Fitriasuri, SE., Ak., M.M.

Dosen PNSDpk pada Universitas Bina Darma

fitria7878@yahoo.com

ABSTRACT : Budget is the process of role sending device in obtaining the objective. The participation in budget which employs lower manager is considered more effective to have the best information especially from right person. It can avoid budgetary slack. This study analyzes The Effect of Budget Participation on Budgetary Slack with Moderating Variables Organizational Commitment, Decentralization and Environment Uncertainty . The data were collected by survey questionnaires with using sensus sampling technique at Palembang Local Government to 37 respondents. Validity and Reliability test have done to prove the validity and reliability data. Result of analysis in this study show that budget participation support has a positive and significant influence on budgetary slack. Fit between organizational commitment and budget participation, decentralize and budget participation didn’t affect budgetary slack. However, fit between environment uncertainty and budget participation significant affect budgetary slack.

Keywords: Budget Participation, Budgetary Slack, Moderating Variables, Organizational Commitment, Decentralization, Environment Uncertainty.

ABSTRAK : Anggaran berperan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Partisipasi dalam penyusunan anggaran oleh manajer pada level rendah sebaiknya dipertimbangkan untuk memperoleh informasi secara lebih efektif khususnya dari orang yang tepat sehingga dapat menghindari senjang atau selisih anggaran. Penelitian ini membahas pengaruh partisipasi anggaran terhadap senjang anggaran dengan variabel moderat komitmen organisasi , desentralisasi, dan ketidakpastian lingkungan. Data dikumpulkan melalui survei dan menggunakan kuesioner dengan teknik sampling sensus di pemerintah kota palembang dengan jumlah responden 37 orang. Sebelum analisa iunstrumen penelitian telahdiuji validitasdan reliabilitasnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa partisipasi anggaran memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap senjang anggaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa desentralisasi dan komitmen organisasi tidak mempengaruhi pengaruh tersebut tetapi kondisi ketidakpastian lingkungan dapat memperkuat pengaruh tersebut.

Kata kunci: Partisipasi Anggaran, Senjang Anggaran, Variabel Moderat, Komitmen Organisasi, Desentralisasi, Ketidakpastian lingkungan.


1. PENDAHULUAN

Fakta menunjukkan bahwa sepanjang tahun 70-an dan 80-an Indonesia mengalami pertumbuhan yang berkelanjutan dan stabilitas politik yang cukup mantap. Pemerintah pusat bertugas mengatur pembangunan di seluruh daerah untuk menjamin stabilitas persatuan dan kesatuan serta menutupi kelemahan sumber daya manusia yang ada. Akibatnya dalam jangka panjang, timbul ketimpangan dan ketidakadilan serta lambatnya pembangunan infrastruktur dan kelembagaan sosial ekonomi di daerah.

Pola yang sentralistik yang berlaku pada masa sebelum otonomi daerah pada saat itu dianggap mematikan inisiatif dan kreativitas daerah. Kewenangan yang selama ini diberikan kepada Daerah tidak disertai dengan pemberian infrastruktur yang memadai, penyiapan sumber daya manusia yang profesional, dan pembiayaan yang adil. Kondisi di atas menyebabkan tidak terciptanya kemandirian Daerah, tetapi justru ketergantungan Daerah terhadap Pemerintah Pusat. Hal inilah yang mendorong munculnya gagasan otonomi daerah yang diharapkan dapat memberikan sedikit keleluasaan bagi daerah untuk mengatur aktivitasnya sendiri tanpa campur tangan yang terlalu banyak dari pemerintah pusat.

Gagasan otonomi daerah tersebut akhirnya terwujud dengan terbitnya Undang-Undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah. Selanjutnya UU No. 22 tahun 1999 diperbarui dengan UU no.32 tahun 2004. Otonomi yang diberikan kepada daerah kabupaten dan kota ini akan dilaksanakan dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggungjawab kepada pemerintah daerah secara proporsional. Pelimpahan tanggung jawab akan diikuti oleh pengaturan pembagian, dan pemanfaatan dan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah. Sebagai instrumen kebijakan, APBD menduduki posisi sentral dalam upaya pengembangan kapabilitas dan efektivitas pemerintah daerah. APBD juga berperan sebagai sumber pengembangan ukuran-ukuran standar untuk evaluasi kinerja, alat untuk memotivasi para pegawai, dan alat koordinasi bagi semua aktivitas dari berbagai unit kerja .

Secara garis besar, pengelolaan (manajemen) keuangan daerah dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu manajemen penerimaan daerah dan manajemen pengeluaran daerah. Kedua komponen tersebut akan sangat menentukan kedudukan suatu pemerintah daerah dalam rangka melaksanakan otonomi daerah. Konsekuensi logis pelaksanaan otonomi daerah berdasarkan UU No. 22 tahun 1999 dan UU No. 25 tahun 1999 yang telah diperbaharui dengan UU no 32 tahun 2004 menyebabkan perubahan dalam manajemen keuangan daerah. Perubahan tersebut antara lain adalah perlunya dilakukan budgeting reform atau reformasi anggaran.

Reformasi anggaran meliputi proses penyusunan, pengesahan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban anggaran. Proses penyusunan, mekanisme pelaksanaan dan pertanggungjawaban anggaran daerah. Perbedaan lain yang mendasar dalam reformasi anggaran adalah sistem penyusunan anggaran yang bersifat bottom-up . Sistem yang melibatkan manajer atau pimpinan yang lebih rendah ini sering disebut dengan istilah partisipasi. Melalui reformasi anggaran ini diterapkan juga struktur organisasi yang desentralisasi sehingga pemerintah daerah mempunyai kekuasaan dan tanggung jawab dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan.

Pemerintah kota Palembang adalah salah satu dari pemerintahan daerah yang telah berkomitmen untuk mewujudkan Good Government Governance yang menjadikan partisipasi sebagai bagian dalam aktivitas pemerintahan. Pada laporan realisasi anggaran diperlihatkan bahwa anggaran pembangunan memperlihatkan kinerja realisasi yang cukup meningkat setelah era reformasi tahun 1998/1999 sampai dengan tahun 2001. Namun sejak tahun 2001/ 2002 kembali mengalami penurunan .

Gambar 1

Sumber : Pemkot Palembang_ E-Goverment Web Sites

Sejak tahun 2003 anggaran pemerintah daerah tidak lagi terbagi atas anggaran rutin, pembangunan . berikut data pencapaian realisasi anggaran untuk tahun 2004 dan 2005:

Gambar 2.

Sumber : Bagian pembangunan pemerintah kota Palembang

Data yang ada menunjukkan bahwa sejak diterapkannya reformasi anggaran di tubuh pemerintah daerah, pencapaian realisasi anggaran pembangunan mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Namun sejak tahun 2003 kembali terjadi penurunan pencapaian anggaran atau dengan kata lain terjadi peningkatan senjang anggaran.

Berdasarkan uraian di atas masalah yang akan dibahas dalam penelitian kali ini adalah : (1)Apakah ada pengaruh partisipasi anggaran terhadap senjang (senjang) anggaran?, (2)Apakah komitmen organisasi mempengaruhi hubungan antara partisipasi dan senjang anggaran?, (3)Apakah desentralisasi berpengaruh terhadap hubungan antara partisipasi anggaran dan senjang anggaran?, (3)Apakah ketidakpastian lingkungan berpengaruh terhadap hubungan antara partisipasi anggaran dan senjang anggaran?

Tujuan dalam penelitian ini adalah : (1) Untuk mengetahui pengaruh partisipasi terhadap senjang anggaran, (2) Untuk mengetahui pengaruh komitmen organisasi terhadap hubungan antara partisipasi dan senjang anggaran, (3)Untuk mengetahui pengaruh desentralisasi terhadap hubungan antara partisipasi anggaran dan senjang anggaran, (4) Untuk mengetahui pengaruh ketidakpastian lingkungan terhadap hubungan antara partisipasi anggaran dan senjang anggaran.

Adapun manfaat atau kegunaan yang diharapkan dari penelitian ini adalah : (1)Bagi Praktisi, hasil penelitian ini akan bermanfaat untuk melihat pengaruh unsur perilaku, struktur organisasi dan kondisi lingkungan organisasi dalam kaitan dengan sistem anggaran yang dapat menyebabkan senjang anggaran serta memberi masukan tentang sistem pengendalian anggaran yang diperlukan, (2)Bagi akademisi, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi kepada akademisi dalam menjelaskan dan memberi pemahaman mengenai mengapa senjang anggaran terjadi dan bagaimana mengantisipasinya, (3) Bagi pihak lain, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan dapat digunakan sebagai acuan untuk lebih lanjut bagi perancangan sistem pengendalian anggaran.

Proses penyusunan anggaran menurut Mulyadi (1993; 171) merupakan proses penetapan peran dalam usaha mencapai sasaran. Pada proses penyusunan anggaran akan ditetapkan siapa yang bertugas melaksanakan suatu aktivitas dan juga sumber daya yang disediakan untuk kegiatan tersebut. Sebuah organisasi membutuhkan anggaran untuk menerjemahkan keseluruhan strategi ke dalam rencana dan tujuan jangka pendek dan jangka panjang (Hansen dan Mowen ;1997)

Anggaran itu sendiri menurut Mulyadi (1993;488) merupakan suatu rencana kerja yang dinyatakan secara kuantitatif, yang diukur dalam satuan moneter dan satuan ukuran lain yang mencakup jangka waktu satu tahun. Selanjutnya menurut Carruth ( Paul J, Carruth and Dean W. DiGregiro , 2003: 15) penganggaran terkait dengan 3 skala prilakunya yaitu :

1. Partisipasi dalam penyiapan anggaran

2. Penggunaan anggaran untuk perencanaan dan pengendalian

3. Penggunaan anggaran untuk melihat penyimpangan nilai.

Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa anggaraan adalah komitmen manajemen tentang aktivitas yang direncanakan dan target yang ingin dicapai disertai sumber daya yang dibutuhkan. Melihat definisi dan proses penyusunan anggaran maka dapat dikatakan anggaran sangat penting perannya bagi organisasi.

Meskipun anggaran memberikan banyak manfaat tetapi anggaran juga memiliki kelemahan. Menurut Argyris anggaran yang disusun terlalu kaku atau target yang ditetapkan dalam anggaran terlalu sulit untuk dicapai dapat menyebabkan anggaran dirasakan terlalu menekan. Sikap tertekan yang ditimbulkan dapat berdampak kepada ketegangan karyawan dan pada akhirnya menyebabkan anggaran tidak efisien (Fitri , 1998; 14).

Proses penyusunan anggaran pada dasarnya dapat dibuat dengan berbagai macam pendekatan. Antara lain pendekatan Top-Down (Dari atas ke bawah), Bottom up (Dari Bawah ke atas ) dan pendekatan partisipatif. Pendekatan partisipatif adalah proses penyusunan anggaran yang melibatkan manajer dalam penyusunan estimasi anggaran (Self Imposed Budget) (Garison dan Noren, 2000;402). Menurut Horngren (1996;269) partisipasi adalah keterlibatan dalam penyusunan anggaran.

Beberapa definisi partisipasi anggaran yang menurut beberapa pakar adalah sebagai berikut (Fitri, 1998; 14) :

1. Partisipasi adalah suatu proses dimana individu-individu yang terlibat didalamnya dan mempunyai pengaruh pada penyusunan target anggaran dan kinerjanya akan dievaluasi dan kemungkinan akan dihargai atas dasar pencapaian target anggaran mereka

2. Partisipasi adalah suatu proses pengambilan keputusan bersama antara dua pihak atau lebih yang akan membawa pengaruh pada masa yang akan datang bagi para pembuat keputusan.

3. Partisipasi adalah sebagai tingkat keikutsertaan manajer dalam menyusun anggaran dan pengaruh anggaran tersebut terhadap pusat pertanggungjawaban manajer yang bersangkutan.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa penganggaran partisipatif adalah proses penganggaran yang melibatkan manajer yang bertanggung jawab baik di level menengah atau pun rendah. Sejumlah keunggulan lain yang biasanya diungkapkan atas anggaran partisipatif ini (Garrison/Noreen , 2000:402) adalah:

1. Setiap orang pada semua tingkatan organisasi diakui sebagai anggota tim yang pandangan dan penilaiannya dihargai oleh manajemen puncak.

2. Orang yang berkaitan langsung dengan suatu aktivitas mempunyai kedudukan terpenting dalam pembuatan estimasi anggaran. Estimasi anggaran yang dibuat oleh orang semacam itu cenderung lebih akurat dan andal.

3. Orang lebih cenderung mencapai anggaran yang penyusunannya melibatkan orang tersebut. Sebaliknya, orang kurang terdorong untuk mencapai anggaran yang didrop dari atas.

4. Suatu anggaran partisipatif mempunyai sistem kendalinya sendiri yang unik sehingga jika mereka tidak dapat mencapai anggaran , maka yang harus mereka salahkan adalah diri mereka sendiri. Disisi lain jika anggaran diberikan oleh atasan, mereka akan selalu berdalih bahwa anggarannya tidak masuk akal atau tidak realistis untuk diterapkan dan dicapai.

Selain memiliki kelebihan proses penganggaran partisipatif juga memiliki kelemahan. Berikut ini beberapa kelemahan yang dapat ditimbulkan proses penganggaran partisipatif menurut beberapa ahli yaitu (Fitri, 1998; 16) :

1. Timbulnya partisipasi semu (pseudo participation) yaitu kelihatannya berpartisipasi tetapi pada kenyataannya tidak berpartisipasi. Partisipasi semu ini terjadi apabila manajer tingkat atas memegang kendali total atas proses penyusunan anggaran dan mencari dukungan partisipasi bawahannya. Bawahan tidak dapat memberikan pendapat mereka. Atasan hanya berusaha untuk mendapatkan penerimaan formal dari bawahannya atas anggaran yang disusun, bukan mencari masukan dalam menyusun anggaran

2. Dalam kondisi yang paling ideal sekalipun penganggaran partisipatif memberikan kesempatan kepada para manajer untuk menentukan rencana anggarannya. Kesempatan ini dapat digunakan secara negatif sehingga menimbulkan konsekuensi disfungsional bagi organisasi. Konsekuensi disfungsional tersebut adalah munculnya senjang anggaran.

3. Partisipasi bawahan dalam penyusunan anggaran dapat mengakibatkan mereka menetapkan anggaran yang relative longgar atau mudah untuk dicapai, sehingga akan menimbulkan senjang yang memperkecil prestasi atau kinerja yang diharapkan. Hal ini terjadi karena para manajer mengetahui bahwa prestasi mereka akan dinilai berdasarkan anggaran tersebut. Namun partisipasi dapat juga menurunkan senjang jika partisipasi yang terjadi adalah partisipasi yang sebenarnya sehingga komunikasi antara atasan dan bawahan menjadi efektif dan dapat menurunkan keinginan manajer bawah melakukan senjang.

Menurut Garrison dan Noreen (2000; 408) Dalam metode penganggaran yang partisipatif juga tetap dibutuhkan review oleh manajer yang lebih tinggi untuk menghindari Budgetary Slack (Kelonggaran Anggaran) yang mengarah kepada inefisiensi dan pemborosan.

Pada saat seorang bawahan mengetahui bahwa kinerja mereka akan dinilai berdasarkan tingkat pencapaian atau realisasi dari anggaran yang mereka buat maka dalam proses penyusunan anggaran akan ada kecenderungan membuat target yang mudah untuk dicapai sehingga mereka berkesempatan memperoleh reward atau penghargaan dari organisasi. Luka dan Onsi dalam Yuwono (1999;39) berpendapat bahwa bawahan berusaha menciptakan senjangan dalam anggaran perusahaan selama proses penyusunan anggaran dengan memasukkan perkiraan atau peramalan yang bias terhadap kondisi perusahaan di masa mendatang.

Beberapa peneliti sebelumnya menyatakan bahwa senjang anggaran dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk tingkat partisipasi bawahan dalam penyusunan anggaran (Fitri, 1999;3). Adanya partisipasi memungkinkan bawahan memberitahukan informasi pribadinya kepada atasannya untuk dapat dimasukkan ke dalam anggaran sehingga dalam pelaksanaannya nanti oleh bawahan sesuai dengan sasaran dan target kinerja.

Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa proses penganggaran mengandung komitmen manajemen untuk mencapai target yang telah ditetapkan. Kemudian hasil proses penganggaran sebaik proses penganggaran partisipatif juga ditentukan oleh komitmen pelaksananya. Oleh karena itu komitmen karyawan atau sumber daya manusia dalam pelaksanaan proses penganggaran sangat diperlukan untuk mendapat hasil yang optimal.

Menurut Porter (dalam Kuncoro, 2002;1) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai kekuatan yang bersifat relatif dari individu dalam mengidentifikasikan keterlibatan dirinya kedalam bagian organisasi. Hal ini dapat ditandai dengan tiga hal, yaitu :

1. Penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi.

2. Kesiapan dan kesedian untuk berusaha dengan sungguh-sungguh atas nama organisasi.

3. Keinginan untuk mempertahankan keanggotaan di dalam organisasi (menjadi bagian dari organisasi).

Desentralisasi adalah suatu konsep rancangan pengendalian (Abernethy, Bouwens,Lent, 2005;14) . Desentralisasi dikatakan juga sebagai suatu batasan dimana tanggung jawab pengambilan keputusan didelegasikan ke level yang lebih rendah para struktur vertikal suatu organisasi (Chow, Shields, Wu, 1996;10). Menurut Rodrigues (1996; 166) Desentralisasi adalah otoritas dan pertanggungjawaban kinerja yang didelegasikan ke kantor pada regional yang lebih rendah termasuk perencanaan dan strateginya. Maka dalam struktur organisasi yang desentralisasi manajer diberi otonomi untuk perencanaan dan pengendalian yang lebih luas. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa desentralisasi adalah suatu keadaan di mana manajer atau pimpinan pada level yang lebih rendah memiliki otoritas dalam pengambilan keputusan. Kebutuhan akan struktur yang desentralisasi timbul karena adanya keinginan sub unit manajer untuk memiliki otoritas yang lebih agar dapat merespon secara cepat dan melakukan perubahan atas kondisi persaingan (Abernethy, Bouwens,Lent, 2001;7)

Struktur pemerintahan yang desentralisasi tewujud dengan diawali oleh adanya otonomi daerah. Gagasan otonomi daerah menurut Mardiasmo ( 2002;1 ) bertolak dari pemikiran untuk menjamin terjadinya efisiensi, efektivitas, transparansi, akuntabilitas, dan demokratisasi nilai-nilai kerakyatan dalam praktik penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang dirasakan sangat kurang pada masa Orde Baru. Selanjutnya otonomi daerah membawa perubahan pada paradigma pertumbuhan menjadi paradigama pemerataan pembangunan yang lebih adil dan berimbang (Mardiasmo ; 2002;2).

Konsekuensi logis pelaksanaan otonomi daerah berdasarkan UU No. 22 tahun 1999 dan UU No. 25 tahun 1999 yang telah diperbaharui dengan UU no 32 tahun 2004 menyebabkan perubahan dalam manajemen keuangan daerah. Perubahan tersebut antara lain adalah perlunya dilakukan budgeting reform atau reformasi anggaran. Aspek utama budgeting reform menurut Mardiasmo (2002;5) adalah perubahan dari traditional budget ke performance budget. Secara garis besar terdapat perbedaan mendasar antara kedua hal ini yaitu dalam hal penyusunan anggaran yang bersifat bottom-up. Pendekatan semacam ini menurut Garrison&Noreen , (2000:402) adalah pendekatan yang partisipatif dalam proses penyusunan anggaran . Pada traditional budget, sentralisasi penyiapan anggaran, ditambah dengan informasi yang tidak memadai menyebabkan lemahnya perencanaan anggaran. Sebagai akibatnya adalah munculnya budget padding atau budgetary slack (Mardiasmo; 2002;5) .

Lingkungan eksternal adalah lingkungan yang berada diluar organisasi dan perlu dianalisis untuk menentukan kesempatan (opportunities) dan ancaman (threath) yang akan dihadapi perusahaan. Terdapat dua perspektif untuk mengkonseptualisasilkan lingkungan eksternal yaitu (Yurniwati, 2005 ; 42) :

1. Pertama, perspektif yang memandang lingkungan eksternal sebagai wahana yang menyediakan sumberdaya (resources). Perspektif pertama berdasar pada premis bahwa lingkungan eksternal merupakan wahana yang menyediakan sumber daya yang kritikal bagi kelangsungan hidup perusahaan. Perspektif ini juga mengandung makna potensi eksternal dalam mengancam sumberdaya internal yang dimiliki perusahaan. Pemogokan, deregulasi, perubahan undangundang, misalnya, berpotensi merusak sumberdaya internal yang dimiliki perusahaan.

2. Kedua perspektif yang memandang lingkungan eksternal sebagai sumber informasi. Perspektif kedua mengaitkan informasi dengan ketidakpastian lingkungan (environmental uncertainty). Ketidakpastian lingkungan mengacu pada kondisi lingkungan eksternal yang sulit diramalkan perubahannya. Hal ini berhubungan dengan kemampuan anggota organisasi dalam pengambilan keputusan (decision making).

2. METODOLOGI PENELITIAN

Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada pemerintah kota palembang khususnya manajer tingkat menengah dan bawah atau kepala bagian dan kepala seksi yang terkait dengan penyusunan anggaran pada pemerintahan kota Palembang .

Kerangka Penelitian

Penelitian ini bersifat kausalitas yaitu meneliti pengaruh dalam hubungan sebab akibat. Adapun kerangka penelitiannya seperti gambar di bawah ini:

Gambar 3

Paradigma Penelitian

Desain Penelitian

Desain riset pada penelitian ini adalah desain kausal. Desain kausal menurut Husein (2003;41) berguna untuk mengukur hubungan antara variabel riset, atau untuk menganalisis bagaimana pengaruh suatu variabel terhadap variabel lainnya. Sifat hubungan yang mungkin terjadi di antara variabel-variabel ini ada tiga kemungkinan yaitu simetris, asimetris, dan timbal balik. Hubungan simetris terjasi jika ada dua variabel berfluktuasi bersamaan tetapi kita menganggap diantara keduanya tidak ada hubungan apa-apa. Hubungan timbal balik terjadi bilamana dua variabel saling mempengaruhi atau memperkuat satu sama lain. Sedangkan hubungan asimetris adalah hubungan yang terjadi akibat dari variabel bebas terhadap variabel tidak bebasnya.

Desain Proses Analisis

Proses Analisis dimulai dengan analisa Deskriptif terhadap gambaran umum responden. Selanjutnya dilakukan uji statistik untuk analisa kuantitatif sebagai langkah pengujian hipotesis.

Operasionalisasi Variabel

Untuk pengukuran dalam penelitian ini akan digunakan alat ukur atau instrumen penelitian yang disusun berdasarkan dimensi , faktor dan indikator dari masing-masing variabel. Variabel –variabel yang terlibat dalam penelitian ini adalah :

1. Variabel Independen, Variabel independen dalam penelitian ini adalah Partisipasi Anggaran (X1)

2. Variabel Dependen, Variabel Dependen dalam penelitian ini adalah variabel Senjangan Anggaran / Senjang Anggaran (Y).

3. Variabel Moderator, Variabel ini disebut juga variabel ke dua. Variabel moderator dalam penelitian ini adalah Komitmen Organisasi (K), Desentralisasi (D) dan Ketidakpastian Lingkungan (L).

Adapun dimensi bagi masing-masing variabel adalah sebagai berikut:

  1. Indikator Variabel Anggaran :

· Keterlibatan

· Pengaruh

  1. Komitmen Organisasi

· Sikap

· Kehendak

  1. Desentralisasi

· Otoritas dalam pengambilan keputusan

  1. Ketidakpastian Lingkungan

· Informasi tentang suatu even dalam memutuskan sesuat

· Pengetahuan (knowledge) tentang keputusan organisasi

· Kemampuan memperkirakan dampak di masa depan

  1. Senjang Anggaran

· Kecenderungan seseorang untuk menciptakan senjang anggaran

Sumber dan Pengumpulan data

Data akan diperoleh dengan penyebaran kuesioner yang dijadikan instrumen untuk mengukur variabel-variabel penelitian yang ada. Kuesioner akan disebarkan pada sampel yang terpilih sesuai dengan tujuan penelitian. Populasi dari penelitian ini adalah seluruh manajer tingkat atas sampai tingkat rendah yang ada di pemerintahan kota palembang dan terlibat dalam penyusunan anggaran. Untuk Pemerintah Kota Palembang terdiri dari Sekda yang membawahi 3 asisten, 7 bagian dan 30 sub bagian. Populasi dari penelitian ini adalah seluruh kepala bagian dan kepala sub bagian. Sampel ditentukan dengan teknik sensus yaitu teknik pengambilan sampel dengan menggunakan seluruh populasi sebagai sampel.

Metode Analisis

Metode analisis yang digunakan adalah statistik parametris dengan alat analisa multiple regresion dengan interaksi yang menghubungkan ssatu variabel dependen dengan beberapa variabel independen dalam satu model prediksi

Untuk menguji hipotesa satu, dua dan 3 diformulasikan sebagai berikut :

Y = b0 + b1P + e ( 1 )

Y = b0 + b1P + b2 K + b3 PK + e ( 2 )

Y = b0 + b1P + b2 D + b3 PD + e ( 3 )

Y = b0 + b1P + b2 L + b3 PL + e ( 4 )

Dimana :

Y = Senjang / Senjang Anggaran

P = Partisipasi Anggaran

K = Komitmen Organisasi

D = Desentralisasi

L = Ketidakpastian Lingkungan

3. PEMBAHASAN

Deskripsi

Variabel Penelitian ini terdiri dari variabel independen yaitu Partisipasi Anggaran, variabel dependen yaitu variabel senjang anggaran, variabel moderator yaitu Komitmen Organisasi, Desentralisasi dan Ketidakpastian Lingkungan. Untuk menganalisa variabel-variabel tersebut diambil dari skor rata-rata jumlah skor dari komponen masing-masing variabel kemudian membuat interval untuk masing-masing nilai pada setiap variabel.

Jarak interval (r) ditentukan dengan formula sebagai berikut :

Dengan menggunakan rumus di atas, maka dapat di hitung jarak interval yang digunakan adalah 0,79.

Berikut ini adalah deskripsi masing-masing variabel penelitian:

1. Variabel Partisipasi Anggaran

Rata-rata skor responden terhadap 6 pertanyaan mengenai partisipasi anggaran 2,73 yang artinya partisipasi yang dirasakan responden dalam penyusunan anggaran cukup tinggi

2. Variabel Senjang Anggaran

Rata – rata skor responden terhadap variabel ini adalah 2,69 yang artinya kecenderungan responden untuk menciptakan senjang dalam penyusunan anggaran cukup tinggi

3. Variabel Komitmen organisasi

Rata – rata skor responden terhadap variabel ini adalah 3,76 yang artinya komitmen organisasi responden dalam pekerjaannya tinggi.

4. Variabel Desentralisasi

Rata – rata skor responden terhadap variabel ini adalah 2,51yang artinya tingkat desentralisasi agak rendah.

5. Variabel Ketidakpastian Lingkungan

Rata – rata skor responden terhadap variabel ini adalah 2,48 yang artinya tingkat Ketidakpastian Lingkungan agak rendah.

Karakteristik Responden

Penelitian ini menggunakan alat penelitian berupa kuisioner yang disebarkan kapada seluruh kepala bagian dan kepala sub bagian yang ada di kantor pemerintah kota palembang. Responden terdiri dari 37 orang terbagi atas 7 orang Kepala Bagian dan 30 orang Kepala Sub Bagian. Sebanyak 37 orang responden tersebut terdiri dari 35 orang pria dan 2 orang Wanita. Usia responden tergolong bervariasi antara usia muda dan tua. Lamanya mereka terlibat dalam proses penganggaran cukup bervariasi. Pendidikan terakhir terdiri dari 1 orang Lulusan SMA 27 orang lulusan S1 dan 9 orang lulusan S2.

3.3. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen

1. Validitas Instrumen

Tingkat validitas instrumen penelitian diuji mengacu kepada nilai korelasi butir instrumen terhadap nilai totalnya dibandingkan dengan nilai r-tabel. Butir instrumen dinyatakan valid jika korelasi butir instrumen terhadap total lebih besar dari r-tabel. Untuk N = 37 dan taraf signifikansi 95 % maka r-tabel adalah 0,325. Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa semua butir pertanyaan untuk partisipasi anggaran, senjang anggaran, komitmen organisasi, desentralisasi dan ketidakpastian lingkungan valid karena nilai korelasi (Pearson Correlation) > dari r table (0,325).

2. Reliabilitas Instrumen

Penelitian ini menggunakan koefisien alpha atau Cronbach’s Alpha untuk mengukur tingkat reliabilitas atau konsistensi internal diantara butir-butir pertanyaan dalam suatu instrumen. Item pengukuran dikatakan reliabel jika memiliki nilai koefisien lebih besar dari 0,6. Nilai reliabilitas konsistensi internal ditunjukkan melalui hasil pengujian berikut ini :

Tabel 1. Rekapitulasi Uji Reliabilitas

Variabel

Cronbach’s Alpha

> 0,6

Keterangan

Partisipasi Anggaran

0,6831

Reliabel

Senjang Anggaran

0,7036

Reliabel

Komitemen Organisasi

0,6342

Reliabel

Desentralisasi

0,8324

Reliabel

Ketidakpastian Lingkungan

0,9217

Reliabel

Sumber : Peneliti

Berdasarkan hasil pengujian diatas maka dapat dikatakan bahwa seluruh instrumen diatas adalah valid dan reliabel.

3.4. Uji Regresi Berganda untuk pembuktian hipotesa

1. Pembuktian Hipotesis pertama, H1 = Partisipasi yang tinggi dalam organisasi akan menurunkan senjang anggaran.

Berikut ini hasil pengujian hipotesis 1 tentang hubungan antara partisipasi anggaran dengan senjang anggaran:

Tabel 2 Rekapitulasi Uji Hipotesis 1

Variabel

B

Beta

T

Sig.

Konstanta

4,960

1,914

0,064

Partisipasi Anggaran

0,354

0,357

2,262

0,03

R = 0,357

R2 = 0,128

F hitung = 5,116

Sig f = 0,03

F tabel = 4,11 ( u/ df =1 dk=35 A= 5 %)

T tabel = 2,021

Alpha = 5 %

Sumber : Peneliti

Berdasarkan hasil pengujian diatas maka terlihat bahwa ada hubungan yang bersifat pengaruh antara variabel partisipasi anggaran dengan variabel senjang anggaran karena R > 0. Pengaruh tersebut juga terbukti signifikan karena F hitung > F tabel. Selain itu pula dibuktikan melalui tingkat signifikansi f < alpha yang ditentukan sebesar 5 %.

2. Pembuktian Hipotesis Kedua H2:

Ada Pengaruh komitmen organisasi terhadap hubungan partisipasi dengan senjang anggaran.

Berikut ini hasil pengujian hipotesis 2 tentang ada atau tidaknya interaksi antara komitmen organisasi dengan partisipasi yang mempengaruhi senjang anggaran:

Tabel 3. Rekapitulasi Uji Hipotesis 2

Variabel

B

Beta

T

Sig.

Konstanta

30,584

1,921

0,063

Partisipasi Anggaran

-1.725

-1,741

-1,1787

0,083

Komitmen Organisasi

-0,067

-1,305

-1,485

0,147

Interaksi Partisipasi dan Komitmen Organisasi (P*Ko)

0,0556

2,969

2,065

0,047

R = 0,654

R2 = 0,428

F hitung = 8,223

Sig f = 0,000

F tabel = 2,88 ( u/ df =3 dk=33 A= 5 %)

T tabel = 2,021

Alpha = 5 %

Sumber : Peneliti

Berdasarkan hasil pengujian diatas maka terlihat bahwa ada hubungan yang bersifat pengaruh antara variabel partisipasi anggaran dan variabel komitmen organisasi dengan variabel senjang anggaran karena R > 0. Pengaruh tersebut juga terbukti signifikan karena F hitung > F tabel. Selain itu pula dibuktikan melalui tingkat signifikansi f < alpha yang ditentukan sebesar 5 %.

Berdasarkan harga koefisien t untuk variabel P dan Ko secara sendiri –sendiri terhadap S dimana t-hitung < t-tabel dan sig t- hitung > 5 % maka dapat dikatakan tidak terdapat pengaruh secara signifikan antara komitmen organisasi terhadap senjang anggaran atau jika dilihat dari tingkat signifikansi 10 % pengaruhnya secara signifikan hanya ada pada partisipasi. Namun interaksi antara kedua variabel ini berpengaruh secara signifikan terhadap senjang anggaran terlihat dari nila t hitung > t tabel dan signifikansi t hitung < 5 %. Selain itu dapat dilihat pula bahwa pengaruh komitmen organisasi terhadap hubungan partisipasi dengan senjang adalah negatif atau memperlemah artinya dengan adanya komitmen organisasi yang tinggi, partisipasi dapat menurunkan senjang.

3. Pembuktian Hipotesis Ketiga, H3 : Ada Pengaruh desentralisasi terhadap hubungan partisipasi dengan senjang anggaran

Berikut ini hasil pengujian hipotesis 3 tentang ada atau tidaknya interaksi antara Desentralisasi dengan partisipasi anggaran yang mempengaruhi senjang anggaran:

Tabel 4. Rekapitulasi Uji Hipotesis 3

Variabel

B

Beta

T

Sig.

Konstanta

-12,247

-1,231

0,227

Partisipasi Anggaran

1,205

1,216

2,110

0,042

Desentralisasi

1,152

1,790

1,683

0,102

Interaksi Partisipasi dan Desentralisasi (P*D)

0,0551

-1,474

-1,389

0,174

R = 0,520

R2 = 0,271

F hitung = 4,080

Sig f = 0,014

F tabel = 2,88 ( u/ df =3 dk=33 A= 5 %)

T tabel = 2,021

Alpha = 5 %

Sumber :Peneliti

Berdasarkan hasil pengujian diatas maka terlihat bahwa ada hubungan yang bersifat pengaruh antara variabel partisipasi anggaran dan variabel Desentralisasi dengan variabel senjang anggaran karena R > 0. Pengaruh tersebut juga terbukti signifikan karena F hitung > F tabel. Selain itu pula dibuktikan melalui tingkat signifikansi f < alpha yang ditentukan sebesar 5 %.

Berdasarkan harga koefisien t untuk variabel P dan D secara sendiri –sendiri terhadap S dimana t-hitung < t-tabel dan sig t- hitung > 5 % maka dapat dikatakan tidak terdapat pengaruh secara signifikan Desentralisasi terhadap senjang anggaran. Begitu pula dengan interaksi antara partisipasi dan desentralisasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap senjang anggaran.

4. Pembuktian Hipotesis Keempat, H4: Ada Pengaruh antara ketidakpastian lingkungan terhadap hubungan partisipasi dengan senjang anggaran.

Berikut ini hasil pengujian hipotesis 4 tentang ada atau tidaknya interaksi antara ketidakpastian lingkungan dengan partisipasi anggaran yang mempengaruhi senjang anggaran:

Tabel 5. Rekapitulasi Uji Hipotesis 4

Variabel

B

Beta

T

Sig.

Konstanta

35,042

3,778

0,001

Partisipasi Anggaran

-1,661

-1,676

-3,058

0,004

Ketidakpastian Lingkungan

-0,932

-2,630

-3,214

0,003

Interaksi Partisipasi dan Ketidakpastian Lingkungan (P*Ko)

0,0626

3,816

3,733

0,001

R = 0,701

R2 = 0,492

F hitung = 10,647

Sig f = 0,000

F tabel = 2,88 ( u/ df =3 dk=33 A= 5 %)

T tabel = 2,021

Alpha = 5 %

Sumber : Peneliti

Berdasarkan hasil pengujian diatas maka terlihat bahwa ada hubungan yang bersifat pengaruh antara variabel partisipasi anggaran dan variabel ketidakpastian lingkungan dengan variabel senjang anggaran karena R > 0. Pengaruh tersebut juga terbukti signifikan karena F hitung > F tabel. Selain itu pula dibuktikan melalui tingkat signifikansi f < alpha yang ditentukan sebesar 5%.

Berdasarkan harga koefisien t untuk variabel P dan Kl secara sendiri –sendiri terhadap S dimana t-hitung > t-tabel dan sig t- hitung < 5 % maka dapat dikatakan terdapat pengaruh secara signifikan antara partisipasi dan ketidakpastian lingkungan secara masing-masing terhadap senjang anggaran. Begitu pula dengan interaksi antara partisipasi dan ketidakpastian lingkungan berpengaruh secara signifikan terhadap senjang anggaran.

Selain itu dapat dilihat pula bahwa pengaruh ketidakpastian lingkungan terhadap hubungan partisipasi dengan senjang adalah negatif atau memperlemah artinya dengan adanya ketidakpastian lingkungan yang tinggi, partisipasi dapat menurunkan senjang.

Berdasarkan uji regresi baik secara tunggal terhadap senjang anggaran maupun pada uji regresi berganda dengan interaksi terhadap variabel lain terlihat bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara partisipasi terhadap senjang anggaran. Pengaruh tersebut secara tunggal bersifat positif dan signifikan. Berdasarkan hasil ini artinya adanya partisipasi yang tinggi dapat berpengaruh terhadap naiknya senjang anggaran.

Hasil diatas bertentangan dengan teori penganggaran yang menyebutkan bahwa proses yang partisipatif dalam penyusunan anggaran ditujukan untuk menurunkan kemungkinan terjadinya senjang . Namun sejalan dengan teori tentang kelemahan yang dapat ditimbulkan oleh partisipasi yang antara lain adalah kemungkinan timbulnya anggaran yang relatif longgar. Berdasarkan hasil diatas dapat disimpulkan bahwa adanya proses partisipasi dalam penyusunan anggaran dapat berdampak negatif pada kemungkinan anggaran relatif longgar dan mengarah kepada timbulnya senjang anggaran. Untuk itu sejalan dengan pendapat Garrison dan Noren (200; 408) bahwa dalam partisipasi tetap dibutuhkan review oleh manajer yang lebih tinggi untuk menghindari Budgetary slack ( Senjang Anggaran ).

Disisi lain jika dilihat dari pengaruh partisipasi terhadap senjang dengan interaksi variabel moderator hasilnya menunjukkan simpulan yang berbeda. Pada interaksi antara partisipasi dengan komitmen organisasi hasilnya menunjukkan pengaruh yang negatif artinya partisipasi dengan komitmen organisasi yang tinggi justru menurunkan senjang. Begitu pula dengan interaksi antara partisipasi dan ketidakpastian lingkungan menunjukkan pengaruh yang negatif artinya partisipasi ditengah kondisi yang ketidakpastian lingkungannya tinggi akan menurunkan senjang. Untuk pengaruh partisipasi terhadap senjang dengan interaksi faktor desentralisasi menujukkan pengaruh positif artinya partisipasi ditengah desentralisasi yang tinggi dapat menaikkan senjang. Berdasarkan hasil tersebut dapat dilihat bahwa pengaruh partisipasi dapat diperkuat atau diperlemah oleh faktor lain dalam hal ini variabel moderator penelitian. Penjelasan lebih rinci terhadap ketiga hal diatas akan dijelaskan pada penjelasan berikutnya.

Berdasarkan hasil analisa regresi berganda (pembuktian hipotesis 2) terbukti bahwa ada hubungan yang bersifat pengaruh antara variabel partisipasi anggaran dan komitmen organisasi terhadap senjang anggaran dan pengaruh tersebut signifikan. Selain itu terbukti pula bahwa interaksi antara partisipasi anggaran dan komitmen berpengaruh secara signifikan. Dari koefisien regresi P sebesar -1,725 interaksi kedua variabel ini justru memperlemah hubungan partisipasi dengan senjang anggaran artinya semakin tinggi komitmen dan partisipasi maka senjang anggaran akan semakin tinggi.

Berdasarkan hasil analisa regresi berganda (pembuktian hipotesis 3) terbukti bahwa ada hubungan yang bersifat pengaruh antara variabel partisipasi anggaran dan desentralisasi terhadap senjang anggaran dan pengaruh tersebut signifikan. Namun pengaruh interaksi antara partisipasi anggaran dan desentralisasi tidak terbukti secara signifikan mempengaruhi anggaran. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa pengaruh tersebut hanya secara pasrial atau sendiri sendiri dan bukan karena interaksi antara variabel partisipasi dan senjang anggaran.

Selain itu terbukti pula bahwa pengaruh yang signifikan hanya ada pada pengaruh partisipasi dengan senjang anggaran sedangkan untuk pengaruh desentralisasi dengan senjang anggaran secara parsial tidak signifikan. Penelitian ini tidak berhasil membuktikan bahwa ada pengaruh yang signifikan atas interaksi antara partisipasi dan desentralisasi terhadap senjang anggaran. Hasil ini mendukung penelitian Andarini (2005) yang menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan antara interaksi desentralisasi dan partisipasi anggaran terhadap kinerja anggaran. Pada sisi lain terlihat bahwa dari koefisien regresi P sebesar 1,205 berarti adanya desentralisasi memperkuat pengaruh partisipasi terhadap senjang anggaran meskipun interaksi keduanya tidak signifikan.

Berdasarkan hasil analisa regresi berganda (pembuktian hipotesis 4) terbukti bahwa ada hubungan yang bersifat pengaruh antara variabel partisipasi anggaran dan ketidakpastian lingkungan terhadap senjang anggaran dan pengaruh tersebut signifikan. Selain itu terbukti pula bahwa pengaruh interaksi antara partisipasi anggaran dan ketidakpastian lingkungan terbukti secara signifikan mempengaruhi anggaran. Selain itu terbukti pula bahwa pengaruh yang signifikan secara parsial juga terdapat pada hubungan partisipasi dengan senjang anggaran. Begitu pula dengan pengaruh ketidakpastian lingkungan dengan senjang anggaran secara parsial signifikan.

4. SIMPULAN

Berdasarkan hasil pembahasan dan analisa yang telah dilakukan serta sesuai dengan tujuan penelitian maka diambil kesimpulan antara lain:

1. Partisipasi secara signifikan berpengaruh positif terhadap senjang anggaran yang artinya dapat menaikkan senjang anggaran. Namun hubungan tersebut dapat diperkuat atau diperlemah oleh variabel lain dalam hal ini diperkuat oleh desentralisasi dan diperlemah oleh komitmen organisasi dan ketidakpastian lingkungan.

2. Pengaruh interaksi antara komitmen organisasi dan partisipasi terhadap senjang anggaran adalah pengaruh yang negatif artinya partisipasi dalam kondisi komitmen organisasi yang tinggi dapat menurunkan senjang anggaran.

3. Pengaruh interaksi antara desentralisasi dan partisipasi terhadap senjang anggaran tidak dapat dibuktikan secara signifikan namun pengaruh partisipasi pada kondisi adanya desentralisasi terhadap senjang adalah positif artinya dapat menaikkan senjang.

4. Pengaruh interaksi antara ketidakpastian lingkungan dan partisipasi anggaran terhadap senjang anggaran adalah pengaruh yang negatif artinya partisipasi dalam kondisi ketidakpastian lingkungan yang tinggi dapat menurunkan senjang.

DAFTAR PUSTAKA

Abernethy, Margaret A., Bouwens, Jan. & Lent, Laurence Van., 2005., Does Leadership Matter in The Design and Use of Control System (Online), (http:// center.uvt.nl/accounting/abernethy.pdf, diakses 28 Desember 2005)

——————————————————————————–., 2001., Decentralization, Interdependence and Performance Measurement System Design : Sequence and Priorities , CENTER (Online), No.2001-28, (http://amo.uvt.nl/show.cgi?fid=419, diakses 29 Desember 2005)

Andarini, Raden Roro., 2005., Motivasi , Gaya Kepemimpinan dan Desentralisasi sebagai Variabel Pemoderisasi Hubungan antara Partisipasi Anggaran dengan Kinerja pada Organisasi Sektor Publik. Naskah Publikasi. Yogyakarta : Program Pasca Sarjana Universitas Gajah Mada.

Carruth, Paul J., Di Gregorio, Dean W., 2003., Budgetary Participation and Performance Evaluation : An Empirical Study. Academy of Accounting and Financial Studies Journal, Vol 7 No.2., hal. 13-20

Chow, Chee W., Sheilds, Michael D., Wu, Anne, 1996., The Importance of National Culture in The Design of and Preference for Management Controls for Multinational Operations. Makalah disajikan dalam Comparative Management Accounting Conference di Universty of Siena Italy (Online), (http://imvp.mit.edu/papers/98/141a.pdf, diakses 29 Desember 2005)

Fitri, Fauziah Aida., 1998., Pengaruh Organizational Commitment, Information Asymetry, dan Budget Emphasis dalam hubungan antara Partisipasi dan Slack Anggaran. Tesis tidak diterbitkan. Yogyakarta : Program Pasca Sarjana Universitas Gajah Mada.

Garrison, Ray H. & Noreen, Eric W., 2000., Akuntansi Manajerial. Jakarta : Salemba Empat.

Hansen, Don R.& Mowen, Maryanne M., 2004., Management Accounting. Jakarta : Salemba Empat.

Horngren, Charles T , Sundem, Gary L. & Stratton, William O. 1996., Introduction to Management Accounting. New Jersey: Prentice Hall, Inc.

Kuncoro, Zainuddin Sri., 2002., Komitmen Organisasi (Online), (http://www.e-psikologi.com , diakses 8 November 2005)

Mardiasmo, 2002., Otonomi Daerah Sebagai Upaya Memperkokoh Basis Perekonomian Daerah :Jurnal Ekonomi Rakyat (Online), Tahun I No. 4, (http://www.ekonomirakyat.org, diakses 8 November 2005)

Moore, Walter B., Poznanski, Peter J. & Kelsey, Richard., 2000., Apath Analytic Model of Municipal Budgetary Slack Behavior : Proceedings of The Ammerican Society of Business and Behavioral Sciences (Online), Vol 7 No. 1, (http://asbbs.org/files/accounting.pdf, diakses 28 desember 2005)

Mulyadi. 1993., Akuntansi Manajemen: Konsep Manfaat dan Rekayasa. Yogyakarta: STIE YKPN.

Rodrigues, Carl. 1996., International Management : A Cultural Approach. Minneapolis: West Publishing.

Umar, Husein., 2003., Metode Riset Bisnis. Jakarta :PT. Gramedia.

Yurniwati., 2005, Pengaruh Lingkungan Bisnis External dan Perencanaan Strategi terhadap kinerja Perrusahaan Manufaktur, Naskah Publikasi, Bandung: Program Pasca Sarjana Universitas Padjajaran.

Yuwono, Ivan Budi., 1999., Pengaruh Komitmen Organisasi dan Ketidakpastian Lingkungan terhadap Hubungan antara Partisipasi Anggaran dan Senjang Anggaran. Jurnal Bisnis dan Akuntansi, Vol. 1 No. 1 37-55.

 DINAMIKA PERUBAHAN KECAKAPAN (SKILL) LULUSAN DIII ADMINISTRASI BISNIS DALAM PERSEPSI STAKEHOLDER

 

Fitriasuri, SE., AK., M.M.

fitria7878@yahoo.com

 

Dina Mellita, SE. M.Ec

dmellita@yahoo.com

  

 

Abstracta: This study analyzes The perception of stakeholders about Key Skill, Intellectual Skill, and Personal Skill that must haven by Diploma Business Administration graduates and The perception of stakeholder about Business Administration Diploma graduates skill in Palembang. Researcher has collected data by questioner using snowball sampling technique. Researcher use descriptive and inferential statistic. The Result show that Key skills are required by stakeholders is verbal communications, writing communication, and team works. Academic Skills are required by stakeholders are independence, solving problems, continuous learning. Personal Skills are required by stakeholders are planning, time management and initiative. Stakeholders thought that graduates skill of Business administration Diploma quite good but still need to be improved especially in English writing and Speaking.

 

Keywords: changes, skill, graduates, perception, stakeholders.

 

Abstrak : Pada penelitian ini ingin diketahui bagaimana persepsi responden terhadap Keterampilan Kunci (Key Skill), Keterampilan intelektual (Academic/Intellectual Skill) dan Keterampilan Personal (Personal Skill), yang yang harus dimiliki lulusan DIII Administrasi Bisnis, dan juga bagaimana persepsi stakeholder terhadap skill yang dimiliki lulusan DIII Administrasi Bisnis di Kota Palembang. Penelitian dilakukan dengan penyebaran kuesioner menggunakan teknik snowball sampling. Data yang didapat akan dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif dan inferensial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterampilan kunci yang dibutuhkan oleh stakeholder adalah komunikasi verbal, komunikasi tertulis dan kerja berkelompok. Keterampilan akademik yang dibutuhkan stakeholder adalah kemandirian, kemampuan memecahkan permasalahan bisnis dan kemampuan untuk belajar secara terus menerus. Keterampilan personal yang dibutuhkan stakeholder adalah perencanaan, manajemen waktu dan memiliki inisiatif yang tinggi. Penilaian stakeholder terhadap kemampuan yang dimiliki lulusan Administrasi Bisnis selama ini cukup baik namun dalam beberapa aspek masih harus lebih ditingkatkan seperti kemampuan berbahasa inggris secara aktif baik secara lisan maupun tulisan

 

Kata kunci: dinamika, perubahan, kecakapan, lulusan, persepsi, stakeholder

 


  1. PENDAHULUAN

          Tingginya angka pengangguran di Indonesia tercatat oleh Badan Pusat Statistik (BPS) sebesar 10,01 juta orang pada Agustus 2007 (Erafzon, 2008 : 1), hal ini merupakan indikator rendahnya penyerapan tenaga kerja oleh dunia kerja serta masih kurangnya kualitas Sumber Daya Manusia di Indonesia. Tingginya angka pengangguran lulusan perguruan tinggi itu disebabkan berbagai faktor. Antara lain kompetensi keahlian tidak sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja, lulusan program studi sudah jenuh di masyarakat, atau tidak memiliki keahlian apa pun untuk bersaing di dunia kerja.

Program DIII Administrasi Bisnis merupakan program yang berpotensi untuk mempersiapkan Sumber Daya Manusia yang dapat dengan mudah terserap oleh dunia kerja. Hal ini  karena materi baik teori dan praktek yang bersifat aplikatif telah diberikan sejak dini, dengan harapan lulusan DIII yang memiliki kompetensi kesekretariatan, kearsipan, pulic relation dan humas sesuai dengan kebutuhan dunia kerja. Akan tetapi pada prakteknya lulusan DIII Administrasi Bisnis tidak dapat terserap lapangan kerja selain itu tidak semuanya bekerja sesuai dengan jurusan yang ditekuni semasa kuliah. Melihat dari fenomena ini, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi, diantaranya adalah kurangnya kesiapan kerja dari lulusan DIII, belum adanya link and match antara program DIII Administrasi Bisnis dengan dunia kerja, tidak teridentifikasinya kebutuhan dunia kerja, dan lain sebagainya.

Secara umum, persoalan yang muncul seputar penyelenggaraan pendidikan tinggi sebagaimana kritik banyak pihak berkisar pada kualitas, potensi, system, etos kerja, dana, sarana dan prasarana atau persoalan yang berkaitan dengan fungsi dan perannya dalam membangun SDM merupakan indikator untuk menentukan standar kualitas perguruan tinggi. Secara tidak langsung, kompetensi output dan outcome  tidak saja akan membawa citra terhadap perguruan tinggi, tetapi secara luas juga berkaitan erat dengan citra pemerintah  dalam menjalankan salah satu kewajibannya yaitu menyelenggarakan pendidikan yang bermutu bagi masyarakat.

Namun satu hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan pendidikan tinggi adalah bahwa pengelola memiliki tanggung jawab terhadap pengguna (stakeholder). Stakeholder merupakan orang-orang atau badan yang berkepentingan langsung atau tidak langsung terhadap kegiatan pendidikan. Dunia usaha merupakan salah satu stakeholder dalam pendidikan dan dikategorikan sebagai stakeholder stakeholder eksternal.  Dunia usaha sebagai salah satu stakeholder eksternal mempercayakan pendidikan calon tenaga kerja pada perguruan tinggi secara sosiologis merupakan sebuah kontrak. Kontrak inilah yang harus dibayar mahal perguruan tinggi dengan proses pendidikannya. Kontrak dalam persepsi stakeholder adalah memberi tanggapan, penilaian pandangan atau reksi mengenai kompetensi lulusan DIII Administasi Bisnis, maka penelitian ini perlu dilakukan.

            Pada penelitian ini peneliti ingin mengetahui bagaimana persepsi responden terhadap Keterampilan Kunci (Key Skill), Keterampilan intelektual (Academic/Intellectual Skill) dan Keterampilan Personal (Personal Skill), yang yang harus dimiliki lulusan DIII Administrasi Bisnis Kota Palembang. Selain itu peneliti juga ingin mengetahui bagaimana persepsi stakeholder terhadap skill yang dimiliki lulusan DIII Administrasi Bisnis Kota Palembang.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi pemerintah, bagi perguran tinggi,  dalam menyusun kebijakan system pendidikan untuk lulusan DIII Administrasi Bisnis yang bermutu sesuai dengan dunia kerja. Selain itu diharapkan pula dapat membantu pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi 9(KBK) dalam mengakomodasi keberagaman tuntutan dasar KBK dan sumber daya pendidikan yang tersedia.

 

  1. METODOLOGI PENELITIAN

2.1     Populasi & Sampel

Populasi adalah keseluruhan elemen atau unsur yang akan kita teliti. Populasi  dalam penelitian ini adalah perusahaan yang memperkerjakan lulusan DIII Administrasi bisnis di Kota Palembang.  Teknik pengambilan sample yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel bola salju (snowball sampling)  Taknik sampel ini digunakan karena peneliti tidak mengetahui secara pasti populasi dalam penelitian ini. Metode yang digunakan adalah peneliti cukup mengetahui satu atau dua orang lulusan DIII Administrasi Bisnis kemudian meminta kepada lulusan tadi untuk menginformasikan perusahaan lain yang juga memperkerjakan lulusan DIII Administrasi Bisnis.

Untuk menjawab perumusan masalah dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah kuesioner. Kuesioner dalam penelitian ini akan dibagi menjadi 3 bagian, yaitu bagian A,B, C dan D. Bagian A dirancang untuk mendapatkan informasi yang spesifik mengenai skill yang diperlukan di pasar kerja. Dalam hal ini perusahaan diminta untuk memberi penilaian mengenai skill lulusan dengan rangking 1-7. Kuesioner bagian A dibagi lagi menjadi 3 kategori skill, yaitu:

–          Skill

–          Akademik/Intelektual Skill

–          Kemampuan Personal (Personal Skill)

Kuesioner bagian B dirancang untuk menguji persepsi perusahaan mengenai 14 skill yang harus dipenuhi lulusan DIII Administrasi Bisnis. Dalam hal ini perusahaan diminta untuk memberikan penilaian mengenai lulusan yang bekerja dalam organisasi mereka. Penilaian dilakukan dengan 5 skala likert.

Bagian C dirancang untuk mendapatkan informasi yang spesifik mengenai karakteristik perusahaan. Variabel dalam bagian ini adalah umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, pengalaman kerja di organisasi yang bersangkutan dan lama bekerja.

2.2     Teknik Analisis Data

          Data yang didapat akan dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif dan inferensial. Data yang diperoleh dari kuisioner dianalisis dengan menggunakan analisis kuantitatif menggunakan Statistical Package For Social Science (SPSS).

            Analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan bagian A, B, C dan D dari kuisioner. Pengukuran analisis deskriptif yang digunakan adalah ukuran nilai sentral. Hal ini dikarenakan ukuran nilai sentral merupakan suatu nilai pusat yang dapat mewakili keseluruhan nilai-nilai data.  Dalam penelitian ini ada 3 nilai sentral yang digunakan, yaitu nilai rata-rata, median dan modus.

Metode statistik deskriptif juga digunakan untuk menunjukkan distribusi frekuensi. Distribusi frekuensi digunakan untuk menunjukkan distribusi nilai persepsi responden terhadap skill yang harus dimiliki oleh lulusan DIII administrasi bisnis di Kota Palembang. Setelah melakukan tabulasi pada kuesioner, maka hasil tabulasi tersebut akan dibuat tabel distribusi frekuensi.

  1. Hasil

          Untuk mengetahui persepsi responden terhadap keterampilan (skill) yang harus dimiliki lulusan program studi Administrasi Bisnis di Kota Palembang, peneliti membagikan kuesioner yang berisi kecakapan kunci (key skill), keterampilan akademik (Academic Skill) dan Keterampilan personal (Personal Skill) yang disusun berdasarkan teori-teori dan penelitian terdahulu pada bab sebelumnya. Dengan menggunakan teknik snowball sampling, peneliti mendapatkan jumlah perusahaan yang memperkerjakan lulusan Administrasi Bisnis sebanyak 18 perusahaan dengan jumlah responden sebanyak 54 orang.

3.1     Latar Belakang Demografi Responden

Data mengenai latar belakang responden penelitian dianalisis berdasarkan informasi yang tertera dalam kuesioner. Hasil analisis ditunjukkan dalam table 3.2.1 sampai dengan table 3.8.

3.2.1. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel di bawah ini menunjukkan persentase responden penelitian berdasarkan jenis kelamin.

Tabel 3.2.1. : Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

 

Jenis Kelamin

F

%

Laki-laki

42

77.8

Perempuan

12

22.2

Jumlah

54

100

            Sumber : Data diolah

          Dari table tersebut, terlihat bahwa distribusi frekuensi responden yang memberikan respon terhadap kuesioner berdasarkan jenis kelamin menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang memberikan penilaian mengenai keterampilan/skill yang harus dimiliki lulusan Administrasi Bisnis adalah laki-laki yaitu sebanyak 70% lebih.

3.2.2. Distribusi responden Berdasarkan Umur

          Umur dijadikan salah satu indicator latar belakang demografi oleh peneliti. Ini dilakukan selain untuk mengetahui distribusi umur responden yang mengisi kuesioner juga untuk mengetahui tingkatan manajemen yang dimiliki oleh responden. Dalam mendistribusikan umur, peneliti menggunakan metode wawancara tertutup. Dalam hal ini peneliti hanya akan membagi 2 kategori umur, yaitu kurang dari 40 tahun dan lebih dari 40 tahun.

Tabel 3.2.2. : Distribusi Responden Berdasarkan Umur

 

Status Perkawinan

F

%

≤ 40 tahun

19

35.2

> 40 tahun

35

64.8

Jumlah

54

100

Sumber : Data diolah

 

            Dari hasil pengolahan data, responden yang merupakan orang yang memperkejakan lulusan Administrasi Bisnis  sebagian besar berumur lebih dari 40 tahun (64,8%). Ini menandakan pengisi kuesioner berada pada usia produktif dan telah berpengalaman dalam dunia kerja. Selain itu, responden yang berada pada kategori umur ini dapat dikatakan berada dalam tingkatan menengah dalam manajemen (midlle manager). Seseoran yang berada dalam tingkatan ini memiliki kematangan yang cukup dalam menilai hasil pekerjaan seseorang dikarenakan pengalaman kerja yang dimilikinya juga cukup tinggi.

3.2.3. Distribusi Responden Berdasarkan Latar Belakang Pendidikan

          Latar belakang pendidikan dijadikan salah satu indikator untuk mengetahui demografik responden karena latar belakan pendidikan berperan penting untuk mengetahui wawasan yang dimiliki responden. Untuk mengetahui latar belakang pendidikan responden, peneliti juga menggunakan pertanyaan tertutup, dalam hal ini peneliti membagi menjadi tiga kategori, yaitu: jenjang Diploma 3 (D3), Strata 1 (S1) dan Strata 2 (S2).

Tabel 3.2.3 : Distribusi Responden Berdasarkan Latar Belakang Pendidikan

 

Jenjang Pendidikan

f

%

D3

0

0

S1

44

81,5

S2

10

18.5

Jumlah

54

100

            Sumber : Data diolah

Dikarenakan data yang berkaitan dengan latar belakang pendidikan pada kuesioner berbentuk tertutup, mayoritas responden penelitian memiliki latar belakang pendidikan Strata 1, yaitu seebanyak 81,5%. Dari hasil pembagian kuesioner, sebagian besar pengisi kuesioner adalah menejer atau pemilik (owner) perusahaan.

3.2.4. Distribusi Responden Berdasarkan Pendapatan

Tabel di bawah ini menunjukkan persentase responden penelitian berdasarkan pendapatan.

Tabel 3.2.4 : Distribusi Responden Berdasarkan Pendapatan

 

Pendapatan (juta rupiah)

f

%

≤ 5

5

9,26

> 5 – 10

32

59.26

≥ 10

17

31.48

Jumlah

54

100

Sumber : Data diolah

Untuk mendapatkan data yang valid mengenai pendapatan, peneliti juga memberikan pertanyaan tertutup mengenai gaji. Dikarenakan sebagian besar pengisi kuesioner adalah berada di supervisor dan pemilik, pendapatan yang dimiliki sebagian besar berada pada kisaran 5 sampai dengan 10 juta perbulannya.

3.2.5.Distribusi Responden Berdasarkan Lama Bekerja

            Pengalaman bekerja merupakan indicator bagi seseorang dalam memberikan penilaian. Lama pengalaman kerja menggambarkan bagaimana pengalaman seseorang berinteraksi dan menghadapi orang lain. Semakin tinggi pengalaman seseorang, penilaian yang diberikan akan semakin berkualitas.

Tabel 3.2.5. Distribusi Responden Berdasarkan Lama Bekerja

Lama Bekerja

f

%

≥ 5 tahun

0

0

5-10

18

33.3

10-15

36

66.7

< 15 tahun

0

0

Jumlah

54

100

Sumber : Data diolah

            Tabel 4.4. menunjukkan mayoritas responden penelitian memiliki pengalaman kerja yang cukup tinggi. Hal ini terlihat dari pengalaman kerja responden sebanyak 67% berada 10 sampai 15 tahun. Hal ini terbukti dari hasil wawancara dimana responden kebanyakan manajer, supervisor atau pemilik yang memiliki pengalaman kerja yang tinggi.

3.3     Keterampilan (Skill) yang Harus Dimiliki Lulusan Administrasi Bisnis

          Bagian ini akan mendeskripsikan ranking dari faktor-faktor yang dibutuhkan lulusan Administrasi Bisnis menurut persepsi stakeholder. Dalam penelitian ini keterampilan (skill) dibagi menjadi 3 bagian, yaitu kecakapan kunci (key skill), kecakapan akademis (academics skill) dan kecakapan pribadi (personal skill).

3.3.1. Keterampilan Kunci (Key Skill)

          Key skill atau keterampilan kunci merupakan keterampilan yang dibutuhkan untuk bekerja dengan penuh percaya diri dan berhasil baik dilingkungan pendidikan, tempat bekerja maupun kehidupan social secara umum. Keterampilan kunci dibagi menjadi tujuh indikator:

– Komunikasi verbal (Verbal Communication)

– Komunikasi Tertulis (Written Communication)

– Penerapan angka (Numeracy)

– Teknologi Informasi (Information Technology)

– Berkerja Berkelompok (Team Work)

– Kepemimpinan (Leadership)

– Kemampuan Membaca (Reading Skill)

Tabel 3.3.1  Persepsi Responden Terhadap Key Skill yang Harus Dimiliki Lulusan Administrasi bisnis

Key Skill

Mean

STD

Rank.

Komunikasi Verbal

1,31

0,469

1

Komunikasi Tertulis

1,69

0,469

2

Bekerja Berkelompok (Team Work)

3,41

0,496

3

Kepemimpinan (Leadership)

4,83

0,818

4

Teknologi Informasi (IT)

4,20

0,898

5

Kemampuan membaca (Reading Skill)

5,89

1,00

6

Pengolahan Angka (Numeracy)

6,67

0,752

7

Sumber: data sudah diolah

            Dari hasil pengolahan data, tiga keterampilan kunci tertinggi yang harus dimilii lulusan administrasi bisnis di kota Palembang berdasarkan persepsi stakeholder adalah komunikasi verbal, komunikasi tertulis dan kerja berkelompok (team work). Temuan dalam penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yen, Sooun & Koh (2001) dan Suleiman, Baharun dan Simpol (2006) yang menyatakan bahwa kemampuan atau keterampilan interpersonal (interpersonal skill) lebih diminati oleh stakeholder dibanding keterampilan di bidang lain.

            Sejalan dengan trend pendidikan dan kurikulum yang ada pada saat ini dimana kompetensi dalam interpersonal skill lebih ditonjolkan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian, dimana dari sisi dunia industri atau stakeholder lebih memilih menitikberatkan kemampuan lulusan dalam keterampilan interpersonal (interpersonal skill). Hal ini menggeser trend yang ada sebelumnya dimana keterampilan di bidang IT merupakan kualifikasi utama bagi pihak stakeholder.

3.3.2  Kemampuan Akademis (Academic Skill)

          Kuesioner pada bagian ini bertujuan untuk melihat persepsi  responden terhadap kemampuan akademis yang harus dimiliki lulusan Administrasi Bisnis yang ada di Kota palembang. Metode pengolahan data dilakukan dengan mengukur persepsi responden menggunakan skala likert. Hasil analisis kuesioner ditunjukkan pada table berikut.

Tabel 3.3.2. Distribusi Persepsi Responden Kemampuan Akademis yang Harus Dimiliki Lulusan Administrasi Bisnis

Academic Skill

Mean

STD

Rank.

Kemandirian

1,30

0,461

1

Business Problem Solving

1,70

0,461

2

Autonomous Learning

3,48

0,795

3

Berpikir Kritis

3,70

0,461

4

Aplikasi

5.52

0,966

5

Research Decision Making

5,52

0,795

6

Metodelogi Penelitian

7,07

0,544

7

Reflection

7,70

0,461

8

Sumber: Data sudah diolah

          Dari hasil penelitian, tiga ranking tertinggi dalam keterampilan akademis dan intelektual yang harus dimiliki lulusan Administrasi Bisnis adalah Kemandirian, Pemecahan Masalah Bisnis (Business Problem Solving) dan Belajar secara berkelanjutan (Autonomous Learning). Hasil ini sejalan dengan hasil yang disajikan pada table sebelumnya, dimana tingginya ekspektasi stakeholder akan kemampuan melakukan komunikasi baik secara verbal maupun tertulis harus diimbangi dengan kemandirian dari para lulusan AB. Selain itu, dari hasil penelitian mendeskripsikan bahwa pada beberapa sector industri stakeholder membutuhkan lulusan yang pada saat bekerja nanti memahami kemauan konsumen dan perusahaan secara bersamaan.

3.3.3. Keterampilan Personal (Personal Skill)

            Aspek terakhir yang dikaji peneliti untuk melihat persepsi stakeholder terhadap kemampuan yang harus dimiliki lulusan Administrasi Bisnis adalah keterampilan personal (kemampuan personal). Dalam kemampuan personal ada tujuh indikator yang akan diukur :

–          Manajemen Waktu (Time Management)

–          Perencanaan (Planning)

–          Inisiatif (initiative)

–          Rasa Ingin Tahu (Self Awareness)

–          Kemampuan Beradaptasi (Adaptability)

–          Mendengar (Listening)

–          Negosiasi (Negotiating)

 

 

 

 

 

Tabel 3.3.3  Persepsi Responden Terhadap Personal Skill yang Harus Dimiliki Lulusan Administrasi bisnis

Personal Skill

Mean

STD

Rank.

Perencanaan (Planning)

1,15

0,359

1

Manajemen Waktu (Time Management)

1,85

0,359

2

Inisiatif (Initiative)

3,00

0,00

3

Rasa Ingin tahu (Self Awareness)

4,44

1,076

4

Adaptasi (Adaptability)

5,28

0,499

5

Mendengarkan (Listening)

5,57

0,712

6

Negosiasi (Negotiating)

6,70

0,717

7

Sumber: data sudah diolah

          Dari hasil pengolahan data, 7 hal yang harus dimiliki oleh lulusan secara berurutan adalah perencanaan (1), Manajemen Waktu (2), Inisiatif  (3), rasa ingin tahu yang tinggi (4), mampu beradaptasi (5), mendengarkan (6) dan mampu melakukan negosiasi (7). Hasil tersebut memberi arti bahwa hal terpenting dalam keterampilan personal yang dibutuhkan oleh stakeholder dalam diri lulusan adalah hal-hal yang termasuk dalam kategori manajemen strategi dan komunikasi. Kemudian secara umum, keterampilan personal bagi stakeholder sangat dibutuhkan untuk meningkatkan komunikasi dan koordinasi dalam suatu organisasi.

 

 

 

3.4. Distribusi Persepsi Responden Terhadap Keterampilan Yang Dimiliki Lulusan  Administrasi Bisnis

Pada bagian ini, peneliti mengkaji persepsi responden sebagai stakeholder akan kemampuan yang dimiliki Lulusan Administrasi Bisnis yang bekerja di perusahaannya. Dengan menggunakan skala likert

Tabel 3.4. Distribusi Persepsi Responden Terhadap Keterampilan Yang Dimiliki

Lulusan Administrasi Bisnis

Pernyataan

Rata-Rata

Std. Deviasi

Ranking

Mematuhi aturan-aturan yang ada

4,62

0,62

1

Bertanggung jawab terhadap tugas yang diberikan

4,21

0,79

2

Memiliki kemauan yang tinggi untuk meningkatkan pengetahuan

3,98

0,81

3

Memiliki mental yang baik

3,88

0,89

4

Selalu tepat waktu dan tepat janji

3,67

0,97

5

Mampu beradaptasi dengan perubahan yang terjadi

3,39

0,93

6

Kinerja meningkat setelah diberikan pelatihan

3,04

0,99

7

Mampu membawa perubahan dalam organisasi

3,24

1,00

8

Mengerjakan tugas sesuai perintah

3,37

1,01

9

Memiliki pengetahuan IT

2,89

1,01

9

Mampu menyesuaikan dengan lingkungan

3,27

1,04

10

Komunikasi dengan menggunakan bahasa inggris aktif secara lisan

2,42

1,07

11

Komunikasi dengan menggunakan bahasa inggris aktif secara tertulis

2,32

1,09

12

Rata-Rata Nilai Keseluruhan Responden

3,69

Sumber: data sudah diolah

          Tabel diatas merangkum penilaian responden mengenai skill yang dimiliki lulusan Administrasi Bisnis selama bekerja pada perusahaan mereka. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai rata-rata skor keseluruhan skill yang dimilik adalah 3,69. Ini berarti bahwa responden cukup setuju terhadap kemampuan yang dimiliki oleh lulusan. Dengan kata lain, responden cukup setuju dengan kemampuan yang dimiliki selama ini, namun dalam beberapa aspek masih harus lebih ditingkatkan seperti kemampuan berbahasa inggris secara aktif baik secara lisan maupun tulisan.

          Secara spesifik, dari table diatas dapat disimpulkan bahwa sstakeholder lebih menginginkan lulusan yang memiliki kapabilitas dalam menjalankan semua tugas yang dibebankan, selalu tepat waktu, menepati janji, selalu memiliki kemauan untuk meningkatkan pengetahuan  dan mampu berkomunikasi baik secara verbal maupun secara tertulis.

          Dari hasil penelitian ini juga ditemukan hal menarik, bahwa kemampuan dalam mengatur dan membangun diri dan pengetahuan masih merupakan hal terpenting yang harus ada dalam diri lulusan disbanding kemampuan teknologi. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Loughton dan Montan heiro (1996) yang menyimpulkan bahwa program-program “soft skills” harus terintegrasi dalam kurikulum dan harus dikembangkan setiap tahunnya untuk meningkatkan kualitas.

  1. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

  1. Keterampilan kunci yang dibutuhkan oleh stakeholder terhadap lulusan DIII Administrasi Bisnis Kota Palembang adalah keterampilan komunikasi verbal, komunikasi tertulis dan kerja berkelompok (team work). Hasil ini sejalan dengan trend pendidikan dan kurikulum yang bergeser kearah soft skill.
  2. Keterampilan akademik yang dibutuhkan stakeholder terhadap lulusan DIII Administrasi Bisnis adalah kemandirian, kemampuan memecahkan permasalahan bisnis dan kemampuan untuk belajar secara terus menerus. Hasil ini sejalan dengan keinginan sector industri yang menginginkan karyawan memahami perubahan keinginan konsumen dan perusahaan secara bersamaan.
  3. Keterampilan personal yang dibutuhkan stakeholder terhadap lulusan DIII Administrasi Bisnis Kota Palembang adalah kemampuan perencanaan, manajemen waktu dan memiliki inisiatif yang tinggi. Hal ini menunjukkan kebutuhan yang lebih akan kemampuan manajemen strategi dan koordinasi.
  4. Penilaian stakeholder terhadap kemampuan yang dimiliki lulusan Administrasi Bisnis selama ini cukup baik. Dengan kata lain, responden cukup setuju dengan kemampuan yang dimiliki selama ini, namun dalam beberapa aspek masih harus lebih ditingkatkan seperti kemampuan berbahasa inggris secara aktif baik secara lisan maupun tulisan

 

DAFTAR RUJUKAN

Association of Graduate Recruiters (1995), “Skills for Graduates in The 21th Century”, AGR, Cambridge

 

Career Advice And Employment Service (1997), “ The Finalists’ Handbook: The Essential Guide to Getting a Job, and Planning For Graduation”, The Nottingham Trent University, Nottingham.

 

Dench, Sally (1997), “Changing Skill needs: what makes people employable?” Industrial And Commercial Training, Volume 29 No.6

 

Gush, Jacqui (1996), “ Asseing The Role Of Higher Education in meeting the needs of retail sector “Educational and Training; Volume 38 No.9

 

Harvey, L., Moons, S., Geall, V., (1997), “Graduates Work: Organisational Change and Students Attributes”, Center for Research into Quality, The University of Central Englang, Birmingham.

 

Laughton, David., Montanheiro, Luiz (1996) “Core skills in higher education: the student prespective “Education and Training: Volume 38 No.4

 

Lind, Douglas A., Marchal, William G., Wathen, Samuel A (2008), Teknik-Teknik Statistika dalam Bisnis dan Ekonomi, Edisi Tiga Belas, Salemba Empat, Jakarta.

 

Nabi, G.R., Bagley, D (1998) __”Graduate’s perceptions of transferable personal skill and future career preparation in the UK”__Career Development International, 3,1, 31-9

 

Suleiman, E.S., Baharun, Rohaizat., Simpol, Mohd Sallehuddin., Changing Skill Required By The Industries: Perception of What Makes Business Graduates Employable, www.eprints.utm.my

 

Stephennson, J., Hall, R., Knowles, V., Stewart, J., (1998) __”Exploring business skill: an innovative approach to promoting lifelong learning”, Journal of Further and Higher Education, 22, 3, 329-41

 

Stewart, J., Knowwles, V., (2000), “Graduates recruitment and selesction practice in small business”, Caree Development International, 5, 1, 21-38

 

Stewart, J., Knowwles, V., (2000), “Graduates recruitment and selesction: implications for HE, graduates and small business recruiters”, Career Development International, 5, 2, 65-80

 

Stewart, J., Knowwles, V., (2000), “Graduates recruitment: implications for business and management course in HE” Journal of European Industrial Training: Volume 25 No.2

 

Yen, David C; Lee, Sooun; Koh, Seokha(2001), “Critical knowledge/skill sets required

by industries: an empirical analysis” Industrial Management & Data Systems; Volume

101 No. 8

Mahasiswa dapat melihat silabus dan materi kuliah Akuntansi Manajemen disini

Silahkan Download dan berikan Comment anda setelah mendownload. Hal-hal yang lain dapat ditanyakan disini

SAPAkuntansi MAnajemen MP

pert 1

PENGARUH TINGKAT KEPATUHAN AUDITEE

TERHADAP

PENERIMAAN PPh PASAL 22

PADA KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SUMATERA BAGIAN SELATAN

Fitriasuri, SE., AK., M.M.

fitria7878@yahoo.com  

Yeni Widyanti, SE., M.Ak

yeniwidyanti@yahoo.co.id

 

Abstracts: This study analyzes the affectation of auditees level compliance on income tax no.22  at  Regional Office  of  Dirjen Bea Cukai South Sumatra. Data are secondary data. It was collected from Regional Office  of  Dirjen Bea Cukai South Sumatra. Researcher used quantitative analysis method , a simple regression formula Y = a + bX. The result shows that the level of compliance is relatively low because less than 50% auditees are not obedient categorize. Moreover, necessity test for regression analyze have convinced the regression analyzes. Result of analysis in this study show that auditees level compliance has a positive and significant influence on income tax.  

 

Keywords: Auditees, level, compliace, income, tax. 

Abstrak: Pada penelitian ini di analisa pengaruh tingkat kepatuhan auditee terhadap penerimaan PPh Pasal 22 di Kantor Wilayah Dirjen Bea dan Cukai Sumatera Selatan. Data yang digunakan adalah data sekunder yang di dapat dari kantor bea dan cukai. Peneliti menggunakan metode analisa kuantitartive yaitu simple regresi Y=a+bx. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan auditee relative rendah karena tingkat ketaatan kurang dari 50 %. Selanjutnya hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh ketaatan auditee terhadap penerimaan PPh pasal 22 positif dan signifikan.

 

Keywords: Auditee, tingkat, kepatuhan, penerimaan, PPh. 

  

BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1       Latar Belakang

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) merupakan salah satu instansi di bawah Departemen Keuangan Republik Indonesia yang mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas pokok Departemen Keuangan di bidang Kepabeanan dan Cukai berdasarkan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Selain itu DJBC mempunyai tugas pokok untuk mengamankan kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan lalu lintas barang yang masuk atau keluar daerah pabean dan pemungutan bea masuk dan cukai serta pungutan lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

            Dalam rangka melaksanakan tugas pokok tersebut, DJBC menjalankan dua fungsi utama yaitu fungsi pengawasan dan fungsi pelayanan. Dalam melaksanakan fungsi pengawasan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menerapkan tiga bentuk pengawasan, yaitu intelijen, verifikasi dan audit. Sedangkan sebagai fungsi pelayanan, seiring dengan reformasi birokrasi yang mulai bergulir dua tahun ini, DJBC menempatkan diri sebagai fasilitator pedagangan (trade facilitator).

Dalam upayanya menjadi trade facilitator, DJBC memiliki komitmen yang kuat untuk memberikan pelayanan terbaik kepada industri, perdagangan dan masyarakat pengguna jasa kepabeanan dan cukai. Salah satu wujud dari komitmen tersebut adalah memberikan pelayanan kepada pengguna jasa secara self assessment. Asas ini terkandung di dalam Undang-undang No. 10 tahun 1995 jo. Undang-undang No. 17 tahun 2007 tentang Kepabeanan dan Undang-undang No. 11 tahun 1995 jo. Undang- undang 39 tahun 2007 tentang Cukai. Self assessment, Wajib Pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terhutang. berarti kewenangan untuk melengkapi pemberitahuan pabean yang antara lain meliputi jenis, kualitas dan kuantitas barang serta tarif dan nilai pabean, jumlah bea masuk, pajak ekspor dan cukai yang harus dibayar diserahkan sepenuhnya kepada importir, eksportir dan pengusaha barang kena cukai yang bersangkutan. Sedangkan salah satu fungsi Direktorat Jenderal Pajak adalah melakukan pengawaan agar Wajib Pajak melaksanakan Self assessment sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan ketentuan perpajakan.

Selain menerapkan asas self assessment, DJBC juga memberikan beberapa kemudahan pelayanan seperti perhitungan nilai pabean berdasarkan nilai transaksi, pemeriksaan fisik secara selektif dan pemberian beberapa fasilitas antara lain fasilitas tidak dipungut, pembebasan, keringanan, pengembalian atau penangguhan bea masuk dan pungutan lainnya. Pemberian kemudahan dan fasilitas ini dengan memperhatikan profil dari masing-masing perusahaan dan juga mempertimbangkan peningkatan daya saing perusahaan dalam negeri. 

Konsekuensi logis dari diberlakukannya asas self assessment dan adanya kemudahan serta pemberian fasilitas tersebut adalah menempatkan Audit Kepabeanan dan Cukai sebagai fungsi utama dalam pengawasan. Pengawasan di bidang audit adalah salah satu bentuk pengawasan terhadap kegiatan kepabeanan yang dilakukan setelah selesainya formalitas pabeannya atau dikenal dengan post clearance audit.

Post clearance audit yaitu pemeriksaan atas pembukuan, surat menyurat, catatan serta persediaan barang yang dilakukan oleh pejabat bea dan cukai di tempat orang atau badan usaha yang mempunyai keterkaitan dengan perdagangan luar negeri setelah barang dikeluarkan dari Kawasan Pabean serta pengusaha Barang Kena Cukai. Sedangkan menurut Peraturan Direktur Jenderal Nomor : P-13/BC/2008 tentang Tatalaksana Audit Kepabeanan dan Cukai, pasal 1 bahwa :

 “Audit kepabeanan adalah serangkaian kegiatan pemeriksaan buku, catatan dan dokumen serta sediaan barang perusahaan dalam rangka pengawasan terhadap pemenuhan ketentuan di bidang kepabeanan dan cukai serta ketentuan lainnya yang pelaksanaannya dibebankan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai “Hasil pengujian ini pada akhirnya bertujuan untuk mengetahui tingkat kepatuhan perusahaan (auditee) yang diukur dari tingkat kesesuaian antara kinerja atau kondisi pelaksanaan kegiatan perusahaan dibandingkan dengan ketentuan yang ada. Temuan tersebut mengemukakan kekurangan pembayaran pungutan negara berupa surat penetapan yang ditujukan kepada auditee.

Dengan dilaksanakannya Audit Kepabeanan, diharapkan penyalahgunaan kepercayaan yang diberikan oleh Undang-undang Kepabeanan kepada perusahaan dapat diketahui. Upaya-upaya penyelewengan terhadap hak-hak negara yang timbul dari kegiatan perusahaan tersebut dapat ditemukan sehingga hak-hak negara dapat diamankan.  Atas tindakan tersebut, perusahaan diharuskan untuk membayar seluruh kerugian yang diderita oleh negara termasuk denda administrasi. Selain itu atas tindak pidana yang dilakukan, perusahaan dapat dikenakan sanksi pidana.

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai setiap tahunnya dibebani dengan target penerimaan negara yang tercantum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pada tahun 2008, Target Penerimaan DJBC adalah sebesar Rp72,696 triliun yang terdiri dari penerimaan bea masuk, bea keluar/ pajak ekspor dan cukai. Untuk mencapai target penerimaan negara tersebut peranan audit kepabeanan sangat penting dalam menciptakan tingkat kepatuhan perusahaan. Kepatuhan yang tinggi terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku akan mengurangi potensi-potensi penyalahgunaan yang dilakukan perusahaan sehingga dapat mengurangi jumlah penerimaan negara. Di sisi yang lain, adanya audit kepabeanan diharapkan dapat mengembalikan potensi-potensi penerimaan yang hilang sehingga menambah sisi penerimaan negara dalam neraca APBN.

Kantor Wilayah DJBC Sumatera Bagian Selatan sebagai instansi vertikal di daerah yang berada di bawah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menyelenggarakan kegiatan Audit Kepabeanan terhadap seluruh perusahaan yang menggunakan jasa Kepabeanan. Daerah yang menjadi kewenangan Kantor Wilayah DJBC Sumatera Bagian Selatan meliputi 5 provinsi yaitu Sumatera Selatan, Jambi, Bengkulu, Lampung dan Kepulauan Bangka-Belitung. Namun dalam hal Audit Kepabeanan, daerah kewenangannya dapat pula mencakup seluruh provinsi di Indonesia apabila perusahaan yang menjadi objek audit tersebut menyelenggarakan kegiatan kepabeanan pada wilayah kerja Kanwil Bea dan Cukai Sumatera Bagian Selatan.

Pada tahun 2008 target penerimaan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Sumatera Bagian Selatan adalah sebesar Rp155,33 milyar. Sebagian besar target penerimaan berasal dari pungutan impor dan ekspor, sementara sebagian kecil dari sektor cukai. Dalam upaya mencapai target yang dibebankan tersebut perlu dilakukan suatu upaya yang sistematis dan memanfaatkan segala sesuatu sumber daya yang dimiliki. Salah satu elemen yang dapat mendorong tercapainya target penerimaan tersebut adalah Audit Kepabeanan. Untuk kepatuhan auditee sendiri tercermin pada rekomendasi auditor terhadap laporan auditee yang akhirnya berdampak pada adanya perintah penambahan pembayaran kepada auditee yang laporannya tidak memadai. Adapun gambaran tambah bayar yang terjadi selama semester pertama tahun 2009  tercermin pada grafik berikut ini:

Gambar 1.

 

 

 

 

Sumber : Data diolah

Berdasarkan gambar diatas terlihat ada sedikit kenaikan tambah bayar pada periode semester II tahun 2009. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut kaitan hal tersebut dengan penerimaan negara.

Untuk mengetahui secara terperinci tentang bagaimana Tingkat Kepatuhan Auditee pada Kantor Wilayah DJBC Sumatera Bagian Selatan dalam menunjang penerimaan negara, maka dalam penelitian ini penulis mengangkat judul ”Pengaruh Tingkat Kepatuhan Auditee terhadap Penerimaan PPh Pasal 22 Pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai Sumatera Bagian Selatan”.

1.2       RUMUSAN MASALAH

Untuk mengarahkan penelitian agar sesuai dengan tujuan maka penulis merumuskan masalah yaitu

  1. Bagaimana gambaran kepatuhan  auditee dalam pelaksanaan pembayaran PPH pasal 22 selama tahun 2002 s/d 2009?
  2. Bagaimana gambaran rekomendasi hasil audit terhadap auditee selama tahun 2002 s/d  2009?
  3. Bagaimana tingkat penerimaan PPH pasal 22 selama tahun 2002 s/d 2009?
  4. Apakah ada pengaruh yang signifikan antara Tingkat Kepatuhan Auditee terhadap Penerimaan PPh Pasal 22 Pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai Sumatera Bagian Selatan?”.

1.3       TUJUAN PENELITIAN

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :

  1. Untuk mengetahui bagaimana Bagaimana gambaran kepatuhan  auditee dalam pelaksanaan pembayaran PPH pasal 22 selama tahun 2002 s/d 2009
  2. Untuk mengetahui bagaimana gambaran rekomendasi hasil audit terhadap auditee selama tahun 2002 s/d  2009
  3. Untuk mengetahui bagaimana tingkat penerimaan PPH pasal 22 selama tahun 2002 s/d 2009
  4. Untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh yang signifikan antara Tingkat Kepatuhan Auditee terhadap Penerimaan PPh Pasal 22 Pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai Sumatera Bagian Selatan

1.4       MANFAAT PENELITIAN

Adapun manfaat yang diharapkan penulis dalam penelitian ini adalah:

1.    Manfaat bagi penulis

Untuk menambah wawasan dan pengetahuan penulis khususnya mengenai hubungan tingkat kepatuhan Auditee terhadap penerimaan PPh pasal 22.

2.   Manfaat bagi Instansi yang bersangkutan

      Sebagai bahan masukan dan sumbangan pikiran bagi Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam upaya mencapai target penerimaan negara.

3.    Bagi Akademisi

Yaitu menambah referensi penelitian terutama di bidang audit dan juga sebagai bahan acuan penulis dalam menyusun karya ilmiah lainnya di masa yang akan datang

 

BAB II

METODOLOGI PENELITIAN

 

2. 1.     Ruang Lingkup Penelitian

Dalam penelitian ini penulis hanya akan membahas tingkat kepatuhan Auditee terhadap penerimaan PPh Pasal 22 pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai Sumatera Bagian Selatan Tahun 2002 s.d. 2009.

 

2. 2.     Data yang digunakan.

Data yang digunakan adalah data skunder. Data skunder adalah data yang diperoleh dalam bentuk jadi berupa publikasi atau data yang sudah dikumpulkan  oleh pihak atau instansi lain, dalam hal ini oleh Kantor Wilayah Bea dan Sumatera Bagian Selatan berupa laporan penerimaan PPh pasal 22 dan laporan rekap tambah bayar selama tahun 2002 s/d 2009.   

 

2.3.      Metode Pengumpulan Data

            Metode yang digunakan untuk pengumpulan data adalah :

  1. Wawancara (Interview) Wawancara yaitu mengadakan tanya jawab langsung dengan Kepala Bidang Audit dan Auditor Kanwil Bea dan Cukai Sumatera Bagian Selatan mengenai pelaksanaan audit kepabeanan di wilayah Sumatera Bagian Selatan sehingga dapat memberikan informasi yang dibutuhkan dalam penulisan ini.
  2. Pengamatan Langsung (Observation). Pengamatan Langsung yaitu metode pengumpulan data dengan cara mengadakan pengamatan secara langsung pada Bidang Audit Kanwil Bea dan Cukai Sumatera Bagian Selatan tentang pelaksanaan dari kegiatan audit, mengutip catatan dan peraturan tentang optimalisasi penerimaan negara, serta laporan hasil audit dan menjadikan data yang diperoleh tersebut sebagai penunjang dalam proses pembahasan masalah.
  3. c.       Studi kepustakaan yang merupakan salah satu metode pengumpulan data yaitu dengan cara membaca atau mempelajari buku-buku literatur dan artikel tentang audit secara umum dan audit kepabeanan secara khusus serta hubungan audit kepabeanan dengan penerimaan negara untuk mendapatkan teori yang diperlukan sehubungan dengan permasalahan.  

 

2.4       Teknik Analisis

Dalam penelitian ini analisis yang digunakan penulis adalah metode analisis deskriptif kuantitatif yaitu mengumpulkan data yang diperoleh, mengolah data tersebut secara statistik, menganalisis data yang dihasilkan dan mendeskripsikan sehingga dapat memberikan gambaran yang cukup jelas dari objek yang diteliti kemudian ditarik kesimpulan. Dalam analisis tersebut penulis menggunakan analisis regresi sederhana untuk mengetahui bentuk hubungan antar dua atau lebih variabel.

Tujuan analisis regresi adalah untuk membuat perkiraan (prediksi) nilai suatu kriterium/variabel tergantung (dependent variable) melalui prediktor/variabel bebas (independent variable). Regresi sederhana didasarkan pada hubungan satu variabel independen dengan satu variabel dependen. Adapun persamaan umum regresi linier sederhana yang akan terbentuk adalah sebagai berikut :

Y  =  a  +  bX

Keterangan :

Y         =   Subyek dalam variabel dependen yaitu Penerimaan PPh pasal 22

a          =   Harga Y bila X = 0 (harga konstan)

b          =   Angka arah atau koefisien regresi yang menunjukkan angka peningkatan atau penurunan variabel dependen yang didasarkan pada variabel independen. Bila b ( + ) maka naik, bila ( – ) maka terjadi penurunan.

X          =   Subyek pada variabel independen yaitu Tingkat kepatuhan Auditee

Rumus yang digunakan untuk menghitung korelasi Pearson Product Moment adalah  :

 

 

 

 

 

Nilai r dari hasil perhitungan korelasi Pearson Product Moment berada antara -1 sampai dengan 1 (-1 £ r £ 1), dengan ketentuan bahwa :

  1. Apabila nilai r = -1, maka korelasi variabel X dengan variabel Y negatif sempurna.
  2. Apabila nilai r = 0, maka tidak terdapat korelasi antara variabel X dengan  variabel Y.
  3. Apabila nilai r = 1, maka korelasi variabel X dengan variabel Y positif sempurna.

Nilai r dari hasil perhitungan korelasi Pearson Product Moment akan dikonsultasikan dengan tabel interpretasi nilai r sebagaimana dalam Tabel E.5.1 berikut:

Tabel E.5.1

 

 

Nilai Koefisien

Tingkat Hubungan

0

Tidak Ada Hubungan

0.1 – 0.4

Hubungan Lemah

0.5 – 0.9

Hubungan Erat

1.0

Sangat Kuat

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

 

Neraca Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) setiap tahunnya memuat pendapatan negara dan hibah serta belanja negara. Definisi Pendapatan Negara dan Hibah menurut Undang-undang No. 45 Tahun 2007 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2008 adalah semua penerimaan negara yang berasal dari penerimaan perpajakan, penerimaan negara bukan pajak, serta penerimaan hibah dari dalam negeri dan luar negeri Sedangkan definisi Belanja Negara adalah semua pengeluaran negara yang digunakan untuk membiayai belanja pemerintah pusat dan belanja ke daerah.

Dalam Undang-undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Penerimaan Negara didefinisikan sebagai uang yang masuk ke kas Negara. Penerimaan Negara dapat digolongkan ke dalam 3 (tiga) kelompok yaitu:Penerimaan Perpajakan, Penerimaan Negara Bukan Pajak, Penerimaan Hibah. Dari ke tiga kelompok penerimaan tersebut, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai berperan sebagai Pengumpul penerimaan Negara (revenue collecing) khususnya dari Penerimaan Perpajakan. Sedangkan penerimaan negara di bidang kepabeanan dan cukai berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 145/PMK.04/2006 tanggal 29 Desember 2006 meliputi :

  1. Penerimaan Negara Dalam Rangka Impor meliputi Bea Masuk, Bea Masuk berasal dari SPM Hibah, Denda Administrasi, Penerimaan Pabean Lainnya, Cukai, Penerimaan Cukai Lainnya, Jasa Pekerjaan, PPh Pasal 22 Impor, PPN Impor dan PPnBM Impor.
  2. Penerimaan Negara Atas Barang Kena Cukai meliputi Cukai Hasil Tembakau, Cukai Etil Alkohol, Cukai Minuman Mengandung Etil Alkohol, Denda Administrasi, Penerimaan Cukai Lainnya, Jasa Pekerjaan dan PPN Hasil Tembakau.
    1. Penerimaan Pabean Lainnya meliputi Bunga dan Biaya Surat Paksa.
    2. Penerimaan Cukai Lainnya meliputi Bunga, Biaya Surat Paksa, Biaya Pengganti Pencetakan Pita Cukai dan Biaya Pengganti Pembuatan Label Tanda Pengawasan Cukai.

 

4.1    Gambaran kepatuhan Auditee dalam pelaksanaan PPH Pasal 22 selama tahun 2002 s/d 2009

 

Tabel di bawah ini menunjukkan jumlah tambah bayar yang dilakukan auditee selama periode 2002 s/d 2009.  Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa ketaatan wajib pajak tiap tahun tidak sama. Dilihat dari jumlah wajib pajaknya, tingkat ketaatan terendah terjadi di tahun 2005 dan tertinggi di tahun 2007. Namun dilihat dari jumlah pajak yang harus ditambahkan maka kondisi kekurangan pembayaran pajak tertinggi terjadi ditahun 2008 dan terendah di tahun 2003.

Tabel 1

Tahun

Tambah Bayar

% Wajib Pajak yang Patuh

Jumlah Wajib Pajak Patuh

Jumlah Wajib Pajak Tidak Patuh

2002

                1.577.645.568

51 %

18

17

2003

                   693.168.118

62 %

23

14

2004

                4.130.322.840

52 %

13

12

2005

                9.330.364.158

15 %

3

17

2006

                2.183.288.693

42 %

20

28

2007

                7.958.681.776

63 %

37

22

2008

21.609.493.809

44 %

21

27

2009

                1.762.963.124

41 %

8

12

                        Sumber : Data di olah

Di bawah ini terdapat tabel analisa statistik deskriptif tentang tingkat kepatuhan auditee dalam menyampaikan laporan pajaknya. Hasil ini menunjukkan rata-rata tambah bayar yang harus dilakukan oleh auditee untuk wilayah sumbagsel adalah 6,16 Milyar Rupiah setiap tahun. Selain itu persentase jumlah wajib pajak yang patuh adalah 46,25 % dari seluruh wajib pajak yang diaudit. Berdasarkan hasil tersebut maka bisa dikatakan tingkat kepatuhannya relatif masih kurang.

Tabel 2

Descriptive Statistics

 

Mean

Std. Deviation

N

Jumlah_Tambah_Bayar

6.16E9

6.991E9

8

Persentase_Kepatuhan

46.25

15.173

8

                        Sumber  : Data di olah

 

4.2    Gambaran rekomendasi hasil audit terhadap auditee selama tahun 2002 s/d  2009

Tabel di bawah ini menunjukkan rekomendasi hasil audit kepada auditee selama periode 2002 s/d 2009.  Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa rekomendasi secara rata-rata lebih banyak berbunyi ” Bayar kekurangan, perbaiki internal control dan pembukuan”. Berdasarkan hasil tersebut pelaporan secara Self Assessment masih terdapat banyak kekurangan.

Tabel 3

Tahun

Baik, Pertahankan IC dan Pembukuan

Bayar Kekurangan, Perbaiki IC dan Pembukuan

2002

51%

49%

2003

62%

38%

2004

52%

48%

2005

15%

85%

2006

42%

58%

2007

63%

37%

2008

44%

56%

2009

40%

60%

Rata-rata

46%

54%

                        Sumber : Data di olah

 

4.3    Gambaran tingkat penerimaan PPH pasal 22 selama tahun 2002 s/d 2009?

Di bawah ini terlihat gambaran tingkat penerimaan PPH pasal 22 selama tahun 2002 s/d 2009. Rata- rata penerimaan PPh pasal 22 adalah 511.064.967.352 sedangkan tambah bayar yang terjadi rat-rata 6.155.741.011 dengan persentase rata-rata 1,692% dari penerimaan PPh Pasal 22.

 

 

 

 

 

 

Tabel 4

Tahun

Tambah Bayar

PPH

Persentase

Tambah Bayar

2002

1.577.645.568

310.176.455.776

0,509%

2003

693.168.118

84.601.321.032

0,819%

2004

4.130.322.840

57.532.069.897

7,179%

2005

9.330.364.158

878.669.681.512

1,062%

2006

2.183.288.693

516.279.658.877

0,423%

2007

7.958.681.776

561.706.229.633

1,417%

2008

21.609.493.809

1.306.695.772.715

1,654%

2009

1.762.963.124

372.858.549.375

0,473%

Rata-rata

6.155.741.011

511.064.967.352

1,692%

            Sumber : Data di olah

 

4.4    Hasil Uji Hipotesis tentang pengaruh Tingkat Kepatuhan Auditee terhadap Penerimaan PPh Pasal 22 Pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai Sumatera Bagian Selatan

Di bawah ini terdapat hasil analisis korelasi yang menggambarkan hubungan antara tingkat kepatuhan.

 

Tabel 5

 

 

Correlations

   

PPH

tingkat_kepatuhan

PPH Pearson Correlation

1

.897**

Sig. (2-tailed)  

.003

N

8

8

tingkat_kepatuhan Pearson Correlation

.897**

1

Sig. (2-tailed)

.003

 
N

8

8

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

                        Sumber : Data di olah

 

            Berdasarkan hasil analisis korelasi dapat kita lihat bahwa tingkat korelasi adalah 0,897** dengan signifikasi 0,003.  Tanda bintang dua atau ** menunjukkan hubungan yang sangat tinggi diantara dua buah variable yang uji. Hasil pengujian ini juga dinilai signifikan karena tingkat signifikansinya adalah 0,003 lebih kecil dari 0,01(1%). Hal ini berarti Ho ditolak atau dengan kata lain hubungan antara tingkat kepatuhan dengan penerimaan PPH pasal 22 adalah sangat erat.

            Hasil diatas juga didukung dengan out put berikutnya tentang korelasi non parametric yang isinya hampir sama yaitu menunjukkan korelasi yang kuat.

Tabel  6

Correlations

     

PPH

tingkat_kepatuhan
Spearman’s rho PPH Correlation Coefficient

1.000

.762*
Sig. (2-tailed)

.

.028
N

8

8
tingkat_kepatuhan Correlation Coefficient

.762*

1.000
Sig. (2-tailed)

.028

.
N

8

8
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).    

            Sumber : Data di olah

            Selanjutnya hasil analisis regresi menunjukkan tentang pengaruh varabel x terhadap variabel Y. Pada Tabel Model Summary di bawah ini terlihat bahwa nilai R Square = 0,805.   Ini berarti bahwa pengaruh tingkat kepatuhan terhadap penerimaan PPH pasal 22 adalah sebesar 80,05% sedangkan 19,95 % dipengaruhi oleh faktor lain.

Tabel  7

Model Summaryb

Model

R

R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1

.897a

.805

.772

1.992E11

a. Predictors: (Constant), tingkat_kepatuhan
b. Dependent Variable: PPH  

                        Sumber : Data di olah

 

            Berikutnya hasil analisis anova dibawah ini menunjukkan bahwa nilai F = 24,692   dengan tingkat signifikansi 0,003 yang menunjukkan memang terdapat pengaruh antara tingkat kepatuhan auditee dengan penerimaan PPh Pasal 22.

Tabel  8

ANOVAb

Model

Sum of Squares

Df

Mean Square

F

Sig.

1 Regression

9.797E23

1

9.797E23

24.692

.003a

Residual

2.381E23

6

3.968E22

   
Total

1.218E24

7

     
a. Predictors: (Constant), tingkat_kepatuhan      
b. Dependent Variable: PPH        

            Sumber : Data di olah

 

Hasil ini diperkuat dengan pengujian uji t  berdasarkan  table Coefficients. Jika nilai t table untuk dk = 6  berdasarkan table distribusi t di peroleh 3,707dan dari table coefficients di  bawah t hitungnya adalah 4,969. Ini berarti t hitung  lebih besar dari t table sehingga memang terdapat pengaruh yang signifikan antara tingkat kepatuhan dengan penerimaan PPh pasal 22.

Tabel 10

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t

Sig.

B

Std. Error

Beta

1 (Constant)

1.817E11

9.672E10

 

1.878

.109

tingkat_kepatuhan

53.513

10.769

.897

4.969

.003

a. Dependent Variable: PPH        

Sumber : Data di olah

 

4.5    Pembahasan Hasil Analisis deskriptif dan Uji Hipotesis tentang pengaruh Tingkat Kepatuhan Auditee terhadap Penerimaan PPh Pasal 22 Pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai Sumatera Bagian Selatan

Audit kepabeanan bertujuan untuk menguji tingkat kepatuhan perusahaan-perusahaan dimaksud terhadap peraturan perundang-undangan Kepabeanan, Cukai, peraturan lainnya yang pelaksanaannya dibebankan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan Standar Akuntansi Keuangan. Pelanggaran dan kejahatan perdagangan dalam bentuk penyelundupan atau penghindaran pajak atau pungutan negara terjadi sebagai akibat tingkat kepatuhan terhadap penetapan perundang-undangan yang berlaku masih rendah, serta keinginan untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya.

Berdasarkan tujuan audit diatas dapat diartikan bahwa dengan dilakukannya audit diharapkan kelemahan dalam pelaksanaan pemungutan pajak dari bea dan cukai dapat diketahui dan pada akhirnya dapat meningkatkan penerimaan negara.

Berdasarkan hasil analisa deskriptif dan hasil uji hipotesis diketahui bahwa tingkat kepatuhan dilihat dari persentase tingkat kepatuhan relatif rendah karena kurang dari 50 % auditee yang masuk kategori patuh. Begitu pula jika dilihat dari rekomendasi hasil audit oleh para auditor terhadap auditee. Namun dilihat dari jumlah tambah bayarnya nilainya relatif rendah karena hanya 1,692 % dari total penerimaan. Ini artinya penyampaian PPh pasal 22 secara self assessment harus lebih diperhatikan agar tidak terdapat lagi kesalahan  di masa yang akan datang. Sedangkan berdasarkan hasil uji hipotesis diperoleh hasil bahwa tingkat ketaatan sangat berhubungan erat secara signifikan dengan penerimaan PPh pasal 22 dan secara signifikan pula berpengaruh terhadap penerimaan PPh pasal 22. Ini berarti untuk meningkatkan PPh maka kesalahan penyampaian pajak harus dikurangi.

Pada dasarnya kemungkinan terjadinya tambah bayar sangat mungkin terjadi karena siapapun wajib pajaknya peluang pemeriksaan tetap terbuka meskipun hal itu adalah salah satu hal yang paling dihindari oleh Wajib Pajak. Di satu sisi kepentingan otoritas adalah meningkatkan penerimaan pajak dan meregulasi berbagai hal dari sisi perpajakan. Disisi lain kepentingan Wajib Pajak adalah mengurangi beban semaksimal mungkin termasuk beban pajak. Ini jelas bertentangan. Untuk itu wajib pajak haarus memiliki kecukupan bekal yang memadai. Bekal tersebut terutama adalah koleksi aturan sebab semua interaksi dengan otoritas pajak harus dilandasi oleh aturan. Wajib pajak perlu software database perpajakan. Selain itu wajib pajak harus mau meluangkan waktu untuk terus memahami dan meng-update aturan pajak dan aturan pemeriksaan pajak, karena setiap langkah dan transaksi bisnis wajib pajak dipantau oleh pajak. Dengan modal tersebut wajib  pajak dapat mengerti bagaimana berargumentasi dan berkomunikasi dengan aparat pajak dalam rangka mempertahankan besarnya pajak yang sudah wajib pajak bayar, agar tidak harus membayar pajak lagi. Otoritas pajak juga di harapkan dapat lebih melakukan sosialisasi atas berbagai regulasi yang ada terutama regulasi-regulasi terbaru sehingga tidak timbul kesan bahwa otoritas pajak hanya bias menyalahkan wajib pajak saja.

 

BAB V

 PENUTUP

 

5.1 Kesimpulan

             Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang dilakukan, maka dapat diambil simpulan  sebagai berikut:

  1. Berdasarkan hasil analisa deskriptif diketahui bahwa tingkat kepatuhan dilihat dari persentase tingkat kepatuhan relatif rendah karena kurang dari 50 % auditee yang masuk kategori patuh.
  2. Berdasarkan hasil analisa deskriptif diketahui bahwa rekomendasi hasil audit lebih banyak rekomendasi untuk  ”Bayar Kekurangan, Perbaiki Internal Control dan Pembukuan” yaitu sebesar 54 % lebih besar dibandingkan rekomendasi ”Baik, Pertahankan IC dan Pembukuan” yaitu hanya sebesar 46 %.
  3. Berdasarkan hasil analisa deskriptif diketahui bahwa penerimaan PPh pasal 22 nilainya cukup beragam. Jika dibandingkan dengan nilai tambah bayar nilainya relatif rendah karena hanya 1,692 % dari total penerimaan.
  4. Berdasarkan hasil uji hipotesis diperoleh hasil bahwa tingkat ketaatan sangat berhubungan erat secara signifikan dengan penerimaan PPh pasal 22 dan secara signifikan pula berpengaruh terhadap penerimaan PPh pasal 22.

 

5.2 Saran

      Berdasarkan simpulan, maka ada beberapa saran yang perlu diperhatikan:

  1. Tingkat ketaatan auditee harus ditingkatkan dengan jalan meningkatkan pemahaman auditee tentang regulasi-regulasi perpajakan.
  2. Rekomendasi auditor sebaiknya menjadi catatan oleh otoritas pajak untuk sosialisasi regulasi-regulasi perpajakan.
  3. Tingkat persentase tambah bayar yang rendah harus dijaga agar tidak semakin meningkat dengan jalan sosialisasi regulasi perpajakan
  4. Karena pengaruh ketaatan auditee signifikan terhadap penerimaan PPh pasal 22, maka agar Penerimaan PPh pasal 22 dapat ditingkatkan tingkat ketaatan auditee harus selalu terus ditingkatkan.

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Arens, Loebbecke, 2000, Auditing Pendekatan Terpadu, Salemba Empat, Jakarta.

 

Murwanto, Rahmadi. 2002, Audit Sektor Publik, Fajar Hasri, Jakarta

 

Mulyadi. (2002). Auditing. Edisi ke-6. Jakarta: PT Salemba Empat.

 

Mulyadi, (2005) . Sistem Akuntansi, Salemba Empat, Jakarta.

 

Undang-Undang No. 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan

 

Undang-Undang No. 39 Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.11 Tahun 1995 Tentang Cukai

 

Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor : 125/PMK.04/2007 tanggal 5 Oktober 2007 tentang Audit Kepabeanan

 

Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor : 91/PMK.04/2008 tanggal 15 Agustus 2008 tentang Audit Cukai.

 

Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor : 138/PMK.04/2007 tanggal 12 November 2007 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pembukuan di Bidang Kepabeanan

 

Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor : 110/PMK.04/2008 tanggal 15 Agustus 2008 tentang Kewajiban Pencatatan bagi pengusaha pabrik Skala Kecil, Penyalur Skala Kecil yang wajib memiliki izin, dan pengusaha tempaty Penjualan eceran yang wajib memiliki izin

 

Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor : 109/PMK.04/2008 tanggal 15 Agustus 2008 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pembukuan di Bidang Cukai.

 

Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor : P-28/BC/2007 tentang Standar Audit di Bidang Kepabeanan

 

Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor : P-13/BC/2008 tentang Tata Laksana Audit Kepabeanan dan Audit Cukai

 

Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan No. 1 Tahun 2007

 

Surat Edaran Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor : S-18/BC/2007 tentang Petunjuk Pelaksanaan Program Audit dan Evaluasi Laporan hasil Audit

 

Surat Edaran Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor : S-17/BC/2008 tanggal 25 Maret 2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan penentuan obyek Audit

My Children

Author: admin
Buah Hati Tersayang

Buah Hati Tersayang

1. Aspek Pasar : Studi terhadap aspek ini untuk memastikan bahwa jika bisnis di jalankan akan ada peminat terhadap bisnis ini

2. Aspek Pemasaran : Studi terhadap aspek ini untuk meyakinkan bahwa marketing mix yang dipersiapkan lengkap.

3. Aspek Manajemen

4. Aspek SDM

5. Aspek Produksi

6. Aspek Keuangan

7. Aspek Hukum

8. ASpek Lingkungan hidup

9. Aspek Politik

10. Aspek Perekonomian

Selamat datang dan bergabung di blog ini. Blog ini akan menampilkan sejumlah artikel terutama yang berhubungan dengan materi perkuliahan Sistem Akuntansi, Sistem Informasi Akuntasi, Studi Kelayakan Bisnis, Akuntansi Internasional, Akuntansi Manajemen. Semoga artikel ini dapat bermanfaat!