Sebuah Blog dari if002
RSS icon Email icon
  • KINERJA AMILASE ASPERGILUS NIGER DALAM SAKARIFIKASI PATI UBI KAYU MENJADI BIOETANOL

    Posted on March 2nd, 2011 admin No comments

    Renilaili

    Dosen Universitas Bina Darma

    Jalan Jenderal Ahmad Yani No.12, Palembang

    Pos-el :…………………..

    Abstract : Bioethanol is a derivative product from cassava that is thoroughly developed nowadays. One of the bioethanol research program Product Design and Development Research Group, to increase productivity and the performance of α-amylase and Aspergillus glucoamylase  for saccharification of cassava starch in bioethanol production. The optimum condition of saccharification process related with the effect of pH, temperature, Ca2+ concentration, substrate concentration, and enzyme volume percentage have been carried out. The performance of α-amylase was determined by the iodine method while the performance of glucoamylase was done by the Somogyi-Nelson method. Research variable to determine the optimum performance condition of amylase axtract were pH (3.5 – 7.5), temperature (25 – 80oC), Ca2+ concentration (25 – 200 ppm), substrate concentration (0.5 – 20 %-w/v), and enzyme volume percentage (5 – 50 %-v). The results of this research showed that the optimum performance of amylase complex were pH 4.5, temperature 60oC, Ca2+ concentration 75 ppm, and substrate concentration 7%-w/v.

    Keyword : amylase, glucoamylase, Aspergillus niger, saccharification, starch

    Abstrak: Bioetanol merupakan produk turunan ubi kayu yang sekarang sedang giat dikembangkan. Salah satu program riset bioetanol Kelompok Keahlian Perancangan dan Pengembangan Produk  adalah peningkatan produktifitas dan kinerja enzim ά-amilase dan glukoamilase Aspergillus untuk proses sakarifikasi pati ubi kayu pada produksi bioethanol. Sehubungan dengan kondisi optimum proses sakarifikasi, penelitian tentang pengaruh pH, temperatur, konsentrasi Ca2+, konsentrasi substrat, dan persentase volume enzim, telah dilakukan. Analisis kinerja kompleks amilase yang dilakukan meliputi analisis kinerja enzim ά-amilase dengan metode iodin dan analisis kinerja enzim glukoamilase dengan metode Somogyi-Nelson. Variabel yang diteliti untuk menentukan kondisi optimum kinerja ekstrak amilase adalah pH (3,5 – 7,5), temperatur (25 – 80 oC), konsentrasi Ca2+ (25 – 200 ppm) konsentrasi substrat (0,5 – 20 %-b/v) dan persentase volume enzim (5 – 50%-v). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja kompleks enzim amylase optimum berada pada pH 4,5, temperatur 60oC, konsentrasi Ca2+ 75 ppm, dan konsentrasi substrat 7%-b/v. Kinerja kompleks amilase makin baik seiring dengan peningkatan persentase volume enzim, namun peningkatan ini dibatasi oleh kandungan glukosa dalam enzim yang dapat menyebabkan inhibisi terhadap aktivitas enzim.

    Kata kunci : amilase, glukoamilase, Aspergillus niger, sakarifikasi, pati


    1. PENDAHULUAN

    Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah berhasil mengungkapkan betapa penting dan potensialnya bahan-bahan yang mengandung pati sebagai bahan baku untuk suatu industri fermentasi etanol. Pati, suatu polisakarida yang dibentuk oleh monomer-monomer glukosa, banyak terdapat di alam dalam bentuk cadangan bahan makanan dari tumbuh-tumbuhan. Yang termasuk kelompok bahan baku yang mengandung pati antara lain adalah padi-padian dan umbi-umbian. Sebagai bahan baku untuk pembuatan etanol, jenis padi-padian yang banyak digunakan di Negara-negara Asia yaitu beras, sedang di Amerika Serikat umumnya jagung. Umbi-umbian seperti kentang merupakan salah satu jenis bahan baku untuk industri fermentasi etanol yang biasa digunakan di kebanyakan Negara-negara Eropa.

    Ubi kayu merupakan salah satu jenis tanaman yang umbinya banyak mengandung pati. Jenis tanaman ini banyak dibudidayakan masyarakat Indonesia baik dalam skala kecil maupun besar. Ketersediaan ubi kayu cukup banyak, tetapi nilai jualnya rendah. Oleh karena itu, konversi ubi kayu menjadi produk lain yang bernilai jual lebih baik merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan.

    Bioetanol merupakan produk turunan ubi kayu yang sekarang sedang giat dikembangkan di Indonesia. Rute utama pembuatan bioetanol dari bahan baku yang mengandung gula adalah fermentasi. Oleh karena pati ubi kayu tidak dapat difermentasi secara langsung oleh ragi yang umum digunakan pada proses fermentasi etanol, tahapan proses konversi pati menjadi gula yang dapat difermentasi oleh ragi perlu dilakukan terlebih dahulu.

    Sebagai pelarut, alkohol beratom karbon dua ini banyak digunakan di industri-industri farmasi, kosmetik, zat warna,dan resin. Etanol juga merupakan senyawa kimia antara yang sangat bermanfaat untuk pembuatan produk-produk industri kimia seperti etilen, asetaldehid, butadien, aseton, bahkan polistiren dan polietilen serta poli vinil klorida. Selain itu, bioetanol juga dapat digunakan sebagai pengganti bahan bakar (Balat, dkk., 2008).

    Proses konversi pati menjadi glukosa sebagai senyawa antara pembuatan bioetanol merupakan proses yang sangat penting sehingga penelitian kinerja amilase dari Aspergillus dalam sakarifikasi pati ubi kayu merupakan penelitian yang menarik untuk dilakukan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mencari kondisi proses yang dapat menghasilkan perolehan glukosa yang paling tinggi. Variabel proses yang diamati adalah temperatur, pH, penambahan ion Ca2+, konsentrasi substrat, dan konsentrasi enzim.

    2. METODOLOGI  PENELITIAN

    2.1. Obyek Penelitian

    Bahan yang digunakan dalam percobaan meliputi stillage singkong, pati terlarut, dan reagen uji. Stillage singkong yang digunakan sebagai bahan baku untuk produksi enzim merupakan limbah produksi etanol dari singkong. Pati terlarut digunakan sebagai substrat pada reaksi uji kinerja kompleks enzim, sementara reagen uji yang digunakan adalah iodin untuk uji pati dan Somogyi-Nelson sebagai reagen uji penentuan glukosa.

    2.2. Langkah-langkah Penelitian

    Langkah-langkah percobaan yang dilakukan adalah : produksi kompleks enzim amilase, ekstraksi kompleks enzim amilase, dan analisis kinerja kompleks enzim amilase.

    2.3. Peralatan

    Fermentor produksi yang digunakan adalah labu Erlenmeyer 2L yang dilengkapi dengan sistem aerasi dan diletakkan di dalam water bath untuk menjaga temperatur fermentasi.

    Peralatan yang digunakan pada uji kinerja enzim amilase adalah tabung reaksi, pipet, water bath, dan spektrofotometer (Gambar 1).

  • PENGARUH VITAMIN B DAN NITROGEN DALAM PENINGKATAN KANDUNGAN PROTEIN KULIT UBI KAYU MELALUI FERMENTASI

    Posted on March 2nd, 2011 admin No comments

    Renilaili
    Dosen Universitas Bina Darma
    Jalan Jenderal Ahmad Yani No.12, Palembang
    Pos-el : renilailireni

    Abstracts: Indonesia is nation most production cassava number five in the world. Cassava composed of 15 – 20 % is rind. One of way utilize is fermentation cassava rind for increasing value protein so cassava rind is good consumption. This research have purpose of utilize waste cassava rind become food high value protein, Increasing value protein in cassava rind with fermentation, study effect of nitrogen source and vitamin B in fermentation process. The fermentation process was carried out for 7 days with type of inoculumi is ragi tape, 100 gr cassava rind was used a substrate and the kjehdall method was used to analyses the protein content with BPOM standart, the result show that the optimal condition was found to be vitamin B complex and (NH4)2SO4.

    Keyword: protein, fermentasi, cassava rind, substra

    Abstrak: Indonesia merupakan negara penghasil ubi kayu nomor 5 terbesar di dunia. Ubi kayu terdiri 15 – 20 % adalah kulitnya. Salah satu cara pemanfaatan limbah kulit ubi kayu adalah dengan fermentasi untuk meningkatkan kandungan proteinnya sehingga bagus untuk di konsumsi. Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan limbah kulit ubi kayu menjadi makanan yang berprotein tinggi, meningkatkan kandungan Protein pada kulit ubi kayu dengan proses fermentasi, mengetahui pengaruh jenis sumber nitrogen dan jenis vitamin B dalam proses fermentasi untuk meningkatkan kandungan protein, mengetahui jenis sumber nitrogen dan jenis vitamin B yang optimal dalam proses fermentasi kulit ubi kayu. Proses fermentasi waktu 7 hari, jenis starter ragi tape, dosis inokulum 0.3 gr, jenis substrat yaitu kulit ubi kayu, substrat yang digunakan sebanyak 100 gr. Analisa kadar protein menggunakan metode kjehdall dengan BPOM Standart Dari hasil analisa penambahan jenis vitamin B yang paling optimal adalah B complek sedangkan pada jenis sumber nitrogen yang paling optimal adalah (NH4)2SO4.

    Kata kunci: protein, fermentasi, ubi kayu, substrat.

    1. PENDAHULUAN
    Indonesia merupakan negara penghasil ubi kayu nomor 5 terbesar di dunia. Dan setiap tahun produksi ubi kayu semakin meningkat rata – rata 3 % dan meningkatnya produksi ubi kayu tidak diimbangi dengan pengolahan limbah dari ubi kayu yaitu kulitnya.
    Umbi kayu terdiri 15 – 20 % adalah kulitnya, Sehingga 1/5 sendiri limbah kulit ubi kayu yang dihasilkan dari pemanfaatan ubi kayu. Selama ini industri tepung tapioka, industri snack yang menggunakan bahan dasar ubi kayu dan industri yang lain yang memakai bahan dasar ubi kayu hanya memakai ubi kayu nya sedangkan kulitnya di buang, sehingga dapat mencemari lingkungan.
    Kulit ubi yang segar bisa digunakan untuk makanan binatang ternak tetapi tidak boleh terlalu banyak karena kulit ubi kayu mengandung sianida. Ubi kayu segar memiliki kandungan protein yang sedikit maka perlu peningkatan kandungan nutrisinya sehingga sesuai untuk makanan ternak ( Rukmana, 1997 ) Kulit umbi ubi kayu yang diperoleh dari produk tanaman ubi kayu merupakan limbah industri pembuatan tepung tapioka dan produk lain dengan menggunakan bahan dasar umbi ubi kayu.
    Pada umumnya dalam proses industri tersebut kulit umbi ubi kayu ini dibuang sebagai limbah. Dimana semakin luas areal tanaman umbi ubi kayu diharapkan produksi umbi ubi kayu semakin tinggi sehingga semakin tinggi pula limbah kulit ubi kayu. Setiap kilogram ubi kayu dapat menghasilkan 15 – 20 % kulit umbi. (Nurhayani, 2000 )
    2. METODOLOGI PENELITIAN
    Fermentasi mempunyai pengertian aplikasi metabolisme mikroba untuk mengubah bahan baku menjadi produk yang bernilai tinggi, seperti asam – asam organik, protein sel tunggal, antibiotika, dan biopolymer. Fermentasi merupakan proses yang relative murah yang pada hakekatnya telah lama dilakukan oleh nenek moyang kita secara tradisional dengan produk – produknya yang sudah biasa dikonsumsi manusia sampai sekarang, seperti tape, tempe, oncom, dan lain – lain. ( Nurhayani, 2000 ).
    Pada proses metabolisme mikroba media harus sesuai dengan yang dibutuhkan oleh mikroba dan suplay energi untuk mikroba harus tetap di jaga. Salah satu jalan untuk menghitung persamaan stoikiometri dari bentuk pertumbuhan atau produk , untuk fermentasi aerob :

    Persamaan ini seharusnya ditunjukkan pada jumlah yang banyak, yang mana sangat penting untuk untuk menentukan media yang ekonomis, persamaan ini juga bisa digunakan untuk menghitung banyaknya jumlah nutrisi yang diperlukan untuk memproduksi jumlah yang spesifik dari biomass, menghitung konsentrasi substrat yang dibutuhkan untuk memproduksi produk yang diinginkan. Sumber energi yang digunakan dalam proses fermentasi:
    2.1. Pada penelitian ini menggunakan variable tetapnya yaitu:
    • Waktu fermentasi yaitu 7 hari
    • Jenis Starter yaitu ragi tape
    • Dosis inokulum nya adalah 0.3 gr
    • Jenis Substrat yaitu kulit ubi kayu
    • Substrat yang digunakan sebanyak 100 gr
    2.2. Sedangkan variabel berubahnya yaitu:
    • Jenis sumber nitrogen yang digunakan yaitu urea, dedak, ammonium sulfat, diammonium pospat, ammonium nitrat.
    • Jenis vitamin B yaitu vitamin B1, B2, B12.dan B kompleks
    Respon Pengamatan dilakukan pada hari ke-1,3,5 dan 7. Untuk mengetahui perubahan kandungan protein dan jumlah mikroba dalam media fermentasi dilakukan pengambilan sampel pada hari ke-1,3,5 dan 7. Respon yang didapat adalah kadar protein dan jumlah mikroba yang terkandung dalam media selama proses fermentasi. Pada penelitian ini digunakan pengaruh penambahan jenis nitrogen dan vitamin B untuk meningkatkan kandungan protein dalam proses fermentasi.
    2. 3. Alat -alat yang digunakan:
    • Erlenmeyer
    • Gelas Ukur
    • Beaker Glass
    • Pengaduk kaca
    • Kawat Ose
    • Pipet Volume
    • Botol sample
    • Autoclave
    • Erlenmeyer
    • Kompor Listrik
    • Pemanas Bunsen
    • Labu Distilasi
    • Labu kiejhdahl
    • Pendingin liebig

    Sebelum melakukan penelitian dilakukan karakterisasi bahan baku. Kemudian penyiapan bahan baku, inokulum (ragi tape). Lalu pasteurisasi substrat pada suhu 60°C selama 30 menit.. Substrat fermentasi ditambahkan inokulum kemudian dimasukkan kedalam erlenmeyer yang telah ditutup kapas karena merupakan fermentasi aerob, lalu difermentasikan pada suhu kamar selama 7 hari. Analisa kadar protein dan perhitungan jumlah bakteri dilakukan pada hari ke-1,3,5 dan 7.
    3. HASIL DAN PEMBAHASAN
    3. 1 Sumber karbon
    Sumber karbon seperti karbohidrat, lipid dan protein. Beberapa mikroorganisme dapat juga menggunakan hidrokarbon atau methanol sebagai karbon dan sumber energi. Dimana pada penelitian ini kami menggunakan kulit ubi kayu sebagai sumber karbon.
    3. 2 Sumber nitrogen
    Industri menggunakan sumber nitrogen inorganik dan organik untuk memenuhi kebutuhan mikroorganisme. Menurut hunter Inorganic nitrogen biasanya disuplay dari gas ammonia, garam ammonium atau nitrat. Tujuan pemakaian Ammonia biasanya digunakan untuk control pH dan sumber nitrogen untuk memproduksi serum albumin yang menggunakan saccharomyces cerevisae. Kalau Garam ammonium seperi ammonium sulfat akan membuat kondisi asam dan sebagai sumber nitrogen dan ammonium nitrat akan mengarah kearah asam dan digunakan sebagai sumber nitrogen. ( Stanbury,1984 ) Pada penelitian ini menggunakan ammonium sulfat ( NH4)2SO4 , ammonium Nitrat NH4NO3, diammonium phospat (NH4)2HPO4, Urea (NH2)2CO dan dedak.
    3. 3 Pengaruh Oksigen
    Mikroba dapat dibedakan atas tiga group berdasarkan kebutuhannya akan oksigen, yaitu mikroba yang bersifat aerobik, anaerobic dan anaerobik fakultatif. ( Fardiaz,1987)
    Tahapan – tahapan pertumbuhan mikroba yang utama ada 4 yaitu :
    1. Lag Phase ( Fase Adaptasi ), dimana pada saat ini posisi pertumbuhan lambat dan cenderung mikroba beradaptasi menyesuaikan lingkungan yang baru.
    2. Exponential / Logarithmic Phase ( Fase Pertumbuhan ).
    3. Stationary Phase ( Fase stationer / Fase dimana kematian seimbang dengan Pertumbuhan ).
    4. Death Phase ( Fase Kematian ) Kematian lebih besar daripada pertumbuhan. (Dwidjoseputro, 1984 )
    Ragi adalah suatu inokulum atau starter untuk melakukan fermentasi dalam pembuatan produk tertentu. Ragi ini dibuat dari tepung beras, yang dijadikan adonan ditambah ramuan-ramuan tertentu dan dicetak dengan diameter ± 2 – 3 cm, digunakan untuk membuat arak, tape ketan, tape ketela (peuyeum), dan brem di Indonesia.
    Secara tradisional bahan-bahan seperti laos, bawang putih, tebu kuning atau gula pasir, ubi kayu, jeruk nipis dicampur dengan tepung beras, lalu ditambah sedikit air sampai terbentuk adonan. Adonan ini kemudian didiamkan dalam suhu kamar selama 3 hari dalam keadaan terbuka, sehingga ditumbuhi khamir dan kapang secara alami. Setelah itu adonan yang telah ditumbuhi mikroba diperas untuk mengurangi airnya, dan dibuat bulatan-bulatan lalu dikeringkan. (Nurhayani, 2000 ).
    Berdasarkan beberapa penelitian yang terdahulu bahwa pada ragi tape yang di jual di pasar traditional terdapat 2 macam isolat mikroba, yaitu isolat kapang dari dan khamir. Sesuai kandungan yang terdapat pada ragi, maka proses fermentasi dibagi menjadi dua tahap yaitu perubahan pati menjadi gula sederhana oleh kerja kapang dan perubahan gula menjadi alkohol oleh kerja khamir. ( Suliantri, 1975)
    Proses fermentasi dengan teknologi yang sesuai dapat menghasilkan produk protein. Protein mikroba sebagai sumber pangan untuk manusia mulai dikembangkan pada awal tahun 1900. Protein mikroba ini kemudian dikenal dengan sebutan Single Cell Protein (SCP) atau Protein Sel Tunggal. Menurut Tannembaum (1971), Protein Sel Tunggal adalah istilah yang digunakan untuk protein kasar atau murni yang berasal dari mikroorganisme, seperti bakteri, khamir, kapang, ganggang dan protozoa. Sebenarnya ada dua istilah yang digunakan untuk produk mikroba ini, yaitu PST (Protein Sel Tunggal) dan Microbial Biomass Product (MBP) atau Produk Biomassa Mikrobial (PBM). Bila mikroba yang digunakan tetap berada dan bercampur dengan masa substratnya maka seluruhnya dinamakan PBM. Bila mikrobanya dipisahkan dari substratnya maka hasil panennya merupakan PST. (Nurhayani, 2000 ).
    Fermentasi dapat dilakukan dengan metode kultur permukaan dan kultur terendam sub merged. Kultur permukaan yang menggunakan substrat padat atau semi padat banyak digunakan untuk memproduksi berbagai jenis asam organik dan enzim. Fermentasi padat dengan substrat kulit umbi ubi kayu dilakukan untuk meningkatkan kandungan protein dan mengurangi masalah limbah pertanian. Dalam proses fermentasi memerlukan inokulum dan Starter. Pada proses fermentasi kulit ubi kayu memerlukan starter yaitu ragi. (Nurhayani, 2000 ).
    Produk fermentasi selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan atau suplemen produk pangan atau pakan. Proses fermentasi ini selain untuk meningkatkan nilai gizi kulit ubi kayu juga untuk meningkatkan pendapatan masyarakat. Lebih jauh lagi produk fermentasi dapat dijadikan bahan pangan untuk mengatasi masalah kekurangan gizi.(Nurhayani, 2000 ).
    3. 4. Karakterisasi bahan baku
    ( kulit ubi kayu ) dapat ditunjukan pada Tabel 1
    Tabe11. Karakteristik Bahan Baku
    Parameter Satuan (%)
    Kadar Lemak 1,62
    Kadar Protein 1,93
    Kadar air 11,71
    Kadar abu 3,66
    Karbohidrat 81,09
    Sumber : Rukmana H.rahmat, 1977
    Berdasarkan penelitian yang terdahulu menunjukan bahwa kadar protein pada kulit umbi ubi kayu adalah 3.41 % (Nurhayani,2000) sedangkan pada penelitian ini diperoleh hasil 1.93 %. Hal ini karena perbedaan sampel dari kulit ubi kayu. Limbah kulit ubi kayu yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari sumber industri rumah tangga kripik umbi ubi kayu di kota semarang.

    3. 5. Pengaruh waktu fermentasi terhadap % protein dari berbagai jenis vitamin B.
    Pada penelitian ini jenis vitamin yang digunakan adalah vitamin B1, B6, B12 dan B complek. Pengaruh waktu fermentasi terhadap kandungan protein (%) dari berbagai jenis vitamin B ditunjukkan pada Gambar 1. Sedangkan pengaruh waktu fermentasi terhadap pertumbuhan mikroba ditunjukan pada Gambar 2.
    Vitamin B adalah vitamin yang larut dalam air dan memainkan peran penting dalam metabolism sel. Dalam sejarahnya, vitamin pernah diduga hanya mempunyai satu tipe, yaitu vitamin B (seperti orang mengenal vitamin C atau vitamin D). Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa komposisi kimia didalamnya membedakan vitamin ini satu sama lain dan terlihat dalam contohnya dalam beberapa makanan. Suplemen yang mengandung ke-8 tipe ini disebut sebagai vitamin B kompleks ( Encyclopedia, 2008 ) Pada penelitian ini menggunakan variasi vitamin B1, B2 , B 12 dan B Kompleks. Menurut Nurhayani bahwa pada 86 % kulit ubi kayu segar membutuhkan 4 % urea dan 10 % dedak sedangkan kalau menggunakan perpaduan NPK dan vitamin B yaitu pada 96 % substrat kulit ubi kayu ditambahkan 4 % NPK dan 0.01 % Vitamin B.
    3.6. Faktor – faktor yang mempengaruhi kecepatan pertumbuhan mikroba
    3. 6.1. Pengaruh nutrisi
    Mikroba bervariasi dalam kebutuhnnya akan zat nutrisi. Bahwa unsur C, O, N, H, P, dan S menyusun dari berat kering sel dan unsur – unsur mikro seperti K, Ca, Mg, Cl, Fe. Co, Cu, Zn dan Mo diperlukan hampir semua mikroba. Dimana semakin banyak nutrisi yang tersedia maka akan semakin meningkatnya pertumbuhan mikroorganisme.
    3. 6.2. Pengaruh Suhu
    Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan mikoba. Setiap mikroba mempunyai kisaran suhu dan suhu optimum tertentu untuk pertumbuhannya. Berdasarkan kisaran suhu pertumbuhan, mikroba dibedakan atas tiga kelompok sebagai berikut :
    • Psikrofil, yaitu mikroba yang mempunyai kisaran suhu pertumbuhan 0 sampai 20 oC
    • Mesofil, yaitu mikroba yang mempunyai kisaran suhu pertumbuhan 20 sampai 45 oC
    • Termofil, yaitu mikroba yang mempunyai kisaran suhu pertumbuhan diatas 45 oC
    Mikroba perusak dan patogen umumnya dapat tumbuh pada kisaran 4 sampai 66 oC. Oleh karena itu kisaran suhu tersebut merupakan suhu yang kritis untuk penyimpanan pangan. Pangan harus disimpan pada suhu dibawah 4 oC atau di atas 66 oC.( Fardiaz,1987)

    3. 6.3. Pengaruh Aktivitas Air
    Air sangat penting untuk pertumbuhan mikroba karena selain merupakan 80 % dari berat sel mikroba juga kareana air berfungsi sebagai reaktan misalnya dalam reaksi hidrolisis, dan sebagai produk. Kebutuhan mikroba akan air biasanya dinyatakan dalam aw minimal untuk pertumbuhan.
    Mikroba membutuhkan aw minimal yang berbeda – beda, dimana aw minimal tersebut mikroba tidak dapat tumbuh atau berkembang biak. Oleh karena itu salah satu utuk mengawetkan makanan dengan cara menurunkan aw pangan adalah menurunkan aw bahan tersebut. Beberapa cara pengawetan pangan yang menggunakan prinsip penurunan aw bahan misalnya pengeringan dan penambahan bahan pengikat air seperti gula, garam, pati serta gliserol.
    Kebutuhan awal untuk pertumbuhan mikroba sebagai berikut :
    • Bakteri membutuhkan aw sekitar 0.91 atau lebih untuk pertumbuhannya akan tetapi beberapa bakteri tertentu dapat tumbuh sampai aw 0.75
    • Kamir tumbuh pada aw sekitar 0.88 dan beberapa dapat tumbuh pada aw sampai 0.6
    • Kapang tumbuh minimal 0.8
    Bahan makanan yang belum diolah seperti ikan, daging, telur dan susu mempunyai aw di aas 0.95. oleh karena itu dominan tumbuh dan dapat menyebabkan kebusukan terutama adalah bakteri. Bahan pangan kering seperti biji – bijian dan kacang – kacangan kering dan tepung pada umumnya lebih awet karena nilai aw nya 0.6 sampai 0.8.( Fardiaz,1987).

    3. 9. Pengaruh pH
    Kebanyakan mikroba dapat tumbuh pada kisaran sebesar pH 3 – 4 unit pH atau kisaran 1000 – 10000 kali konsentrasi ion hydrogen. Kebanyakan bakteri mempunyai pH optimum sekisar pH 6 – 7.5, Khamir mempunyai pH 4-5 dan tumbuh pada kisaran pH 2.5 – 8 dan kapang mempunyai pH optimum antara 5 dan 7 dan dapat tumbuh pada kisaran pH 3 – 8.5. Dalam fermentasi, control pH penting sekali dilakukan karena pH yang optimum harus tetap dipertahankan. ( Fardiaz,1987).

    Gambar 1. Hubungan antara waktu fermentasi ( hari ) dengan kandungan protein pada varibel jenis vitamin B

    Gambar 2 .Hubungan antara waktu fermentasi ( hari ) dengan Jumlah mikroba pada varibel jenis vitamin B

    Berdasarkan Gambar 1 dan 2 menunjukan bahwa semakin meningkatnya jumlah mikroba maka semakin meningkatnya nilai proteinnya.
    Hal ini sesuai dengan literatur bahwa peningkatan jumlah massa mikroba akan menyebabkan meningkatkan kandungan produk fermentasi, dimana kandungan protein merupakan refleksi dari jumlah massa sel.( Nurhayani,2000 ) Dimana dalam proses fermentasi mikroba akan menghasilkan enzim yang akan mendegradasi senyawa – senyawa komplek menjadi lebih sederhana, dan mikroba juga akan mensistesis protein yang merupakan proses protein enrichment yaitu pengkayaan protein bahan.
    Berdasarkan Gambar 1 dan 2 diatas bahwa waktu proses fermentasi kulit ubi kayu semakin hari semakin meningkat dimana hari yang optimal adalah 5 hari kemudian pada hari berikutnya ada yang mengalami penurunan ( fase kematian ) dan ada yang mengalami titik kestabilan ( Fase Stationer ) ,dimana ditinjau dari peningkatan jumlah mikroba pada variabel perbedaan penambahan sumber vitamin pada waktu yang optimal fementasi kulit ubi kayu ( 5 hari ) yaitu pada B1 jumlah bakteri 2.2 x 109 CFU / gram dan jumlah protein 4.03 %, B6 jumlah bakteri 2 x 109 CFU / gram dan jumlah protein 4.38 %, B12jumlah bakteri 2.3 x 109 CFU / gram dan jumlah protein 4.20 %, B Complex jumlah bakteri 54 x 109 CFU / gram dan jumlah protein 4.81 %.
    Hal ini sesuai dengan literatur bahwa Tahapan – tahapan pertumbuhan mikroba yang utama ada 4 yaitu :lag phase ( Fase Adaptasi ), dimana pada saat ini posisi pertumbuhan lambat dan cenderung mikroba beradaptasi menyesuaikan lingkungan yang baru., exponential / logarithmic phase ( Fase Pertumbuhan ), stationary phase ( Fase stationer / Fase dimana kematian seimbang dengan Pertumbuhan ), death phase ( Fase Kematian ) Kematian lebih besar daripada pertumbuhan. (Dwidjoseputro, 1984)
    Pengaruh waktu fermentasi terhadap % protein dari berbagai jenis sumber nitrogen.
    Pada penelitian ini jenis sumber nitrogen yang digunakan adalah ammonium sulfat (NH4)2SO4, ammonium Nitrat NH4NO3, diammonium phospat (NH4)2HPO4, Urea (NH2)2CO dan dedak. Pengaruh waktu fermentasi terhadap kandungan protein (%) dari berbagai sumber nitrogen ditunjukkan pada Gambar 3. Sedangkan pengaruh waktu fermentasi terhadap pertumbuhan mikroba ditunjukan pada Gambar 4.

    Gambar 3. Hubungan antara waktu fermentasi ( hari ) dengan kandungan protein pada varibel jenis sumber nitrogen.

    Gambar 4. Hubungan antara waktu fermentasi ( hari ) dengan jumlah Mikroba pada varibel jenis sumber nitrogen
    Berdasarkan Gambar 3 dan 4 menunjukan bahwa semakin meningkatnya jumlah mikroba maka semakin meningkatnya nilai proteinnya. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa peningkatan jumlah massa mikroba akan menyebabkan meningkatkan kandungan produk fermentasi, dimana kandungan protein merupakan refleksi dari jumlah massa sel. ( Nurhayani,2000 ) Dimana dalam proses fermentasi mikroba akan menghasilkan enzim yang akan mendegradasi senyawa – senyawa komplek menjadi lebih sederhana, dan mikroba juga akan mensistesis protein yang merupakan proses protein enrichment yaitu pengkayaan protein bahan.
    Berdasarkan Gambar 3 dan 4 bahwa waktu proses fermentasi kulit ubi kayu semakin hari semakin meningkat dimana hari yang optimal adalah 5 hari kemudian pada hari berikutnya ada yang mengalami penurunan ( fase kematian ) dan ada yang mengalami titik kestabilan ( Fase Stationer ) ,dimana ditinjau dari peningkatan jumlah mikroba dan bakteri pada variabel perbedaan penambahan sumber nitrogen pada waktu yang optimal fementasi kulit ubi kayu ( 5 hari ) yaitu pada Urea jumlah bakteri 67 x 109 CFU / gram dan jumlah protein 9.63 %, dedak jumlah bakteri 41 x 109 CFU / gram dan jumlah protein 4.46 %, NH4NO3 jumlah bakteri 47 x 109 CFU / gram dan jumlah protein 8.49 %, (NH4)2SO4 jumlah bakteri 98 x 109 CFU / gram dan jumlah protein 10.5 %, (NH4)2HPO4 jumlah bakteri 92 x 109 CFU / gram dan jumlah protein 10.41 %.
    Hal ini sesuai dengan literatur bahwa Tahapan – tahapan pertumbuhan mikroba yang utama ada 4 yaitu :lag phase ( Fase Adaptasi ), dimana pada saat ini posisi pertumbuhan lambat dan cenderung mikroba beradaptasi menyesuaikan lingkungan yang baru., exponential / logarithmic phase ( Fase Pertumbuhan ), stationary phase ( Fase stationer / Fase dimana kematian seimbang dengan Pertumbuhan )., death phase ( Fase Kematian ) Kematian lebih besar daripada pertumbuhan. (Dwidjoseputro, 1984)

    3.10. Optimasi Variabel
    Berdasarkan hasil penelitian ini pada Gambar 1 menunjukkan bahwa pada variabel penambahan nutrisi (jenis vitamin B) yang paling optimal dalam peningkatan kandungan protein adalah Vitamin B Complek sebesar 4,20 % . Hal ini sesuai dengan literatur karena Vitamin B Complek merupakan gabungan dari 8 Vitamin B yang mana tiap vitamin mempunyai kegunaan yang berbeda – beda sehingga dapat membantu dalam pertumbuhan mikroba. ( Encyclopedia, 2008 ) Sedangkan pada variabel penambahan sumber nitrogen yang ditunjukkan pada Gambar 3 yang paling optimal dalam peningkatan kandungan protein adalah (NH4)2SO4 sebesar 10.5 %.
    Dalam literatur menyebutkan bahwa sulphur dan phosphor merupakan makro unsur, dimana sangat dibutuhkan oleh mikroba untuk melakukan petumbuhan setelah unsur karbon dan nitrogen, dimana semakin banyak nutrisi yang tersedia maka akan semakin meningkatnya pertumbuhan mikroorganisme. (Fardiaz,1987)
    4. SIMPULAN
    1. 1.Proses fermentasi dapat meningkatkan kandungan protein kulit ubi kayu dari 1.93 % menjadi 10.5 %.
    2. Peningkatan jumlah protein pada variabel perbedaan penambahan sumber vitamin pada waktu yang optimal fementasi kulit ubi kayu ( 5 hari ) yaitu pada B1 jumlah protein 4.03 %, B6 jumlah protein 4.38 %, B12 jumlah protein 4.20 %, B Complek jumlah protein 4.81 % dan sedangkan pada peningkatan protein pada variabel perbedaan penambahan jenis sumber nitrogen pada waktu yang optimal fementasi kulit ubi kayu ( 5 hari ) yaitu pada urea jumlah protein 9.63 %, dedak jumlah protein 4.46 %, NH4NO3 jumlah protein 8.49 %, (NH4)2SO4 jumlah protein 10.5 %, (NH4)2HPO4 jumlah protein 10.41 %.
    3. Pada variabel penambahan jenis vitamin yang paling optimal adalah B complek sedangkan pada jenis sumber nitrogen yang paling optimal adalah (NH4)2SO4 dan diikuti dengan (NH4)2HPO4.

    DAFTAR RUJUKAN

    Anonim, ( 2005 ) ” Data Base Pemasaran Internasional Ubi kayu ” Direktorat Pengolahan dan pemasaran Hasil Tanaman Pangan dan Direktorat jenderal Bina pengolahan dan pemasaran Hasil Pertanian Departemen Pertanian.
    Anonim, ( 2008 ) ” Ensyclopedia Vitamin B” www.ensyclopedia/vitaminb.com
    Darmawan, ( 2006 ) ” Pengaruh Kulit Umbi Ketela Pohon Fermentasi terhadap Tampilan kambing Jantan” Jurnal ilmiah ilmu – ilmu peternakan vol IX. No 2 Mei.
    D.A Mitchell, N.Krieger dan M.Berovic, ( 2006 ) ” Solid State Fermentation Bioreactor ” Springer erlin Heidelberg New York.
    Dwidjoseputro D,Prof,Dr, ( 1985 ) ” Dasar-Dasar Mikrobiologi” Jambatan
    Fardiaz Srikandi, ( 1988 ) ” Fisiologi Fermentasi ” Lembaga sumberdaya informasi – IPB.
    Garsetiasih R, Heriyanto N.M dan atmaja, (2003) ” Pemanfaatan Dedak padi Sebagai pakan Tambahan Rusa ”. Puslitbang Hutan dan konversi alam, bogor.
    Hidayat Nur dan Suhartini Sri,(2008)” Fermentasi ” Jurusan Teknik Industri Pertanian FTP universitas Brawijaya Malang
    Nurhayani H.Muhiddin, Nuryati Juli dan I Nyoman P Aryantha,(2000) ”Peningkatan Kandungan Protein Kulit Umbi Ubi Kayu Melalui Proses Fermentasi ”JMS vol 6 no. 1 hal 1 -12 april.
    P.F Stanbury, A. Whitaker dan S.J Hall, (1984) ” Principle of Fermentation Technology” Second Edition , Butterworth-Heinemann.
    Rukmana H.rahmat, (1997)”Ubi Kayu Budi Daya dan pascapanen” Kanisus Yogyakarta.
    Suliantri dan Rahayu , (1975) ” Teknologi Fermentasi Umbi dan Biji