Archive for October 7th, 2010

PENGARUH TINGKAT KEPATUHAN AUDITEE

TERHADAP

PENERIMAAN PPh PASAL 22

PADA KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SUMATERA BAGIAN SELATAN

Fitriasuri, SE., AK., M.M.

fitria7878@yahoo.com  

Yeni Widyanti, SE., M.Ak

yeniwidyanti@yahoo.co.id

 

Abstracts: This study analyzes the affectation of auditees level compliance on income tax no.22  at  Regional Office  of  Dirjen Bea Cukai South Sumatra. Data are secondary data. It was collected from Regional Office  of  Dirjen Bea Cukai South Sumatra. Researcher used quantitative analysis method , a simple regression formula Y = a + bX. The result shows that the level of compliance is relatively low because less than 50% auditees are not obedient categorize. Moreover, necessity test for regression analyze have convinced the regression analyzes. Result of analysis in this study show that auditees level compliance has a positive and significant influence on income tax.  

 

Keywords: Auditees, level, compliace, income, tax. 

Abstrak: Pada penelitian ini di analisa pengaruh tingkat kepatuhan auditee terhadap penerimaan PPh Pasal 22 di Kantor Wilayah Dirjen Bea dan Cukai Sumatera Selatan. Data yang digunakan adalah data sekunder yang di dapat dari kantor bea dan cukai. Peneliti menggunakan metode analisa kuantitartive yaitu simple regresi Y=a+bx. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan auditee relative rendah karena tingkat ketaatan kurang dari 50 %. Selanjutnya hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh ketaatan auditee terhadap penerimaan PPh pasal 22 positif dan signifikan.

 

Keywords: Auditee, tingkat, kepatuhan, penerimaan, PPh. 

  

BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1       Latar Belakang

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) merupakan salah satu instansi di bawah Departemen Keuangan Republik Indonesia yang mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas pokok Departemen Keuangan di bidang Kepabeanan dan Cukai berdasarkan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Selain itu DJBC mempunyai tugas pokok untuk mengamankan kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan lalu lintas barang yang masuk atau keluar daerah pabean dan pemungutan bea masuk dan cukai serta pungutan lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

            Dalam rangka melaksanakan tugas pokok tersebut, DJBC menjalankan dua fungsi utama yaitu fungsi pengawasan dan fungsi pelayanan. Dalam melaksanakan fungsi pengawasan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menerapkan tiga bentuk pengawasan, yaitu intelijen, verifikasi dan audit. Sedangkan sebagai fungsi pelayanan, seiring dengan reformasi birokrasi yang mulai bergulir dua tahun ini, DJBC menempatkan diri sebagai fasilitator pedagangan (trade facilitator).

Dalam upayanya menjadi trade facilitator, DJBC memiliki komitmen yang kuat untuk memberikan pelayanan terbaik kepada industri, perdagangan dan masyarakat pengguna jasa kepabeanan dan cukai. Salah satu wujud dari komitmen tersebut adalah memberikan pelayanan kepada pengguna jasa secara self assessment. Asas ini terkandung di dalam Undang-undang No. 10 tahun 1995 jo. Undang-undang No. 17 tahun 2007 tentang Kepabeanan dan Undang-undang No. 11 tahun 1995 jo. Undang- undang 39 tahun 2007 tentang Cukai. Self assessment, Wajib Pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terhutang. berarti kewenangan untuk melengkapi pemberitahuan pabean yang antara lain meliputi jenis, kualitas dan kuantitas barang serta tarif dan nilai pabean, jumlah bea masuk, pajak ekspor dan cukai yang harus dibayar diserahkan sepenuhnya kepada importir, eksportir dan pengusaha barang kena cukai yang bersangkutan. Sedangkan salah satu fungsi Direktorat Jenderal Pajak adalah melakukan pengawaan agar Wajib Pajak melaksanakan Self assessment sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan ketentuan perpajakan.

Selain menerapkan asas self assessment, DJBC juga memberikan beberapa kemudahan pelayanan seperti perhitungan nilai pabean berdasarkan nilai transaksi, pemeriksaan fisik secara selektif dan pemberian beberapa fasilitas antara lain fasilitas tidak dipungut, pembebasan, keringanan, pengembalian atau penangguhan bea masuk dan pungutan lainnya. Pemberian kemudahan dan fasilitas ini dengan memperhatikan profil dari masing-masing perusahaan dan juga mempertimbangkan peningkatan daya saing perusahaan dalam negeri. 

Konsekuensi logis dari diberlakukannya asas self assessment dan adanya kemudahan serta pemberian fasilitas tersebut adalah menempatkan Audit Kepabeanan dan Cukai sebagai fungsi utama dalam pengawasan. Pengawasan di bidang audit adalah salah satu bentuk pengawasan terhadap kegiatan kepabeanan yang dilakukan setelah selesainya formalitas pabeannya atau dikenal dengan post clearance audit.

Post clearance audit yaitu pemeriksaan atas pembukuan, surat menyurat, catatan serta persediaan barang yang dilakukan oleh pejabat bea dan cukai di tempat orang atau badan usaha yang mempunyai keterkaitan dengan perdagangan luar negeri setelah barang dikeluarkan dari Kawasan Pabean serta pengusaha Barang Kena Cukai. Sedangkan menurut Peraturan Direktur Jenderal Nomor : P-13/BC/2008 tentang Tatalaksana Audit Kepabeanan dan Cukai, pasal 1 bahwa :

 “Audit kepabeanan adalah serangkaian kegiatan pemeriksaan buku, catatan dan dokumen serta sediaan barang perusahaan dalam rangka pengawasan terhadap pemenuhan ketentuan di bidang kepabeanan dan cukai serta ketentuan lainnya yang pelaksanaannya dibebankan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai “Hasil pengujian ini pada akhirnya bertujuan untuk mengetahui tingkat kepatuhan perusahaan (auditee) yang diukur dari tingkat kesesuaian antara kinerja atau kondisi pelaksanaan kegiatan perusahaan dibandingkan dengan ketentuan yang ada. Temuan tersebut mengemukakan kekurangan pembayaran pungutan negara berupa surat penetapan yang ditujukan kepada auditee.

Dengan dilaksanakannya Audit Kepabeanan, diharapkan penyalahgunaan kepercayaan yang diberikan oleh Undang-undang Kepabeanan kepada perusahaan dapat diketahui. Upaya-upaya penyelewengan terhadap hak-hak negara yang timbul dari kegiatan perusahaan tersebut dapat ditemukan sehingga hak-hak negara dapat diamankan.  Atas tindakan tersebut, perusahaan diharuskan untuk membayar seluruh kerugian yang diderita oleh negara termasuk denda administrasi. Selain itu atas tindak pidana yang dilakukan, perusahaan dapat dikenakan sanksi pidana.

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai setiap tahunnya dibebani dengan target penerimaan negara yang tercantum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pada tahun 2008, Target Penerimaan DJBC adalah sebesar Rp72,696 triliun yang terdiri dari penerimaan bea masuk, bea keluar/ pajak ekspor dan cukai. Untuk mencapai target penerimaan negara tersebut peranan audit kepabeanan sangat penting dalam menciptakan tingkat kepatuhan perusahaan. Kepatuhan yang tinggi terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku akan mengurangi potensi-potensi penyalahgunaan yang dilakukan perusahaan sehingga dapat mengurangi jumlah penerimaan negara. Di sisi yang lain, adanya audit kepabeanan diharapkan dapat mengembalikan potensi-potensi penerimaan yang hilang sehingga menambah sisi penerimaan negara dalam neraca APBN.

Kantor Wilayah DJBC Sumatera Bagian Selatan sebagai instansi vertikal di daerah yang berada di bawah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menyelenggarakan kegiatan Audit Kepabeanan terhadap seluruh perusahaan yang menggunakan jasa Kepabeanan. Daerah yang menjadi kewenangan Kantor Wilayah DJBC Sumatera Bagian Selatan meliputi 5 provinsi yaitu Sumatera Selatan, Jambi, Bengkulu, Lampung dan Kepulauan Bangka-Belitung. Namun dalam hal Audit Kepabeanan, daerah kewenangannya dapat pula mencakup seluruh provinsi di Indonesia apabila perusahaan yang menjadi objek audit tersebut menyelenggarakan kegiatan kepabeanan pada wilayah kerja Kanwil Bea dan Cukai Sumatera Bagian Selatan.

Pada tahun 2008 target penerimaan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Sumatera Bagian Selatan adalah sebesar Rp155,33 milyar. Sebagian besar target penerimaan berasal dari pungutan impor dan ekspor, sementara sebagian kecil dari sektor cukai. Dalam upaya mencapai target yang dibebankan tersebut perlu dilakukan suatu upaya yang sistematis dan memanfaatkan segala sesuatu sumber daya yang dimiliki. Salah satu elemen yang dapat mendorong tercapainya target penerimaan tersebut adalah Audit Kepabeanan. Untuk kepatuhan auditee sendiri tercermin pada rekomendasi auditor terhadap laporan auditee yang akhirnya berdampak pada adanya perintah penambahan pembayaran kepada auditee yang laporannya tidak memadai. Adapun gambaran tambah bayar yang terjadi selama semester pertama tahun 2009  tercermin pada grafik berikut ini:

Gambar 1.

 

 

 

 

Sumber : Data diolah

Berdasarkan gambar diatas terlihat ada sedikit kenaikan tambah bayar pada periode semester II tahun 2009. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut kaitan hal tersebut dengan penerimaan negara.

Untuk mengetahui secara terperinci tentang bagaimana Tingkat Kepatuhan Auditee pada Kantor Wilayah DJBC Sumatera Bagian Selatan dalam menunjang penerimaan negara, maka dalam penelitian ini penulis mengangkat judul ”Pengaruh Tingkat Kepatuhan Auditee terhadap Penerimaan PPh Pasal 22 Pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai Sumatera Bagian Selatan”.

1.2       RUMUSAN MASALAH

Untuk mengarahkan penelitian agar sesuai dengan tujuan maka penulis merumuskan masalah yaitu

  1. Bagaimana gambaran kepatuhan  auditee dalam pelaksanaan pembayaran PPH pasal 22 selama tahun 2002 s/d 2009?
  2. Bagaimana gambaran rekomendasi hasil audit terhadap auditee selama tahun 2002 s/d  2009?
  3. Bagaimana tingkat penerimaan PPH pasal 22 selama tahun 2002 s/d 2009?
  4. Apakah ada pengaruh yang signifikan antara Tingkat Kepatuhan Auditee terhadap Penerimaan PPh Pasal 22 Pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai Sumatera Bagian Selatan?”.

1.3       TUJUAN PENELITIAN

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :

  1. Untuk mengetahui bagaimana Bagaimana gambaran kepatuhan  auditee dalam pelaksanaan pembayaran PPH pasal 22 selama tahun 2002 s/d 2009
  2. Untuk mengetahui bagaimana gambaran rekomendasi hasil audit terhadap auditee selama tahun 2002 s/d  2009
  3. Untuk mengetahui bagaimana tingkat penerimaan PPH pasal 22 selama tahun 2002 s/d 2009
  4. Untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh yang signifikan antara Tingkat Kepatuhan Auditee terhadap Penerimaan PPh Pasal 22 Pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai Sumatera Bagian Selatan

1.4       MANFAAT PENELITIAN

Adapun manfaat yang diharapkan penulis dalam penelitian ini adalah:

1.    Manfaat bagi penulis

Untuk menambah wawasan dan pengetahuan penulis khususnya mengenai hubungan tingkat kepatuhan Auditee terhadap penerimaan PPh pasal 22.

2.   Manfaat bagi Instansi yang bersangkutan

      Sebagai bahan masukan dan sumbangan pikiran bagi Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam upaya mencapai target penerimaan negara.

3.    Bagi Akademisi

Yaitu menambah referensi penelitian terutama di bidang audit dan juga sebagai bahan acuan penulis dalam menyusun karya ilmiah lainnya di masa yang akan datang

 

BAB II

METODOLOGI PENELITIAN

 

2. 1.     Ruang Lingkup Penelitian

Dalam penelitian ini penulis hanya akan membahas tingkat kepatuhan Auditee terhadap penerimaan PPh Pasal 22 pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai Sumatera Bagian Selatan Tahun 2002 s.d. 2009.

 

2. 2.     Data yang digunakan.

Data yang digunakan adalah data skunder. Data skunder adalah data yang diperoleh dalam bentuk jadi berupa publikasi atau data yang sudah dikumpulkan  oleh pihak atau instansi lain, dalam hal ini oleh Kantor Wilayah Bea dan Sumatera Bagian Selatan berupa laporan penerimaan PPh pasal 22 dan laporan rekap tambah bayar selama tahun 2002 s/d 2009.   

 

2.3.      Metode Pengumpulan Data

            Metode yang digunakan untuk pengumpulan data adalah :

  1. Wawancara (Interview) Wawancara yaitu mengadakan tanya jawab langsung dengan Kepala Bidang Audit dan Auditor Kanwil Bea dan Cukai Sumatera Bagian Selatan mengenai pelaksanaan audit kepabeanan di wilayah Sumatera Bagian Selatan sehingga dapat memberikan informasi yang dibutuhkan dalam penulisan ini.
  2. Pengamatan Langsung (Observation). Pengamatan Langsung yaitu metode pengumpulan data dengan cara mengadakan pengamatan secara langsung pada Bidang Audit Kanwil Bea dan Cukai Sumatera Bagian Selatan tentang pelaksanaan dari kegiatan audit, mengutip catatan dan peraturan tentang optimalisasi penerimaan negara, serta laporan hasil audit dan menjadikan data yang diperoleh tersebut sebagai penunjang dalam proses pembahasan masalah.
  3. c.       Studi kepustakaan yang merupakan salah satu metode pengumpulan data yaitu dengan cara membaca atau mempelajari buku-buku literatur dan artikel tentang audit secara umum dan audit kepabeanan secara khusus serta hubungan audit kepabeanan dengan penerimaan negara untuk mendapatkan teori yang diperlukan sehubungan dengan permasalahan.  

 

2.4       Teknik Analisis

Dalam penelitian ini analisis yang digunakan penulis adalah metode analisis deskriptif kuantitatif yaitu mengumpulkan data yang diperoleh, mengolah data tersebut secara statistik, menganalisis data yang dihasilkan dan mendeskripsikan sehingga dapat memberikan gambaran yang cukup jelas dari objek yang diteliti kemudian ditarik kesimpulan. Dalam analisis tersebut penulis menggunakan analisis regresi sederhana untuk mengetahui bentuk hubungan antar dua atau lebih variabel.

Tujuan analisis regresi adalah untuk membuat perkiraan (prediksi) nilai suatu kriterium/variabel tergantung (dependent variable) melalui prediktor/variabel bebas (independent variable). Regresi sederhana didasarkan pada hubungan satu variabel independen dengan satu variabel dependen. Adapun persamaan umum regresi linier sederhana yang akan terbentuk adalah sebagai berikut :

Y  =  a  +  bX

Keterangan :

Y         =   Subyek dalam variabel dependen yaitu Penerimaan PPh pasal 22

a          =   Harga Y bila X = 0 (harga konstan)

b          =   Angka arah atau koefisien regresi yang menunjukkan angka peningkatan atau penurunan variabel dependen yang didasarkan pada variabel independen. Bila b ( + ) maka naik, bila ( – ) maka terjadi penurunan.

X          =   Subyek pada variabel independen yaitu Tingkat kepatuhan Auditee

Rumus yang digunakan untuk menghitung korelasi Pearson Product Moment adalah  :

 

 

 

 

 

Nilai r dari hasil perhitungan korelasi Pearson Product Moment berada antara -1 sampai dengan 1 (-1 £ r £ 1), dengan ketentuan bahwa :

  1. Apabila nilai r = -1, maka korelasi variabel X dengan variabel Y negatif sempurna.
  2. Apabila nilai r = 0, maka tidak terdapat korelasi antara variabel X dengan  variabel Y.
  3. Apabila nilai r = 1, maka korelasi variabel X dengan variabel Y positif sempurna.

Nilai r dari hasil perhitungan korelasi Pearson Product Moment akan dikonsultasikan dengan tabel interpretasi nilai r sebagaimana dalam Tabel E.5.1 berikut:

Tabel E.5.1

 

 

Nilai Koefisien

Tingkat Hubungan

0

Tidak Ada Hubungan

0.1 – 0.4

Hubungan Lemah

0.5 – 0.9

Hubungan Erat

1.0

Sangat Kuat

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

 

Neraca Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) setiap tahunnya memuat pendapatan negara dan hibah serta belanja negara. Definisi Pendapatan Negara dan Hibah menurut Undang-undang No. 45 Tahun 2007 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2008 adalah semua penerimaan negara yang berasal dari penerimaan perpajakan, penerimaan negara bukan pajak, serta penerimaan hibah dari dalam negeri dan luar negeri Sedangkan definisi Belanja Negara adalah semua pengeluaran negara yang digunakan untuk membiayai belanja pemerintah pusat dan belanja ke daerah.

Dalam Undang-undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Penerimaan Negara didefinisikan sebagai uang yang masuk ke kas Negara. Penerimaan Negara dapat digolongkan ke dalam 3 (tiga) kelompok yaitu:Penerimaan Perpajakan, Penerimaan Negara Bukan Pajak, Penerimaan Hibah. Dari ke tiga kelompok penerimaan tersebut, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai berperan sebagai Pengumpul penerimaan Negara (revenue collecing) khususnya dari Penerimaan Perpajakan. Sedangkan penerimaan negara di bidang kepabeanan dan cukai berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 145/PMK.04/2006 tanggal 29 Desember 2006 meliputi :

  1. Penerimaan Negara Dalam Rangka Impor meliputi Bea Masuk, Bea Masuk berasal dari SPM Hibah, Denda Administrasi, Penerimaan Pabean Lainnya, Cukai, Penerimaan Cukai Lainnya, Jasa Pekerjaan, PPh Pasal 22 Impor, PPN Impor dan PPnBM Impor.
  2. Penerimaan Negara Atas Barang Kena Cukai meliputi Cukai Hasil Tembakau, Cukai Etil Alkohol, Cukai Minuman Mengandung Etil Alkohol, Denda Administrasi, Penerimaan Cukai Lainnya, Jasa Pekerjaan dan PPN Hasil Tembakau.
    1. Penerimaan Pabean Lainnya meliputi Bunga dan Biaya Surat Paksa.
    2. Penerimaan Cukai Lainnya meliputi Bunga, Biaya Surat Paksa, Biaya Pengganti Pencetakan Pita Cukai dan Biaya Pengganti Pembuatan Label Tanda Pengawasan Cukai.

 

4.1    Gambaran kepatuhan Auditee dalam pelaksanaan PPH Pasal 22 selama tahun 2002 s/d 2009

 

Tabel di bawah ini menunjukkan jumlah tambah bayar yang dilakukan auditee selama periode 2002 s/d 2009.  Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa ketaatan wajib pajak tiap tahun tidak sama. Dilihat dari jumlah wajib pajaknya, tingkat ketaatan terendah terjadi di tahun 2005 dan tertinggi di tahun 2007. Namun dilihat dari jumlah pajak yang harus ditambahkan maka kondisi kekurangan pembayaran pajak tertinggi terjadi ditahun 2008 dan terendah di tahun 2003.

Tabel 1

Tahun

Tambah Bayar

% Wajib Pajak yang Patuh

Jumlah Wajib Pajak Patuh

Jumlah Wajib Pajak Tidak Patuh

2002

                1.577.645.568

51 %

18

17

2003

                   693.168.118

62 %

23

14

2004

                4.130.322.840

52 %

13

12

2005

                9.330.364.158

15 %

3

17

2006

                2.183.288.693

42 %

20

28

2007

                7.958.681.776

63 %

37

22

2008

21.609.493.809

44 %

21

27

2009

                1.762.963.124

41 %

8

12

                        Sumber : Data di olah

Di bawah ini terdapat tabel analisa statistik deskriptif tentang tingkat kepatuhan auditee dalam menyampaikan laporan pajaknya. Hasil ini menunjukkan rata-rata tambah bayar yang harus dilakukan oleh auditee untuk wilayah sumbagsel adalah 6,16 Milyar Rupiah setiap tahun. Selain itu persentase jumlah wajib pajak yang patuh adalah 46,25 % dari seluruh wajib pajak yang diaudit. Berdasarkan hasil tersebut maka bisa dikatakan tingkat kepatuhannya relatif masih kurang.

Tabel 2

Descriptive Statistics

 

Mean

Std. Deviation

N

Jumlah_Tambah_Bayar

6.16E9

6.991E9

8

Persentase_Kepatuhan

46.25

15.173

8

                        Sumber  : Data di olah

 

4.2    Gambaran rekomendasi hasil audit terhadap auditee selama tahun 2002 s/d  2009

Tabel di bawah ini menunjukkan rekomendasi hasil audit kepada auditee selama periode 2002 s/d 2009.  Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa rekomendasi secara rata-rata lebih banyak berbunyi ” Bayar kekurangan, perbaiki internal control dan pembukuan”. Berdasarkan hasil tersebut pelaporan secara Self Assessment masih terdapat banyak kekurangan.

Tabel 3

Tahun

Baik, Pertahankan IC dan Pembukuan

Bayar Kekurangan, Perbaiki IC dan Pembukuan

2002

51%

49%

2003

62%

38%

2004

52%

48%

2005

15%

85%

2006

42%

58%

2007

63%

37%

2008

44%

56%

2009

40%

60%

Rata-rata

46%

54%

                        Sumber : Data di olah

 

4.3    Gambaran tingkat penerimaan PPH pasal 22 selama tahun 2002 s/d 2009?

Di bawah ini terlihat gambaran tingkat penerimaan PPH pasal 22 selama tahun 2002 s/d 2009. Rata- rata penerimaan PPh pasal 22 adalah 511.064.967.352 sedangkan tambah bayar yang terjadi rat-rata 6.155.741.011 dengan persentase rata-rata 1,692% dari penerimaan PPh Pasal 22.

 

 

 

 

 

 

Tabel 4

Tahun

Tambah Bayar

PPH

Persentase

Tambah Bayar

2002

1.577.645.568

310.176.455.776

0,509%

2003

693.168.118

84.601.321.032

0,819%

2004

4.130.322.840

57.532.069.897

7,179%

2005

9.330.364.158

878.669.681.512

1,062%

2006

2.183.288.693

516.279.658.877

0,423%

2007

7.958.681.776

561.706.229.633

1,417%

2008

21.609.493.809

1.306.695.772.715

1,654%

2009

1.762.963.124

372.858.549.375

0,473%

Rata-rata

6.155.741.011

511.064.967.352

1,692%

            Sumber : Data di olah

 

4.4    Hasil Uji Hipotesis tentang pengaruh Tingkat Kepatuhan Auditee terhadap Penerimaan PPh Pasal 22 Pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai Sumatera Bagian Selatan

Di bawah ini terdapat hasil analisis korelasi yang menggambarkan hubungan antara tingkat kepatuhan.

 

Tabel 5

 

 

Correlations

   

PPH

tingkat_kepatuhan

PPH Pearson Correlation

1

.897**

Sig. (2-tailed)  

.003

N

8

8

tingkat_kepatuhan Pearson Correlation

.897**

1

Sig. (2-tailed)

.003

 
N

8

8

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

                        Sumber : Data di olah

 

            Berdasarkan hasil analisis korelasi dapat kita lihat bahwa tingkat korelasi adalah 0,897** dengan signifikasi 0,003.  Tanda bintang dua atau ** menunjukkan hubungan yang sangat tinggi diantara dua buah variable yang uji. Hasil pengujian ini juga dinilai signifikan karena tingkat signifikansinya adalah 0,003 lebih kecil dari 0,01(1%). Hal ini berarti Ho ditolak atau dengan kata lain hubungan antara tingkat kepatuhan dengan penerimaan PPH pasal 22 adalah sangat erat.

            Hasil diatas juga didukung dengan out put berikutnya tentang korelasi non parametric yang isinya hampir sama yaitu menunjukkan korelasi yang kuat.

Tabel  6

Correlations

     

PPH

tingkat_kepatuhan
Spearman’s rho PPH Correlation Coefficient

1.000

.762*
Sig. (2-tailed)

.

.028
N

8

8
tingkat_kepatuhan Correlation Coefficient

.762*

1.000
Sig. (2-tailed)

.028

.
N

8

8
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).    

            Sumber : Data di olah

            Selanjutnya hasil analisis regresi menunjukkan tentang pengaruh varabel x terhadap variabel Y. Pada Tabel Model Summary di bawah ini terlihat bahwa nilai R Square = 0,805.   Ini berarti bahwa pengaruh tingkat kepatuhan terhadap penerimaan PPH pasal 22 adalah sebesar 80,05% sedangkan 19,95 % dipengaruhi oleh faktor lain.

Tabel  7

Model Summaryb

Model

R

R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1

.897a

.805

.772

1.992E11

a. Predictors: (Constant), tingkat_kepatuhan
b. Dependent Variable: PPH  

                        Sumber : Data di olah

 

            Berikutnya hasil analisis anova dibawah ini menunjukkan bahwa nilai F = 24,692   dengan tingkat signifikansi 0,003 yang menunjukkan memang terdapat pengaruh antara tingkat kepatuhan auditee dengan penerimaan PPh Pasal 22.

Tabel  8

ANOVAb

Model

Sum of Squares

Df

Mean Square

F

Sig.

1 Regression

9.797E23

1

9.797E23

24.692

.003a

Residual

2.381E23

6

3.968E22

   
Total

1.218E24

7

     
a. Predictors: (Constant), tingkat_kepatuhan      
b. Dependent Variable: PPH        

            Sumber : Data di olah

 

Hasil ini diperkuat dengan pengujian uji t  berdasarkan  table Coefficients. Jika nilai t table untuk dk = 6  berdasarkan table distribusi t di peroleh 3,707dan dari table coefficients di  bawah t hitungnya adalah 4,969. Ini berarti t hitung  lebih besar dari t table sehingga memang terdapat pengaruh yang signifikan antara tingkat kepatuhan dengan penerimaan PPh pasal 22.

Tabel 10

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t

Sig.

B

Std. Error

Beta

1 (Constant)

1.817E11

9.672E10

 

1.878

.109

tingkat_kepatuhan

53.513

10.769

.897

4.969

.003

a. Dependent Variable: PPH        

Sumber : Data di olah

 

4.5    Pembahasan Hasil Analisis deskriptif dan Uji Hipotesis tentang pengaruh Tingkat Kepatuhan Auditee terhadap Penerimaan PPh Pasal 22 Pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai Sumatera Bagian Selatan

Audit kepabeanan bertujuan untuk menguji tingkat kepatuhan perusahaan-perusahaan dimaksud terhadap peraturan perundang-undangan Kepabeanan, Cukai, peraturan lainnya yang pelaksanaannya dibebankan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan Standar Akuntansi Keuangan. Pelanggaran dan kejahatan perdagangan dalam bentuk penyelundupan atau penghindaran pajak atau pungutan negara terjadi sebagai akibat tingkat kepatuhan terhadap penetapan perundang-undangan yang berlaku masih rendah, serta keinginan untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya.

Berdasarkan tujuan audit diatas dapat diartikan bahwa dengan dilakukannya audit diharapkan kelemahan dalam pelaksanaan pemungutan pajak dari bea dan cukai dapat diketahui dan pada akhirnya dapat meningkatkan penerimaan negara.

Berdasarkan hasil analisa deskriptif dan hasil uji hipotesis diketahui bahwa tingkat kepatuhan dilihat dari persentase tingkat kepatuhan relatif rendah karena kurang dari 50 % auditee yang masuk kategori patuh. Begitu pula jika dilihat dari rekomendasi hasil audit oleh para auditor terhadap auditee. Namun dilihat dari jumlah tambah bayarnya nilainya relatif rendah karena hanya 1,692 % dari total penerimaan. Ini artinya penyampaian PPh pasal 22 secara self assessment harus lebih diperhatikan agar tidak terdapat lagi kesalahan  di masa yang akan datang. Sedangkan berdasarkan hasil uji hipotesis diperoleh hasil bahwa tingkat ketaatan sangat berhubungan erat secara signifikan dengan penerimaan PPh pasal 22 dan secara signifikan pula berpengaruh terhadap penerimaan PPh pasal 22. Ini berarti untuk meningkatkan PPh maka kesalahan penyampaian pajak harus dikurangi.

Pada dasarnya kemungkinan terjadinya tambah bayar sangat mungkin terjadi karena siapapun wajib pajaknya peluang pemeriksaan tetap terbuka meskipun hal itu adalah salah satu hal yang paling dihindari oleh Wajib Pajak. Di satu sisi kepentingan otoritas adalah meningkatkan penerimaan pajak dan meregulasi berbagai hal dari sisi perpajakan. Disisi lain kepentingan Wajib Pajak adalah mengurangi beban semaksimal mungkin termasuk beban pajak. Ini jelas bertentangan. Untuk itu wajib pajak haarus memiliki kecukupan bekal yang memadai. Bekal tersebut terutama adalah koleksi aturan sebab semua interaksi dengan otoritas pajak harus dilandasi oleh aturan. Wajib pajak perlu software database perpajakan. Selain itu wajib pajak harus mau meluangkan waktu untuk terus memahami dan meng-update aturan pajak dan aturan pemeriksaan pajak, karena setiap langkah dan transaksi bisnis wajib pajak dipantau oleh pajak. Dengan modal tersebut wajib  pajak dapat mengerti bagaimana berargumentasi dan berkomunikasi dengan aparat pajak dalam rangka mempertahankan besarnya pajak yang sudah wajib pajak bayar, agar tidak harus membayar pajak lagi. Otoritas pajak juga di harapkan dapat lebih melakukan sosialisasi atas berbagai regulasi yang ada terutama regulasi-regulasi terbaru sehingga tidak timbul kesan bahwa otoritas pajak hanya bias menyalahkan wajib pajak saja.

 

BAB V

 PENUTUP

 

5.1 Kesimpulan

             Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang dilakukan, maka dapat diambil simpulan  sebagai berikut:

  1. Berdasarkan hasil analisa deskriptif diketahui bahwa tingkat kepatuhan dilihat dari persentase tingkat kepatuhan relatif rendah karena kurang dari 50 % auditee yang masuk kategori patuh.
  2. Berdasarkan hasil analisa deskriptif diketahui bahwa rekomendasi hasil audit lebih banyak rekomendasi untuk  ”Bayar Kekurangan, Perbaiki Internal Control dan Pembukuan” yaitu sebesar 54 % lebih besar dibandingkan rekomendasi ”Baik, Pertahankan IC dan Pembukuan” yaitu hanya sebesar 46 %.
  3. Berdasarkan hasil analisa deskriptif diketahui bahwa penerimaan PPh pasal 22 nilainya cukup beragam. Jika dibandingkan dengan nilai tambah bayar nilainya relatif rendah karena hanya 1,692 % dari total penerimaan.
  4. Berdasarkan hasil uji hipotesis diperoleh hasil bahwa tingkat ketaatan sangat berhubungan erat secara signifikan dengan penerimaan PPh pasal 22 dan secara signifikan pula berpengaruh terhadap penerimaan PPh pasal 22.

 

5.2 Saran

      Berdasarkan simpulan, maka ada beberapa saran yang perlu diperhatikan:

  1. Tingkat ketaatan auditee harus ditingkatkan dengan jalan meningkatkan pemahaman auditee tentang regulasi-regulasi perpajakan.
  2. Rekomendasi auditor sebaiknya menjadi catatan oleh otoritas pajak untuk sosialisasi regulasi-regulasi perpajakan.
  3. Tingkat persentase tambah bayar yang rendah harus dijaga agar tidak semakin meningkat dengan jalan sosialisasi regulasi perpajakan
  4. Karena pengaruh ketaatan auditee signifikan terhadap penerimaan PPh pasal 22, maka agar Penerimaan PPh pasal 22 dapat ditingkatkan tingkat ketaatan auditee harus selalu terus ditingkatkan.

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Arens, Loebbecke, 2000, Auditing Pendekatan Terpadu, Salemba Empat, Jakarta.

 

Murwanto, Rahmadi. 2002, Audit Sektor Publik, Fajar Hasri, Jakarta

 

Mulyadi. (2002). Auditing. Edisi ke-6. Jakarta: PT Salemba Empat.

 

Mulyadi, (2005) . Sistem Akuntansi, Salemba Empat, Jakarta.

 

Undang-Undang No. 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan

 

Undang-Undang No. 39 Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.11 Tahun 1995 Tentang Cukai

 

Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor : 125/PMK.04/2007 tanggal 5 Oktober 2007 tentang Audit Kepabeanan

 

Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor : 91/PMK.04/2008 tanggal 15 Agustus 2008 tentang Audit Cukai.

 

Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor : 138/PMK.04/2007 tanggal 12 November 2007 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pembukuan di Bidang Kepabeanan

 

Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor : 110/PMK.04/2008 tanggal 15 Agustus 2008 tentang Kewajiban Pencatatan bagi pengusaha pabrik Skala Kecil, Penyalur Skala Kecil yang wajib memiliki izin, dan pengusaha tempaty Penjualan eceran yang wajib memiliki izin

 

Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor : 109/PMK.04/2008 tanggal 15 Agustus 2008 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pembukuan di Bidang Cukai.

 

Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor : P-28/BC/2007 tentang Standar Audit di Bidang Kepabeanan

 

Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor : P-13/BC/2008 tentang Tata Laksana Audit Kepabeanan dan Audit Cukai

 

Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan No. 1 Tahun 2007

 

Surat Edaran Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor : S-18/BC/2007 tentang Petunjuk Pelaksanaan Program Audit dan Evaluasi Laporan hasil Audit

 

Surat Edaran Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor : S-17/BC/2008 tanggal 25 Maret 2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan penentuan obyek Audit