TINGKAT “MEDIA LITERACY” MAHASISWA FAKULTAS KOMUNIKASI UNIVERSITAS BINA DARMA TERHADAP TELEVISI

Oleh:

Ema Apriyani S. I. Kom

ABSTRACK

Societies are not given enough knowledge to understand media whose continue to grow. Therefore this research aimed to determine the level of Media Literacy from students of Communication Faculty toward television. Involving 38 respondents, this study used an experimental technique with quantitative approach focus on message focused ability toward television programs: Liputan 6 SCTV, Ponds, and Take Him Out Indonesia. The intervals data are low, medium and high, with the final result of media literacy level of respondents is at medium level: 63%. This condition’s could be translated that the respondent has no intelligence standpoint of media sufficient when dealing with television content. Respondents are able to select the program that they like, but have not been able to interpret the message into a deeper meaning.

Key words: Media, Literacy, Television, Communication.

ABSTRAK

Masyarakat Indonesia tidak diberikan cukup pengetahuan untuk memahami media-media yang jumlahnya terus bertambah. Pentingnya kemampuan cerdas bermedia di masyarakat yang mendasari penelitian ini. Maka dari itu peneliti merancang penelitian yang bertujuan untuk mengetahui tingkat Media Literacy mahasiswa Fakultas Komunikasi Universitas Bina Darma Palembang terhadap Televisi. Melibatkan 38 responden, penelitian ini menggunakan teknik eksperimental dengan pendekatan kuantitatif. Tes difokuskan pada kemampuan message focused skill terhadap program berita Liputan 6 SCTV, program iklan komersial Ponds, dan porgram acara hiburan Take Him Out Indonesia. Analisa data menggunakan interval rendah, sedang dan tinggi, dengan hasil akhir tingkat media literacy responden berada pada level sedang yaitu 63%. Kondisi yang bisa diterjemahkan bahwa responden belum mempunyai sudut pandang kecerdasan bermedia yang memadai ketika berhadapan dengan isi televisi. Responden mampu memilih program/tayangan apa yang mereka sukai tetapi belum mampu memilah isi/tayangan televisi tersebut kedalam interpretasi makna yang lebih mendalam.

Kata kunci: Media, Literacy, Televisi, Komunikasi.

Latar Belakang

Catatan kelam mengenai dampak negatif televisi sudah tidak asing lagi di telinga. Mulai dari perilaku destruktif, menyimpang, sampai dengan kematian. Perubahan kondisi industri televisi dan dunia penyiaran di Indonesian setelah reformasi, vitalnya peran televisi dalam masyarakat modern serta belum kuatnya regulasi penyiaran di Indonesia adalah tiga alasan mendasar signifikansi penelitian ini. Hal tersebut tentunya menimbulkan kondisi yang paradoks di masyarakat, di satu sisi secara kuantitatif, jenis dan item informasi semakin bertambah dan secara kualitatif, media mencakup topik yang semakin luas. Namun di sisi lain pemahaman masyarakat terhadap isi media cenderung menurun. Tentunya hal ini menjadi salah satu topik hangat, bahkan menjadi PR besar bagi praktisi komunikasi dan semua pihak yang berkecimpung didalamnya.

Media massa adalah media yang menjadi saluran komunikasi dalam proses komunikasi massa. Saat ini serangan media massa sudah bukan lagi serangan yang bisa di hindari, dalam hidup kita media massa sudah menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan. Media massa sudah melebur dengan kehidupan kita sendiri. Hal ini juga di tegaskan Croteau dengan konsep The Age of Media Society dalam Media, Society.

Dominasi media massa dalam kehidupan kita memang tidak terhindarkan lagi. Dengan segala kelebihannya, media massa nyaris menawarkan semua hal yang dibutuhkan manusia: hiburan, informasi, pelarian masalah, solusi, identitas- semua serba niscaya. Kemajuan teknologi bahkan mengalahkan ruang dan waktu menjadikan media sebagai sarana ampuh untuk pencapaian tujuan apapun (Croteau: 2002).

Televisi seperti yang didefinisikan oleh McQuail adalah media komunikasi massa audio visual yang menimbulkan suara dan gambar, yang memiliki karakteristik, sifat, dan ciri-ciri media massa (Mc Quail: 2008). Sebagai media audio visual Televisi memiliki program-program acara yang ditawarkan kepada audiennya atau penontonnya.

Morissan mengungkapkan bahwa kata “program” kata serapan dari bahasa yang berarti acara atau rencana (Morissan: 2008),. Kemudian beliau mendefinisikan program sebagai segala hal yang ditampilkan stasiun penyiaran untuk memenuhi kebutuhan audiennya. Program atau acara yang disajikan adalah faktor yang membuat audien tertarik untuk mengikuti siaran yang dipancarkan stasiun penyiaran apakah itu radio atau televisi.

Disinilah Media Literacy sebuah istilah yang mungkin masih sangat awan dikalangan penggelut dunia komunikasi tanah air muncul. Konsep Media Literacy atau yang di Indonesia dikenal dengan kata “Melek Media” menjadi penting artinya bagi individu. Konsep ini menawarkan gagasan pada individu untuk secara aktif menafsirkan pesan yang pada akhirnya diharapkan menjadi bentuk penguatan pada individu dalam menghadapi atau mengakses media. Porter dalam bukunya Media Literacy: Third Edition mengatakan bahwa media literacy adalah: “ yang digunakan oleh individu secara aktif ketika berhadapan dengan media untuk menafsirkan makna dari pesan yang ditemuinya” (Potter: 2004).

Tetapi secara garis besar kita bisa menyimpulkan bahwa Media Literacy adalah kemampuan untuk mengakses, menganalisa, mengevaluasi dan mengkonsumsikan informasi dari berbagai macam bentuk media, baik cetak meupun media non cetak.
Peneliti menyimpulkan definisi tersebut didasarkan oleh karakteristik kegunaan media literacy seperti yang diungkapkan oleh Elizabeth Thorman dari Center for Media Literacy Canada; dengan mengenal media literacy kita akan menjadi sadar akan media sehingga mempu membuat pilihan media baik bagi diri sendiri atau lingkungan kita (terutama anak-anak kita), belajar untuk kritis dengan mempertanyakan apa yang ada dibalik isi media massa tersebut dan tujuan jangka panjangnya kita akan bisa menganalisis tentang siapa yang memproduksi media tersebut dan untuk tujuan apa? ((Livingstone, 2008).

Sudah menjadi catatan tersendiri bahwa pada kenyataannya fenomena yang terjadi adalah isu Media Literacy sangat tidak familiar dikalangan mahasiswa komunikasi sendiri. Meskipun hampir setiap fakultas maupun jurusan Ilmu Komunikasi di berbagai Universitas di Indonesia mecantumkan berbagai mata kuliah yang berhubungan dengan media massa, tetapi substansi pembelajaran media massa ini hanya terbatas pada penggunaan dan pemanfaatan media massa tetapi belum menyentuh sisi pengkritisan isi media.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka rumusan permasalahan yang akan dimunculkan adalah:

Bagaimana tingkat Literacy mahasiswa komunikasi Universitas Bina Darma terhadap program televisi.

Televisi adalah media massa yang saat ini paling berpengaruh dan paling bersinggungan dengan hidup kita. Oleh karena itu penelitian ini dibatasi pada tingkat Literacy mahasiswa pada 3 jenis program televisi yaitu program berita, hiburan dan iklan komersial. Dan untuk responden dibatasi pada mahasiswa yang telah mendapat mata kuliah Komunikasi Massa.

Sesuai dengan perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kondisi Media Literacy pada mahasiswa Fakultas Komunikasi Universitas Bina Darma terhadap 3 jenis program televisi, yaitu program berita, hiburan dan iklan komersil.

Secara praktis penelitian ini dapat memberikan masukan kepada para pengajar dan mahasiswa fakultas komunikasi Universitas Bina Darma, untuk meningkatkan kualitas diri masing-masing agar lebih literate terhadap isi media terutama televisi.

Secara sosial hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi stimuli untuk meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap terpaan media massa terutama televisi, sehingga menyadarkan masyarakat bahwa penting untuk menjadi media literate person atau masyarakat yang melek media di era modern ini.

METODOLOGI PENELITIAN

Tipe Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kondisi Media Literacy pada mahasiswa fakultas ilmu komunikasi UBD terhadap media televisi. Penelitian ini adalah penelitian ekperimental dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dengan penjabaran data deskriptif.

Landasan Teori

Media literacy juga dikonsepkan sebagai:
“…the ability to access, analyse, evaluate and create messages across a variety of context.” (Livingstone, 2008).
Hubungan Media Literacy dan struktur pengetahuan digambarkan dalam bagan sebagai berikut:

Gambar 1. Hubungan Media Literacy dan pengetahuan

Potter membagi keahlian yang dibutuhkan untuk Media Literacy menjadi dua yakni keahlian dasar dan keahlian lanjut. Keahlian dasar (rudimentary skill) adalah kemampuan yang dibentuk ketika kanak-kanak dan menjadikan individu melek huruf. Kemampuan ini meliputi keahlian untuk mendengarkan, membaca, melihat dan menghitung. Keahlian tingkat lanjut (advanced skill) adalah kemampuan yang diperlukan untuk menafsirkan pesan-pesan media yang kompleks dan multi makna, yang pada penelitian ini peneliti hanya akan fokuskan pada Message Focused Skill.

Message focused skill adalah kemampuan yang terdiri dari 4 jenis keahlian: pertama keahlian analisis atau keahlian untuk menjabarkan isi pesan. Kedua keahlian untuk membandingkan; menentukan elemen pesan yang sama dan mana yang berbeda. Ketiga keahlian untuk mengevaluasi atau menilai elemen pesan. Dan terakhir adalah keahlian mengabstraksi pesan, atau menyusun pesan yang singkat, jernih dan akurat.

Peneliti memilih dua teori untuk melandasi penelitian ini:

Teori Active Audience

Teori ini berpendapat bahwa media tidak dapat menyuruh seseorang untuk berpikir mengenai satu hal atau melakukan sesuatu secara langsung, karena audiens tidaklah bodoh, mudah dibohongi, dan didominasi seperti yang diyakini oleh ahli indoktrinasi media (Croteau; 2002).

Masih menurut Croteau tiga hal yang bisa mencirikan bahwa sebagai audiens yang aktif yaitu interpretasi individu dimana tiap audiens menginterpretasikan pesan media secara individual. Interpretasi sosial adalah kondisi dimana audiens akan menginterpretasikan pesan-pesan media secara sosial. Yang terakhir adalah aksi kolektif, dimana audiens secara terorganisir memprotes atau mengusulkan sesuatu secara formal kepada produser media.

Teori Skemata

Teori ini mengungkapkan bahwa manusia memiliki skema yang akan membantunya untuk memproses informasi secara cepat dan efisien, membantu ingatan, mengisi informasi yang tercecer, dan melengkapi harapan normatif. Bisa didefinisikan sebagai pengelompokan atas fakta-fakta dan pengalaman-pengalaman individu tersebut yang kita gunakan untuk mengorganisasikan berbagai informasi yang ada di pikiran kita. Saat kita menggunakan skema dalam mencerna suatu informasi adalah untuk mendapatkan akurasi atau menjadi benar, dan untuk mendapatkan efisiensi atau mencocokkan informasi dengan pengalaman (Potter: 2004).

Saat menghadapi media ada dua skema yang harus dihadapi oleh individu, pertama adalah skema dunia media dan skema dunia nyata.

Skema dunia media terdiri dari tipe:

1. Skema karakter, saat media menyediakan karakter atau streotif yang dapat dengan mudah kita kenali
2. Skema Naratif, adalah formula yang digunakan media untuk bercerita. Skema ini berguna untuk membantu individu membedakan apakah cerita tersebut fiksi, kriminal, drama atau berita.
3. Skema Seting, adalah seting yang mempengaruhi pengharapan kita.
4. Skema Tematik, adalah skema yang membantu individu untuk mengindenitifikasi pesan-pesan moral dari sebuah cerita. Skema ini juga merupakan penggabungan dari ketiga skema sebelumnya.
5. Skema Retorika, adalah skema yang digunakan individu untuk membedakan tujuan-tujuan dari penyaji berita.

Skema Dunia Nyata terdiri dari:

1. Skema Perorangan, adalah skema untuk semua karakteristik orang yang di kenal oleh individu tersebut di dunia nyata, baik ciri fisik maupun psikologis.
2. Skema Diri, adalah skema tentang semua pencitraan yang individu tersebut untuk dirinya sendiri.
3. Skema Peran, adalah skema tentang bagaimana pengharapan individu tersebut terhadap bagaimana sesorang seharusnya bersikap di berbagai situasi yang berbeda.
4. Skema Kejadian, yaitu skema yang berfungsi sebagai naskah yang dibuat oleh individu tersebut untuk membayangkan pengalaman-pengalaman yang akan dia hadapi di masa yang akan datang.

Definisi Konseptual

1. Media Literacy: prespektif cara pandang yang digunakan tiap individu untuk menghadapi media massa dan menafsirkan pesannya. Kemampuannya akan dilihat dari kemampuan analisis, kemampuan membandingkan, kemampuan mengevaluasi dan kemampuan mengabstraksi.
2. Program Acara Televisi: secara umum program acara televisi terbagi menjadi tiga program yaitu program berita, program acara hiburan dan program iklan.

Definisi Operasional

1. Kebiasaan mengakses media

a. jenis media massa yang sering di akses oleh mahasiswa komunikasi UBD
b. tingkat intensitas mengakses media
2. Kemampuan Analisis

a. program berita: responden di ukur dari kemampuan mereka dalam mendeskripsikan berita dengan menyebutkan unsur 5W+1H dan kemampuan responden menganalisis isi pesan berita.
b. program iklan komersial: responden di ukur dari kemampuannya menyebutkan janji-janji dalam iklan tersebut. Apakah mereka mempercayai atau tidak iklan tersebut berserta argumentasinya. Serta kemampuan responden mengenali tujuan dari iklan-iklan tersebut.
c. program hiburan: responden di ukur dari kemampuan mereka menyebutkan tokoh-tokoh yang muncul dalam acara tersebut, serta kemampuan responden untuk melihat apakah ada pesan moral yang terkandung dalam program acara tersebut beserta alasannya.

3. Kemampuan Membandingkan

a. program berita: responden di ukur dari kemampuan mereka dalam membandingkan peristiwa-peristiwa yang mereka lihat dalam berita dengan kejadian nyata atau berita dari program berita lainnya, baik persamaan maupun perbedaan diantaranya.
b. program iklan komersial: responden di ukur dari kemampuannya menyebutkan persamaan dan perbedaan janji-janji anatar iklan tersebut dan iklan sejenis lainnya serta mendata janji yang paling sering muncul.
c. program hiburan: responden di ukur dari kemampuan mereka menilai perbedaan latar belakang para tokoh dalam program tersebut, serta menjelaskannya.

4. Kemampuan mengevaluasi

a. program berita: responden di ukur dari kemampuan mereka dalam menilai keberimbangan berita tersebut.
b. program iklan komersial: responden di ukur dari kemampuannya menyebutkan janji-janji yang paling tepat dan yang paling tidak masuk akal dari iklan tersebut.
c. program hiburan: responden di ukur dari kemampuan mereka menentukan apakah program hiburan tersebut menggambarkan realitas sosial atau sekedar rekaan. Serta kemampuan responden untuk menentukan idola dan mendeskripsikan idolanya tersebut.

5. Kemampuan Abstraksi

a. program berita: responden di ukur dari kemampuan mereka menceritakan kembali isi pesan berita.
b. program hiburan: responden di ukur dari kemampuan mereka menceritakan kembali alur cerita program acara hiburan tersebut dalam paragraf pendek.

Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah mahasiswa reguler fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Bina Darma yang tercatat aktif menjalani kegiatan belajar mengajar dan telah mendapatkan mata kuliah Komunikasi Massa. Maka berdasarkan kriteria ini dengan sendirinya sample menjadi tereduksi hanya pada mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi angkatan 2008-2009 dan mahasiswa komunikasi angkatan 2007-2008.
Sampel yang diambil secara acak dari ke dua angkatan tersebut adalah :

n = 38

Rumus slovin untuk sample dengan keterangan :
n: ukuran sample
N: ukuran populasi
e: kelonggaran ketidaktelitian

Tehnik Pengumpulan Data

Tehnik yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Tes: Tes dilakukan untuk mendapatkan data primer dari responden, hasil tes digunakan untuk mengukur ada atau tidaknya serta besarnya kemampuan objek yang diteliti. Tes akan menggunakan format tes yang sudah di rancang oleh Tim Pusat Kajian Media dan Budaya Populer (PKMBP) Yogyakarta untuk mengukur tingkat Media Literacy pada kelompok remaja Indonesia dan telah di ujicobakan sejak tahun 2005 dan terus mengalami pengembangan termasuk dalam penelitian ini. Pilihan pertanyaan di dasarkan pada landasan teori sedangkan untuk pemberian skor masih mengaju kepada penghitungan sederhana yang telah di rancang oleh PKMBP Yogyakarta. Format ini telah mengalami berbagai penyesuaian salah satunya diuji-ulangkan pada tahun 2007 dan perevisian kembali oleh peneliti disesuaikan dengan kondisi dan pilihan program acara pada penelitian kali ini.

2. Studi Pustaka: Dilakukan dengan cara menelusuri, membaca dan memahami buku-buku, literatur yang memuat konsep dan teori yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

2.7 Prosedur Penelitian

Eksperimental

Penelitian diawali dengan mengumpulkan 38 responden, membagikan daftar pertanyaan, menayangkan rekaman program acara televisi yang telah di pilih yaitu program acara berita “Klaim Budaya oleh Malaysia” dari Liputan 6 SCTV, program iklan Ponds versi video klip afgan “Wajah Mu Mengalihkan Dunia Ku”, program acara Hiburan “Take Him Out Indonesia episode: Bule Guy”. Hasil jawaban responden akan dievaluasi untuk kemudian diberikan skor sesuai dengan ketentuan.

2.8 Teknik Pengolahan Data

Semua data yang diperoleh dari responden akan diolah melalui tahapan editing, koding, tabulating dan interpretasi.

3.9 Teknik Analisis Data

Seluruh data akan dievaluasi dengan diberikan nilai yaitu masing masing kategori nilai tertinggi adalah 100 dan untuk semua kategori nilai tertinggi untuk merefleksikan akumulasi tingkat Media Literacy terhadap program berita, hiburan dan iklan adalah 300. Setelah diberi skor maka nilai akan digolongkan dengan menggunakan rumus interval sederhana:

I = NT-NR
K

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Karakteristik Responden

a. Karakteristik berdasarkan jenis kelamin

Tabel 2. Karakteristik berdasarkan jenis kelamin.
Jenis Kelamin Perempuan Laki-Laki Total
Angka 23 15 38
Persentase 60 % 40% 100%
Berdasarkan tabel diatas maka bisa disimpulkan bahwa jumlah laki laki dari keseluruhan 38 responden adalah 40% dan jumlah perempuan dari keseluruhan responden adalah 60%. Karakteristik ini tidak akan mempengaruhi banyak hal dalam hasil penelitian tetapi mampu memberikan gambaran mengenai responden yang terlibat dalam penelitian ini.

b. Karakteristik berdasarkan tingkat penghasilan orang

Gambar 2. Grafik tingkat penghasilan orang tua

Jika grafik diatas dietrjemahkan dalam bentuk persentase maka akan didapat angka untuk jumlah responden yang orang tuanya memiliki penghasilan diatas 2,5 juta ada 29%, yang orang tuanya memiliki penghasilan diantara 2 juta sampai 2,5 juta ada 21%, yang orang tuanya memiliki penghasilan diantara 1,5 juta sampai 2 juta ada 21%. Responden yang orang tuanya berpenghasilan diantara 1,5 juta sampai 1 juta ada 18% sedangkan untuk responden yang memiliki penghasilan dibawah 1 juta ada 13%. Tingkat penghasilan orang tua responden akan mempengaruhi karakteristik selanjutnya yaitu kepemilikan televisi.

c. Karakteristik menurut kepemilikan Televisi

Tabel 3. Karakteristik menurut kepemilikan Televisi
Jumlah Televisi 1 2 3 4 Total
Angka 18 11 4 1 38
Persentase 47% 28% 21% 3% 100%

Tabel diatas mencerminkan bahwa semua responden yang diikutsertakan dalam test ini memiliki akses aktif terhadap televisi. Karena persentase terbesar ada pada kepemilikan 1 televisi maka bisa disimpulkan bahwa para sebagian besar responden mengakses media televisi secara kolektif bersama anggota keluarga mereka.

2. Kebiasaan Mengakses Media Massa di Kalangan Mahasiswa Komunikasi UBD

Mengenali kebiasaan responden dalam mengakses media akan memberikan gambaran mengenai bagaimana cara yang dilakukan responden dalam mengkonsumsi pesan media.

a. Rutinitas Mengakses Media Massa

Tabel 4. a. Rutinitas Mengakses Media Massa
Media Rutin Kadang-Kadang Total
Surat Kabar 34% 66% 100%
Majalah 11% 89% 100%
Radio 37% 63% 100%
Televisi 87% 13% 100%
Internet 53% 47% 100%

Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa yang menempati presentase tertinggi, media massa yang diakses secara rutin oleh responden adalah televisi dengaan presentase 87%. Sedangkan untuk membaca majalah presentasenya lebih rendah dibandingkan membaca surat kabar atau mendengarkan radio.

b. Kebiasaan Mendiskusikan Isi atau Tayangan Media

Tabel 5. a. Kebiasaan Mendiskusikan Isi atau Tayangan Media
Media Rutin Kadang-Kadang Total
Surat Kabar 67% 33% 100%
Majalah 89% 11% 100%
Radio 60,5% 39,5% 100%
Televisi 13% 87% 100%
Internet 47% 53% 100%

Berdasarkan tabel diatas bisa ditarik kesimpulan bahwa responden cenderung menelan pesan dari media televisi tanpa terlebih dahulu mendiskusikannya dengan orang lain. Hal ini cukup menjadi catatan penting penelitian ini karena menurut data sebelumnya televisi adalah media massa yang paling aktif diakses oleh para responden. Sedangkan untuk media yang paling banyak didiskusikan dikalangan responden adalah media majalah, hal ini menurut peneliti disebabkan oleh karakteristik informasi yang diberikan majalah cenderung bersifat tahan lama atau jenis topik yang tidak menuntut kebaruan informasi.

3. Analisis Tingkat Media Literacy Mahasiswa Fakultas Komunikasi Universitas Bina Darma Palembang terhadap Program Berita.

Tingkat Media Literacy terhadap program acara berita ini akan di ukur melalui akumulasi skor dari message focused skill (kemampuan analisis, membandingkan, mengevaluasi dan mengabstraksi). Total nilai untuk keseluruhan adalah 100, analisis data dikelompokkan menjadi tiga yaitu tinggi, sedang dan rendah dengan interval:
I = NT-NR
K

I = 100-0 = 33,3
3
Rendah : 0-33
Sedang : 34-66
Tinggi : 67-100

Deskripsi penilaian adalah:
1. Tinggi: responden mampu menganalisis lapisan makna dari sebuah berita secara mendalam, mampu membandingkan perbedaan dan persamaan antar berita, menyadari bahwa berita adalah realitas yang dikonstruksi. Responden juga mampu mengingat kata kunci berita tersebut dan menceritakan ulang berita tersebut.
2. Sedang: Responden hanya mampu menginterpretasikan berita hanya pada kata kunci saja, belum sampai pada proses penganalisisan lapisan makna. Bisa dikategorikan bahwa responden dalam level ini percaya hampir semua yang diberitakan adalah faktual dan belum mampu menilai keberimbangan berita. Responden mampu menceritakan kembali isi berita walau tidak lengkap.
3. Rendah: responden hanya mampu menginterpretasikan lapisan permukaan saja, cenderung sangat percaya bahwa semua yang disajikan adalah faktual dan berimbang tanpa mencari sumber-sumber lain. Responden pada level ini juga tidak mampu membedakan antara berita (news) dan informasi.

Setelah diketahui total skor maka didapatlah hasil data dalam format spss sebagai berikut:

Tabel 6. Media Literacy terhadap Program Berita Liputan 6 SCTV “Klaim Budaya Oleh Malaysia”
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Rendah 2 5,3 5,3 5,3
Sedang 28 73,7 73,7 78,9
Tinggi 8 21,1 21,1 100,0
Total 38 100,0 100,0

Berdasarkan tabel diatas dapat dikketahui bahwa tingkat Media Literacy pada mahasiswa Komunikasi UBD terhadap program acara berita televisi didominasi oleh level sedang bahkan ada yang berada di level rendah, hanya 21,1% atau hanya 8 orang saja yang ada pada level tinggi. Diketahui pula bahwa 2 orang responden dari total 38 responden bahkan menelan mentah mentah informasi yang didapatnya dari acara program berita televisi.

Secara keseluruhan responden berada dalam level sedang dimana responden hanya mampu menginterpretasikan berita hanya pada kata kunci saja, belum sampai pada proses penganalisisan lapisan makna. Responden hanya menilai persamaan dan perbedaan dari beberapa unsur saja dan belum mampu menilai keberimbangan berita. Meski sudah mampu menceritakan kembali berita yang mereka tonton, responden masih belum mampu mengungkapkan kata kunci dengan tepat.

4. Analisis Tingkat Media Literacy Mahasiswa Fakultas Komunikasi Universitas Bina Darma Palembang terhadap Program Iklan Komersial.

Tingkat Media Literacy terhadap program iklan komersial ini akan diukur melalui akumulasi skor dari message focused skill (kemampuan analisis, membandingkan, mengevaluasi dan mengabstraksi). Total nilai untuk keseluruhan adalah 100, analisis data dikelompokkan menjadi tiga yaitu tinggi, sedang dan rendah dengan interval:
I = NT-NR
K
I = 100-0 = 33,3
3
Rendah : 0-33
Sedang : 34-66
Tinggi : 67-100

Deskripsi penilaian adalah:
1. Tinggi: responden menyadari bahwa realitas iklan adalah realitas bentukan yang tidak nyata. Menyadari bahwa janji iklan adalah janji hiperbola yang didukung oleh teknik dan teknologi penyajian pesan tertentu agar produk terlihat lebih menarik dan berkualitas dari pada karakteristik aslinya. Responden juga mampu menyadari bahwa iklan dibuat untuk mencapai tujuan persuasif sebagai bagian dari proses komunikasi.
2. Sedang: Responden telah menyadari bahwa iklan tidak menyajikan realitas nyata tetapi masih belum bisa menilai kebenaran janji-janji iklan. Di level ini responden cenderung mempercayai janji-janji iklan.
3. Rendah: Responden menganggap bahwa iklan adalah nyata, atau iklan sebagai realitas sehari-hari. Komposisi iklan baik teknik maupun pencitraan tokoh dan alur cerita justru menjadi peneguhan untuk mengkonsumsi produk yang diiklankan.

Tabel 7. Media Literacy terhadap Program Iklan Komersial Ponds Versi Afgan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Rendah 1 2,6 2,6 2,6
Sedang 4 10,5 10,5 13,2
Tinggi 33 86,8 86,8 100,0
Total 38 100,0 100,0

Hasil tes pada kategori iklan komersial ternyata cukup mencengangkan, sebagian besar responden lebih dari 80% sudah mencapai level tinggi. Hal ini berarti bahwa responden benar-benar memahami bahwa iklan adalah produk komunikasi yang dirancang sedemikian rupa untuk mencapai tujuan persuasif produk yang diiklankan. Responden pada juga menunjukkan kewaspadaan yang tinggi terhadap janji-janji iklan yang mereka saksikan. Meskipun ada satu responden yang berada di kategori rendah, tetapi secara keseluruhan rata-rata responden telah memiliki skema kritis dalam menghadapi media iklan televisi ini menjadikan para responden ini berhak dikategorikan pada responden cerdas iklan.

5. Analisis Tingkat Media Literacy Mahasiswa Fakultas Komunikasi Universitas Bina Darma Palembang terhadap Program Acara Hiburan.

Tingkat Media Literacy terhadap program acara hiburan ini akan di ukur melalui akumulasi skor dari message focused skill (kemampuan analisis, membandingkan, mengevaluasi dan mengabstraksi). Total nilai untuk keseluruhan adalah 100, analisis data dikelompokkan menjadi tiga yaitu tinggi, sedang dan rendah dengan interval:
I = NT-NR
K
I = 100-0 = 33,3
3
Rendah : 0-33
Sedang : 34-66
Tinggi : 67-100

Deskripsi penilaian adalah:
1. Tinggi: responden menyadari bahwa realitas yang disajikan sebuah program acara hiburan khususnya reality show adalah realitas bentukan yang tidak nyata. Bahwa acara hiburan dibuat dengan tujuan menghibur, sehingga penambahan unsur hiperbola dan dramatisasi amat sangat menonjol. Responden mampu menyebutkan karakter tokoh-tokoh dan membuat perbadingan dengan karakteristik orang orang yang mereka kenal didunia nyata. Responden juga mampu memilah mana ide cerita dan mana bumbu cerita serta mampu menceritakan kembali isi adan alur cerita berserta tokoh dna pesan moral yang terkandung didalamnya.
2. Sedang: Responden telah menyadari bahwa acara hiburan terutama acara reality show tidak menyajikan realitas nyata tetapi masih belum bisa menilai kebenaran alur cerita dan membedakan karakteristik tokoh dan alur cerita dalam program acara tersebut dengan realitas sehari-hari didunia nyata. Di level ini responden cenderung mempercayai bahwa tayangan reality show menyajikan realitas media yang bercampur dengan realitas nyata. Responden belum mampu menafsirkan pesan moral dan cenderung menfsirkanya dengan konstruksi harapan mereka.
3. Rendah: Responden menganggap bahwa acara hiburan reality show adalah nyata, atau mencerminkan realitas sehari-hari. Tidak menyadari bahwa untuk membuat sebuah acara hiburan dibutuhkan berbagai teknik tertentu. Responden cenderung menganggap dramatisasi adalah kewajaran dan tidak mampu menceritakan ulang pesan-pesan moral dan mengkritisi acara tersebut.

Tabel 8. Media Literacy terhadap Acara Hiburan Take Him Out Indonesia
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Rendah 2 5,3 5,3 5,3
Sedang 28 73,7 73,7 78,9
Tinggi 8 21,1 21,1 100,0
Total 38 100,0 100,0

Dari hasil diatas bisa disimpulkan bahwa sebagian besar responden diwakili oleh 78% masih kebingungan menilai kebenaran sebauh acara hiburan. Responden-responden ini telah menyadari bahwa acara hiburan terutama acara reality show tidak menyajikan realitas nyata tetapi masih belum bisa menilai kebenaran alur cerita, membedakan karakteristik tokoh dan alur cerita dalam program acara tersebut dengan realitas sehari-hari didunia nyata. Di level ini responden cenderung mempercayai bahwa tayangan reality show menyajikan realitas media yang bercampur dengan realitas nyata. Responden belum mampu menafsirkan pesan moral dan cenderung menfsirkanya dengan konstruksi harapan mereka.
Responden yang berada dikategori tinggi diwakili angka 21% yang menandakan bahwa diantara responden ada 8 orang yang telah memiliki kemampuan yang cukup memadai untuk cerdas mengahdapi berbagai program hiburan yang disajikan oleh media televisi terutama acara reality show.

6. Analisis Tingkat Media Literacy Mahasiswa Fakultas Komunikasi Universitas Bina Darma Palembang terhadap Televisi.

Tingkat Media Literacy terhadap televis masih akan di ukur melalui akumulasi skor dari message focused skill keseluruhan baik program acara berita, iklan kmersial maupun acara hiburan. Masih tetap menggunakan kategori yang sama yaitu kemampuan analisis, membandingkan, mengevaluasi dan mengabstraksi program-program tersebut. Total nilai untuk keseluruhan adalah 300, analisis data dikelompokkan menjadi tiga yaitu tinggi, sedang dan rendah dengan interval:
I = NT-NR
K
I = 300-0 = 100
3
Rendah : 0-100
Sedang : 101-200
Tinggi : 201-300

1. Tinggi: Responden menyadari bahwa realitas yang disajikan oleh televisi adalah realitas bentukan sebuah industri besar yang tidak nyata bahkan cenderung bertolak belakang dengan kenyataan sosial sehari-hari. Responden menyadari setiap penambahan unsur hiperbola dan dramatisasi yang terkandung dalam semua program acara baik berita, iklan maupun acara hiburan. Responden mampu menyebutkan karakter tokoh-tokoh dan membuat perbadingan dengan karakteristik orang orang yang mereka kenal didunia nyata, serta mampu memilah mana sumber informasi yang mendekati kebenaran, responden juga bersikap skeptis, kritis dengan membandingkan satu program acara dengan program acara lainnya sehingga memiliki presfektif berimbang.
2. Sedang: Responden telah menyadari bahwa program televisi tidak menyajikan realitas nyata tetapi masih belum bisa menilai kebenaran informasi yang didapat dan belum memiliki kemampuan untuk membedakan karakteristik tokoh-tokoh yang terlibat, setting alur cerita dalam program acara tersebut dengan realitas sehari-hari didunia nyata. Di level ini responden cenderung mempercayai bahwa tayangan televisi menyajikan realitas media, tetapi masih belum mampu membedakan, responden juga belum mampu menginterpretasikan lapisan makna tetapi sudah mampu memilih acara yang mereka suka.
3. Rendah: Responden menganggap bahwa program acara yang disajikan televisi adalah nyata atau mencerminkan realitas sehari-hari. Responden cenderung menganggap dramatisasi adalah kewajaran dan tidak mampu menceritakan ulang pesan-pesan moral dan mengkritisi acara tersebut. Dilevel ini responden sangat mudah di pengaruhi program acara televisi, mudah mempercayai informasi yang disajikan sehingga sangat mudah diarahkan ke perilaku konsumtif tertentu.

Data primer total skor tingkat Media Literacy terhadap televisi (program berita, iklan komersial dan acara hiburan) pada mahasiswa Fakultas Komunikasi Universitas Bina Darma Palembang dikelompokkan sebagai berikut:

Tabel 9. Media Literacy Mahasiswa Komunikasi UBD terhadap Televisi
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Rendah 0 0,0 0,0 0,0
Sedang 24 63,2 63,2 63,2
Tinggi 14 36,8 36,8 100,0
Total 38 100,0 100,0

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa tingkat media literacy mahasiswa Fakultas Komunikasi mayoritas berada pada level sedang yaitu 63% dimana 24 orang dari 38 responden sudah berada di level ini. Hasil akhir juga menunjukkan bahwa tidak ada mahasiswa komunikasi yang berada di level rendah, meskipun yang berada di level tinggi masih berkisar 36% atau hanya 14 orang saja dari 38 responden.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa mayoritas message focused skill mahasiswa Fakultas Komunikasi Universitas Bina Darma Palembang belum cukup memadai pada saat berhadapan dengan televisi. Walaupun responden percaya bahwa pesan yang mereka tangkap dari televisi adalah hasil konstruksi sebuah industri besar namun responden masih mencampurbaurkan realitas bentukan media dengan realitas dunia nyata. Responden sudah mampu bersikap skeptis dengan memilih program acara yang mereka inginkan namun belum sanggup bersikap kritis dengan masih malas mencari sumber informasi lain. Responden pada level ini meski tidak terlalu mudah dipengaruhi oleh pesan media namun masih belum sanggup memahami interpretasi makna mendalam dari program acara televisi dan masih belum sanggup memilah program acara yang mereka butuhkan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan dan analisis terhadap data yang diperoleh pada penelitian ini, mengenai tingkat Media Literacy mahasiswa Fakultas Komunikasi Universitas Bina Darma Palembang terhadap program acara televisi berita, iklan komersial, dan hiburan, maka dapat disimpulkan:
1. Bahwa mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi Unibersitas Bina Darma Palembang menginterpretasikan berita hanya pada kata kunci saja, belum sampai pada proses penganalisisan lapisan makna. Persamaan dan perbedaan berita hanya di nilai dari beberapa unsur saja dan belum mampu menilai keberimbangan berita. Mampu menceritakan kembali berita yang mereka tonton, namun masih belum mampu mengungkapkan kata kunci dengan tepat.
2. Bahwa responden benar-benar memahami bahwa iklan bukan realitas sebenarnya. Responden sudah memiliki kewaspadaan yang cukup tinggi terhadap janji-janji iklan yang mereka saksikan, mereka masih cenderung mempercayai iklan janji janji tertentu saja dari iklan tersebut. Secara keseluruhan rata-rata responden telah memiliki skema kritis dalam menghadapi media iklan televisi ini yang menjadikan mereka masuk dalam kategori cerdas iklan.
3. Bahwa responden masih menganggap bahwa tayangan reality show menyajikan realitas yang nyata yang menggambarkan realitas kehidupan sehari-hari dan tidak memperhatikan unsur dramatisasi yang ada dalam acara tersebut. Belum mampu pesan moral dan cenderung menyesuaikannya dengan konstruksi harapan mereka, tanpa menyadari bahwa acar hiburan dibuat untuk semata-mata menghibur dan menarik pengiklan.
4. Bahwa responden belum mempunyai sudut pandang (struktur keahlian dan struktur pengetahuan) terutama message focused skill yang memadai ketika berhadapan dengan isi televisi. Responden mampu memilih program/tayangan apa yang mereka sukai tetapi belum mampu memilah isi/tayangan televisi tersebut kedalam interpretasi makna yang lebih mendalam.

SARAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan peneliti mengajukan beberapa saran sebagai berikut:
1. Bgai Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Bina Darma perlu untuk mengadakan perkenalan konsep Media Litearcy terutama televisi, dalam kurikulum mereka, atau menyelipkan konsep ini di semua subjek mata kuliah yang berhubungan dengan media massa. Baik untuk tenaga pengajar sendiri dan terutama pada mahasiswa Fakultas Komunikasi Universitas Bina Darma.
2. Bagi mahasiswa Fakultas Komunikasi Universitas Bina Darma hendaknya meningkatkan kemampuan message focused skill-nya. Baik kemampuan analisis, kemampuan membandingkan, kemampuan mengevaluasi, dan kemampuan abstrasksi-apresiasi untuk menunjang tingkat Media Literacy yang cukup memadai dalam menghadapi pesan-pesan yang disajikan televisi.

DAFTAR PUSTAKA
Croteau, David & William Hoynes. 2002. Media/society: Industries, Images and Audience, California, USA: SAGE Publications.
Livingstone, Sonia, The Changing Nature and Uses of Media Literacy. Diakses dari www.lse.ac.uk/collections/media@lse/mediaWorkingPaper/ewpNumber4. Tanggal akses terakhir 20 Oktober 2008
McQuail, Dennis, 2008. Teori Komunikasi Massa. Erlangga. Jakarta
Morissan. 2008. Manajemen Media Penyiaran. Kencana Prenada. Media Group. Jakarta.
Potter, W. James, 2004, Media Literacy: Third Edition. Sage Publication: London

Comments are closed.