Tugas dari ibu reni

Sebuah Blog dari if002
RSS icon Email icon

How to make your post to appear right here?

If you want to list your posts here, you should go to you theme's options (Appereance => Theme Options) and put the category's id. Please note that if the category doesn't consist any posts, you'll be still seeing sample posts.

Sample photo Sample photo thumb

How to assign a picture to a featured post?

Select a post & click edit through your admin panel. Scroll down to the section named "Custom fields" then create a field named "picture" and the value should contain a path where you stored a picture. You may also create a custom field named "url" just in case you want to link your post elsewhere.

Sample photo #2 Sample photo #2 thumb

About this theme

Did you know that featured posts may contain up to 3 lines of text. This theme is built using CSS framework "Blueprint". The featured posts is based on "SmoothGallery" which is based on "MooTools" - a javascript framework.

Sample photo #2 Sample photo #2 thumb
  • Aplikasi Algoritma genetik dalam rantai pasok untuk permasalahan distribusi

    Posted on October 10th, 2012 renilaili No comments

    APLIKASI ALGORITMA GENETIKA DALAM RANTAI PASOK

    UNTUK PERMASALAHAN DISTRIBUSI

    Rendi Riansyah, Ir. Budi Santoso, MT., Ir. Renilaili, MT

    Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Bina Darma

    E-mail: riansyahrendi@gmail.com

    ABSTRAK

    Rendi Riansyah: Aplikasi Algoritma Genetika Dalam Rantai Pasok Untuk Permasalahan Distribusi.

    PT Semen Baturaja harus memperhatikan jalur pengiriman yang lebih baik agar didapatkan output yang optimal sehingga dapat mencapai sasaran yang tepat dalam segi waktu dan jarak yang efisien dengan tujuan menentukan rute terpendek atau jalur terbaik untuk distribusi semen ke setiap daerah, meminimumkan biaya pengiriman/distribusi semen untuk wilayah Palembang dan menentukan peta jalur yang digunakan dalam persoalan distribusi rantai pasok. Rantai pasok merupakan suatu kegiatan yang berupa aliran dan transportasi dari produk mulai dari raw material sampai ke tangan end use. Metode yang digunakan dalam penenlitian adalah algoritma genetik yang didasarkan pada proses genetik yang ada dalam makhluk hidup; yaitu perkembangan generasi dalam sebuah populasi yang alami, secara lambat laun mengikuti prinsip seleksi. Banyak aplikasi yang berhubungan dengan TSP, di antaranya adalah jasa kurir, transportasi dan sebagainya. Untuk permasalahan pada Traveling Salesman Problem (TSP).

    Kata Kunci: Algoritma Genetika, Supply Chain dan Traveling Salesman Problem

  • Optimasi persediaan multi item dengan pendekatan algoritma genetika

    Posted on October 10th, 2012 renilaili No comments

    OPTIMASI PERSEDIAAN MULTI ITEM DENGAN PENDEKATAN

    ALGORITMA GENETIKA

    (Studi Kasus di PT.Semen Baturaja (Persero))

    Dian Arius1, Budi Santoso2, Renilaili2

    1Mahasiswa Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik Universitas Bina Darma

    2Dosen Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik Universitas Bina Darma

    Jl.Jendral Ahmad Yani No.3 Palembang 30264

    ABSTRAK

    Setiap hari selalu terjadi proses produksi dengan demikian persediaan akan bahan baku yang di pesan atau dibeli harus selalu tersedia, untuk pemesanan baik secara kuantitas maupun waktu kedatangan bahan baku antara  satu dengan yang lain selalu tidak sama, sehingga sering terjadi penumpukan dan kekurangan bahan baku untuk itu perusahaan harus mengatur persediaan agar jumlah permintaan untuk proses produksi sesuai dengan kebutuhan dengan menentukan waktu pemesanan bahan baku yang tepat agar proses produksi tidak ada hambatan  dibutuhkan  peramalan dengan menggunakan metode least square dan metode linier trend serta Algoritma Genetika dengan EOQ Multi Item diharapkan hasil perhitungan tersebut persediaan bahan baku dapat di optimasi untuk jumlah persediaan bijih besi, pasir silika dan gypsum dan jarak antar pemesanan bahan baku.

    Kata Kunci : Metode Peramalan, Algoritma Genetika, EOQ Multi Item.

  • Pemanfaatan kemasan plastik bekas untuk campuran beton polimer

    Posted on October 8th, 2012 renilaili No comments

    PEMANFA’ATAN  KEMASAN  PLASTIK BEKAS  DALAM  CAMPURAN

    BETON POLIMER

    Oleh : Ir Renilaili.,MT

    Dosen  Tetap Teknik  Industri Universitas Binadarma Palembang

    Abstrak : Air minum kemasan banyak sekali dipakai oleh masyarakat  kita sa’at ini  untuk memenuhi  kebutuhan akan air minum, akan tetapi  kemasan plastik  ini  setelah dipakai biasanya  langsung dibuang , belum banyak dimanfaatkan untuk kebutuhan lain , akibatnya menjadikan sampah dimana-mana. Penelitian   ini  bertujuan  untuk memanfaatkan   sampah plastik  bekas air minum kemasan, yang digunakan dalam campuran beton  sebagai bahan pengganti semen , disini plastik  bekas air mjnum kemasan dilarutkan  terlebih dahulu  dengan menggunakan  bahan  kimia yaitu NaOH, kemudian  setelah setelah semua plastik menjadi  larut baru  diaduk bersama pasir dan krikil  dengan komposisi tertentu , selanjutnya setelah campuran merata kemudian dimasukkan kedalam cetakan untuk selanjudnya  didinginkan sampai mengeras. Hasil cetakan beton polimer yang didapat mempunyai kuat tekan yang bervariasi  dan didapat kuat tekan yang optimum terjadi pada  campuran dengan  penggunaan  NaOH  60% komposisi   berat  350 gr , dengan kuat tekan optimum  184,48 kg/cm2

  • EKSTRAKSI MINYAK JARAK SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF

    Posted on May 1st, 2012 admin No comments

    Renilailli

    Dosen Universitas Bina Darma, Palembang

    Jalan Jenderal Ahmad Yani No.12, Palembang

    Pos-el : renilaili@mail.binadarma.ac.id

    Abstract : This study aims to determine the composition of castor oil and pemanfa’atannya as a source of oil and fuel sources alternative.Dari survey results revealed that seed is very potential to be used as a source of oil, because the content in castor beans by 46%, the result of pressing cake minmyak also still be dimanfa’atkan as animal feed, oil cakes still contain protein and crude fiber are high enough heating process before the introduction of castor beans pengepressan can affect the yield and quality of castor oil produced. Heating using an oven at a temperature of 110oC for 30 minutes to give the oil yield by 25%, acid number 3.0 mg KOH / g, 90.5 mgr number Yod Yod / g, specific gravity 0.85 g / cc, refractive index 1.5 and the color of clear oil.

    Keywords: castor oil, threaded compression, color being

    Abstrak : Penelitian ini bertujuan  untuk mengetahui komposisi  minyak jarak dan pemanfa’atannya sebagai sumber minyak serta sumber bahan bakar alternative.Dari hasil penelitian  diketahui   bahwa  biji jarak sangat potensial  untuk digunakan sebagai sumber minyak ,  karena kandungan  dalam biji jarak sebesar 46%, bungkil hasil dari  pengepresan  minmyak  juga masih dapat  dimanfa’atkan sebagai  pakan ternak , bungkil ini masih mengandung protein  dan serat kasar yang cukup tinggi Proses pemanasan pendahuluan terhadap biji jarak  sebelum pengepressan  dapat mempengaruhi   rendemen  dan    mutu minyak jarak yang dihasilkan . Pemanasan menggunakan oven  pada suhu 110oC  selama 30 menit  memberikan rendemen  minyak sebesar 25% ,  bilangan asam  3,0 mg KOH/g, bilangan   Yod 90,5  mgr Yod/gr,  berat  jenis  0,85 gr/cc  , index  bias 1,5  dan warna  minyak bening.

    Keywords: minyak jarak, pengempaan berulir, warna bening

    selengkapnya download

  • EKSTRAKSI MINYAK NILAM

    Posted on May 1st, 2012 admin No comments

    Renilaili

    Dosen Universitas Bina Darma, Palembang

    Jalan Jenderal Ahmad Yani No.12, Palembang

    Pos-el : renilaili@yahoo.com

    Abstrack: Nilam oil that the content especially Patchouli alcohol (C15H 16) often was used as the binder in perfume aroma and   also was used in the mixture of the cosmetic product for example in soap, shampoo and deodorant or lotion. In this research the method that was used was the extraction method with normal mixed solvent heksan with benzen, in this research wanted to be seen how the influence of extraction time against rendemen oil that was gotten, also how the influence from the raw material comparison (the stick and the leaves) that was used in the production of sapphire oil against rendemen results that were received. From results of the research was known that the raw material comparison (the stick: the leaves) with the comparison (1:1) with rendemen sapphire oil that was gotten by 3.44% whereas the influence of optimum extraction time 150 minutes with rendemen oil 4,07%

    Keyword: Nilam Oil, Method, Material

    Abstrak: Minyak Nilam yang kandungan  utamanya  Patchouli alkohol (C15H 16) banyak digunakan sebagai bahan pengikat (fiksatif) dalam parfum agar  aroma  keharumanya  tahan  lama , juga dipakai dalam campuran  produk kosmetik  misalnya  dalam  sabun , shampo dan deodorant atau  lotion. Dalam penelitian ini  metode yang dipakai  adalah metode ekstraksi  dengan pelarut campuran  normal heksan dengan  benzen, dalam penelitian ini  ingin dilihat  bagaimana  pengaruh  waktu ekstraksi  terhadap  rendemen  minyak yang didapat , juga bagaimana  pengaruh  dari  perbandingan  bahan baku (batang dan daun)  yang digunakan  pada pembuatan  minyak nilam  terhadap  rendemen hasil yang didapat. Dari hasil penelitian  diketahui bahwa  perbandingan  bahan baku (batang : daun) dengan perbandingan (1:1) dengan  rendemen minyak nilam yang didapat  3,44% (15,2 ml) sedangkan pengaruh  waktu ekstraksi yang optimum  150 menit  dengan rendemen minyak 4,07% (17,2 ml)

    Kata kunci: Minyak Nilam, Metode, Bahan Baku

    selengkapnya download

  • PEMANFAATAN LIMBAH CRUDE PALM OIL (CPO) UNTUK PROSES PEMBUATAN BIODIESEL

    Posted on August 19th, 2011 admin No comments

    Renilaili 1, Ch. Desi Kusmindari 2
    Dosen Universitas Bina Darma, Palembang
    Jalan Jenderal Ahmad Yani No.12, Palembang
    Pos-el: renilailireni@yahoo.co.id 1, desi_christofora@yahoo.com 2

    Abstrak : Biodiesel pada dasarnya merupakan ester alkil dari asam-asam lemak,bahan tanaman yang banyak digunakan sebagai sumber minyak untuk pembuatan biodiesel adalah minyak sawit, minyak kelapa, minyak jarak pagar, minyak biji bunga matahari, minyak kedele, minyak kanola dan lain-lain. Minyak tersebut dikonversi menjadi (alkil ester) mealaui reaksi esterifikasi ,dengan bantuan katalis. Kualitas biodiesel juga dipengaruhi oleh kualitas minyak , juga komposisi asam –asam lemak didalam minyak tersebut. Indonesia sa’at ini berpeluang besar untuk mengembangkan energi biodiesel dari minyak sawit mentah (CPO) sebagai bahan bakar alternative, terutama untuk mesin diesel. Dalam penelitian ini kami menggunakan limbah CPO yang sudah pekat dengan preaksi menggunakan Ethanol 96% dan katalis H2SO4 pekat (98%).Variasi komposisi yang kami lakukan mulai ( CPO : Ethanol ) (1:1), (1:2), (1:3), (1:4) dan(1:5) juga Variasi temperatur mulai dari 40oC, 50oC, 60oC, 70oC,dan 80oC tanpa diaduk. Hasil penelitian ini mendapatkan konversi maksimum 90% pada temperatur yang optimum 70oC.

    Keyword: Limbah CPO, C2H5OH 96%,H2SO4 98%, 70oC

    Abstract : Biodiesel is basically the alkyl esters of fatty acids. A source of oil for making biodiesel are palm oil, sunflower oil, soybean oil, canola oil and others. That oil converted into biodiesel used esterification or transesterification with the help of katalis. Biodiesel quality is influenced by the quality of oil, as well as the composition of fatty acids in that oil. Indonesia has the great opportunity to develop biodiesel from crude palm oil (CPO) as fuel alternatives, particularly for machine diesel. In this study we use a CPO waste, which is reagent with 96% ethanol and the catalyst concentrated H2SO4 (98%). The variation of composition between CPO and Ethanol that start (1:1), (1:2), (1:3), (1:4) and (1:5) is also temperature variation ranging from 40oC, 50oC, 60oC , 70oC, and 80oC without stirring. The results of this study have a maximum of 90% conversion at an optimum temperature of 70oC.

    Keyword: biodiesel, CPO, ethanol

    1. PENDAHULUAN

    Laju konsumsi bahan bakar minyak (BBM) Nasional menunjukkan peningkatan yang cukup tinggi (sekitar 6-7% per tahun ) dibandingkan dengan laju konsumsi BBM dunia yang hanya sekitar 2% per tahun. Dengan cadangan BBM nasional yang tidak terlalu besar (hanya sekitar 0,5% cadangan minyak mentah dunia), pemenuhan kebutuhan BBM tidak dapat mengandalkan produksi dalam negeri. Pada akhir tabun 2004, tercatat konsumsi BBM nasional sekitar 1,35 juta barel/hari, sedangkan produksinya hanya sekitar 1,0 juta bare1/hari sehingga terdapat kesenjangan-pasokan BBM sekitar 350 ribu bare1/hari (Warta,2006). Dengan demikian, 40% kebutuhan minyak mentah harus dipenuhi dengan cara mengimpor.Tingginya laju peningkatan konsumsi BBM berbasis fosil tersebut dapat menguras devisa negara untuk mensubsidi harga BBM dalam negeri yang berada di bawah harga pokok BBM dunia. Oleh karena itu, penggunaan BBM yang berasal dari sumber alam terbarukan (renewable resources) produksi dalam negeri menjadi alternatif yang sangat potensial untuk mensubstitusi BBM berbasis fosil dalam pemakaian sehari-hari, terutama sebagai bahan bakar kendaraan bermotor dan rumah tangga. Salah satu altematif yang sangat potensial untuk dikembangkan adalah penggunaan biodiese1 yang diproduksi dari bahan baku hayati. (Tim MAPI,2006)
    Minyak nabati memiliki kekentalan (viskositas) yang jauh lebih besar dari minyak diesel/solar maupun biodiesel, sehingga pompa penginjeksi bahan bakar di dalam mesin diesel tak mampu menghasilkan pengkabutan (atomization) yang baik ketika minyak nabati disemprotkan ke dalam kamar pembakaran. Molekul minyak nabati relatif lebih bercabang dibanding ester metil asam-asam lemak. Akibatnya, angka setana minyak nabati lebih rendah daripada angka setana ester metil. Angka setana adalah tolok ukur kemudahan menyala/terbakar dari suatu bahan bakar di dalam mesin diesel. Banyak keuntungan penggunaan biodiesel sebagai bahan bakar altematif pengganti minyak bumi. Pertama, biodiesel diproduksi dari sumber hayati yang merupakan sumber energi terbarukan. Kedua, biodiesel bersifat ramah lingkungan karena tanaman penghasil biodiesel banyak menyerap CO2 dari atmosfir untuk fotosintesisnya sehingga tidak memberikan kontribusi yang berarti pada pemanasan global. Selain itu, biodiesel juga tidak mengandung sulfur, mudah terdegradasi dan tidak beracun.. Ketiga, sebagai bahan bakar, biodiesel memiliki angka Cetan yang tinggi, bahkan lebih tinggi daripada solar dan juga memiliki sifat pelumasan yang baik. Keempat, produksi biodiesel akan menciptakan kebutuhan bahan baku hayati sehingga akan memacu budidaya dan produksi pertanian, yang pada gilirannya alan meningkatkan pendapatan petani. Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah Cadangan minyak bumi semakin menipis sehingga perlu diupayakan energi alternatif sebagai bahan pengganti energi bahan bakar minyak. Jua perlunya metode pengolahan hasil tanaman yang digunakan untuk pembuatan biodiesel dari CPO agar dalam proses pengolahannya dapat efisien.

    2. METODOLOGI PENELITIAN

    Lokasi Penelitian

    Penelitian dilakukan dilaboratorium kimia Politeknik Negeri Sriwijaya dari tanggal 3 sampai 10 Oktober 2010.

    Alat –alat yang dipakai

    – Labu Godok
    – Thermometer (oC )
    – Glass ukur (1000 cc )
    – Cooller
    – selang plastik kecil
    – Corong pemisah
    – Beaker glass.
    – Waterbath
    – Reffreegrant

    Bahan –bahan yang digunakan:

    – Limbah Crude Palm Oil ( CPO )
    – C2H5OH ( Alkohol 96 % )
    – Vaselin (agar uap tidak keluar)
    – H2SO4 (98%) sebagai katalis

    Hal yang diteliti

    Konversi biodiesel yang didapat dari beberapa varibel seperti Variabel temperatur , Variabel Komposisi perbandingan (CPO : Ethanol 96% ) dan juga analisa hasil dari percobaan.

    Tanaman kelapa sawit

    Secara alami kelapa sawit hanya dapat tumbuh didaerah tropis , Tanaman ini dapat tumbuh ditempat berawa disepanjang bantaran sungai dan ditempat yang basah. Sinar matahari harus langsung mengenai daun kelapa sawit , lama penyinaran matahari rata-rata 5-7 jam perhari. Angin tidak mempengaruhi pertumbuhan karena bentuk daun yang sedemikian rupa sehingga tidak mudah dirusak angin . Benih kelapa sawit mengalami dormansi (keadaan sementara tanaman ) yang cukup panjang, Diperlukan aerasi yang baik dan temperatur yang tinggi untuk memutuskan masa dormansi agar bibit dapat berkecambah. Pada proses perkecambahan diperlukan kelembaban 60-80% dengan temperatur 35 oC, curah hujan tahunan antara 1.500-4.000 mm, optimal 2.000 – 3. 000 mm/tahun. (Wirawan, 2005)
    Tanah yang baik untuk budidaya kelapa sawit harus mengandung banyak lempung , beaerasi baik dan subur. Tanah harus berdrainase baik permukaan air tanah cukup dalam, solum cukup dalam, tidak berbatu. Tanah latosol, ultisol dan aluvial yang meliputi tanah gambut, dataran pantai dan muara sungai dapat dijadikan perkebunan kelapa sawit, tanah memiliki derajad keasaman ( pH ) antara 4-6. Ketinggian tempat yang ideal bagi pertumbuhan tanaman kelapa sawit antara 1-400 m, topografi datar dan berombak sampai bergelombang, kelerengan ideal berkisar antara 0-25 %.
    baca selengapnyadownload

  • KINERJA AMILASE ASPERGILUS NIGER DALAM SAKARIFIKASI PATI UBI KAYU MENJADI BIOETANOL

    Posted on March 2nd, 2011 admin No comments

    Renilaili

    Dosen Universitas Bina Darma

    Jalan Jenderal Ahmad Yani No.12, Palembang

    Pos-el :…………………..

    Abstract : Bioethanol is a derivative product from cassava that is thoroughly developed nowadays. One of the bioethanol research program Product Design and Development Research Group, to increase productivity and the performance of α-amylase and Aspergillus glucoamylase  for saccharification of cassava starch in bioethanol production. The optimum condition of saccharification process related with the effect of pH, temperature, Ca2+ concentration, substrate concentration, and enzyme volume percentage have been carried out. The performance of α-amylase was determined by the iodine method while the performance of glucoamylase was done by the Somogyi-Nelson method. Research variable to determine the optimum performance condition of amylase axtract were pH (3.5 – 7.5), temperature (25 – 80oC), Ca2+ concentration (25 – 200 ppm), substrate concentration (0.5 – 20 %-w/v), and enzyme volume percentage (5 – 50 %-v). The results of this research showed that the optimum performance of amylase complex were pH 4.5, temperature 60oC, Ca2+ concentration 75 ppm, and substrate concentration 7%-w/v.

    Keyword : amylase, glucoamylase, Aspergillus niger, saccharification, starch

    Abstrak: Bioetanol merupakan produk turunan ubi kayu yang sekarang sedang giat dikembangkan. Salah satu program riset bioetanol Kelompok Keahlian Perancangan dan Pengembangan Produk  adalah peningkatan produktifitas dan kinerja enzim ά-amilase dan glukoamilase Aspergillus untuk proses sakarifikasi pati ubi kayu pada produksi bioethanol. Sehubungan dengan kondisi optimum proses sakarifikasi, penelitian tentang pengaruh pH, temperatur, konsentrasi Ca2+, konsentrasi substrat, dan persentase volume enzim, telah dilakukan. Analisis kinerja kompleks amilase yang dilakukan meliputi analisis kinerja enzim ά-amilase dengan metode iodin dan analisis kinerja enzim glukoamilase dengan metode Somogyi-Nelson. Variabel yang diteliti untuk menentukan kondisi optimum kinerja ekstrak amilase adalah pH (3,5 – 7,5), temperatur (25 – 80 oC), konsentrasi Ca2+ (25 – 200 ppm) konsentrasi substrat (0,5 – 20 %-b/v) dan persentase volume enzim (5 – 50%-v). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja kompleks enzim amylase optimum berada pada pH 4,5, temperatur 60oC, konsentrasi Ca2+ 75 ppm, dan konsentrasi substrat 7%-b/v. Kinerja kompleks amilase makin baik seiring dengan peningkatan persentase volume enzim, namun peningkatan ini dibatasi oleh kandungan glukosa dalam enzim yang dapat menyebabkan inhibisi terhadap aktivitas enzim.

    Kata kunci : amilase, glukoamilase, Aspergillus niger, sakarifikasi, pati


    1. PENDAHULUAN

    Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah berhasil mengungkapkan betapa penting dan potensialnya bahan-bahan yang mengandung pati sebagai bahan baku untuk suatu industri fermentasi etanol. Pati, suatu polisakarida yang dibentuk oleh monomer-monomer glukosa, banyak terdapat di alam dalam bentuk cadangan bahan makanan dari tumbuh-tumbuhan. Yang termasuk kelompok bahan baku yang mengandung pati antara lain adalah padi-padian dan umbi-umbian. Sebagai bahan baku untuk pembuatan etanol, jenis padi-padian yang banyak digunakan di Negara-negara Asia yaitu beras, sedang di Amerika Serikat umumnya jagung. Umbi-umbian seperti kentang merupakan salah satu jenis bahan baku untuk industri fermentasi etanol yang biasa digunakan di kebanyakan Negara-negara Eropa.

    Ubi kayu merupakan salah satu jenis tanaman yang umbinya banyak mengandung pati. Jenis tanaman ini banyak dibudidayakan masyarakat Indonesia baik dalam skala kecil maupun besar. Ketersediaan ubi kayu cukup banyak, tetapi nilai jualnya rendah. Oleh karena itu, konversi ubi kayu menjadi produk lain yang bernilai jual lebih baik merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan.

    Bioetanol merupakan produk turunan ubi kayu yang sekarang sedang giat dikembangkan di Indonesia. Rute utama pembuatan bioetanol dari bahan baku yang mengandung gula adalah fermentasi. Oleh karena pati ubi kayu tidak dapat difermentasi secara langsung oleh ragi yang umum digunakan pada proses fermentasi etanol, tahapan proses konversi pati menjadi gula yang dapat difermentasi oleh ragi perlu dilakukan terlebih dahulu.

    Sebagai pelarut, alkohol beratom karbon dua ini banyak digunakan di industri-industri farmasi, kosmetik, zat warna,dan resin. Etanol juga merupakan senyawa kimia antara yang sangat bermanfaat untuk pembuatan produk-produk industri kimia seperti etilen, asetaldehid, butadien, aseton, bahkan polistiren dan polietilen serta poli vinil klorida. Selain itu, bioetanol juga dapat digunakan sebagai pengganti bahan bakar (Balat, dkk., 2008).

    Proses konversi pati menjadi glukosa sebagai senyawa antara pembuatan bioetanol merupakan proses yang sangat penting sehingga penelitian kinerja amilase dari Aspergillus dalam sakarifikasi pati ubi kayu merupakan penelitian yang menarik untuk dilakukan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mencari kondisi proses yang dapat menghasilkan perolehan glukosa yang paling tinggi. Variabel proses yang diamati adalah temperatur, pH, penambahan ion Ca2+, konsentrasi substrat, dan konsentrasi enzim.

    2. METODOLOGI  PENELITIAN

    2.1. Obyek Penelitian

    Bahan yang digunakan dalam percobaan meliputi stillage singkong, pati terlarut, dan reagen uji. Stillage singkong yang digunakan sebagai bahan baku untuk produksi enzim merupakan limbah produksi etanol dari singkong. Pati terlarut digunakan sebagai substrat pada reaksi uji kinerja kompleks enzim, sementara reagen uji yang digunakan adalah iodin untuk uji pati dan Somogyi-Nelson sebagai reagen uji penentuan glukosa.

    2.2. Langkah-langkah Penelitian

    Langkah-langkah percobaan yang dilakukan adalah : produksi kompleks enzim amilase, ekstraksi kompleks enzim amilase, dan analisis kinerja kompleks enzim amilase.

    2.3. Peralatan

    Fermentor produksi yang digunakan adalah labu Erlenmeyer 2L yang dilengkapi dengan sistem aerasi dan diletakkan di dalam water bath untuk menjaga temperatur fermentasi.

    Peralatan yang digunakan pada uji kinerja enzim amilase adalah tabung reaksi, pipet, water bath, dan spektrofotometer (Gambar 1).

  • PENGARUH VITAMIN B DAN NITROGEN DALAM PENINGKATAN KANDUNGAN PROTEIN KULIT UBI KAYU MELALUI FERMENTASI

    Posted on March 2nd, 2011 admin No comments

    Renilaili
    Dosen Universitas Bina Darma
    Jalan Jenderal Ahmad Yani No.12, Palembang
    Pos-el : renilailireni

    Abstracts: Indonesia is nation most production cassava number five in the world. Cassava composed of 15 – 20 % is rind. One of way utilize is fermentation cassava rind for increasing value protein so cassava rind is good consumption. This research have purpose of utilize waste cassava rind become food high value protein, Increasing value protein in cassava rind with fermentation, study effect of nitrogen source and vitamin B in fermentation process. The fermentation process was carried out for 7 days with type of inoculumi is ragi tape, 100 gr cassava rind was used a substrate and the kjehdall method was used to analyses the protein content with BPOM standart, the result show that the optimal condition was found to be vitamin B complex and (NH4)2SO4.

    Keyword: protein, fermentasi, cassava rind, substra

    Abstrak: Indonesia merupakan negara penghasil ubi kayu nomor 5 terbesar di dunia. Ubi kayu terdiri 15 – 20 % adalah kulitnya. Salah satu cara pemanfaatan limbah kulit ubi kayu adalah dengan fermentasi untuk meningkatkan kandungan proteinnya sehingga bagus untuk di konsumsi. Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan limbah kulit ubi kayu menjadi makanan yang berprotein tinggi, meningkatkan kandungan Protein pada kulit ubi kayu dengan proses fermentasi, mengetahui pengaruh jenis sumber nitrogen dan jenis vitamin B dalam proses fermentasi untuk meningkatkan kandungan protein, mengetahui jenis sumber nitrogen dan jenis vitamin B yang optimal dalam proses fermentasi kulit ubi kayu. Proses fermentasi waktu 7 hari, jenis starter ragi tape, dosis inokulum 0.3 gr, jenis substrat yaitu kulit ubi kayu, substrat yang digunakan sebanyak 100 gr. Analisa kadar protein menggunakan metode kjehdall dengan BPOM Standart Dari hasil analisa penambahan jenis vitamin B yang paling optimal adalah B complek sedangkan pada jenis sumber nitrogen yang paling optimal adalah (NH4)2SO4.

    Kata kunci: protein, fermentasi, ubi kayu, substrat.

    1. PENDAHULUAN
    Indonesia merupakan negara penghasil ubi kayu nomor 5 terbesar di dunia. Dan setiap tahun produksi ubi kayu semakin meningkat rata – rata 3 % dan meningkatnya produksi ubi kayu tidak diimbangi dengan pengolahan limbah dari ubi kayu yaitu kulitnya.
    Umbi kayu terdiri 15 – 20 % adalah kulitnya, Sehingga 1/5 sendiri limbah kulit ubi kayu yang dihasilkan dari pemanfaatan ubi kayu. Selama ini industri tepung tapioka, industri snack yang menggunakan bahan dasar ubi kayu dan industri yang lain yang memakai bahan dasar ubi kayu hanya memakai ubi kayu nya sedangkan kulitnya di buang, sehingga dapat mencemari lingkungan.
    Kulit ubi yang segar bisa digunakan untuk makanan binatang ternak tetapi tidak boleh terlalu banyak karena kulit ubi kayu mengandung sianida. Ubi kayu segar memiliki kandungan protein yang sedikit maka perlu peningkatan kandungan nutrisinya sehingga sesuai untuk makanan ternak ( Rukmana, 1997 ) Kulit umbi ubi kayu yang diperoleh dari produk tanaman ubi kayu merupakan limbah industri pembuatan tepung tapioka dan produk lain dengan menggunakan bahan dasar umbi ubi kayu.
    Pada umumnya dalam proses industri tersebut kulit umbi ubi kayu ini dibuang sebagai limbah. Dimana semakin luas areal tanaman umbi ubi kayu diharapkan produksi umbi ubi kayu semakin tinggi sehingga semakin tinggi pula limbah kulit ubi kayu. Setiap kilogram ubi kayu dapat menghasilkan 15 – 20 % kulit umbi. (Nurhayani, 2000 )
    2. METODOLOGI PENELITIAN
    Fermentasi mempunyai pengertian aplikasi metabolisme mikroba untuk mengubah bahan baku menjadi produk yang bernilai tinggi, seperti asam – asam organik, protein sel tunggal, antibiotika, dan biopolymer. Fermentasi merupakan proses yang relative murah yang pada hakekatnya telah lama dilakukan oleh nenek moyang kita secara tradisional dengan produk – produknya yang sudah biasa dikonsumsi manusia sampai sekarang, seperti tape, tempe, oncom, dan lain – lain. ( Nurhayani, 2000 ).
    Pada proses metabolisme mikroba media harus sesuai dengan yang dibutuhkan oleh mikroba dan suplay energi untuk mikroba harus tetap di jaga. Salah satu jalan untuk menghitung persamaan stoikiometri dari bentuk pertumbuhan atau produk , untuk fermentasi aerob :

    Persamaan ini seharusnya ditunjukkan pada jumlah yang banyak, yang mana sangat penting untuk untuk menentukan media yang ekonomis, persamaan ini juga bisa digunakan untuk menghitung banyaknya jumlah nutrisi yang diperlukan untuk memproduksi jumlah yang spesifik dari biomass, menghitung konsentrasi substrat yang dibutuhkan untuk memproduksi produk yang diinginkan. Sumber energi yang digunakan dalam proses fermentasi:
    2.1. Pada penelitian ini menggunakan variable tetapnya yaitu:
    • Waktu fermentasi yaitu 7 hari
    • Jenis Starter yaitu ragi tape
    • Dosis inokulum nya adalah 0.3 gr
    • Jenis Substrat yaitu kulit ubi kayu
    • Substrat yang digunakan sebanyak 100 gr
    2.2. Sedangkan variabel berubahnya yaitu:
    • Jenis sumber nitrogen yang digunakan yaitu urea, dedak, ammonium sulfat, diammonium pospat, ammonium nitrat.
    • Jenis vitamin B yaitu vitamin B1, B2, B12.dan B kompleks
    Respon Pengamatan dilakukan pada hari ke-1,3,5 dan 7. Untuk mengetahui perubahan kandungan protein dan jumlah mikroba dalam media fermentasi dilakukan pengambilan sampel pada hari ke-1,3,5 dan 7. Respon yang didapat adalah kadar protein dan jumlah mikroba yang terkandung dalam media selama proses fermentasi. Pada penelitian ini digunakan pengaruh penambahan jenis nitrogen dan vitamin B untuk meningkatkan kandungan protein dalam proses fermentasi.
    2. 3. Alat -alat yang digunakan:
    • Erlenmeyer
    • Gelas Ukur
    • Beaker Glass
    • Pengaduk kaca
    • Kawat Ose
    • Pipet Volume
    • Botol sample
    • Autoclave
    • Erlenmeyer
    • Kompor Listrik
    • Pemanas Bunsen
    • Labu Distilasi
    • Labu kiejhdahl
    • Pendingin liebig

    Sebelum melakukan penelitian dilakukan karakterisasi bahan baku. Kemudian penyiapan bahan baku, inokulum (ragi tape). Lalu pasteurisasi substrat pada suhu 60°C selama 30 menit.. Substrat fermentasi ditambahkan inokulum kemudian dimasukkan kedalam erlenmeyer yang telah ditutup kapas karena merupakan fermentasi aerob, lalu difermentasikan pada suhu kamar selama 7 hari. Analisa kadar protein dan perhitungan jumlah bakteri dilakukan pada hari ke-1,3,5 dan 7.
    3. HASIL DAN PEMBAHASAN
    3. 1 Sumber karbon
    Sumber karbon seperti karbohidrat, lipid dan protein. Beberapa mikroorganisme dapat juga menggunakan hidrokarbon atau methanol sebagai karbon dan sumber energi. Dimana pada penelitian ini kami menggunakan kulit ubi kayu sebagai sumber karbon.
    3. 2 Sumber nitrogen
    Industri menggunakan sumber nitrogen inorganik dan organik untuk memenuhi kebutuhan mikroorganisme. Menurut hunter Inorganic nitrogen biasanya disuplay dari gas ammonia, garam ammonium atau nitrat. Tujuan pemakaian Ammonia biasanya digunakan untuk control pH dan sumber nitrogen untuk memproduksi serum albumin yang menggunakan saccharomyces cerevisae. Kalau Garam ammonium seperi ammonium sulfat akan membuat kondisi asam dan sebagai sumber nitrogen dan ammonium nitrat akan mengarah kearah asam dan digunakan sebagai sumber nitrogen. ( Stanbury,1984 ) Pada penelitian ini menggunakan ammonium sulfat ( NH4)2SO4 , ammonium Nitrat NH4NO3, diammonium phospat (NH4)2HPO4, Urea (NH2)2CO dan dedak.
    3. 3 Pengaruh Oksigen
    Mikroba dapat dibedakan atas tiga group berdasarkan kebutuhannya akan oksigen, yaitu mikroba yang bersifat aerobik, anaerobic dan anaerobik fakultatif. ( Fardiaz,1987)
    Tahapan – tahapan pertumbuhan mikroba yang utama ada 4 yaitu :
    1. Lag Phase ( Fase Adaptasi ), dimana pada saat ini posisi pertumbuhan lambat dan cenderung mikroba beradaptasi menyesuaikan lingkungan yang baru.
    2. Exponential / Logarithmic Phase ( Fase Pertumbuhan ).
    3. Stationary Phase ( Fase stationer / Fase dimana kematian seimbang dengan Pertumbuhan ).
    4. Death Phase ( Fase Kematian ) Kematian lebih besar daripada pertumbuhan. (Dwidjoseputro, 1984 )
    Ragi adalah suatu inokulum atau starter untuk melakukan fermentasi dalam pembuatan produk tertentu. Ragi ini dibuat dari tepung beras, yang dijadikan adonan ditambah ramuan-ramuan tertentu dan dicetak dengan diameter ± 2 – 3 cm, digunakan untuk membuat arak, tape ketan, tape ketela (peuyeum), dan brem di Indonesia.
    Secara tradisional bahan-bahan seperti laos, bawang putih, tebu kuning atau gula pasir, ubi kayu, jeruk nipis dicampur dengan tepung beras, lalu ditambah sedikit air sampai terbentuk adonan. Adonan ini kemudian didiamkan dalam suhu kamar selama 3 hari dalam keadaan terbuka, sehingga ditumbuhi khamir dan kapang secara alami. Setelah itu adonan yang telah ditumbuhi mikroba diperas untuk mengurangi airnya, dan dibuat bulatan-bulatan lalu dikeringkan. (Nurhayani, 2000 ).
    Berdasarkan beberapa penelitian yang terdahulu bahwa pada ragi tape yang di jual di pasar traditional terdapat 2 macam isolat mikroba, yaitu isolat kapang dari dan khamir. Sesuai kandungan yang terdapat pada ragi, maka proses fermentasi dibagi menjadi dua tahap yaitu perubahan pati menjadi gula sederhana oleh kerja kapang dan perubahan gula menjadi alkohol oleh kerja khamir. ( Suliantri, 1975)
    Proses fermentasi dengan teknologi yang sesuai dapat menghasilkan produk protein. Protein mikroba sebagai sumber pangan untuk manusia mulai dikembangkan pada awal tahun 1900. Protein mikroba ini kemudian dikenal dengan sebutan Single Cell Protein (SCP) atau Protein Sel Tunggal. Menurut Tannembaum (1971), Protein Sel Tunggal adalah istilah yang digunakan untuk protein kasar atau murni yang berasal dari mikroorganisme, seperti bakteri, khamir, kapang, ganggang dan protozoa. Sebenarnya ada dua istilah yang digunakan untuk produk mikroba ini, yaitu PST (Protein Sel Tunggal) dan Microbial Biomass Product (MBP) atau Produk Biomassa Mikrobial (PBM). Bila mikroba yang digunakan tetap berada dan bercampur dengan masa substratnya maka seluruhnya dinamakan PBM. Bila mikrobanya dipisahkan dari substratnya maka hasil panennya merupakan PST. (Nurhayani, 2000 ).
    Fermentasi dapat dilakukan dengan metode kultur permukaan dan kultur terendam sub merged. Kultur permukaan yang menggunakan substrat padat atau semi padat banyak digunakan untuk memproduksi berbagai jenis asam organik dan enzim. Fermentasi padat dengan substrat kulit umbi ubi kayu dilakukan untuk meningkatkan kandungan protein dan mengurangi masalah limbah pertanian. Dalam proses fermentasi memerlukan inokulum dan Starter. Pada proses fermentasi kulit ubi kayu memerlukan starter yaitu ragi. (Nurhayani, 2000 ).
    Produk fermentasi selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan atau suplemen produk pangan atau pakan. Proses fermentasi ini selain untuk meningkatkan nilai gizi kulit ubi kayu juga untuk meningkatkan pendapatan masyarakat. Lebih jauh lagi produk fermentasi dapat dijadikan bahan pangan untuk mengatasi masalah kekurangan gizi.(Nurhayani, 2000 ).
    3. 4. Karakterisasi bahan baku
    ( kulit ubi kayu ) dapat ditunjukan pada Tabel 1
    Tabe11. Karakteristik Bahan Baku
    Parameter Satuan (%)
    Kadar Lemak 1,62
    Kadar Protein 1,93
    Kadar air 11,71
    Kadar abu 3,66
    Karbohidrat 81,09
    Sumber : Rukmana H.rahmat, 1977
    Berdasarkan penelitian yang terdahulu menunjukan bahwa kadar protein pada kulit umbi ubi kayu adalah 3.41 % (Nurhayani,2000) sedangkan pada penelitian ini diperoleh hasil 1.93 %. Hal ini karena perbedaan sampel dari kulit ubi kayu. Limbah kulit ubi kayu yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari sumber industri rumah tangga kripik umbi ubi kayu di kota semarang.

    3. 5. Pengaruh waktu fermentasi terhadap % protein dari berbagai jenis vitamin B.
    Pada penelitian ini jenis vitamin yang digunakan adalah vitamin B1, B6, B12 dan B complek. Pengaruh waktu fermentasi terhadap kandungan protein (%) dari berbagai jenis vitamin B ditunjukkan pada Gambar 1. Sedangkan pengaruh waktu fermentasi terhadap pertumbuhan mikroba ditunjukan pada Gambar 2.
    Vitamin B adalah vitamin yang larut dalam air dan memainkan peran penting dalam metabolism sel. Dalam sejarahnya, vitamin pernah diduga hanya mempunyai satu tipe, yaitu vitamin B (seperti orang mengenal vitamin C atau vitamin D). Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa komposisi kimia didalamnya membedakan vitamin ini satu sama lain dan terlihat dalam contohnya dalam beberapa makanan. Suplemen yang mengandung ke-8 tipe ini disebut sebagai vitamin B kompleks ( Encyclopedia, 2008 ) Pada penelitian ini menggunakan variasi vitamin B1, B2 , B 12 dan B Kompleks. Menurut Nurhayani bahwa pada 86 % kulit ubi kayu segar membutuhkan 4 % urea dan 10 % dedak sedangkan kalau menggunakan perpaduan NPK dan vitamin B yaitu pada 96 % substrat kulit ubi kayu ditambahkan 4 % NPK dan 0.01 % Vitamin B.
    3.6. Faktor – faktor yang mempengaruhi kecepatan pertumbuhan mikroba
    3. 6.1. Pengaruh nutrisi
    Mikroba bervariasi dalam kebutuhnnya akan zat nutrisi. Bahwa unsur C, O, N, H, P, dan S menyusun dari berat kering sel dan unsur – unsur mikro seperti K, Ca, Mg, Cl, Fe. Co, Cu, Zn dan Mo diperlukan hampir semua mikroba. Dimana semakin banyak nutrisi yang tersedia maka akan semakin meningkatnya pertumbuhan mikroorganisme.
    3. 6.2. Pengaruh Suhu
    Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan mikoba. Setiap mikroba mempunyai kisaran suhu dan suhu optimum tertentu untuk pertumbuhannya. Berdasarkan kisaran suhu pertumbuhan, mikroba dibedakan atas tiga kelompok sebagai berikut :
    • Psikrofil, yaitu mikroba yang mempunyai kisaran suhu pertumbuhan 0 sampai 20 oC
    • Mesofil, yaitu mikroba yang mempunyai kisaran suhu pertumbuhan 20 sampai 45 oC
    • Termofil, yaitu mikroba yang mempunyai kisaran suhu pertumbuhan diatas 45 oC
    Mikroba perusak dan patogen umumnya dapat tumbuh pada kisaran 4 sampai 66 oC. Oleh karena itu kisaran suhu tersebut merupakan suhu yang kritis untuk penyimpanan pangan. Pangan harus disimpan pada suhu dibawah 4 oC atau di atas 66 oC.( Fardiaz,1987)

    3. 6.3. Pengaruh Aktivitas Air
    Air sangat penting untuk pertumbuhan mikroba karena selain merupakan 80 % dari berat sel mikroba juga kareana air berfungsi sebagai reaktan misalnya dalam reaksi hidrolisis, dan sebagai produk. Kebutuhan mikroba akan air biasanya dinyatakan dalam aw minimal untuk pertumbuhan.
    Mikroba membutuhkan aw minimal yang berbeda – beda, dimana aw minimal tersebut mikroba tidak dapat tumbuh atau berkembang biak. Oleh karena itu salah satu utuk mengawetkan makanan dengan cara menurunkan aw pangan adalah menurunkan aw bahan tersebut. Beberapa cara pengawetan pangan yang menggunakan prinsip penurunan aw bahan misalnya pengeringan dan penambahan bahan pengikat air seperti gula, garam, pati serta gliserol.
    Kebutuhan awal untuk pertumbuhan mikroba sebagai berikut :
    • Bakteri membutuhkan aw sekitar 0.91 atau lebih untuk pertumbuhannya akan tetapi beberapa bakteri tertentu dapat tumbuh sampai aw 0.75
    • Kamir tumbuh pada aw sekitar 0.88 dan beberapa dapat tumbuh pada aw sampai 0.6
    • Kapang tumbuh minimal 0.8
    Bahan makanan yang belum diolah seperti ikan, daging, telur dan susu mempunyai aw di aas 0.95. oleh karena itu dominan tumbuh dan dapat menyebabkan kebusukan terutama adalah bakteri. Bahan pangan kering seperti biji – bijian dan kacang – kacangan kering dan tepung pada umumnya lebih awet karena nilai aw nya 0.6 sampai 0.8.( Fardiaz,1987).

    3. 9. Pengaruh pH
    Kebanyakan mikroba dapat tumbuh pada kisaran sebesar pH 3 – 4 unit pH atau kisaran 1000 – 10000 kali konsentrasi ion hydrogen. Kebanyakan bakteri mempunyai pH optimum sekisar pH 6 – 7.5, Khamir mempunyai pH 4-5 dan tumbuh pada kisaran pH 2.5 – 8 dan kapang mempunyai pH optimum antara 5 dan 7 dan dapat tumbuh pada kisaran pH 3 – 8.5. Dalam fermentasi, control pH penting sekali dilakukan karena pH yang optimum harus tetap dipertahankan. ( Fardiaz,1987).

    Gambar 1. Hubungan antara waktu fermentasi ( hari ) dengan kandungan protein pada varibel jenis vitamin B

    Gambar 2 .Hubungan antara waktu fermentasi ( hari ) dengan Jumlah mikroba pada varibel jenis vitamin B

    Berdasarkan Gambar 1 dan 2 menunjukan bahwa semakin meningkatnya jumlah mikroba maka semakin meningkatnya nilai proteinnya.
    Hal ini sesuai dengan literatur bahwa peningkatan jumlah massa mikroba akan menyebabkan meningkatkan kandungan produk fermentasi, dimana kandungan protein merupakan refleksi dari jumlah massa sel.( Nurhayani,2000 ) Dimana dalam proses fermentasi mikroba akan menghasilkan enzim yang akan mendegradasi senyawa – senyawa komplek menjadi lebih sederhana, dan mikroba juga akan mensistesis protein yang merupakan proses protein enrichment yaitu pengkayaan protein bahan.
    Berdasarkan Gambar 1 dan 2 diatas bahwa waktu proses fermentasi kulit ubi kayu semakin hari semakin meningkat dimana hari yang optimal adalah 5 hari kemudian pada hari berikutnya ada yang mengalami penurunan ( fase kematian ) dan ada yang mengalami titik kestabilan ( Fase Stationer ) ,dimana ditinjau dari peningkatan jumlah mikroba pada variabel perbedaan penambahan sumber vitamin pada waktu yang optimal fementasi kulit ubi kayu ( 5 hari ) yaitu pada B1 jumlah bakteri 2.2 x 109 CFU / gram dan jumlah protein 4.03 %, B6 jumlah bakteri 2 x 109 CFU / gram dan jumlah protein 4.38 %, B12jumlah bakteri 2.3 x 109 CFU / gram dan jumlah protein 4.20 %, B Complex jumlah bakteri 54 x 109 CFU / gram dan jumlah protein 4.81 %.
    Hal ini sesuai dengan literatur bahwa Tahapan – tahapan pertumbuhan mikroba yang utama ada 4 yaitu :lag phase ( Fase Adaptasi ), dimana pada saat ini posisi pertumbuhan lambat dan cenderung mikroba beradaptasi menyesuaikan lingkungan yang baru., exponential / logarithmic phase ( Fase Pertumbuhan ), stationary phase ( Fase stationer / Fase dimana kematian seimbang dengan Pertumbuhan ), death phase ( Fase Kematian ) Kematian lebih besar daripada pertumbuhan. (Dwidjoseputro, 1984)
    Pengaruh waktu fermentasi terhadap % protein dari berbagai jenis sumber nitrogen.
    Pada penelitian ini jenis sumber nitrogen yang digunakan adalah ammonium sulfat (NH4)2SO4, ammonium Nitrat NH4NO3, diammonium phospat (NH4)2HPO4, Urea (NH2)2CO dan dedak. Pengaruh waktu fermentasi terhadap kandungan protein (%) dari berbagai sumber nitrogen ditunjukkan pada Gambar 3. Sedangkan pengaruh waktu fermentasi terhadap pertumbuhan mikroba ditunjukan pada Gambar 4.

    Gambar 3. Hubungan antara waktu fermentasi ( hari ) dengan kandungan protein pada varibel jenis sumber nitrogen.

    Gambar 4. Hubungan antara waktu fermentasi ( hari ) dengan jumlah Mikroba pada varibel jenis sumber nitrogen
    Berdasarkan Gambar 3 dan 4 menunjukan bahwa semakin meningkatnya jumlah mikroba maka semakin meningkatnya nilai proteinnya. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa peningkatan jumlah massa mikroba akan menyebabkan meningkatkan kandungan produk fermentasi, dimana kandungan protein merupakan refleksi dari jumlah massa sel. ( Nurhayani,2000 ) Dimana dalam proses fermentasi mikroba akan menghasilkan enzim yang akan mendegradasi senyawa – senyawa komplek menjadi lebih sederhana, dan mikroba juga akan mensistesis protein yang merupakan proses protein enrichment yaitu pengkayaan protein bahan.
    Berdasarkan Gambar 3 dan 4 bahwa waktu proses fermentasi kulit ubi kayu semakin hari semakin meningkat dimana hari yang optimal adalah 5 hari kemudian pada hari berikutnya ada yang mengalami penurunan ( fase kematian ) dan ada yang mengalami titik kestabilan ( Fase Stationer ) ,dimana ditinjau dari peningkatan jumlah mikroba dan bakteri pada variabel perbedaan penambahan sumber nitrogen pada waktu yang optimal fementasi kulit ubi kayu ( 5 hari ) yaitu pada Urea jumlah bakteri 67 x 109 CFU / gram dan jumlah protein 9.63 %, dedak jumlah bakteri 41 x 109 CFU / gram dan jumlah protein 4.46 %, NH4NO3 jumlah bakteri 47 x 109 CFU / gram dan jumlah protein 8.49 %, (NH4)2SO4 jumlah bakteri 98 x 109 CFU / gram dan jumlah protein 10.5 %, (NH4)2HPO4 jumlah bakteri 92 x 109 CFU / gram dan jumlah protein 10.41 %.
    Hal ini sesuai dengan literatur bahwa Tahapan – tahapan pertumbuhan mikroba yang utama ada 4 yaitu :lag phase ( Fase Adaptasi ), dimana pada saat ini posisi pertumbuhan lambat dan cenderung mikroba beradaptasi menyesuaikan lingkungan yang baru., exponential / logarithmic phase ( Fase Pertumbuhan ), stationary phase ( Fase stationer / Fase dimana kematian seimbang dengan Pertumbuhan )., death phase ( Fase Kematian ) Kematian lebih besar daripada pertumbuhan. (Dwidjoseputro, 1984)

    3.10. Optimasi Variabel
    Berdasarkan hasil penelitian ini pada Gambar 1 menunjukkan bahwa pada variabel penambahan nutrisi (jenis vitamin B) yang paling optimal dalam peningkatan kandungan protein adalah Vitamin B Complek sebesar 4,20 % . Hal ini sesuai dengan literatur karena Vitamin B Complek merupakan gabungan dari 8 Vitamin B yang mana tiap vitamin mempunyai kegunaan yang berbeda – beda sehingga dapat membantu dalam pertumbuhan mikroba. ( Encyclopedia, 2008 ) Sedangkan pada variabel penambahan sumber nitrogen yang ditunjukkan pada Gambar 3 yang paling optimal dalam peningkatan kandungan protein adalah (NH4)2SO4 sebesar 10.5 %.
    Dalam literatur menyebutkan bahwa sulphur dan phosphor merupakan makro unsur, dimana sangat dibutuhkan oleh mikroba untuk melakukan petumbuhan setelah unsur karbon dan nitrogen, dimana semakin banyak nutrisi yang tersedia maka akan semakin meningkatnya pertumbuhan mikroorganisme. (Fardiaz,1987)
    4. SIMPULAN
    1. 1.Proses fermentasi dapat meningkatkan kandungan protein kulit ubi kayu dari 1.93 % menjadi 10.5 %.
    2. Peningkatan jumlah protein pada variabel perbedaan penambahan sumber vitamin pada waktu yang optimal fementasi kulit ubi kayu ( 5 hari ) yaitu pada B1 jumlah protein 4.03 %, B6 jumlah protein 4.38 %, B12 jumlah protein 4.20 %, B Complek jumlah protein 4.81 % dan sedangkan pada peningkatan protein pada variabel perbedaan penambahan jenis sumber nitrogen pada waktu yang optimal fementasi kulit ubi kayu ( 5 hari ) yaitu pada urea jumlah protein 9.63 %, dedak jumlah protein 4.46 %, NH4NO3 jumlah protein 8.49 %, (NH4)2SO4 jumlah protein 10.5 %, (NH4)2HPO4 jumlah protein 10.41 %.
    3. Pada variabel penambahan jenis vitamin yang paling optimal adalah B complek sedangkan pada jenis sumber nitrogen yang paling optimal adalah (NH4)2SO4 dan diikuti dengan (NH4)2HPO4.

    DAFTAR RUJUKAN

    Anonim, ( 2005 ) ” Data Base Pemasaran Internasional Ubi kayu ” Direktorat Pengolahan dan pemasaran Hasil Tanaman Pangan dan Direktorat jenderal Bina pengolahan dan pemasaran Hasil Pertanian Departemen Pertanian.
    Anonim, ( 2008 ) ” Ensyclopedia Vitamin B” www.ensyclopedia/vitaminb.com
    Darmawan, ( 2006 ) ” Pengaruh Kulit Umbi Ketela Pohon Fermentasi terhadap Tampilan kambing Jantan” Jurnal ilmiah ilmu – ilmu peternakan vol IX. No 2 Mei.
    D.A Mitchell, N.Krieger dan M.Berovic, ( 2006 ) ” Solid State Fermentation Bioreactor ” Springer erlin Heidelberg New York.
    Dwidjoseputro D,Prof,Dr, ( 1985 ) ” Dasar-Dasar Mikrobiologi” Jambatan
    Fardiaz Srikandi, ( 1988 ) ” Fisiologi Fermentasi ” Lembaga sumberdaya informasi – IPB.
    Garsetiasih R, Heriyanto N.M dan atmaja, (2003) ” Pemanfaatan Dedak padi Sebagai pakan Tambahan Rusa ”. Puslitbang Hutan dan konversi alam, bogor.
    Hidayat Nur dan Suhartini Sri,(2008)” Fermentasi ” Jurusan Teknik Industri Pertanian FTP universitas Brawijaya Malang
    Nurhayani H.Muhiddin, Nuryati Juli dan I Nyoman P Aryantha,(2000) ”Peningkatan Kandungan Protein Kulit Umbi Ubi Kayu Melalui Proses Fermentasi ”JMS vol 6 no. 1 hal 1 -12 april.
    P.F Stanbury, A. Whitaker dan S.J Hall, (1984) ” Principle of Fermentation Technology” Second Edition , Butterworth-Heinemann.
    Rukmana H.rahmat, (1997)”Ubi Kayu Budi Daya dan pascapanen” Kanisus Yogyakarta.
    Suliantri dan Rahayu , (1975) ” Teknologi Fermentasi Umbi dan Biji

  • REKAYASA SYSTEM TEKNOLOGI PEMBUATAN BIO DIESEL DARI CPO MENJADI KONTINYU

    Posted on November 7th, 2009 admin No comments

    REKAYASA SYSTEM TEKNOLOGI PEMBUATAN

    BIO DIESEL DARI CPO MENJADI KONTINYU

    Oleh :Ir. Renilaili, M.T dan Ir. Erna Yuliwati, M.T.

    Dosen Teknik Industri Universitas Bina Darma

    Abstract

    Industries in Indonesia would be develop to enhancement and efficiency the process. For this time we have to concern to develop the making of energi alternative to handle the situation. The problem to face this situation that oil will more expensive and difficult to reach. On the other way we could initiate to make oil from biomass for example crude palm oil. It could be implemented in research and technology development in produced biodiesel from CPO (Crude Palm Oil) on continue process. In this paper, we detail the case study through mini pilot project on capacity 50 l/hour. Hydrodynamic variable and kinetic influences to the process from CPO to biodiesel. Those variables can make the balancing between conversion factor and using of consumption energy. In this research, we use the continue process. The conversion of CPO to biodiesel enhances with this process.

    Keywords: Biodiesel, Crude Palm Oil (CPO), Continue process

    1. PENDAHULUAN

      1. Latar Belakang

    Laju konsumsi bahan bakar minyak (BBM) nasional menunjukkan peningkatan yang cukup tinggi (sekitar 6-7% per tahun ) dibandingkan dengan laju konsumsi BBM dunia yang hanya sekitar 2% per tabun. Dengan cadangan BBM nasional yang tidak terlalu besar (hanya sekitar 0,5% cadangan minyak mentah dunia), pemenuhan kebutuhan BBM tidak dapat mengandalkan produksi dalam negeri. Pada akhir tabun 2004, tercatat konsumsi BBM nasional sekitar 1,35 juta barel/hari, sedangkan produksinya hanya sekitar 1,0 juta bare1/hari sehingga terdapat kesenjangan-pasokan BBM sekitar 350 ribu bare1/hari (OPEC, 2004). Dengan demikian, 40% kebutuhan minyak mentah harus dipenuhi dengan cara mengimpor.

    Tingginya laju peningkatan konsumsi BBM berbasis fosil tersebut dapat menguras devisa negara untuk mensubsidi harga BBM dalam negeri yang berada di bawah harga pokok BBM dunia. Oleh karena itu, penggunaan BBM yang berasal dari sumber alam terbarukan (renewable resources) produksi dalam negeri menjadi alternatif yang sangat potensial untuk mensubstitusi BBM berbasis fosil dalam pemakaian sehari-hari, terutama sebagai bahan bakar kendaraan bermotor dan rumah tangga. Salah satu altematif yang sangat potensial untuk dikembangkan adalah penggunaan biodiese1 yang diproduksi dari bahan baku hayati.

    Banyak keutungan penggunaan biodiesel sebagai bahan bakar altematif pengganti minyak bumi. Pertama, biodiesel diproduksi dari sumber hayati yang merupakan sumber energi terbarukan. Kedua, biodiesel bersifat ramah lingkungan karena tanaman penghasil biodiesel banyak menyerap CO2 dari atmosfir untuk fotosintesisnya sehingga tidak memberikan kontribusi yang berarti pada pemanasan global. Selain itu, biodiesel juga tidak mengandung sulfur, mudah terdegradasi dan tidal beracun (Ramadhas et aI., 2005; Kazancev et al., 2006; Lotero et aI., 2007). Ketiga, sebagai bahan bakar, biodiesel memiliki angka Cetan yang tinggi, bahkan lebih tinggi daripada solar dan juga memiliki sifat pelumasan yang baik (Prakash, 1998). Keempat, produksi biodiesel akan menciptakan kebutuhan bahan baku hayati sehingga akan memacu budidaya dan produksi pertanian, yang pada gilirannya alan meningkatkan pendapatan petani.

    Bahan tanaman yang banyak digunakan sebagai sumber minyak untuk pembuatan biodiesel adalah minyak sawit, minyak kelapa, minyak jarak pagar, minyak biji bunga matahari, minyak kedele, minyak kanola dll. Minyak tersebut dikonversi menjadi biodiesel (alkil ester) melalui reaksi esterifikasi dan atau transesterifikasi. Di Indonesia, minyak jarak pagar sangat potensial untuk dikembangkan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel. Penggunaan jarak pagar memiliki nilai sfrategis, yaitu untuk menghijaukan lahan kering dan tidak produktif serta tidak mengganggu ketersediaan minyak untuk pangan.

    Kualitas biodiesel antara lain dipengaruhi oleh kualitas minyak, komposisi asam lemak dari minyak, proses produksi dan pascaproduksi (Gerpen, 2004). Kualitas minyak ditentukan oleh penanganan bahan penghasil minyak dan proses pengambilan atau ekstraksinya. Untuk mendapatkan biodiesel dengan kualitas yang memadai, perlu diperhatikan penanganan bahan sejak pemanenan, produksi biodiesel dan penyimpanannya.

    Indonesia saat ini berpeluang besar untuk mengembangkan energi biodiesel dari minyak sawit mentah (CPO) sebagai bahan bakar altematif, terutama untuk mesin diesel. Pengembangan bahan bakar bio disel dari minyak sawit mentah sangat potensial karena setiap tahun Indonesia dapat memproduksi sekitar 10 juta ton CPO. Perkebunan kelapa sawit terus berkembang dengan pesat. Tahun 2003 arealnya sudah mencapai 4,9 juta hektar dan itu masih akan terus berkembang. Lima tahun mendatang, Indonesia akan menjadi produsen CPO terbesar dengan total produksi 15 juta ton. Oleh karena itu harus dipikirkan” pengembangan pasar bagi kelapa sawit agar tidak hanya diolah menjadi CPO. Salah satu altematifnya diolah menjadi biodisel. Peluang untuk mengembangkan biodisel dari minyak kelapa sawit dan minyak jarak terbuka luas, sebab produksinya dapat dilakukkan dalam skala kecil maupun skala besar.

    Propinsi Sumatera Selatan memiliki sumber daya energi yang besar baik minyak bumi, gas bumi serta batubara juga dengan hasil perekebunan yang banyak seperti karet, coklat dan kelapa sawit, membuat Provinsi Sumatera Selatan dicanangkan sebagai lumbung energi dan pangan nasional pada tahun 2004.

    Dengan menipisnya cadangan minyak bumi secara nasional, akibat meningkatnya kebutuhan energi seiring dengan pertambahan penduduk membuat pemerintah berupaya mencari energi altematif sebagai penggganti minyak bumi. Potensi perkebunan kelapa sawit yang cukup banyak di Sumatera Selatan yang terdapat di daerah Ogan Komring Ilir (OKI) dengan areal luas perkebunan 71.124,81 hektar dan sudah mulai ditanam pada tahun 2000 dan sampai saat ini masih terns dikembangkan luas areal perkebunannya. Di daerah Ogan Ilir (OI) juga sudah dimulai proses pembibitan kelapa sawit yang baru berjalan selama 2 tahun. Di daerah Ogan Komring Ulu (OKU), kelapa sawit ini sangat banyak ditanam. Selain kelapa sawit juga ditanam jarak pagar yang dapat digunakan sebagai sumber energi alternatif untuk pembuatan biodiesel.

    Biodiesel merupakan bahan bakar nabati yang mempunyai sifat serupa dengan minyak diesel , tapi memiliki sejumlah kelebihan. Dari hasil penelitian Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi ( BPPT ) kelebihan biodiesel antara lain memiliki sifat pelumasan terhadap piston mesin, bebas sulfur dan mengeluarkan asap buangan rendah. Berbeda dengan solar yang biasa dikonsumsi oleh kendaraan selama ini bio disel merupakan bahan bakar yang ramah lingkungan, karena menghasilkan emisi yang jauh lebih baik, memiliki octan number yang tinggi sehingga effisiensi pembakaran menjadi lebih baik.

    1.2. Permasalahan

    1. Cadangan minyak bumi semakin menipis sehingga perlu diupayakan energi alternatif sebgai bahan pengganti energi bahan bakar minyak.

    2. Perlunya metode pengolahan hasil tanaman yang digunakan untuk pembuatan biodiesel yaitu CPO agar dalam proses pengolahannya dapat efisien.

    3. Perlu diketahui daerah-daerah yang potensial yang ada di Sumatera Selatan untuk pengembangan pengolahan biodiesel.

      1. Tujuan Penelitian

    Rekayasa System Teknologi Pembuatan biodiesel Crude Palm Oil (CPO) menjadi kontinyu.

      1. Manfaat Penelitian

    Dengan adanya hasil penelitian ini nantinya Sumatera Selatan dapat menjadi penghasil Biodiesel pada skala pabrik dengan proses yang kontinyu. Sehingga masyarakat daerah penghasil bahan baku biodiesel ini dapat memanfaatkan keberadaan potensi kedaerahannya. Dan secara umum akan menyebabkan peningkatkan ekonomi kerakyatan sehingga kesejahteraan dapat tercapai juga peningkatan PAD kabupaten setempat.

    2. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Lahan dan Iklim

    Secara alami kelapa sawit hanya dapat tumbuh didaerah tropis , Tanaman ini dapat tumbuh ditempat berawa disepanjang bantaran sungai dan ditempat yang basah. Sinar matahari harus langsung mengenai daun kelapa sawit , lama penyinaran matahari rata-rata 5-7 jam perhari..Aingin tidak mempengaruhi pertumbuhan karena bentuk daun yang sedemikian rupa sehingga tidak mudah dirusak angin . Benih kelapa sawit mengalami dormansi ( keadaan sementara Tanaman ) yang cukup panjang, Diperlukan aerasi yang baik dan temperatur yang tinggi untuk memutuskan masa dormansi agar bibit dapat berkecambah.

    Pada proses perkecambahan diperlukan kelembaban 60-80% dengan temperatur 35 oC, curah hujan tahunan antara 1.500-4.000 mm, optimal 2.000 – 3. 000 mm/tahun.

    Tanah yang baik untuk budidaya kelapa sawit harus mengandung banyak lempung , beaerasi baik dan subur. Tanah harus berdrainase baik permukaan air tanah cukup dalam, solum cukup dalam, tidak berbatu.Tanah latosol, ultisol dan aluvial yang meliputi tanah gambut, dataran pantai dan muara sungai dapat dijadikan perkebunan kelapa sawit, tanah memiliki derajad keasaman ( pH ) antara 4-6. Ketinggian tempat yang ideal bagi

    pertumbuhan tanaman kelapa sawit antara 1-400 m , topografi datar dan berombak sampai bergelombang, kelerengan ideal berkisar antara 0-25 %.

    Gambar 2. 1 Kelapa Sawit

    Sumber: ybkrisna@indo.net.id

    Asal mula tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis jack) secaraa pasti belum bisa diketahui. Namun, ada dugaan kuat tanaman ini berasal dari tempat, yaitu Amerika Selatan clan Afiika (Guenia). Spesies Elaeis melanocca atau Elaells oleivera diduga berasal dari Amerika selatan clan spesies £laeis gllinensis bersal dari Afiika (Guenia). Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah antara lain tanah podsolik, alluvial dan tanah gambut. Namun tanah yang cocok adalah tanah padsolik kuning.

    Keasaman tanah (pH) menentukan ketersediaan dan keseimbangan unsur- unsur hara dalam tanah. Kelapa sawit dapat tumbuh pada pH antara 4 hinga 6,5 sedangkan pH optimum berkisar antara 5 hingga 5,5 (Suyatno,1994)

    Sampai saat ini, kedua spesies diatas sudah menyebar ke seluruh negara beriklim tropis, termasuk Indonesia. Adrien Hallet, seorang berkebangsaan Belgia merupakan orang pertama yang memasukkan tanaman ini ke Indonesia pada tahun 1911 sekaligus mendirikan perkebunan kelapa sawit di Asahan (Sumatera timur) dan Sungai Liput (Aceh Timur). Perkebunan ini sekarang benama PT. Socfindo.

    Setelah terbukti perkebunan kelapa sawit menghasilkan keuntungan yang cukup tinggi, banyak perusahaan aging berbondong – bondong berinvestasi di bidang perkebunan ini. Para investor tersebut di antaranya RCMA (Inggris), Urn Royal (Amerika Serikat), SIPEF (Belgia), clan Lonsum (InggFis). Kelapa sawit merupakan tanaman komoditas perkebunan yang cukup renting di Indonesia dan masih memiliki prospek pengembangan yang cukup cerah. Komoditas kelapa sawit baik berupa baik mentah maupun hasil olahannya menduduki peringkat ketiga penyumbang devisa nonmigas terbesar bagi negara setelah karet dan kopi. Kelapa sawit adalah tanaman penghasil minyak nabati yang dapat diandalkan, karena minyak yang dihasilkan memiliki berbagai keunggulan dibandingkan dengan minyak yang dihasilkan oleh tanaman lain. Keungulan tersebut di antaranya memiliki kadar kulestrol rendah bahkan tanpa kolestrol.

    Minyak nabati merupakan produk utama yang bisa dihasilkan dari kelapa sawit. Potensi produksi per hektar mencapai 6 ton per tahun, jika dibandingkan dengan tanaman penghasil minyak lai (1,5 ton per tahun), tingkat produksi ini termasuk tinggi. Minyak kelapa sawit yang dihasilkan dari pengolahan buah kelapa sawait berupa minyak mentah CPO (Crude Palm Oil) yang berwama kuning dan minyak inti sawit PKO (Palm Kernel Oil) yang tidak berwama (jemih). CPO atau PKO banyak digunakan sebagai bahan industri pangan (minyak goreng dan margarin), industri tekstil, kosmetik, dan sebagai bahan bakar altematif (minyak diesel).

    Gambar 2.2. Tandan buah kelapa sawit

    Sumber: ybkrisna@indo.net.id

    Mutu minyak sawit yang dihasilkan pabrik dipengaruhi bahan baku. Bahan baku dipengaruhi oleh tingkat kematangan clan perlakuan pasca panen. Pembahan mutu minyak dalam tandan buah sejak panen hinga awal pengolahan sangat besar dibandingkan selama pengaolahan (Naibaho,I998)

    Syarat tandan buah segar (TBS) kelapasawit untuk pengolahan CPO adalah buah matang penuh, tidak bolah mentah,dan tangkai buah harus dibuang. Syarat lain yaitu harus memenuhi kriteria matang panen. Kriteria meliputi fraksi 00 sampai fraksi 5.

    Kriteria ini dilihat dari tingkat kematangan buah, warna buah dan persentase buah yang lepas dari tandan (Tim Penulis PS,1998).

    Gambar 2.3. Biji Kelapa sawit

    Sumber: ybkrisna@indo.net.id

    Kriteria buah matang panen selengkapnya dapat dilihat pada table berikut:

    Tabel 2.1. Kriteria Buah Matang Pangan (Fraksi TBS)

    No

    Keterangan

    Fraksi

    Jumlah Brondolan

    Keterangan

    1

    Mentah

    00

    Tidak ada, buah berwarana hitam

    Sangat mentah

    0

    1-12,5% Buah luar membrondol

    Mentah

    2

    Matang

    1

    12,5-25% buah luar membrondol

    Kurang matang

    2

    25-50% buah luar membrondol

    Matang I

    3

    50-75% buah luarmembrondol

    Matang II

    3

    Lewat

    4

    75-100% buah luar membrondol

    Lewat Matang

    Matang

    5

    Buah dalam juga membrondol

    Lewat Matang

    Ada buah yang busuk

    Sumber: perkebunan kelapa sawit Betung

    TBS yang baik untuk diolah menjadi CPO adalah buah pada Fraksi 1 sampai 3. Biasanya TBS yang diolah m,eliputi 85 % ftaksi 1 – 3 dan 15 % dari ftaksi 4 dan 5. Bahan baku yang masuk ke PKS diseleksi terlebih dahulu sebelum diolah, bahan baku yang belum sempat diolah diproses dan disimpan terlebih dahulu distasiun bongkar muat (Loading ramp).

    Menurut lubis (1984) minyak sawit terdiri dari dua jenis yaitu hasil extraksi daging buah (mesokap) dan minyak inti sawit dari inti buah kelapa sawit. Hasil extrasi daging buah di kenaI dengan minyak sawit kasar (CPO) yang dapat di olah lebih lanjut menjadi minyak goreng.

    CPO adalah minyak sawit yang berwarna kuning jingga kemerah-merahan yang di peroleh dari pengepresan daging kelapa sawit serta mengandung pro vitamin A (betakaroten) 60 hingga 100.ppm. Minyak inti sawit adalah minyak yang tidak mengandung kotoran serta berbentuk padat pad a suhu kamar dan titik lebur sangat tinggi ( Lubis, 1987 ).

    Selain menghasilkan miuyak, hasil sampingan. dari proses pengolahan minyak sawit adalah pupuk kalium yang berasal dari ampas tandan buah, ampas inti sawit ( Bungkil ) dapat di gunakan sebagai makanan ternak cangkang atau tempumng dapat diolah menjadi arang atau Dahan pengeras jalan di kebun. Batang dan pelepah daun dapat di gunakan sebagai bahan mulsa bila di busukkan ( Satyamidjaja, 1991 ).

    Minyak kelapa sawit ( CPO) terdiri dari campuran minyak, air dan serat kasar. Melalui saringan getar sebagian padatan serta terpisah, sedangkan tangkai klarifIkasi akan memisahkan fraksi minyak ke atas dan air Lumpur ( Sludge) ke bawah.

    Prospek pasar bagi olahan kelapa sawit cukup menjanjikan, karena permintaan dari tahun mengalami peningkatan yang cukup besar, tidak hanya didalam negeri, tetapi juga diluar negeri. Karena itu, sebagai negara tropis yang masih memiliki lahan cukup luas, Indonesia berpeluang besar untuk mengembangkan perkebunan kelapa sawit, baik melalui penanaman modal daging maupun skala perkebunan rakyat.

    Klasifikasi Kelapa Sawit

    Divisi : spennatophyta

    Subdivisi : Angiospennae

    Kelas : Monocotyledonae

    Ordo : Palmales

    Famili : Palmaceae

    Genus : Elaeis

    Spesies : – Elaeis Guineensis

    – Elaeis Odora (tidak ditanam di indonesia)

    Elaeis Melanococca (Elaeis oleivera)

    Varietas : – Elaeis guineensis dura

    – Elaeis guineensis tenera

    – Elaeis guineensis pisifera

    2.2. Proses Pembuatan Biodiesel dari CPO

    Untuk pembuatan Biodiesel dari CPO maka sebelumnya perlu dilakukan Trans esterifikasi , proses trans esterifikasi meliputi 2 tahap.

    Trans esterifikasi I pencampuran antara Kalium Hidroksida ( KOH ) dan Metanol ( CH3OH ) dengan minyak sawit . proses trans esterifikasi I berlangsung sekitar 2 jam pada suhu 58 – 65 oC . Bahan yang pertamakali dimasukkan kedalam reaktor adalah asam lemak yang selanjutnya dipanaskan pada suhu yang telah ditentukan. Reaktor trans esterifikasi dilenglkapi pemanas dan pengaduk, selama proses pemanasan , pengadukan dijalankan. Tepat pada suhu reaktor 63 oC campuran metanol dan KOH dimasukkan kedalam reaktor dan waktu reaksi mulai dihitung pada saat itu.

    Pada akhir reaksi akan terbentuk metil ester dengan konversi sekitar

    94 % selanjudnya prosduk ini diendapkan selama waktu tertentu untuk memisahkan gliserol dengan metil ester. Gliserol yang terbentuk berada dilapisan bawah karena berat jenis nya lebih besar dari pada metil ester. Gliserol kemudian dikeluarkan dari reaktor agar tidak mengganggu proses trans esterifikasi II. Selanjudnya dilakukan trans esterifikasi II pada metil ester.

    Setelah proses trans esterifikasi II selesai , dilakukan pengendapan selama waktu tertentu agar gliserol terpisah dari metil ester. Pengendapan II memerlukan waktu lebih pendek dari pada pengendapan I karena gliserol yang rterbentuk relatif sedikit dan akan larut melalui proses pencucian, adapun tahapan nya adalah sebagai berikut:

    2.2.1. Pencucian

    Pencucian hasil pengendapan pada trans esterifikasi II bertujuan untuk menghilangkan senyawa yang tidak diperlukan seperti sisa gliserol dan metanol. Pencucian dilakukan pada suhu sekitar 55 oC. Pencucian dilakukann tiga kali sampai pH campuran menjadi normal ( pH 6,8 – 7,2 )

        1. Pengeringan

    Pengeringan bertujuan untuk menghilangkan air yang tercampur dalam metil ester. Pengeringan dilakukan sekitar 10 menit pada suhu 130oC , pengeringan dilakukan dengan cara memberikan panas pada produk dengan suhu sekitar 95oC secara sirkulasi. Ujung pipa sirkulasi ditempatkan ditengah permukaan cairan pada alat pengering.

        1. Filtrasi.

    Tahap akhir dari proses pembuatan bio diesel adalah filtrasi. Filtrasi bertujuan untuk menghilangkan partikel- partikel pengotor biodiesel yang terbentuk selama proses berlangsung, seperti karat ( kerak besi ) yang berasal dari dinding reaktor atau dinding pipa atau kotoran dari bahan baku. Filter yang dianjurkan berukuran sama atau lebih kecil dari 10 mikron.

    3.METODOLOGI PENELITIAN

    Dalam melaksanakan penelitian , metodologi penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut :

    1. Pengambilan sampel CPO dari pabrik-pabrik yang ada di Sumatera selatan.

    2. Merakit Alat-alat yang digunakan untuk melakukan Experiment.

    3. Melakukan uji coba dilaboratorium.

    4. Melakukan analisa hasil dilaboratorium.

    Gambar 3.1. Rangkaian alat Esterifikasi dan TransEsterifikasi

    Sumber: Balitbangda Sumatera selatan

    MEKANISME KERJA

      • Proses transesterifikasi. Pada penelitian ini FFA yang terdapat pada bahan baku sebesar 7,05 %, sehingga perlu proses esterifikasi dan dilanjutkan dengan transesterifikasi.

      • Water Removal

    Dengan melakukan pemanasan terhadap bahan baku CPO yang dipanaskan secara manual sebelum digunakan sebagao bahan baku percobaan.

      • Mixing Katalis (pencampuran Katalis)

    Mencampur katalis basa (NaOH) ke dalam metanol hingga menghasilkan campuran katalis 0,06 %. Pencampuran dilakukan selama 5 menit pada tanki yang memiliki mixer yang dilengkapi dengan kondensor karena reaksi eksotermis.

    Proses Pembuatan Biodiesel

    Esterifikasi

      • Proses esterifikasi dilakukan pada tanki reaktor esterifikasi dimana terjadi reaksi antara 17 l minyak (CPO) dengan 10 l campuran metanol + NaOH selama 1 jam 30 menit pada temperatur konstan 65 0C dan tekanan 1 atmosfir. Hasil dari proses esterifikasi akan membentuk 3 lapisan yang terdiri dari biodiesel, gliserol, minyak yang belum bereaksi dan metanol yang tidak bereaksi.

    Pemisahan I (Settling I)

      • Sebelum dilanjutkan pada tanki kedua untuk proses transesterifikasi, produk yang dihasilkan dipisahkan terlebih dahulu antara lapisan pertama dan kedua dengan lapisan ketiga (terbawah). Lapisan ketiga ditampung pada tanki recovery metanol. Proses ini dilakukan selama 30 menit.

    Transesterifikasi

      • Pada proses transesterifikasi dilakukan penambahan 15 l campuran katalis basa (dengan perlakuan awal yang sama seperti pada proses esterifikasi) pada produk tanki esterifikasi yang terdiri dari campuran biodiesel, gliserol, metanol sisa dan air. Proses ini juga dilakukan pada temperatur 65 oC dan tekanan 1 atmosfir pada tanki yang menggunakan kondensor. Waktu reaksi 2 jam dan setelah itu ialirkan ke tanki pemisahan II.

    Pemisahan II (Settling II)

      • Sebelum dilanjutkan ke tanki pencucian untuk memurnikan produk yang dihasilkan. Pemisahan akan membentuk 3 lapisan. Lapisan pertama dan kedua akan dipisahkan dengan lapisan ketiga (terbawah). Lapisan ketiga ditampung pada tanki recovery metanol. Proses ini dilakukan selama 30 menit.

    Pencucian (Washing)

      • Sebelum proses ini dilanjutkan ke tanki pengeringan untuk membersihkan biodiesel dari metanol sisa dan air pencuci, produk dicuci dengan mengumpankan air pencuci dengan temperatur 80 oC sebanyak 50 % dari total larutan produk. Proses pencucian dilakukan sebanyak dua kali tergantung tingkat pengotor yang ada. Pencucian kedua dilakukan dengan menambahkan air pencuci pada temperatur yang sama dengan air pencuci pertama tetapi volume yang ditampahkan sebanyak 100% dari total produk. (Penentuan banyaknya proses pencucian diukur dari kekeruhan air pencuci yang dipisahkan setelah proses pencucian)

    Pemisahan III (Settling III)

      • Sebelum dilanjutkan pada tanki pengering untuk proses pemurnian, produk yang dihasilkan dipisahkan terlebih dahulu antara lapisan pertama dan kedua, proses ini dilakukan selama 30 menit. Lapisan kedua berupa air ditampung pada tanki recovery metanol. Sementara lapisan pertama dibagi dua 65% dikembalikan ke tanki pencucian dan 35 % diumpankan ke tanki pengeringan.

    Pengeringan (Drying)

    Proses pengeringan dilakukan untuk mendapatkan produk yang kemurnian lebih tinggi. Air atau metanol sisa yang masih terkandung dalam larutan diuapkan melalui proses pengeringan ini pada temperatur 100 oC selama 1 jam. Dengan menggunakan pompa vakum produk biodiesel dialirkan pada tanki penampung.

    Penyaringan (Filtration)

    Proses penyaringan merupakan proses pemurnian akhir untuk mendapatkan produk yang baik sesuai dengan spesifikasi yang ada di pasaran.

    4. ANALISA DAN PEMBAHASAN

    Hasil analisa suatu penelitian sangat menentukan keberhasilan dari percobaan yang dilakukan. Berdasarkan standar mutu yang telah ditetapkan berdasarkan SNI-04-7182-2006 ditetapkan sebagai berikut,

    No

    Parameter

    Satuan

    Nilai

    Metode Uji

    1

    Massa Jenis pada 40 oC Kg/cm3

    850-890

    ASTM D 1298

    2

    Viskositas Kinematik pada 40 oC mm2/s

    2,3 – 6,0

    ASTM D 445

    3

    FFA

    mg KOH/g

    Maks 0,8

    EN 14214:2002

    4

    Gliserol Bebas

    % massa

    Maks 0,02

    ASTM D 6584

    5

    Gliserol Total

    % massa

    Maks 0,24

    ASTM D 6584

    6

    Air

    % volume

    Maks 0,05

    ASTM D 1796

    7

    Angka sabun

    % massa

    Min 51

    AOCS Cd 3-25

    8

    Titik nyala

    o C

    Min 100

    ASTM D 93

    Sumber: kimia organik “Vogel”

    4.1 Data Hasil Penelitian

    Produk biodiesel yang dihasilkan diuji di laboratorium dengan menggunakan acuan normatif uji yang ada, antara lain

      • FFA (Free Fatty Acid) dengan EN 14214:2002(E)

      • Massa jenis pada 40 oC dengan ASTM D 1298

      • Viskositas Kinematik pada 40 oC dengan ASTM D 445

      • Gliserol Bebas, gliserol yang terikat dengan ASTM D 6584.

      • Titik nyala (flash point) dengan ASTM D 93.

      • Air dengan ASTM D 1796.

      • Angka penyabunan , angka ini menunjukan banyak miligram basa yang dibutuhkan untuk menyabunkan satu gram contoh biodiesel dengan AOCS Cd 3-25

    4.2 Data Biodiesel dari Minyak Kelapa Sawit

    Tabel 4.1 Data Biodiesel dari MinyakKelapa Sawit

    No

    Parameter

    Satuan

    Nilai

    1

    Massa Jenis pada 40 oC Kg/cm3

    842

    2

    Viskositas Kinematik pada 40 oC mm2/s

    5,3

    3

    FFA

    mg KOH/g

    0,3

    4

    Gliserol Bebas

    % massa

    0,03

    5

    Gliserol Terikat

    % massa

    0,3

    6

    Air

    % volume

    0,035

    7

    Angka sabun

    % massa

    29

    8

    Titik nyala

    o C

    115

    Sumber: kimia organik “Vogel”

    4.3. Proses Pembuatan Biodiesel Secara Kontinyu

    Dari hasil perhitungan yang didapat rendemen yang dihasilkan sebesar 89% yang menggunakan bahan baku CPO.

    5. KESIMPULAN

      1. Bahan baku minyak jarak sangat sulit didapat karena belum tersedia secara komersial.

      2. Cetane number minyak jarak rendah (51-52).

      3. Teknologi ekstraksi munyak jarak masih sederhana sehingga minyak jarak yang digunakan kemurniannya masih rendah.

      4. Keuntungan minyak jarak adalah tidak beracun dan potensial untuk ditanam pada lahan kritis.

      5. Secara literatur cloud point lebih rendah dari minyak sawit (CPO)

      6. Bahan baku CPO sudah tersedia secara komersial dan perkiraan bahan baku pada tahun 2010 sebesar 17,5 juta ton, namun pada penelitian ini menggunakan bahan baku campuran dari P.T SAP dan PTPN VII Desa Penanggiran.

      7. Untuk pengembangan kebun sawit sangat potensial karena sudah banyak dikembangkan melalui sistem plasma maupun inti oleh pemerintah dan pihak swasta dengan melibatkan masyarakat.

      8. Dari sisi proses yang dilakukan terdapat kenaikan rendemen antara proses pembuatan biodiesel dengan batch dan kontinyu.

      9. Mutu biodiesel yang dihasilkan telah mendekati SNI.

    DAFTAR RUJUKAN

    Bayu Krisnamurthi, 2005. Pengembangan Biofuel Berbahan Baku Jarak Pagar sebagai Bagian dari Kebijakan Diversifikasi Energi Nasional. ybkrisna@indo.net.id

    BPPT, Teknik Perbanyakan Bibit Jarak Pagar secara Ex-Vitro, Serpong Tangerang.

    Djajeng S dan Sri Yuliani. Teknologi Pasca Panen dan Pengelolaan Mnyak Jarak Pagar sebagai Sumber Energi. Bogor.

    Dwi Andreas Santosa,2005. Tinjauan Kritis Terhadap Kebijakan Pengembangan Jarak Pagar untuk Biodiesel Seluas 10 Juta Hektar di Indonesia.

    Erliza dkk,2002. Jarak Pagar Tanaman Penghasil Biodiesel, Penerbit Penebar Swadaya, Jakarta

    Erliza Hambali,2005. Kontribusi Perguruan Tinggi dan Lembaga Litbang untuk Pengembangan Jarak Pagar untuk Menjadi Biodiesel dan Minyak Bakar. IPB Bogor.

    Haryadi,2005. Budi Daya Tanaman Jarak sebagai Sumber Bahan Bakar Alternatif Biofuel. Focus Group Discussion (FGD) Deputi Bidang Pengembangan Sisteknas, Serpong, Tangerang.

    Humas BPPT,29 Agustus 2005. Biodiesel Jarak Pagar jadi Proyek Nasional. http//www.bppt.go.id

    M. Nurcholis dan Sri Sumarsih,2007. Jarak Pagar dan Pembuatan Biodiesel, Penerbit Kanisius.

    Rama Prihandana,2005. Pengembangan Integrated Biofuel Industri: Pengalaman PT Rajawali Nusantara Indonesia. Bogor.

    Ristek,2007. Proses dan Rekayasa Rancang Bangun Pabrik Biodiesel Skala Kecil. Serpong Tangerang.

    Rosiyah Faradisa dan Nanang F,2003. Jurnal Pemanfaat Jarak Pagar sabagai Bahan Bakar Alternatif.

    Tirta P Brojonegoro.2005.Proses Pengolahan dan Pemanfaatan Minyak Jarak Menjadi Biodoesel pada Skala Industri.ITB Bandung.

    Tirto Prakoso,2006. Proses Pengolahan Minyak Jarak Pagar menjadi Biodiesel pada Berbagai Skala Industri. Bogor.

    Warta,2006. Volume 28 Nomor 3. Biodiesel Berbahan Baku Minyak Kelapa Sawit. Medan

    Wirawan,S.S,2005. Teknologi Biodiesel dan CPO dan Aplikasinya pada Mobil Diesel pada Berbagai Skala Industri. Bogor.

    Download as pdf file

  • alat angkut dalam indusri

    Posted on June 29th, 2009 admin No comments

    1.Belt conveyor

    2.Screw conveyor

    3. Buckert Elevator