melebur dengan kehidupan kita sendiri. Hal ini juga di tegaskan Croteau dengan konsep The Age of Media Society dalam Media, Society.

Dominasi media massa dalam kehidupan kita memang tidak terhindarkan lagi. Dengan segala kelebihannya, media massa nyaris menawarkan semua hal yang dibutuhkan manusia: hiburan, informasi, pelarian masalah, solusi, identitas- semua serba niscaya. Kemajuan teknologi bahkan mengalahkan ruang dan waktu menjadikan media sebagai sarana ampuh untuk pencapaian tujuan apapun (Croteau: 2002).

Televisi seperti yang didefinisikan oleh McQuail adalah media komunikasi massa audio visual yang menimbulkan suara dan gambar, yang memiliki karakteristik, sifat, dan ciri-ciri media massa (Mc Quail: 2008). Sebagai media audio visual Televisi memiliki program-program acara yang ditawarkan kepada audiennya atau penontonnya.

Morissan mengungkapkan bahwa kata “program” kata serapan dari bahasa yang berarti acara atau rencana (Morissan: 2008),. Kemudian beliau mendefinisikan program sebagai segala hal yang ditampilkan stasiun penyiaran untuk memenuhi kebutuhan audiennya. Program atau acara yang disajikan adalah faktor yang membuat audien tertarik untuk mengikuti siaran yang dipancarkan stasiun penyiaran apakah itu radio atau televisi.

Disinilah Media Literacy sebuah istilah yang mungkin masih sangat awan dikalangan penggelut dunia komunikasi tanah air muncul. Konsep Media Literacy atau yang di Indonesia dikenal dengan kata “Melek Media” menjadi penting artinya bagi individu. Konsep ini menawarkan gagasan pada individu untuk secara aktif menafsirkan pesan yang pada akhirnya diharapkan menjadi bentuk penguatan pada individu dalam menghadapi atau mengakses media. Porter dalam bukunya Media Literacy: Third Edition mengatakan bahwa media literacy adalah: “ yang digunakan oleh individu secara aktif ketika berhadapan dengan media untuk menafsirkan makna dari pesan yang ditemuinya” (Potter: 2004).

Tetapi secara garis besar kita bisa menyimpulkan bahwa Media Literacy adalah kemampuan untuk mengakses, menganalisa, mengevaluasi dan mengkonsumsikan informasi dari berbagai macam bentuk media, baik cetak meupun media non cetak.
Peneliti menyimpulkan definisi tersebut didasarkan oleh karakteristik kegunaan media literacy seperti yang diungkapkan oleh Elizabeth Thorman dari Center for Media Literacy Canada; dengan mengenal media literacy kita akan menjadi sadar akan media sehingga mempu membuat pilihan media baik bagi diri sendiri atau lingkungan kita (terutama anak-anak kita), belajar untuk kritis dengan mempertanyakan apa yang ada dibalik isi media massa tersebut dan tujuan jangka panjangnya kita akan bisa menganalisis tentang siapa yang memproduksi media tersebut dan untuk tujuan apa? ((Livingstone, 2008).

Sudah menjadi catatan tersendiri bahwa pada kenyataannya fenomena yang terjadi adalah isu Media Literacy sangat tidak familiar dikalangan mahasiswa komunikasi sendiri. Meskipun hampir setiap fakultas maupun jurusan Ilmu Komunikasi di berbagai Universitas di Indonesia mecantumkan berbagai mata kuliah yang berhubungan dengan media massa, tetapi substansi pembelajaran media massa ini hanya terbatas pada penggunaan dan pemanfaatan media massa tetapi belum menyentuh sisi pengkritisan isi media.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka rumusan permasalahan yang akan dimunculkan adalah:

Bagaimana tingkat Literacy mahasiswa komunikasi Universitas Bina Darma terhadap program televisi.

Televisi adalah media massa yang saat ini paling berpengaruh dan paling bersinggungan dengan hidup kita. Oleh karena itu penelitian ini dibatasi pada tingkat Literacy mahasiswa pada 3 jenis program televisi yaitu program berita, hiburan dan iklan komersial. Dan untuk responden dibatasi pada mahasiswa yang telah mendapat mata kuliah Komunikasi Massa.

Sesuai dengan perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kondisi Media Literacy pada mahasiswa Fakultas Komunikasi Universitas Bina Darma terhadap 3 jenis program televisi, yaitu program berita, hiburan dan iklan komersil.

Secara praktis penelitian ini dapat memberikan masukan kepada para pengajar dan mahasiswa fakultas komunikasi Universitas Bina Darma, untuk meningkatkan kualitas diri masing-masing agar lebih literate terhadap isi media terutama televisi.

Secara sosial hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi stimuli untuk meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap terpaan media massa terutama televisi, sehingga menyadarkan masyarakat bahwa penting untuk menjadi media literate person atau masyarakat yang melek media di era modern ini.

METODOLOGI PENELITIAN

Tipe Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kondisi Media Literacy pada mahasiswa fakultas ilmu komunikasi UBD terhadap media televisi. Penelitian ini adalah penelitian ekperimental dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dengan penjabaran data deskriptif.

Landasan Teori

Media literacy juga dikonsepkan sebagai:
“…the ability to access, analyse, evaluate and create messages across a variety of context.” (Livingstone, 2008).
Hubungan Media Literacy dan struktur pengetahuan digambarkan dalam bagan sebagai berikut:

Gambar 1. Hubungan Media Literacy dan pengetahuan

Potter membagi keahlian yang dibutuhkan untuk Media Literacy menjadi dua yakni keahlian dasar dan keahlian lanjut. Keahlian dasar (rudimentary skill) adalah kemampuan yang dibentuk ketika kanak-kanak dan menjadikan individu melek huruf. Kemampuan ini meliputi keahlian untuk mendengarkan, membaca, melihat dan menghitung. Keahlian tingkat lanjut (advanced skill) adalah kemampuan yang diperlukan untuk menafsirkan pesan-pesan media yang kompleks dan multi makna, yang pada penelitian ini peneliti hanya akan fokuskan pada Message Focused Skill.

Message focused skill adalah kemampuan yang terdiri dari 4 jenis keahlian: pertama keahlian analisis atau keahlian untuk menjabarkan isi pesan. Kedua keahlian untuk membandingkan; menentukan elemen pesan yang sama dan mana yang berbeda. Ketiga keahlian untuk mengevaluasi atau menilai elemen pesan. Dan terakhir adalah keahlian mengabstraksi pesan, atau menyusun pesan yang singkat, jernih dan akurat.

Peneliti memilih dua teori untuk melandasi penelitian ini:

Teori Active Audience

Teori ini berpendapat bahwa media tidak dapat menyuruh seseorang untuk berpikir mengenai satu hal atau melakukan sesuatu secara langsung, karena audiens tidaklah bodoh, mudah dibohongi, dan didominasi seperti yang diyakini oleh ahli indoktrinasi media (Croteau; 2002).

Masih menurut Croteau tiga hal yang bisa mencirikan bahwa sebagai audiens yang aktif yaitu interpretasi individu dimana tiap audiens menginterpretasikan pesan media secara individual. Interpretasi sosial adalah kondisi dimana audiens akan menginterpretasikan pesan-pesan media secara sosial. Yang terakhir adalah aksi kolektif, dimana audiens secara terorganisir memprotes atau mengusulkan sesuatu secara formal kepada produser media.

Teori Skemata

Teori ini mengungkapkan bahwa manusia memiliki skema yang akan membantunya untuk memproses informasi secara cepat dan efisien, membantu ingatan, mengisi informasi yang tercecer, dan melengkapi harapan normatif. Bisa didefinisikan sebagai pengelompokan atas fakta-fakta dan pengalaman-pengalaman individu tersebut yang kita gunakan untuk mengorganisasikan berbagai informasi yang ada di pikiran kita. Saat kita menggunakan skema dalam mencerna suatu informasi adalah untuk mendapatkan akurasi atau menjadi benar, dan untuk mendapatkan efisiensi atau mencocokkan informasi dengan pengalaman (Potter: 2004).

Saat menghadapi media ada dua skema yang harus dihadapi oleh individu, pertama adalah skema dunia media dan skema dunia nyata.

Skema dunia media terdiri dari tipe:

1. Skema karakter, saat media menyediakan karakter atau streotif yang dapat dengan mudah kita kenali
2. Skema Naratif, adalah formula yang digunakan media untuk bercerita. Skema ini berguna untuk membantu individu membedakan apakah cerita tersebut fiksi, kriminal, drama atau berita.
3. Skema Seting, adalah seting yang mempengaruhi pengharapan kita.
4. Skema Tematik, adalah skema yang membantu individu untuk mengindenitifikasi pesan-pesan moral dari sebuah cerita. Skema ini juga merupakan penggabungan dari ketiga skema sebelumnya.
5. Skema Retorika, adalah skema yang digunakan individu untuk membedakan tujuan-tujuan dari penyaji berita.

Skema Dunia Nyata terdiri dari:

1. Skema Perorangan, adalah skema untuk semua karakteristik orang yang di kenal oleh individu tersebut di dunia nyata, baik ciri fisik maupun psikologis.
2. Skema Diri, adalah skema tentang semua pencitraan yang individu tersebut untuk dirinya sendiri.
3. Skema Peran, adalah skema tentang bagaimana pengharapan individu tersebut terhadap bagaimana sesorang seharusnya bersikap di berbagai situasi yang berbeda.
4. Skema Kejadian, yaitu skema yang berfungsi sebagai naskah yang dibuat oleh individu tersebut untuk membayangkan pengalaman-pengalaman yang akan dia hadapi di masa yang akan datang.

Definisi Konseptual

1. Media Literacy: prespektif cara pandang yang digunakan tiap individu untuk menghadapi media massa dan menafsirkan pesannya. Kemampuannya akan dilihat dari kemampuan analisis, kemampuan membandingkan, kemampuan mengevaluasi dan kemampuan mengabstraksi.
2. Program Acara Televisi: secara umum program acara televisi terbagi menjadi tiga program yaitu program berita, program acara hiburan dan program iklan.

Definisi Operasional

1. Kebiasaan mengakses media

a. jenis media massa yang sering di akses oleh mahasiswa komunikasi UBD
b. tingkat intensitas mengakses media
2. Kemampuan Analisis

a. program berita: responden di ukur dari kemampuan mereka dalam mendeskripsikan berita dengan menyebutkan unsur 5W+1H dan kemampuan responden menganalisis isi pesan berita.
b. program iklan komersial: responden di ukur dari kemampuannya menyebutkan janji-janji dalam iklan tersebut. Apakah mereka mempercayai atau tidak iklan tersebut berserta argumentasinya. Serta kemampuan responden mengenali tujuan dari iklan-iklan tersebut.
c. program hiburan: responden di ukur dari kemampuan mereka menyebutkan tokoh-tokoh yang muncul dalam acara tersebut, serta kemampuan responden untuk melihat apakah ada pesan moral yang terkandung dalam program acara tersebut beserta alasannya.

3. Kemampuan Membandingkan

a. program berita: responden di ukur dari kemampuan mereka dalam membandingkan peristiwa-peristiwa yang mereka lihat dalam berita dengan kejadian nyata atau berita dari program berita lainnya, baik persamaan maupun perbedaan diantaranya.
b. program iklan komersial: responden di ukur dari kemampuannya menyebutkan persamaan dan perbedaan janji-janji anatar iklan tersebut dan iklan sejenis lainnya serta mendata janji yang paling sering muncul.
c. program hiburan: responden di ukur dari kemampuan mereka menilai perbedaan latar belakang para tokoh dalam program tersebut, serta menjelaskannya.

4. Kemampuan mengevaluasi

a. program berita: responden di ukur dari kemampuan mereka dalam menilai keberimbangan berita tersebut.
b. program iklan komersial: responden di ukur dari kemampuannya menyebutkan janji-janji yang paling tepat dan yang paling tidak masuk akal dari iklan tersebut.
c. program hiburan: responden di ukur dari kemampuan mereka menentukan apakah program hiburan tersebut menggambarkan realitas sosial atau sekedar rekaan. Serta kemampuan responden untuk menentukan idola dan mendeskripsikan idolanya tersebut.

5. Kemampuan Abstraksi

a. program berita: responden di ukur dari kemampuan mereka menceritakan kembali isi pesan berita.
b. program hiburan: responden di ukur dari kemampuan mereka menceritakan kembali alur cerita program acara hiburan tersebut dalam paragraf pendek.

Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah mahasiswa reguler fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Bina Darma yang tercatat aktif menjalani kegiatan belajar mengajar dan telah mendapatkan mata kuliah Komunikasi Massa. Maka berdasarkan kriteria ini dengan sendirinya sample menjadi tereduksi hanya pada mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi angkatan 2008-2009 dan mahasiswa komunikasi angkatan 2007-2008.
Sampel yang diambil secara acak dari ke dua angkatan tersebut adalah :

n = 38

Rumus slovin untuk sample dengan keterangan :
n: ukuran sample
N: ukuran populasi
e: kelonggaran ketidaktelitian

Tehnik Pengumpulan Data

Tehnik yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Tes: Tes dilakukan untuk mendapatkan data primer dari responden, hasil tes digunakan untuk mengukur ada atau tidaknya serta besarnya kemampuan objek yang diteliti. Tes akan menggunakan format tes yang sudah di rancang oleh Tim Pusat Kajian Media dan Budaya Populer (PKMBP) Yogyakarta untuk mengukur tingkat Media Literacy pada kelompok remaja Indonesia dan telah di ujicobakan sejak tahun 2005 dan terus mengalami pengembangan termasuk dalam penelitian ini. Pilihan pertanyaan di dasarkan pada landasan teori sedangkan untuk pemberian skor masih mengaju kepada penghitungan sederhana yang telah di rancang oleh PKMBP Yogyakarta. Format ini telah mengalami berbagai penyesuaian salah satunya diuji-ulangkan pada tahun 2007 dan perevisian kembali oleh peneliti disesuaikan dengan kondisi dan pilihan program acara pada penelitian kali ini.

2. Studi Pustaka: Dilakukan dengan cara menelusuri, membaca dan memahami buku-buku, literatur yang memuat konsep dan teori yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

2.7 Prosedur Penelitian

Eksperimental

Penelitian diawali dengan mengumpulkan 38 responden, membagikan daftar pertanyaan, menayangkan rekaman program acara televisi yang telah di pilih yaitu program acara berita “Klaim Budaya oleh Malaysia” dari Liputan 6 SCTV, program iklan Ponds versi video klip afgan “Wajah Mu Mengalihkan Dunia Ku”, program acara Hiburan “Take Him Out Indonesia episode: Bule Guy”. Hasil jawaban responden akan dievaluasi untuk kemudian diberikan skor sesuai dengan ketentuan.

2.8 Teknik Pengolahan Data

Semua data yang diperoleh dari responden akan diolah melalui tahapan editing, koding, tabulating dan interpretasi.

3.9 Teknik Analisis Data

Seluruh data akan dievaluasi dengan diberikan nilai yaitu masing masing kategori nilai tertinggi adalah 100 dan untuk semua kategori nilai tertinggi untuk merefleksikan akumulasi tingkat Media Literacy terhadap program berita, hiburan dan iklan adalah 300. Setelah diberi skor maka nilai akan digolongkan dengan menggunakan rumus interval sederhana:

I = NT-NR
K

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Karakteristik Responden

a. Karakteristik berdasarkan jenis kelamin

Tabel 2. Karakteristik berdasarkan jenis kelamin.
Jenis Kelamin Perempuan Laki-Laki Total
Angka 23 15 38
Persentase 60 % 40% 100%
Berdasarkan tabel diatas maka bisa disimpulkan bahwa jumlah laki laki dari keseluruhan 38 responden adalah 40% dan jumlah perempuan dari keseluruhan responden adalah 60%. Karakteristik ini tidak akan mempengaruhi banyak hal dalam hasil penelitian tetapi mampu memberikan gambaran mengenai responden yang terlibat dalam penelitian ini.

b. Karakteristik berdasarkan tingkat penghasilan orang

Gambar 2. Grafik tingkat penghasilan orang tua

Jika grafik diatas dietrjemahkan dalam bentuk persentase maka akan didapat angka untuk jumlah responden yang orang tuanya memiliki penghasilan diatas 2,5 juta ada 29%, yang orang tuanya memiliki penghasilan diantara 2 juta sampai 2,5 juta ada 21%, yang orang tuanya memiliki penghasilan diantara 1,5 juta sampai 2 juta ada 21%. Responden yang orang tuanya berpenghasilan diantara 1,5 juta sampai 1 juta ada 18% sedangkan untuk responden yang memiliki penghasilan dibawah 1 juta ada 13%. Tingkat penghasilan orang tua responden akan mempengaruhi karakteristik selanjutnya yaitu kepemilikan televisi.

c. Karakteristik menurut kepemilikan Televisi

Tabel 3. Karakteristik menurut kepemilikan Televisi
Jumlah Televisi 1 2 3 4 Total
Angka 18 11 4 1 38
Persentase 47% 28% 21% 3% 100%

Tabel diatas mencerminkan bahwa semua responden yang diikutsertakan dalam test ini memiliki akses aktif terhadap televisi. Karena persentase terbesar ada pada kepemilikan 1 televisi maka bisa disimpulkan bahwa para sebagian besar responden mengakses media televisi secara kolektif bersama anggota keluarga mereka.

2. Kebiasaan Mengakses Media Massa di Kalangan Mahasiswa Komunikasi UBD

Mengenali kebiasaan responden dalam mengakses media akan memberikan gambaran mengenai bagaimana cara yang dilakukan responden dalam mengkonsumsi pesan media.

a. Rutinitas Mengakses Media Massa

Tabel 4. a. Rutinitas Mengakses Media Massa
Media Rutin Kadang-Kadang Total
Surat Kabar 34% 66% 100%
Majalah 11% 89% 100%
Radio 37% 63% 100%
Televisi 87% 13% 100%
Internet 53% 47% 100%

Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa yang menempati presentase tertinggi, media massa yang diakses secara rutin oleh responden adalah televisi dengaan presentase 87%. Sedangkan untuk membaca majalah presentasenya lebih rendah dibandingkan membaca surat kabar atau mendengarkan radio.

b. Kebiasaan Mendiskusikan Isi atau Tayangan Media

Tabel 5. a. Kebiasaan Mendiskusikan Isi atau Tayangan Media
Media Rutin Kadang-Kadang Total
Surat Kabar 67% 33% 100%
Majalah 89% 11% 100%
Radio 60,5% 39,5% 100%
Televisi 13% 87% 100%
Internet 47% 53% 100%

Berdasarkan tabel diatas bisa ditarik kesimpulan bahwa responden cenderung menelan pesan dari media televisi tanpa terlebih dahulu mendiskusikannya dengan orang lain. Hal ini cukup menjadi catatan penting penelitian ini karena menurut data sebelumnya televisi adalah media massa yang paling aktif diakses oleh para responden. Sedangkan untuk media yang paling banyak didiskusikan dikalangan responden adalah media majalah, hal ini menurut peneliti disebabkan oleh karakteristik informasi yang diberikan majalah cenderung bersifat tahan lama atau jenis topik yang tidak menuntut kebaruan informasi.

3. Analisis Tingkat Media Literacy Mahasiswa Fakultas Komunikasi Universitas Bina Darma Palembang terhadap Program Berita.

Tingkat Media Literacy terhadap program acara berita ini akan di ukur melalui akumulasi skor dari message focused skill (kemampuan analisis, membandingkan, mengevaluasi dan mengabstraksi). Total nilai untuk keseluruhan adalah 100, analisis data dikelompokkan menjadi tiga yaitu tinggi, sedang dan rendah dengan interval:
I = NT-NR
K

I = 100-0 = 33,3
3
Rendah : 0-33
Sedang : 34-66
Tinggi : 67-100

Deskripsi penilaian adalah:
1. Tinggi: responden mampu menganalisis lapisan makna dari sebuah berita secara mendalam, mampu membandingkan perbedaan dan persamaan antar berita, menyadari bahwa berita adalah realitas yang dikonstruksi. Responden juga mampu mengingat kata kunci berita tersebut dan menceritakan ulang berita tersebut.
2. Sedang: Responden hanya mampu menginterpretasikan berita hanya pada kata kunci saja, belum sampai pada proses penganalisisan lapisan makna. Bisa dikategorikan bahwa responden dalam level ini percaya hampir semua yang diberitakan adalah faktual dan belum mampu menilai keberimbangan berita. Responden mampu menceritakan kembali isi berita walau tidak lengkap.
3. Rendah: responden hanya mampu menginterpretasikan lapisan permukaan saja, cenderung sangat percaya bahwa semua yang disajikan adalah faktual dan berimbang tanpa mencari sumber-sumber lain. Responden pada level ini juga tidak mampu membedakan antara berita (news) dan informasi.

Setelah diketahui total skor maka didapatlah hasil data dalam format spss sebagai berikut:

Tabel 6. Media Literacy terhadap Program Berita Liputan 6 SCTV “Klaim Budaya Oleh Malaysia”
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Rendah 2 5,3 5,3 5,3
Sedang 28 73,7 73,7 78,9
Tinggi 8 21,1 21,1 100,0
Total 38 100,0 100,0

Berdasarkan tabel diatas dapat dikketahui bahwa tingkat Media Literacy pada mahasiswa Komunikasi UBD terhadap program acara berita televisi didominasi oleh level sedang bahkan ada yang berada di level rendah, hanya 21,1% atau hanya 8 orang saja yang ada pada level tinggi. Diketahui pula bahwa 2 orang responden dari total 38 responden bahkan menelan mentah mentah informasi yang didapatnya dari acara program berita televisi.

Secara keseluruhan responden berada dalam level sedang dimana responden hanya mampu menginterpretasikan berita hanya pada kata kunci saja, belum sampai pada proses penganalisisan lapisan makna. Responden hanya menilai persamaan dan perbedaan dari beberapa unsur saja dan belum mampu menilai keberimbangan berita. Meski sudah mampu menceritakan kembali berita yang mereka tonton, responden masih belum mampu mengungkapkan kata kunci dengan tepat.

4. Analisis Tingkat Media Literacy Mahasiswa Fakultas Komunikasi Universitas Bina Darma Palembang terhadap Program Iklan Komersial.

Tingkat Media Literacy terhadap program iklan komersial ini akan diukur melalui akumulasi skor dari message focused skill (kemampuan analisis, membandingkan, mengevaluasi dan mengabstraksi). Total nilai untuk keseluruhan adalah 100, analisis data dikelompokkan menjadi tiga yaitu tinggi, sedang dan rendah dengan interval:
I = NT-NR
K
I = 100-0 = 33,3
3
Rendah : 0-33
Sedang : 34-66
Tinggi : 67-100

Deskripsi penilaian adalah:
1. Tinggi: responden menyadari bahwa realitas iklan adalah realitas bentukan yang tidak nyata. Menyadari bahwa janji iklan adalah janji hiperbola yang didukung oleh teknik dan teknologi penyajian pesan tertentu agar produk terlihat lebih menarik dan berkualitas dari pada karakteristik aslinya. Responden juga mampu menyadari bahwa iklan dibuat untuk mencapai tujuan persuasif sebagai bagian dari proses komunikasi.
2. Sedang: Responden telah menyadari bahwa iklan tidak menyajikan realitas nyata tetapi masih belum bisa menilai kebenaran janji-janji iklan. Di level ini responden cenderung mempercayai janji-janji iklan.
3. Rendah: Responden menganggap bahwa iklan adalah nyata, atau iklan sebagai realitas sehari-hari. Komposisi iklan baik teknik maupun pencitraan tokoh dan alur cerita justru menjadi peneguhan untuk mengkonsumsi produk yang diiklankan.

Tabel 7. Media Literacy terhadap Program Iklan Komersial Ponds Versi Afgan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Rendah 1 2,6 2,6 2,6
Sedang 4 10,5 10,5 13,2
Tinggi 33 86,8 86,8 100,0
Total 38 100,0 100,0

Hasil tes pada kategori iklan komersial ternyata cukup mencengangkan, sebagian besar responden lebih dari 80% sudah mencapai level tinggi. Hal ini berarti bahwa responden benar-benar memahami bahwa iklan adalah produk komunikasi yang dirancang sedemikian rupa untuk mencapai tujuan persuasif produk yang diiklankan. Responden pada juga menunjukkan kewaspadaan yang tinggi terhadap janji-janji iklan yang mereka saksikan. Meskipun ada satu responden yang berada di kategori rendah, tetapi secara keseluruhan rata-rata responden telah memiliki skema kritis dalam menghadapi media iklan televisi ini menjadikan para responden ini berhak dikategorikan pada responden cerdas iklan.

5. Analisis Tingkat Media Literacy Mahasiswa Fakultas Komunikasi Universitas Bina Darma Palembang terhadap Program Acara Hiburan.

Tingkat Media Literacy terhadap program acara hiburan ini akan di ukur melalui akumulasi skor dari message focused skill (kemampuan analisis, membandingkan, mengevaluasi dan mengabstraksi). Total nilai untuk keseluruhan adalah 100, analisis data dikelompokkan menjadi tiga yaitu tinggi, sedang dan rendah dengan interval:
I = NT-NR
K
I = 100-0 = 33,3
3
Rendah : 0-33
Sedang : 34-66
Tinggi : 67-100

Deskripsi penilaian adalah:
1. Tinggi: responden menyadari bahwa realitas yang disajikan sebuah program acara hiburan khususnya reality show adalah realitas bentukan yang tidak nyata. Bahwa acara hiburan dibuat dengan tujuan menghibur, sehingga penambahan unsur hiperbola dan dramatisasi amat sangat menonjol. Responden mampu menyebutkan karakter tokoh-tokoh dan membuat perbadingan dengan karakteristik orang orang yang mereka kenal didunia nyata. Responden juga mampu memilah mana ide cerita dan mana bumbu cerita serta mampu menceritakan kembali isi adan alur cerita berserta tokoh dna pesan moral yang terkandung didalamnya.
2. Sedang: Responden telah menyadari bahwa acara hiburan terutama acara reality show tidak menyajikan realitas nyata tetapi masih belum bisa menilai kebenaran alur cerita dan membedakan karakteristik tokoh dan alur cerita dalam program acara tersebut dengan realitas sehari-hari didunia nyata. Di level ini responden cenderung mempercayai bahwa tayangan reality show menyajikan realitas media yang bercampur dengan realitas nyata. Responden belum mampu menafsirkan pesan moral dan cenderung menfsirkanya dengan konstruksi harapan mereka.
3. Rendah: Responden menganggap bahwa acara hiburan reality show adalah nyata, atau mencerminkan realitas sehari-hari. Tidak menyadari bahwa untuk membuat sebuah acara hiburan dibutuhkan berbagai teknik tertentu. Responden cenderung menganggap dramatisasi adalah kewajaran dan tidak mampu menceritakan ulang pesan-pesan moral dan mengkritisi acara tersebut.

Tabel 8. Media Literacy terhadap Acara Hiburan Take Him Out Indonesia
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Rendah 2 5,3 5,3 5,3
Sedang 28 73,7 73,7 78,9
Tinggi 8 21,1 21,1 100,0
Total 38 100,0 100,0

Dari hasil diatas bisa disimpulkan bahwa sebagian besar responden diwakili oleh 78% masih kebingungan menilai kebenaran sebauh acara hiburan. Responden-responden ini telah menyadari bahwa acara hiburan terutama acara reality show tidak menyajikan realitas nyata tetapi masih belum bisa menilai kebenaran alur cerita, membedakan karakteristik tokoh dan alur cerita dalam program acara tersebut dengan realitas sehari-hari didunia nyata. Di level ini responden cenderung mempercayai bahwa tayangan reality show menyajikan realitas media yang bercampur dengan realitas nyata. Responden belum mampu menafsirkan pesan moral dan cenderung menfsirkanya dengan konstruksi harapan mereka.
Responden yang berada dikategori tinggi diwakili angka 21% yang menandakan bahwa diantara responden ada 8 orang yang telah memiliki kemampuan yang cukup memadai untuk cerdas mengahdapi berbagai program hiburan yang disajikan oleh media televisi terutama acara reality show.

6. Analisis Tingkat Media Literacy Mahasiswa Fakultas Komunikasi Universitas Bina Darma Palembang terhadap Televisi.

Tingkat Media Literacy terhadap televis masih akan di ukur melalui akumulasi skor dari message focused skill keseluruhan baik program acara berita, iklan kmersial maupun acara hiburan. Masih tetap menggunakan kategori yang sama yaitu kemampuan analisis, membandingkan, mengevaluasi dan mengabstraksi program-program tersebut. Total nilai untuk keseluruhan adalah 300, analisis data dikelompokkan menjadi tiga yaitu tinggi, sedang dan rendah dengan interval:
I = NT-NR
K
I = 300-0 = 100
3
Rendah : 0-100
Sedang : 101-200
Tinggi : 201-300

1. Tinggi: Responden menyadari bahwa realitas yang disajikan oleh televisi adalah realitas bentukan sebuah industri besar yang tidak nyata bahkan cenderung bertolak belakang dengan kenyataan sosial sehari-hari. Responden menyadari setiap penambahan unsur hiperbola dan dramatisasi yang terkandung dalam semua program acara baik berita, iklan maupun acara hiburan. Responden mampu menyebutkan karakter tokoh-tokoh dan membuat perbadingan dengan karakteristik orang orang yang mereka kenal didunia nyata, serta mampu memilah mana sumber informasi yang mendekati kebenaran, responden juga bersikap skeptis, kritis dengan membandingkan satu program acara dengan program acara lainnya sehingga memiliki presfektif berimbang.
2. Sedang: Responden telah menyadari bahwa program televisi tidak menyajikan realitas nyata tetapi masih belum bisa menilai kebenaran informasi yang didapat dan belum memiliki kemampuan untuk membedakan karakteristik tokoh-tokoh yang terlibat, setting alur cerita dalam program acara tersebut dengan realitas sehari-hari didunia nyata. Di level ini responden cenderung mempercayai bahwa tayangan televisi menyajikan realitas media, tetapi masih belum mampu membedakan, responden juga belum mampu menginterpretasikan lapisan makna tetapi sudah mampu memilih acara yang mereka suka.
3. Rendah: Responden menganggap bahwa program acara yang disajikan televisi adalah nyata atau mencerminkan realitas sehari-hari. Responden cenderung menganggap dramatisasi adalah kewajaran dan tidak mampu menceritakan ulang pesan-pesan moral dan mengkritisi acara tersebut. Dilevel ini responden sangat mudah di pengaruhi program acara televisi, mudah mempercayai informasi yang disajikan sehingga sangat mudah diarahkan ke perilaku konsumtif tertentu.

Data primer total skor tingkat Media Literacy terhadap televisi (program berita, iklan komersial dan acara hiburan) pada mahasiswa Fakultas Komunikasi Universitas Bina Darma Palembang dikelompokkan sebagai berikut:

Tabel 9. Media Literacy Mahasiswa Komunikasi UBD terhadap Televisi
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Rendah 0 0,0 0,0 0,0
Sedang 24 63,2 63,2 63,2
Tinggi 14 36,8 36,8 100,0
Total 38 100,0 100,0

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa tingkat media literacy mahasiswa Fakultas Komunikasi mayoritas berada pada level sedang yaitu 63% dimana 24 orang dari 38 responden sudah berada di level ini. Hasil akhir juga menunjukkan bahwa tidak ada mahasiswa komunikasi yang berada di level rendah, meskipun yang berada di level tinggi masih berkisar 36% atau hanya 14 orang saja dari 38 responden.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa mayoritas message focused skill mahasiswa Fakultas Komunikasi Universitas Bina Darma Palembang belum cukup memadai pada saat berhadapan dengan televisi. Walaupun responden percaya bahwa pesan yang mereka tangkap dari televisi adalah hasil konstruksi sebuah industri besar namun responden masih mencampurbaurkan realitas bentukan media dengan realitas dunia nyata. Responden sudah mampu bersikap skeptis dengan memilih program acara yang mereka inginkan namun belum sanggup bersikap kritis dengan masih malas mencari sumber informasi lain. Responden pada level ini meski tidak terlalu mudah dipengaruhi oleh pesan media namun masih belum sanggup memahami interpretasi makna mendalam dari program acara televisi dan masih belum sanggup memilah program acara yang mereka butuhkan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan dan analisis terhadap data yang diperoleh pada penelitian ini, mengenai tingkat Media Literacy mahasiswa Fakultas Komunikasi Universitas Bina Darma Palembang terhadap program acara televisi berita, iklan komersial, dan hiburan, maka dapat disimpulkan:
1. Bahwa mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi Unibersitas Bina Darma Palembang menginterpretasikan berita hanya pada kata kunci saja, belum sampai pada proses penganalisisan lapisan makna. Persamaan dan perbedaan berita hanya di nilai dari beberapa unsur saja dan belum mampu menilai keberimbangan berita. Mampu menceritakan kembali berita yang mereka tonton, namun masih belum mampu mengungkapkan kata kunci dengan tepat.
2. Bahwa responden benar-benar memahami bahwa iklan bukan realitas sebenarnya. Responden sudah memiliki kewaspadaan yang cukup tinggi terhadap janji-janji iklan yang mereka saksikan, mereka masih cenderung mempercayai iklan janji janji tertentu saja dari iklan tersebut. Secara keseluruhan rata-rata responden telah memiliki skema kritis dalam menghadapi media iklan televisi ini yang menjadikan mereka masuk dalam kategori cerdas iklan.
3. Bahwa responden masih menganggap bahwa tayangan reality show menyajikan realitas yang nyata yang menggambarkan realitas kehidupan sehari-hari dan tidak memperhatikan unsur dramatisasi yang ada dalam acara tersebut. Belum mampu pesan moral dan cenderung menyesuaikannya dengan konstruksi harapan mereka, tanpa menyadari bahwa acar hiburan dibuat untuk semata-mata menghibur dan menarik pengiklan.
4. Bahwa responden belum mempunyai sudut pandang (struktur keahlian dan struktur pengetahuan) terutama message focused skill yang memadai ketika berhadapan dengan isi televisi. Responden mampu memilih program/tayangan apa yang mereka sukai tetapi belum mampu memilah isi/tayangan televisi tersebut kedalam interpretasi makna yang lebih mendalam.

SARAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan peneliti mengajukan beberapa saran sebagai berikut:
1. Bgai Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Bina Darma perlu untuk mengadakan perkenalan konsep Media Litearcy terutama televisi, dalam kurikulum mereka, atau menyelipkan konsep ini di semua subjek mata kuliah yang berhubungan dengan media massa. Baik untuk tenaga pengajar sendiri dan terutama pada mahasiswa Fakultas Komunikasi Universitas Bina Darma.
2. Bagi mahasiswa Fakultas Komunikasi Universitas Bina Darma hendaknya meningkatkan kemampuan message focused skill-nya. Baik kemampuan analisis, kemampuan membandingkan, kemampuan mengevaluasi, dan kemampuan abstrasksi-apresiasi untuk menunjang tingkat Media Literacy yang cukup memadai dalam menghadapi pesan-pesan yang disajikan televisi.

DAFTAR PUSTAKA
Croteau, David & William Hoynes. 2002. Media/society: Industries, Images and Audience, California, USA: SAGE Publications.
Livingstone, Sonia, The Changing Nature and Uses of Media Literacy. Diakses dari www.lse.ac.uk/collections/media@lse/mediaWorkingPaper/ewpNumber4. Tanggal akses terakhir 20 Oktober 2008
McQuail, Dennis, 2008. Teori Komunikasi Massa. Erlangga. Jakarta
Morissan. 2008. Manajemen Media Penyiaran. Kencana Prenada. Media Group. Jakarta.
Potter, W. James, 2004, Media Literacy: Third Edition. Sage Publication: London