Abstract : This classroom action research conducted in class V SD Negeri 8 Banyuasin III, consisting of 19 students. Based on the observation found that the students’ speaking skills lacking. The learning method used is the method sociodramas. Data taken the form of the test data and data describing all the activities of the students. This study was conducted during two cycles observed with assessment criteria are accuracy, fluency, intonation, expression, and tema. Acquisition average value of before the cycle, the first cycle and the second cycle is a value of 47.8, 55.15, and 76, while the percentage of completeness study was 5.26%, 36.8% and 89.5%. As for the results of students’ learning activeness described that students become more active and more willing to express opinions and ideas, boost confidence of students, and also attracted the attention of students. Thus, this study was successful because it increases students’ speaking skills and also a change in student behavior became more active during the course.
Keywords: speaking skills, dialogue, sociodramas
Abstrak : Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di kelas V SD Negeri 8 Banyuasin III, terdiri dari 19 orang siswa. Berdasarkan kegiatan observasi ditemukan bahwa keterampilan berbicara siswa kurang. Metode pembelajaran yang digunakan adalah metode sosiodrama. Data yang diambil berupa data tes dan data yang menggambarkan segala aktivitas siswa. Penelitian ini dilakukan selama dua siklus dengan kriteria penilaian yang diamati adalah ketepatan, kelancaran, intonasi, ekspresi, dan tema.Perolehan nilai rata-rata dari tahap prasiklus, siklus I dan siklus II adalah nilai 47.8, 55.15, dan 76, sedangkan untuk persentase ketuntasan belajar adalah 5,26%, 36,8%, dan 89,5%. Sementara untuk hasil keaktifan belajar siswa dideskripsikan bahwa siswa menjadi lebih aktif dan lebih berani mengemukakan pendapat dan ide, meningkatkan kepercayaan diri siswa, dan juga menarik perhatian siswa. Dengan demikian, penelitian ini dapat dikatakan berhasil karena keterampilan berbicara siswa meningkat dan juga adanya perubahan tingkah laku siswa menjadi lebih aktif selama mengikuti pelajaran.
Kata kunci: keterampilan berbicara, berdialog, sosiodrama
1. PENDAHULUAN
Dunia pendidikan secara terus menerus mengalami proses perubahan dan perkembangan. Proses perubahan yang terjadi dalam dunia pendidikan saat ini, secara tidak langsung menyebabkan terjadinya pergeseran paradigma dalam masyarakat (Aqib dkk., 2011:161).
Pendidikan merupakan sejumlah pengalaman dari seseorang atau kelompok untuk dapat memahami sesuatu yang sebelumnya tidak mereka pahami. Pendidikan di Indonesia, terbagi menjadi tiga jenis yaitu pendidikan informal, formal, dan nonformal. Pendidikan formal merupakan kegiatan pendidikan secara sistematis, bertingkat, dan berjenjang yang dimulai dari sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi, (Ambarjaya, 2012:6). Pendidikan pada tiap tingkatan tersebut, tentu saja ada perbedaannya karena pengembangan pembelajaran disesuaikan dengan kurikulum yang berlaku di setiap sekolah masing-masing.
Kurikulum adalah program pendidikan yang disediakan oleh lembaga pendidikan (sekolah) bagi siswa. Melalui program pendidikan tersebut siswa dapat melakukan kegiatan belajar, sehingga dapat mendorong perkembangan dan pertumbuhan sesuai dengan tujuan pendidikan (Hamalik, 2012:65). Dalam dunia pendidikan tentu saja akan ditemukan suatu kegiatan yang dinamakan sebagai kegiatan belajar dan mengajar. Kedua kegiatan tersebut, merupakan dua elemen yang sangat penting yaitu guru sebagai pengajar dan siswa (peserta didik) sebagai objek atau sasaran guru dalam menyampaikan materi pelajaran.
Belajar adalah kegiatan fisik atau badaniah dan hasil yang dicapai berupa perubahan-perubahan dalam fisik. Pendapat ilmu tradisional dalam Budiningsi (2011:1) , mengatakan bahwa belajar adalah kegiatan rohaniah atau psikis, dan sasaran yang hendak dicapai di sini bukan hanya sekedar perubahan ilmu pengetahuan saja tetapi juga perubahan jiwa atau sikap dan perilaku. Menurut Nasution (2010:1) Belajar adalah mengubah kelakuan, membentuk kepribadian dan hasil-hasil yang diharapkan bukan hanya bersifat pengetahuan akan tetapi juga sikap pemahaman, minat, penghargaan norma-norma, dan juga kecakapan.Sementara mengajar adalah menanamkan pengetahuan pada anak, menyampaikan kebudayaan pada anak, dan mengajar adalah suatu aktivitas mengorganisasikan atau mengatur lingkungan sebaik-sebaiknya sehingga dapat menghubungkannya dengan anak atau peserta didik sehingga terjadisuatu kegiatan yang dinamakan kegiatan belajar mengajar (Nasution, 2010: 4).
Bahasa Indonesia adalah salah satu mata pelajaran yang wajib diajarkan di sekolah formal dari segala tingkatan pendidikan termasuk SD. Bahasa Indonesia memiliki peran yang sangat penting dan merupakan penunjang untuk mempelajari mata pelajaran pada bidang lain. Ruang lingkup pembelajaran bahasa Indonesia mencakup empat komponen kemampuan berbahasa yang meliputi empat aspek yaitu keterampilan mendengar, keterampilan berbicara, keterampilan membaca dan keterampilan menulis. Keempat keterampilan berbahasa tersebut saling terkait satu sama lain (Tarigan, 2008: 1). Dalam penelitian ini, peneliti memfokuskan pada keterampilan kemampuan berbicara.
Tarigan (2008:16) menjelaskan “Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan atau menyampaikan pikiran”. Kemampuan berbicara ini merupakan salah satu dari keterampilan berbahasa yang bersifat produktif, karena melalui keterampilan berbicara segala pesan yang hendak disampaikan akan mudah dicerna sehingga komunikasi dapat berjalan dengan lancar. Kamus Besar Bahasa Indonesia (2004:24) menjelaskan berbicara adalah suatu kegiatan yang berhubungan dengan berkata, bercakap, berbahasa atau melahirkan pendapat.
Penelitian mengenai peningkatan kemampuan berbicara dilakukan di kelas V SD Negeri 08 Banyuasin III dikarenakan, berdasarkan hasil observasi awal yang peneliti lakukan di SD tersebut terungkap bahwa rata-rata siswa belum mampu berbicara (kurang lancar, merasa malu, dan takut) siswa juga terlihat kurang percaya diri dalam mengungkapkan pikiran, gagasan, serta memberi komentar terhadap materi yang sedang dibahas. Selain itu, peneliti juga melakukan wawancara dengan guru bidang studi Bahasa Indonesia kelas V yaitu Ibu Wasilawati, S.Pd. yang sekaligus menjadi Wali Kelas V. Dari kegiatan wawancara ini, diperoleh informasi bahwa dalam pembelajaran bahasa Indonesia, khususnya kemampuan berbicara selama ini sistem pembelajaran yang dilakukan hanya sebatas bertanya jawab dan selama kegiatan belajar berlangsung guru lebih mendominasi dengan metode pembelajaran ceramah sehingga tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan pendapatnya. Dengan begitu, kebanyakkan siswa mengalami kebosanan selama kegiatan belajar mengajar di kelas berlangsung. Maka dari itulah tidak heran jika siswa menjadi pasif, tidak kreatif dan tidak mampu berpikir kritis sehingga pada akhirnya motivasi untuk berbicara masuk dalam kategori kurang.
Berdasarkan observasi awal tersebut, dapat disimpulkan bahwa kurangnya kreativitas guru dalam merancang, dan menyajikan pembelajaran kemampuan berbicara membuat siswa menjadi pasif selama kegiatan belajar berlangsung. Sementara, standar kompetensi yang hendak dicapai tidak dijelaskan secara rinci seperti aspek penilaian ketepatan, kelancaran, intonasi, ekspresi dan tema dalan berbicara. Dengan demikian, hal tersebut akan berdampak pada hasil belajar siswa dalam pelajaran bahasa Indonesia, khususnya kemampuan berbicara.
Salah satu metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan berbicara siswa kelas V SD adalah metode sosiodrama. Metode ini digunakan dalam materi pelajaran Bahasa Indonesia, karena menuntut kecakapan berbicara siswa, dan materi yang tepat untuk belajar melalui metode sosiodrama ini adalah materi bermain drama. Berdasarkan pengertiannya sosiodrama adalah metode yang dapat mendramatisasikan tingkah laku, atau ungkapan gerak-gerik seseorang dalam hubungan sosial antar manusia (Roestiyah, 2008:90). Metode ini dapat melatih siswa untuk saling berbagi informasi, mendengarkan dengan cermat serta berbicara penuh perhitungan, sehingga siswa lebih produktif dalam kegiatan pembelajaran. Dengan demikian, metode sosiodrama dapat dijadikan alternatif metode pembelajaran yang cocok untuk meningkatkan kemampuan berbicara siswa khususnya dalam pelajaran bahasa Indonesia.
Berdasarkan penelitian sebelumnya, serta diperkuat oleh data yang didapat melalui tahap observasi awal di SD Negeri 08 Banyuasin III.Penulis merasa perlu mengadakan suatu penelitian guna membantu menyelesaikan masalah yang ada di SD Negeri 08 Banyuasin III tersebut, dengan judul penelitian“Peningkatan Keterampilan Berbicara Melalui Metode Sosiodrama dalam Pembelajaran Drama Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri 08 Banyuasin III”. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan kemampuan berbicara siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri 08 Banyuasin III melalui metode sosiodrama. Sementara manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini sebagai berikut.
a. Teoretis
Secara teoretis penelitian diharapkan bermanfaat sebagai sumbangan dalam pembelajaran bahasa Indonesia, khususnya peningkatan kemampuan berbicara dengan menggunakan metode sosiodrama.
b. Praktis
Manfaat secara praktis yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai bahan acuan untuk memotivasi siswa dalam belajar, meningkatkan keaktifan siswa, mengembangkan semangat kerja sama saling menguntungkan, menghargai satu sama lain, membangun kepercayaan diri siswa dalam menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi siswa dan sebagainya.
2. METODOLOGI PENELITIAN
2.1 Pengertian Metode Sosiodrama
Metode Sosiodrama dan role playing dapat dikatakan sama artinya, sebab dalam pemakaiannya sering disilihgantikan. Sosiodrama pada dasarnya adalah suatu metode pembelajaran yang mendramatisirkan tingkah laku seseorang dengan masalah sosial (Djahmarah., dkk, 2010:88). Pada umumnya kebanyakan siswa sekitar usia 9 atau yang lebih tua, menyenangi penggunaan metode ini karena berkenaan dengan isu-isu sosial dan kesempatan komunikasi interpersonal di dalam kelas. Dalam kegiatan bermain sosiodrama, posisi guru adalah menerima peran noniterpersonal di dalam kelas, sedangkan peran siswa menerima karakter, perasaan, dan ide-ide orang lain dalam suatu situasi khusus (Hamalik, 2012:214). Selanjutnya Roestiyah (2008: 90) mengatakan metode sosiodrama adalah metode dimana siswa dapat mendramatisir tingkah laku, ungkapan, gerak-gerik wajah atau ekspresi seseorang dalam hubungan sosial antarmanusia. Dengan sosiodrama, siswa bisa berperan atau memainkan peranan sesuai dengan masalah yang terjadi dalam lingkungan sosial/psikologis mereka.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa metode sosiodrama adalah salah satu alternatif metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan keterampilan berbicara melalui upaya menciptakan suatu karakter yang akan memerankan suatu pokok permasalahan yang diangkat dari kasus sosial atau kejadian dalam kehidupan sehari-hari yang kemudian dalam penerapannya membutuhkan kemampuan siswa dalam berbicara.
2.1.1 Langkah-langkah Metode Sosiodrama
Hamalik (2012:215) langkah-langkah atau persiapan metode Sosiodrama adalah sebagai berikut.
a. memilih masalah atau tema haruslah sesuai dengan kejadian atau pengalaman siswa itu sendiri;
b. sebelum memulai bermain sosiodrama, siswa harus latihan terlebih dahulu agar ketika tampil siswa sudah mengetahui atau memahami posisinya masing-masing;
c. guru diharapkan memberi intruksi khusus kepada peserta sosiodrama yang meliputi latar belakang dan karakter yang diperankan melalui tulisan atau penjelasan lisan.
Bahri dan Aswan (2010:89), mengatakan bahwa langkah-langkah atau petunjuk menggunakan metode sosiodrama adalah.
a. menetapkan masalah-masalah sosial yang menarik perhatian siswa untuk dibahas;
b. menjelaskan pada siswa mengenai isi dari permasalahan tersebut;
c. menjelaskan kepada siswa mengenai peranan mereka pada waktu sosiodrama sedang berlangsung;
d. memberi kesempatan kepada siswa untuk berunding beberapa menit sebelum mereka memainkan peranannya;
e. diakhir pembelajaran dilakukan diskusi untuk memecahkan masalah atau persoalan yang ada pada sosiodrama tersebut.;
f. memberi penilaian.
Adapun langkah-langkah metode sosiodrama menurut Roestiyah (2008: 91) sebagai berikut.
a. guru menerangkan kepada siswa tentang metode sosiodrama;
b. guru memilih masalah yang urgen, sehingga menarik minat siswa;
c. guru membantu siswa memahami peranan mereka;
d. jika ada kesediaan sukarela dari siswa untuk berperan, harap ditanggapi tetapi guru harus mempertimbangkan apakah ia tepat untuk peranan itu;
e. siswa yang tidak ikut bermain sosiodrama, tetap berpartisipasi karena nanya akan dimintai kritik dan saran atas penampilan sosiodrama yang mereka lihat/simak;
f. jika sosiodrama dalam situasi klimaks, maka harus dihentikan agar kemungkinan pemecahan masalah dapat didiskusikan secara umum;
g. diakhir pembelajaran perlu dibuka tanya jawab dan diskusi.
2.1.2 Tujuan Metode Sosiodrama
Tujuan yang diharapkan dengan penggunaan Sosiodrama (Bahri dan Aswan, 2010: 88) antara lain.
a. Agar siswa dapat mengerti dan memahami perasaan orang lain;
b. belajar bagaimana membagi tanggung jawab;
c. belajar mengambil keputusan dalam situasi kelompok secara spontan;
d. meransang siswa untuk berpikir dan kreatif.
2.1.3 Kelebihan dan Kelemahan Metode Sosiodrama
Djamarah dan Aswan (2010:89) metode sosiodrama selain mempunyai kelebihan juga mempunya beberapa kelemahan, sebagai berikut.
A. Kelebihan Metode Sosiodrama
a. dengan metode sosiodrama secara keseluruhan dapat melatih daya ingat siswa;
b. siswa terlatih untuk berpikir kritis dan kreatif dalam bertindak;
c. dapat mengembangkan bakat;
d. memperoleh kebiasan untuk menerima pendapat orang lain serta terbiasa untuk saling menghormati pada saat bekerja sama;
e. siswa memperoleh kebiasaan untuk menerima dan membagi tanggung jawab dengan sesamanya;
f. bahasa lisan siswa dapat dibina menjadi bahasa yang baik agar mudah dipahami orang lain.
B. Kelemahan Metode Sosiodrama
a. sebagian besar anak yang tidak ikut bermain sosiodrama menjadi kurang kreatif;
b. dalam penerapannya memakan cukup banyak waktu, baik waktu persiapan maupun pada pelaksanaan pertunjukan;
c. memerlukan tempat yang cukup luas, jika tempat bermain sempit maka ruang gerak siswa mejadi kurang bebas;
d. seringkali kelas lain terganggu dikarenaka suara pemain dan para penonton yang kadang-kadang bertepuk tangan, dan sebagainya.
2.1.4 Evaluasi Metode Sosiodrama
Evaluasi dalam bermain peran menurut Hamalik (2012: 216) adalah sebagai berikut.
a. Siswa memberi keterangan, secara tertulis maupun lisan dalam kegiatan diskusi dan hasil-hasil yang dicapai dalam bermain sosiodrama;
b. guru memberikan penilaian berdasarkan aspek penilaian dalam keterampilan berbicara yang meliputi penilaian dalam hal ketepatan, kelancaran, intonasi, ekspresi, dan tema.
2.2 Metode Penelitian
Penelitian ini adalah jenis penelitian yang menggunakan pendekatan Penelitian Tindakan Kelas (PTK).PTKadalah penelitian tindakan kelas (classroom action research) yang dilakukan dengan tujuan memperbaiki mutu praktik pembelajaran di kelas.
2.3 Teknik Pengumpulan data
Teknik pengumpulan data sebagai berikut:
a. Teknik Tes
Tes yang digunakan untuk mengukur keterampilan berbicara adalah tes penampilan bisa juga disebut sebagai tes kinerja yaitu tes yang melibatkan aktivitas motorik siswa dalam merespons kegiatan pembelajaran. Dalam pembelajaran bahasa, tes kinerja dikaitkan dengan kompetensi berbahasa, salah satunya keterampilan berbicara. Tes kinerja atau tugas-tugas berunjuk kerja bahasa yang memakai saluran lisan misalnya, wawancara, menceritakan kembali, membaca cerpen, dan drama (Nurgiyantoro, 2012: 142). Tes ini digunakan untuk mengetahui tingkat kemampuan siswa kelas V SD Negeri 08 Banyuasin, dalam penguasaan keterampilan berbahasa. Nilai akhir adalah jumlah keseluruhan skor dari masing-masing aspek yang dinilai. Adapun langkah-langkah pengumpulan data dengan menggunakan teknik tes kinerja adalah.
1. guru menjelaskan terlebih dahulu meteri pembelajaran;
2. guru memberikan gambaran mengenai pembelajaran sosiodrama;
3. guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok yang setiap kelompoknya terdiri dari 4-5 orang siswa;
4. guru memberikan tes kinerja kepada setiap kelompok untuk berdialog di depan kelas sesuai dengan tema drama yang sudah ditetapkan guru;
5. selama tes bermain peran berlangsung, guru menilai kemampuan berbicara per siswa berdasarkan aspek-aspek penilaian yang sudah ditentukan;
6. setelah semua nilai terkumpul, guru akan mejumlahkan semua skor yang didapatkan siswa dan dimasukkan ke dalam tabel data untuk melihat perolehan skor secara keseluruhan.
b. Teknik Observasi
Observasi juga dilakukan untuk melihat aktivitas atau sikap siswa selama mengikuti proses belajar. Selain observasi siswa, dalam penelitian ini juga dilakukan observasi terhadap guru atau peneliti untuk mengetahui partisipasi peneliti selama proses belajar mengajar belangsung. Kemudian, yang menjadi obsevatornya adalah rekan kerja atau wali kelas V yang bernama Ibu Wasilawati, S.Pd.
Observasi adalah alat penilaian yang digunakan untuk memperoleh data atau informasi tentang keadaan yang menjadi subjek penelitian. Tujuan adanya observasi ini adalah untuk mendapatkan data tentang situasi kegiatan belajar mengajar di kelas, dan kesulitan-kesulitan siswa dalam keterampilan berbicara.
3. HASIL
Penelitian tindakan dengan menggunakan metode sosiodrama dilaksanakan melalui 2 tahap yaitu siklus I dan siklus II. Pembahasan hasil penelitian tersebut meliputi hasil tes dan hasil observasi aktivitas siswa. Hasil tes keterampilan berbicara mengacu pada perolehan skor yang dicapai siswa dalam kemampuan berbicara bahasa Indonesia yang meliputi empat aspek, yaitu aspek ketepatan, aspek kelancaran, aspek intonasi dan aspek tema. Sementara hasil observasi berpedoman pada instrumen penelitian yaitu lembar observasi/ pengamatan yang dibantu oleh rekan kerja di SD Negeri 08 Banyuasin III.
Kegiatan prasiklus dilakukan sebelum tindakan siklus I. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui gambaran kondisi awal keterampilan siswa dalam berbicara bahasa Indonesia melalui kegiatana bermain sosiodrama. Dalam kegiatan pembelajaran drama dengan menggunakan metode sosiodrama dibagi menjadi 3 bagian yaitu, bagian awal pembelajaran, bagian inti dan penutup. Selanjutnya guru melakukan apresiasi dengan menanyakan keadaan siswa dan dilanjutkan dengan tanya jawab tentang praktik drama yang akan diperankan. Setelah siswa benar-benar siap untuk memulai kegiatan pembelajaran, guru mulai menjelaskan segala kegiatan yang akan dilakukan selama 2 jam pembelajaran.
Kegiatan inti dalam pembelajaran berupa kegiatan guru dan siswa dalam keterampilan berbicara bahasa Indonesia untuk melatih kemampuan siswa dalam berbicara.Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, siswa disuruh mengambil lintingan yang berisi topik yang harus dimainkan, siswa diberi tugas untuk melakukan percakapan atau dialog di depan
No Pencapaian Nilai
Rata-rata Nilai Terendah Nilai Tertinggi Tuntas Belajar
1 Prasiklus 42,8 40 68 5,30 %
2 Siklus I 55,15 40 72 36,8 %
3 Siklus II 76 64 92 89,5 %
kelas dengan menggunakan bahasa Indonesia. Pada kegiatan inti siklus II ada sedikit perbedaan karena setiap kelompok mendapatkan tema sosiodrama yang sama dan mereka bermain sosiodrama tanpa membuat naskah terlebih dahulu, atau dengan cara spontanitas. Pada akhir pembelajaran ditutup dengan menyimpulkan dan perbaikan materi yang telah disampaikan.
Berdasarkan hasil penelitian dari prasiklus, siklus I, dan siklus II terdapat peningkatan pada tingkat kemampuan siswa dalam keterampilan berbicara. Pada kondisi awal sebelum peneliti melakukan tindakan dengan menggunakan metode sosiodrama nilai rata-rata keterampilan berbicara siswa hanya mencapai 47,8 dan sikap perilaku siswa selama mengikuti pelajaran drama masih kurang aktif, hal ini diperoleh dari lembar observasi. Namun, ketika menggunakan metode sosiodrama pada tahap siklus I dan tahap siklus II keterampilan berbicara siswa mengalami peningkatan dengan perolehan nilai rata-rata sebesar 55,15 kemudian meningkat pada siklus II dengan perolehan nilai rata-rata sebesar 76. Selain itu, pada tahap siklus I dan siklus II ini siswa jauh lebih aktif dan berminat mengikuti pelajaran, dibandingkan dengan tindakan prasiklus. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat rekapitulasi hasil analisis data.
Tabel 1.
Rekapitulasi Hasil Data Penelitian
Dari tindakan prasiklus, siklus I dan siklus II diperoleh gambaran bahwa pada tahap prasiklus diperoleh hasil 94,7 % untuk siswa yang belum mencapai nilai KKM atau tidak tuntas dan hanya 5,30 % untuk siswa yang sudah mencapai nilai KKM atau tuntas. Pada siklus I jumlah siswa yang belum mencapai nilai KKM berkurang menjadi 63,3 % dan 36,8 % yang sudah mencapai nilai KKM atau tuntas. Kemudian , pada siklus II hanya 10,5 % yang nilainya belum mencapai KKM atau tidak tuntas dan 89,5 % yang sudah mencapai KKM atau tuntas.
Dengan demikian, penelitian ini dapat dikatakan berhasil walaupun tidak sepenuhnya mencapai 100 %, karena dari 19 orang siswa masih terdapat 2 orang siswa atau sebesar 10,5% yang tingkat keterampilan berbicara yang belum meningkat dan nilai yang diperoleh oleh kedua siswa tersebut belum mencapai nilai KKM yang sudah ditentukan yaitu sebesar 65.
4. SIMPULAN
Berdasarkan rumusan masalah dan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatkan keterampilan berbicara siswa kelas V SD Negeri 08 Banyuasin III pada mata pelajaran bahasa Indonesia. Perolehan nilai berdasarkan aspek penilaian ketepatan, kejelasan, intonasi, ekspresi, dan tema pada setiap siklusnya mengalami peningkatan.Selain itu, perilaku siswa selama pembelajaran kemampuan berbicara dari tahap prasiklus, siklus I sampai siklus II mengalami perubahan. Pada tahap prasiklus, tingkah laku siswa terlihat tidak memperhatikan serta terkesan malu saat diminta untuk berbicara di depan kelas. Namun setelah digunakan metode sosiodrama dari siklus I sampai siklus II siswa merasa terlatih, tertarik dan pembelajaran dirasa lebih bervariasi dan tidak monoton. Dengan demikian, terdapat peningkatan yang cukup signifikan untuk hasil keterampilan berbicara siswa setelah menggunakan metode sosiodrama.
Secara umum dapat diketahui bahwa skor rata-rata yang diperoleh pada kegiatan prasiklus sebesar 47,8 dengan rincian bahwa nilai antara 10 – 69 ada 19 orang siswa atau 100% dan termasuk kategori kurang. Pada siklus I siswa yang memperoleh nilai 70 – 79 ada 2 orang siswa (10,5%) termasuk kategori cukup dan yang memperoleh nilai 10-69 ada 17orang siswa (89,5%). Adapun pada siklus II yang memperoleh nilai 90-100 ada 1 orang siswa (5,30%), nilai 80-89 ada 6 orang siswa (31,6%), nilai 70-79 ada 8 orang siswa (42,10%) dan nilai 10-69 ada 4 orang siswa (21,00%). Jadi, yang mendapatkan kategori baik hanya ada 1 orang siswa.
DAFTAR RUJUKAN
Ambarjaya, Beni S. 2012. Psikologi Pendidikan Pengajaran. Jogjakarta: CAPS.
Aqib, Zainal dan kawan-kawan. 2011. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Yrama Widya.
Budiningsih, Asri. 2011. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta
Djamarah dan Zain, Aswan. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Hamalik, Oemar. 2012. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Nasution. 2010. Didaktik Asas-Asas Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Nurgiyantoro, Burhan. 2012. Penilaian Pembelajaran Bahasa.Yongyakarta: BPFE.
Pusat Bahasa Depdiknas. 2004. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Roestiyah. 2008. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Tarigan, Henry Guntur. 2008. Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.