Sebuah Blog dari if002
RSS icon Email icon
  • REKAYASA SYSTEM TEKNOLOGI PEMBUATAN BIO DIESEL DARI CPO MENJADI KONTINYU

    Posted on November 7th, 2009 admin No comments

    REKAYASA SYSTEM TEKNOLOGI PEMBUATAN

    BIO DIESEL DARI CPO MENJADI KONTINYU

    Oleh :Ir. Renilaili, M.T dan Ir. Erna Yuliwati, M.T.

    Dosen Teknik Industri Universitas Bina Darma

    Abstract

    Industries in Indonesia would be develop to enhancement and efficiency the process. For this time we have to concern to develop the making of energi alternative to handle the situation. The problem to face this situation that oil will more expensive and difficult to reach. On the other way we could initiate to make oil from biomass for example crude palm oil. It could be implemented in research and technology development in produced biodiesel from CPO (Crude Palm Oil) on continue process. In this paper, we detail the case study through mini pilot project on capacity 50 l/hour. Hydrodynamic variable and kinetic influences to the process from CPO to biodiesel. Those variables can make the balancing between conversion factor and using of consumption energy. In this research, we use the continue process. The conversion of CPO to biodiesel enhances with this process.

    Keywords: Biodiesel, Crude Palm Oil (CPO), Continue process

    1. PENDAHULUAN

      1. Latar Belakang

    Laju konsumsi bahan bakar minyak (BBM) nasional menunjukkan peningkatan yang cukup tinggi (sekitar 6-7% per tahun ) dibandingkan dengan laju konsumsi BBM dunia yang hanya sekitar 2% per tabun. Dengan cadangan BBM nasional yang tidak terlalu besar (hanya sekitar 0,5% cadangan minyak mentah dunia), pemenuhan kebutuhan BBM tidak dapat mengandalkan produksi dalam negeri. Pada akhir tabun 2004, tercatat konsumsi BBM nasional sekitar 1,35 juta barel/hari, sedangkan produksinya hanya sekitar 1,0 juta bare1/hari sehingga terdapat kesenjangan-pasokan BBM sekitar 350 ribu bare1/hari (OPEC, 2004). Dengan demikian, 40% kebutuhan minyak mentah harus dipenuhi dengan cara mengimpor.

    Tingginya laju peningkatan konsumsi BBM berbasis fosil tersebut dapat menguras devisa negara untuk mensubsidi harga BBM dalam negeri yang berada di bawah harga pokok BBM dunia. Oleh karena itu, penggunaan BBM yang berasal dari sumber alam terbarukan (renewable resources) produksi dalam negeri menjadi alternatif yang sangat potensial untuk mensubstitusi BBM berbasis fosil dalam pemakaian sehari-hari, terutama sebagai bahan bakar kendaraan bermotor dan rumah tangga. Salah satu altematif yang sangat potensial untuk dikembangkan adalah penggunaan biodiese1 yang diproduksi dari bahan baku hayati.

    Banyak keutungan penggunaan biodiesel sebagai bahan bakar altematif pengganti minyak bumi. Pertama, biodiesel diproduksi dari sumber hayati yang merupakan sumber energi terbarukan. Kedua, biodiesel bersifat ramah lingkungan karena tanaman penghasil biodiesel banyak menyerap CO2 dari atmosfir untuk fotosintesisnya sehingga tidak memberikan kontribusi yang berarti pada pemanasan global. Selain itu, biodiesel juga tidak mengandung sulfur, mudah terdegradasi dan tidal beracun (Ramadhas et aI., 2005; Kazancev et al., 2006; Lotero et aI., 2007). Ketiga, sebagai bahan bakar, biodiesel memiliki angka Cetan yang tinggi, bahkan lebih tinggi daripada solar dan juga memiliki sifat pelumasan yang baik (Prakash, 1998). Keempat, produksi biodiesel akan menciptakan kebutuhan bahan baku hayati sehingga akan memacu budidaya dan produksi pertanian, yang pada gilirannya alan meningkatkan pendapatan petani.

    Bahan tanaman yang banyak digunakan sebagai sumber minyak untuk pembuatan biodiesel adalah minyak sawit, minyak kelapa, minyak jarak pagar, minyak biji bunga matahari, minyak kedele, minyak kanola dll. Minyak tersebut dikonversi menjadi biodiesel (alkil ester) melalui reaksi esterifikasi dan atau transesterifikasi. Di Indonesia, minyak jarak pagar sangat potensial untuk dikembangkan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel. Penggunaan jarak pagar memiliki nilai sfrategis, yaitu untuk menghijaukan lahan kering dan tidak produktif serta tidak mengganggu ketersediaan minyak untuk pangan.

    Kualitas biodiesel antara lain dipengaruhi oleh kualitas minyak, komposisi asam lemak dari minyak, proses produksi dan pascaproduksi (Gerpen, 2004). Kualitas minyak ditentukan oleh penanganan bahan penghasil minyak dan proses pengambilan atau ekstraksinya. Untuk mendapatkan biodiesel dengan kualitas yang memadai, perlu diperhatikan penanganan bahan sejak pemanenan, produksi biodiesel dan penyimpanannya.

    Indonesia saat ini berpeluang besar untuk mengembangkan energi biodiesel dari minyak sawit mentah (CPO) sebagai bahan bakar altematif, terutama untuk mesin diesel. Pengembangan bahan bakar bio disel dari minyak sawit mentah sangat potensial karena setiap tahun Indonesia dapat memproduksi sekitar 10 juta ton CPO. Perkebunan kelapa sawit terus berkembang dengan pesat. Tahun 2003 arealnya sudah mencapai 4,9 juta hektar dan itu masih akan terus berkembang. Lima tahun mendatang, Indonesia akan menjadi produsen CPO terbesar dengan total produksi 15 juta ton. Oleh karena itu harus dipikirkan” pengembangan pasar bagi kelapa sawit agar tidak hanya diolah menjadi CPO. Salah satu altematifnya diolah menjadi biodisel. Peluang untuk mengembangkan biodisel dari minyak kelapa sawit dan minyak jarak terbuka luas, sebab produksinya dapat dilakukkan dalam skala kecil maupun skala besar.

    Propinsi Sumatera Selatan memiliki sumber daya energi yang besar baik minyak bumi, gas bumi serta batubara juga dengan hasil perekebunan yang banyak seperti karet, coklat dan kelapa sawit, membuat Provinsi Sumatera Selatan dicanangkan sebagai lumbung energi dan pangan nasional pada tahun 2004.

    Dengan menipisnya cadangan minyak bumi secara nasional, akibat meningkatnya kebutuhan energi seiring dengan pertambahan penduduk membuat pemerintah berupaya mencari energi altematif sebagai penggganti minyak bumi. Potensi perkebunan kelapa sawit yang cukup banyak di Sumatera Selatan yang terdapat di daerah Ogan Komring Ilir (OKI) dengan areal luas perkebunan 71.124,81 hektar dan sudah mulai ditanam pada tahun 2000 dan sampai saat ini masih terns dikembangkan luas areal perkebunannya. Di daerah Ogan Ilir (OI) juga sudah dimulai proses pembibitan kelapa sawit yang baru berjalan selama 2 tahun. Di daerah Ogan Komring Ulu (OKU), kelapa sawit ini sangat banyak ditanam. Selain kelapa sawit juga ditanam jarak pagar yang dapat digunakan sebagai sumber energi alternatif untuk pembuatan biodiesel.

    Biodiesel merupakan bahan bakar nabati yang mempunyai sifat serupa dengan minyak diesel , tapi memiliki sejumlah kelebihan. Dari hasil penelitian Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi ( BPPT ) kelebihan biodiesel antara lain memiliki sifat pelumasan terhadap piston mesin, bebas sulfur dan mengeluarkan asap buangan rendah. Berbeda dengan solar yang biasa dikonsumsi oleh kendaraan selama ini bio disel merupakan bahan bakar yang ramah lingkungan, karena menghasilkan emisi yang jauh lebih baik, memiliki octan number yang tinggi sehingga effisiensi pembakaran menjadi lebih baik.

    1.2. Permasalahan

    1. Cadangan minyak bumi semakin menipis sehingga perlu diupayakan energi alternatif sebgai bahan pengganti energi bahan bakar minyak.

    2. Perlunya metode pengolahan hasil tanaman yang digunakan untuk pembuatan biodiesel yaitu CPO agar dalam proses pengolahannya dapat efisien.

    3. Perlu diketahui daerah-daerah yang potensial yang ada di Sumatera Selatan untuk pengembangan pengolahan biodiesel.

      1. Tujuan Penelitian

    Rekayasa System Teknologi Pembuatan biodiesel Crude Palm Oil (CPO) menjadi kontinyu.

      1. Manfaat Penelitian

    Dengan adanya hasil penelitian ini nantinya Sumatera Selatan dapat menjadi penghasil Biodiesel pada skala pabrik dengan proses yang kontinyu. Sehingga masyarakat daerah penghasil bahan baku biodiesel ini dapat memanfaatkan keberadaan potensi kedaerahannya. Dan secara umum akan menyebabkan peningkatkan ekonomi kerakyatan sehingga kesejahteraan dapat tercapai juga peningkatan PAD kabupaten setempat.

    2. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Lahan dan Iklim

    Secara alami kelapa sawit hanya dapat tumbuh didaerah tropis , Tanaman ini dapat tumbuh ditempat berawa disepanjang bantaran sungai dan ditempat yang basah. Sinar matahari harus langsung mengenai daun kelapa sawit , lama penyinaran matahari rata-rata 5-7 jam perhari..Aingin tidak mempengaruhi pertumbuhan karena bentuk daun yang sedemikian rupa sehingga tidak mudah dirusak angin . Benih kelapa sawit mengalami dormansi ( keadaan sementara Tanaman ) yang cukup panjang, Diperlukan aerasi yang baik dan temperatur yang tinggi untuk memutuskan masa dormansi agar bibit dapat berkecambah.

    Pada proses perkecambahan diperlukan kelembaban 60-80% dengan temperatur 35 oC, curah hujan tahunan antara 1.500-4.000 mm, optimal 2.000 – 3. 000 mm/tahun.

    Tanah yang baik untuk budidaya kelapa sawit harus mengandung banyak lempung , beaerasi baik dan subur. Tanah harus berdrainase baik permukaan air tanah cukup dalam, solum cukup dalam, tidak berbatu.Tanah latosol, ultisol dan aluvial yang meliputi tanah gambut, dataran pantai dan muara sungai dapat dijadikan perkebunan kelapa sawit, tanah memiliki derajad keasaman ( pH ) antara 4-6. Ketinggian tempat yang ideal bagi

    pertumbuhan tanaman kelapa sawit antara 1-400 m , topografi datar dan berombak sampai bergelombang, kelerengan ideal berkisar antara 0-25 %.

    Gambar 2. 1 Kelapa Sawit

    Sumber: ybkrisna@indo.net.id

    Asal mula tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis jack) secaraa pasti belum bisa diketahui. Namun, ada dugaan kuat tanaman ini berasal dari tempat, yaitu Amerika Selatan clan Afiika (Guenia). Spesies Elaeis melanocca atau Elaells oleivera diduga berasal dari Amerika selatan clan spesies £laeis gllinensis bersal dari Afiika (Guenia). Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah antara lain tanah podsolik, alluvial dan tanah gambut. Namun tanah yang cocok adalah tanah padsolik kuning.

    Keasaman tanah (pH) menentukan ketersediaan dan keseimbangan unsur- unsur hara dalam tanah. Kelapa sawit dapat tumbuh pada pH antara 4 hinga 6,5 sedangkan pH optimum berkisar antara 5 hingga 5,5 (Suyatno,1994)

    Sampai saat ini, kedua spesies diatas sudah menyebar ke seluruh negara beriklim tropis, termasuk Indonesia. Adrien Hallet, seorang berkebangsaan Belgia merupakan orang pertama yang memasukkan tanaman ini ke Indonesia pada tahun 1911 sekaligus mendirikan perkebunan kelapa sawit di Asahan (Sumatera timur) dan Sungai Liput (Aceh Timur). Perkebunan ini sekarang benama PT. Socfindo.

    Setelah terbukti perkebunan kelapa sawit menghasilkan keuntungan yang cukup tinggi, banyak perusahaan aging berbondong – bondong berinvestasi di bidang perkebunan ini. Para investor tersebut di antaranya RCMA (Inggris), Urn Royal (Amerika Serikat), SIPEF (Belgia), clan Lonsum (InggFis). Kelapa sawit merupakan tanaman komoditas perkebunan yang cukup renting di Indonesia dan masih memiliki prospek pengembangan yang cukup cerah. Komoditas kelapa sawit baik berupa baik mentah maupun hasil olahannya menduduki peringkat ketiga penyumbang devisa nonmigas terbesar bagi negara setelah karet dan kopi. Kelapa sawit adalah tanaman penghasil minyak nabati yang dapat diandalkan, karena minyak yang dihasilkan memiliki berbagai keunggulan dibandingkan dengan minyak yang dihasilkan oleh tanaman lain. Keungulan tersebut di antaranya memiliki kadar kulestrol rendah bahkan tanpa kolestrol.

    Minyak nabati merupakan produk utama yang bisa dihasilkan dari kelapa sawit. Potensi produksi per hektar mencapai 6 ton per tahun, jika dibandingkan dengan tanaman penghasil minyak lai (1,5 ton per tahun), tingkat produksi ini termasuk tinggi. Minyak kelapa sawit yang dihasilkan dari pengolahan buah kelapa sawait berupa minyak mentah CPO (Crude Palm Oil) yang berwama kuning dan minyak inti sawit PKO (Palm Kernel Oil) yang tidak berwama (jemih). CPO atau PKO banyak digunakan sebagai bahan industri pangan (minyak goreng dan margarin), industri tekstil, kosmetik, dan sebagai bahan bakar altematif (minyak diesel).

    Gambar 2.2. Tandan buah kelapa sawit

    Sumber: ybkrisna@indo.net.id

    Mutu minyak sawit yang dihasilkan pabrik dipengaruhi bahan baku. Bahan baku dipengaruhi oleh tingkat kematangan clan perlakuan pasca panen. Pembahan mutu minyak dalam tandan buah sejak panen hinga awal pengolahan sangat besar dibandingkan selama pengaolahan (Naibaho,I998)

    Syarat tandan buah segar (TBS) kelapasawit untuk pengolahan CPO adalah buah matang penuh, tidak bolah mentah,dan tangkai buah harus dibuang. Syarat lain yaitu harus memenuhi kriteria matang panen. Kriteria meliputi fraksi 00 sampai fraksi 5.

    Kriteria ini dilihat dari tingkat kematangan buah, warna buah dan persentase buah yang lepas dari tandan (Tim Penulis PS,1998).

    Gambar 2.3. Biji Kelapa sawit

    Sumber: ybkrisna@indo.net.id

    Kriteria buah matang panen selengkapnya dapat dilihat pada table berikut:

    Tabel 2.1. Kriteria Buah Matang Pangan (Fraksi TBS)

    No

    Keterangan

    Fraksi

    Jumlah Brondolan

    Keterangan

    1

    Mentah

    00

    Tidak ada, buah berwarana hitam

    Sangat mentah

    0

    1-12,5% Buah luar membrondol

    Mentah

    2

    Matang

    1

    12,5-25% buah luar membrondol

    Kurang matang

    2

    25-50% buah luar membrondol

    Matang I

    3

    50-75% buah luarmembrondol

    Matang II

    3

    Lewat

    4

    75-100% buah luar membrondol

    Lewat Matang

    Matang

    5

    Buah dalam juga membrondol

    Lewat Matang

    Ada buah yang busuk

    Sumber: perkebunan kelapa sawit Betung

    TBS yang baik untuk diolah menjadi CPO adalah buah pada Fraksi 1 sampai 3. Biasanya TBS yang diolah m,eliputi 85 % ftaksi 1 – 3 dan 15 % dari ftaksi 4 dan 5. Bahan baku yang masuk ke PKS diseleksi terlebih dahulu sebelum diolah, bahan baku yang belum sempat diolah diproses dan disimpan terlebih dahulu distasiun bongkar muat (Loading ramp).

    Menurut lubis (1984) minyak sawit terdiri dari dua jenis yaitu hasil extraksi daging buah (mesokap) dan minyak inti sawit dari inti buah kelapa sawit. Hasil extrasi daging buah di kenaI dengan minyak sawit kasar (CPO) yang dapat di olah lebih lanjut menjadi minyak goreng.

    CPO adalah minyak sawit yang berwarna kuning jingga kemerah-merahan yang di peroleh dari pengepresan daging kelapa sawit serta mengandung pro vitamin A (betakaroten) 60 hingga 100.ppm. Minyak inti sawit adalah minyak yang tidak mengandung kotoran serta berbentuk padat pad a suhu kamar dan titik lebur sangat tinggi ( Lubis, 1987 ).

    Selain menghasilkan miuyak, hasil sampingan. dari proses pengolahan minyak sawit adalah pupuk kalium yang berasal dari ampas tandan buah, ampas inti sawit ( Bungkil ) dapat di gunakan sebagai makanan ternak cangkang atau tempumng dapat diolah menjadi arang atau Dahan pengeras jalan di kebun. Batang dan pelepah daun dapat di gunakan sebagai bahan mulsa bila di busukkan ( Satyamidjaja, 1991 ).

    Minyak kelapa sawit ( CPO) terdiri dari campuran minyak, air dan serat kasar. Melalui saringan getar sebagian padatan serta terpisah, sedangkan tangkai klarifIkasi akan memisahkan fraksi minyak ke atas dan air Lumpur ( Sludge) ke bawah.

    Prospek pasar bagi olahan kelapa sawit cukup menjanjikan, karena permintaan dari tahun mengalami peningkatan yang cukup besar, tidak hanya didalam negeri, tetapi juga diluar negeri. Karena itu, sebagai negara tropis yang masih memiliki lahan cukup luas, Indonesia berpeluang besar untuk mengembangkan perkebunan kelapa sawit, baik melalui penanaman modal daging maupun skala perkebunan rakyat.

    Klasifikasi Kelapa Sawit

    Divisi : spennatophyta

    Subdivisi : Angiospennae

    Kelas : Monocotyledonae

    Ordo : Palmales

    Famili : Palmaceae

    Genus : Elaeis

    Spesies : – Elaeis Guineensis

    – Elaeis Odora (tidak ditanam di indonesia)

    Elaeis Melanococca (Elaeis oleivera)

    Varietas : – Elaeis guineensis dura

    – Elaeis guineensis tenera

    – Elaeis guineensis pisifera

    2.2. Proses Pembuatan Biodiesel dari CPO

    Untuk pembuatan Biodiesel dari CPO maka sebelumnya perlu dilakukan Trans esterifikasi , proses trans esterifikasi meliputi 2 tahap.

    Trans esterifikasi I pencampuran antara Kalium Hidroksida ( KOH ) dan Metanol ( CH3OH ) dengan minyak sawit . proses trans esterifikasi I berlangsung sekitar 2 jam pada suhu 58 – 65 oC . Bahan yang pertamakali dimasukkan kedalam reaktor adalah asam lemak yang selanjutnya dipanaskan pada suhu yang telah ditentukan. Reaktor trans esterifikasi dilenglkapi pemanas dan pengaduk, selama proses pemanasan , pengadukan dijalankan. Tepat pada suhu reaktor 63 oC campuran metanol dan KOH dimasukkan kedalam reaktor dan waktu reaksi mulai dihitung pada saat itu.

    Pada akhir reaksi akan terbentuk metil ester dengan konversi sekitar

    94 % selanjudnya prosduk ini diendapkan selama waktu tertentu untuk memisahkan gliserol dengan metil ester. Gliserol yang terbentuk berada dilapisan bawah karena berat jenis nya lebih besar dari pada metil ester. Gliserol kemudian dikeluarkan dari reaktor agar tidak mengganggu proses trans esterifikasi II. Selanjudnya dilakukan trans esterifikasi II pada metil ester.

    Setelah proses trans esterifikasi II selesai , dilakukan pengendapan selama waktu tertentu agar gliserol terpisah dari metil ester. Pengendapan II memerlukan waktu lebih pendek dari pada pengendapan I karena gliserol yang rterbentuk relatif sedikit dan akan larut melalui proses pencucian, adapun tahapan nya adalah sebagai berikut:

    2.2.1. Pencucian

    Pencucian hasil pengendapan pada trans esterifikasi II bertujuan untuk menghilangkan senyawa yang tidak diperlukan seperti sisa gliserol dan metanol. Pencucian dilakukan pada suhu sekitar 55 oC. Pencucian dilakukann tiga kali sampai pH campuran menjadi normal ( pH 6,8 – 7,2 )

        1. Pengeringan

    Pengeringan bertujuan untuk menghilangkan air yang tercampur dalam metil ester. Pengeringan dilakukan sekitar 10 menit pada suhu 130oC , pengeringan dilakukan dengan cara memberikan panas pada produk dengan suhu sekitar 95oC secara sirkulasi. Ujung pipa sirkulasi ditempatkan ditengah permukaan cairan pada alat pengering.

        1. Filtrasi.

    Tahap akhir dari proses pembuatan bio diesel adalah filtrasi. Filtrasi bertujuan untuk menghilangkan partikel- partikel pengotor biodiesel yang terbentuk selama proses berlangsung, seperti karat ( kerak besi ) yang berasal dari dinding reaktor atau dinding pipa atau kotoran dari bahan baku. Filter yang dianjurkan berukuran sama atau lebih kecil dari 10 mikron.

    3.METODOLOGI PENELITIAN

    Dalam melaksanakan penelitian , metodologi penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut :

    1. Pengambilan sampel CPO dari pabrik-pabrik yang ada di Sumatera selatan.

    2. Merakit Alat-alat yang digunakan untuk melakukan Experiment.

    3. Melakukan uji coba dilaboratorium.

    4. Melakukan analisa hasil dilaboratorium.

    Gambar 3.1. Rangkaian alat Esterifikasi dan TransEsterifikasi

    Sumber: Balitbangda Sumatera selatan

    MEKANISME KERJA

      • Proses transesterifikasi. Pada penelitian ini FFA yang terdapat pada bahan baku sebesar 7,05 %, sehingga perlu proses esterifikasi dan dilanjutkan dengan transesterifikasi.

      • Water Removal

    Dengan melakukan pemanasan terhadap bahan baku CPO yang dipanaskan secara manual sebelum digunakan sebagao bahan baku percobaan.

      • Mixing Katalis (pencampuran Katalis)

    Mencampur katalis basa (NaOH) ke dalam metanol hingga menghasilkan campuran katalis 0,06 %. Pencampuran dilakukan selama 5 menit pada tanki yang memiliki mixer yang dilengkapi dengan kondensor karena reaksi eksotermis.

    Proses Pembuatan Biodiesel

    Esterifikasi

      • Proses esterifikasi dilakukan pada tanki reaktor esterifikasi dimana terjadi reaksi antara 17 l minyak (CPO) dengan 10 l campuran metanol + NaOH selama 1 jam 30 menit pada temperatur konstan 65 0C dan tekanan 1 atmosfir. Hasil dari proses esterifikasi akan membentuk 3 lapisan yang terdiri dari biodiesel, gliserol, minyak yang belum bereaksi dan metanol yang tidak bereaksi.

    Pemisahan I (Settling I)

      • Sebelum dilanjutkan pada tanki kedua untuk proses transesterifikasi, produk yang dihasilkan dipisahkan terlebih dahulu antara lapisan pertama dan kedua dengan lapisan ketiga (terbawah). Lapisan ketiga ditampung pada tanki recovery metanol. Proses ini dilakukan selama 30 menit.

    Transesterifikasi

      • Pada proses transesterifikasi dilakukan penambahan 15 l campuran katalis basa (dengan perlakuan awal yang sama seperti pada proses esterifikasi) pada produk tanki esterifikasi yang terdiri dari campuran biodiesel, gliserol, metanol sisa dan air. Proses ini juga dilakukan pada temperatur 65 oC dan tekanan 1 atmosfir pada tanki yang menggunakan kondensor. Waktu reaksi 2 jam dan setelah itu ialirkan ke tanki pemisahan II.

    Pemisahan II (Settling II)

      • Sebelum dilanjutkan ke tanki pencucian untuk memurnikan produk yang dihasilkan. Pemisahan akan membentuk 3 lapisan. Lapisan pertama dan kedua akan dipisahkan dengan lapisan ketiga (terbawah). Lapisan ketiga ditampung pada tanki recovery metanol. Proses ini dilakukan selama 30 menit.

    Pencucian (Washing)

      • Sebelum proses ini dilanjutkan ke tanki pengeringan untuk membersihkan biodiesel dari metanol sisa dan air pencuci, produk dicuci dengan mengumpankan air pencuci dengan temperatur 80 oC sebanyak 50 % dari total larutan produk. Proses pencucian dilakukan sebanyak dua kali tergantung tingkat pengotor yang ada. Pencucian kedua dilakukan dengan menambahkan air pencuci pada temperatur yang sama dengan air pencuci pertama tetapi volume yang ditampahkan sebanyak 100% dari total produk. (Penentuan banyaknya proses pencucian diukur dari kekeruhan air pencuci yang dipisahkan setelah proses pencucian)

    Pemisahan III (Settling III)

      • Sebelum dilanjutkan pada tanki pengering untuk proses pemurnian, produk yang dihasilkan dipisahkan terlebih dahulu antara lapisan pertama dan kedua, proses ini dilakukan selama 30 menit. Lapisan kedua berupa air ditampung pada tanki recovery metanol. Sementara lapisan pertama dibagi dua 65% dikembalikan ke tanki pencucian dan 35 % diumpankan ke tanki pengeringan.

    Pengeringan (Drying)

    Proses pengeringan dilakukan untuk mendapatkan produk yang kemurnian lebih tinggi. Air atau metanol sisa yang masih terkandung dalam larutan diuapkan melalui proses pengeringan ini pada temperatur 100 oC selama 1 jam. Dengan menggunakan pompa vakum produk biodiesel dialirkan pada tanki penampung.

    Penyaringan (Filtration)

    Proses penyaringan merupakan proses pemurnian akhir untuk mendapatkan produk yang baik sesuai dengan spesifikasi yang ada di pasaran.

    4. ANALISA DAN PEMBAHASAN

    Hasil analisa suatu penelitian sangat menentukan keberhasilan dari percobaan yang dilakukan. Berdasarkan standar mutu yang telah ditetapkan berdasarkan SNI-04-7182-2006 ditetapkan sebagai berikut,

    No

    Parameter

    Satuan

    Nilai

    Metode Uji

    1

    Massa Jenis pada 40 oC Kg/cm3

    850-890

    ASTM D 1298

    2

    Viskositas Kinematik pada 40 oC mm2/s

    2,3 – 6,0

    ASTM D 445

    3

    FFA

    mg KOH/g

    Maks 0,8

    EN 14214:2002

    4

    Gliserol Bebas

    % massa

    Maks 0,02

    ASTM D 6584

    5

    Gliserol Total

    % massa

    Maks 0,24

    ASTM D 6584

    6

    Air

    % volume

    Maks 0,05

    ASTM D 1796

    7

    Angka sabun

    % massa

    Min 51

    AOCS Cd 3-25

    8

    Titik nyala

    o C

    Min 100

    ASTM D 93

    Sumber: kimia organik “Vogel”

    4.1 Data Hasil Penelitian

    Produk biodiesel yang dihasilkan diuji di laboratorium dengan menggunakan acuan normatif uji yang ada, antara lain

      • FFA (Free Fatty Acid) dengan EN 14214:2002(E)

      • Massa jenis pada 40 oC dengan ASTM D 1298

      • Viskositas Kinematik pada 40 oC dengan ASTM D 445

      • Gliserol Bebas, gliserol yang terikat dengan ASTM D 6584.

      • Titik nyala (flash point) dengan ASTM D 93.

      • Air dengan ASTM D 1796.

      • Angka penyabunan , angka ini menunjukan banyak miligram basa yang dibutuhkan untuk menyabunkan satu gram contoh biodiesel dengan AOCS Cd 3-25

    4.2 Data Biodiesel dari Minyak Kelapa Sawit

    Tabel 4.1 Data Biodiesel dari MinyakKelapa Sawit

    No

    Parameter

    Satuan

    Nilai

    1

    Massa Jenis pada 40 oC Kg/cm3

    842

    2

    Viskositas Kinematik pada 40 oC mm2/s

    5,3

    3

    FFA

    mg KOH/g

    0,3

    4

    Gliserol Bebas

    % massa

    0,03

    5

    Gliserol Terikat

    % massa

    0,3

    6

    Air

    % volume

    0,035

    7

    Angka sabun

    % massa

    29

    8

    Titik nyala

    o C

    115

    Sumber: kimia organik “Vogel”

    4.3. Proses Pembuatan Biodiesel Secara Kontinyu

    Dari hasil perhitungan yang didapat rendemen yang dihasilkan sebesar 89% yang menggunakan bahan baku CPO.

    5. KESIMPULAN

      1. Bahan baku minyak jarak sangat sulit didapat karena belum tersedia secara komersial.

      2. Cetane number minyak jarak rendah (51-52).

      3. Teknologi ekstraksi munyak jarak masih sederhana sehingga minyak jarak yang digunakan kemurniannya masih rendah.

      4. Keuntungan minyak jarak adalah tidak beracun dan potensial untuk ditanam pada lahan kritis.

      5. Secara literatur cloud point lebih rendah dari minyak sawit (CPO)

      6. Bahan baku CPO sudah tersedia secara komersial dan perkiraan bahan baku pada tahun 2010 sebesar 17,5 juta ton, namun pada penelitian ini menggunakan bahan baku campuran dari P.T SAP dan PTPN VII Desa Penanggiran.

      7. Untuk pengembangan kebun sawit sangat potensial karena sudah banyak dikembangkan melalui sistem plasma maupun inti oleh pemerintah dan pihak swasta dengan melibatkan masyarakat.

      8. Dari sisi proses yang dilakukan terdapat kenaikan rendemen antara proses pembuatan biodiesel dengan batch dan kontinyu.

      9. Mutu biodiesel yang dihasilkan telah mendekati SNI.

    DAFTAR RUJUKAN

    Bayu Krisnamurthi, 2005. Pengembangan Biofuel Berbahan Baku Jarak Pagar sebagai Bagian dari Kebijakan Diversifikasi Energi Nasional. ybkrisna@indo.net.id

    BPPT, Teknik Perbanyakan Bibit Jarak Pagar secara Ex-Vitro, Serpong Tangerang.

    Djajeng S dan Sri Yuliani. Teknologi Pasca Panen dan Pengelolaan Mnyak Jarak Pagar sebagai Sumber Energi. Bogor.

    Dwi Andreas Santosa,2005. Tinjauan Kritis Terhadap Kebijakan Pengembangan Jarak Pagar untuk Biodiesel Seluas 10 Juta Hektar di Indonesia.

    Erliza dkk,2002. Jarak Pagar Tanaman Penghasil Biodiesel, Penerbit Penebar Swadaya, Jakarta

    Erliza Hambali,2005. Kontribusi Perguruan Tinggi dan Lembaga Litbang untuk Pengembangan Jarak Pagar untuk Menjadi Biodiesel dan Minyak Bakar. IPB Bogor.

    Haryadi,2005. Budi Daya Tanaman Jarak sebagai Sumber Bahan Bakar Alternatif Biofuel. Focus Group Discussion (FGD) Deputi Bidang Pengembangan Sisteknas, Serpong, Tangerang.

    Humas BPPT,29 Agustus 2005. Biodiesel Jarak Pagar jadi Proyek Nasional. http//www.bppt.go.id

    M. Nurcholis dan Sri Sumarsih,2007. Jarak Pagar dan Pembuatan Biodiesel, Penerbit Kanisius.

    Rama Prihandana,2005. Pengembangan Integrated Biofuel Industri: Pengalaman PT Rajawali Nusantara Indonesia. Bogor.

    Ristek,2007. Proses dan Rekayasa Rancang Bangun Pabrik Biodiesel Skala Kecil. Serpong Tangerang.

    Rosiyah Faradisa dan Nanang F,2003. Jurnal Pemanfaat Jarak Pagar sabagai Bahan Bakar Alternatif.

    Tirta P Brojonegoro.2005.Proses Pengolahan dan Pemanfaatan Minyak Jarak Menjadi Biodoesel pada Skala Industri.ITB Bandung.

    Tirto Prakoso,2006. Proses Pengolahan Minyak Jarak Pagar menjadi Biodiesel pada Berbagai Skala Industri. Bogor.

    Warta,2006. Volume 28 Nomor 3. Biodiesel Berbahan Baku Minyak Kelapa Sawit. Medan

    Wirawan,S.S,2005. Teknologi Biodiesel dan CPO dan Aplikasinya pada Mobil Diesel pada Berbagai Skala Industri. Bogor.

    Download as pdf file

    Leave a reply