selamat datang
RSS icon Email icon
  • JURNAL JIGSAW

    Posted on July 11th, 2012 vivi sahfitri No comments

    IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN TIPE JIGSAW DALAM MENINGKATKAN PARTISIPASI DAN

    PRESTASI BELAJAR MAHASISWA

    (Studi Kasus :  Mata Kuliah  Pengantar Teknologi Informasi)

    Vivi Sahfitri

    Universitas Bina Darma

    Jln. Ahmad Yani No.12, Plaju Palembang

    email: vsahvitri@yahoo.com

    Abstract: This research will develop a good learning model in improving participation and achievement of students in the course Introduction to Information Technology. In applying this method students are given the freedom to develop their knowledge of the material provided. Students will become experts in specified groups to discuss the material provided by lecturers caregiver subjects. After discussions within the group a team of experts, students will return to their original group to share the knowledge gained in the discussion group team of experts. By applying this method are expected to understand students’ ability in teaching materials will increase. Also expected by the application of these materials can increase participation and learning achievement for students, as well as provide a conducive atmosphere and fun for students in classroom teaching and learning activities.
    Keywords: Jigsaw Model, Introduction to Information Technology

    Abstrak: Penelitian  ini akan mengembangkan suatu model  pembelajaran  yang cukup baik  dalam meningkatkan partisipasi dan prestasi mahasiswa pada mata kuliah Pengantar Teknologi Informasi. Dalam penerapan metode ini mahasiswa diberikan kebebasan untuk mengembangkan pengetahuan mereka  terhadap materi yang diberikan. Mahasiswa akan menjadi tim ahli dalam kelompok kelompok yang ditentukan untuk membahas materi yang diberikan dosen pengasuh mata kuliah. Setelah berdiskusi dalam kelompok tim ahli, mahasiswa akan kembali pada kelompok asal mereka untuk saling berbagi pengetahuan  yang mereka dapatkan dalam diskusi kelompok tim ahli. Dengan menerapkan metode ini diharapkan kemampuan  mahasiswa dalam memahami materi ajar akan semakin meningkat. Selain itu diharapkan dengan penerapan materi ini dapat meningkatkan partisipasi dan prestasi belajar bagi mahasiswa, serta memberikan suasana yang kondusif dan menyenangkan bagi mahasiswa dalam kegiatan belajar mengajar di kelas.

    Kata kunci: Jigsaw Model,  Pengantar Teknologi Informasi


    1. PENDAHULUAN

    Pengantar Teknologi Informasi merupakan dasar pengetahuan komputer yang digunakan untuk mengetahui lebih jelas tentang semua hal yang berhubungan dengan sistem komputer secara umum. Banyak hal yang harus diketahui pada suatu sistem komputer. Kemajuan teknologi mendorong perkembangan sistem komputer. Perkembangan perangkat keras (hardware) yang dari waktu ke waktu, perangkat lunak (software) yang terus mengalami kemajuan dan juga kemampuan user atau pengguna (brainware) yang terus meningkat adalah hal-hal yang mendorong terbentuknya sistem komputer yang lebih baik. Sebagai salah satu ilmu yang senantiasa berkembang, sistem komputer pada saat inipun tak luput dari hasrat untuk mrngikuti perkembangan tersebut, dari perangkat-perangkat  keras pendukungnya yang terus berkembang dan semakin lama semakin maju dan semakin baik, perangkat lunak yang juga terus mengalami perkembangan dan user atau pemakai yang juga mengalami kemajuan dalam kemampuan mengoperasikan sistem komputer. Proses belajar mengajar yang dilakukan dalam mata kuliah Pengantar Teknologi Informasi, selama ini masih menggunakan metode konvensional dimana metode pembelajaran dan pendekatan pembelajaran yang diberikan oleh dosen pengasuh mata kuliah kurang menarik bagi peserta didik (mahasiswa). Metode pembelajaran dan pendekatan pembelajaran  pada mata kuliah ini terlalu didominasi ceramah dan bersifat teacher oriented atau teacher centred. Pada  metode ini dosen pengasuh mata kuliah hanya  menyampaikan materi yang ada kepada peserta didiknya dan sebaliknya para peserta didik atau mahasiswa hanya ditugaskan untuk mendengarkan ceramah materi yang diberikan dosen yang bersangkutan. Dengan cara yang seperti ini mahasiswa sebagai peserta didik hanya diberikan kemapuan untuk mencatat dan menghapal apa yang sudah diberikan oleh dosen pengasuh mata kuliah tanpa ikut berperan aktif dalam proses belajar mengajar di ruang kuliah. Dengan menggunakan metode pembelajaran seperti ini, evaluasi yang dilakukan oleh dosen pengasuh mata kuliah hanya dengan memberikan latihan soal baik yang dikerjakan di ruang kuliah atau pun yang dikerjakan di luar ruang kuliah (rumah), tugas, ujian tengah semester dan sebagai final examination dilakukan pada akhir semester.

    Metode mengajar adalah alat yang  merupakan bagian dari perangkat alat dan cara dalam pelaksanaan suatu strategi belajar mengajar.” (www.depdiknas.go.id) Berdasarkan hal tersebut maka yang dimaksud dengan metode mengajar adalah suatu cara atau alat yang digunakan dosen untuk mencapai tujuan instruksional yang ingin di capai. Menurut  Menurut  Rusyan (2005: 30),  implementasi atau penerapan, pemeliharaan dan penentuan metode dipengaruhi oleh lima (5) faktor , yaitu : Tujuan,  anak didik, situasi, fasilitas, dan pengajar. Dengan menggunakan metode pembelajaran yang seperti diuraikan di atas, penyerapan materi bagi mahasiswa sangatlah tidak maksimal. Hal ini tentu saja disebabkan karena komunikasi yang dilakukan adalah komunikasi satu arah yang mengakibatkan mahasiswa menjadi bersikap pasif dalam proses belajar mengajar di dalam ruang kuliah.  Komunikasi satu arah seperti ini mengakibatkan mahasiswa tidak dapat memberikan umpan balik (feedback) dalam menanggapi materi yang diberikan oleh dosen baik tanggapan yang berupa kritikan, pertanyaan ataupun informasi yang berhubungan dengan materi yang disampaikan oleh dosen pengasuh mata kuliah. Hal tersebut di atas bertentangan dengan tujuan yang ingin dicapai dalam suatu proses belajar mengajar yaitu dimana mahasiswa dituntut untuk lebih memahami materi-materi yang diberikan sehingga dapat memecahkan masalah-masalah yang ada pada mata kuliah yang diberikan.

    Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan sesorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang secara keseluruhan, sebagaian hasil pengalamannya sendiri.  Menurut  Ahmadi dan  Supriyono (2002:121) belajar adalah suatu proses usaha  yang dilakkan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungan. Sedangkan menurut Sudirman (2004:22) secara umum dapat diartikan sebagai suatu proses interaksi diri manusia dengan lingkungannya, yang mungkin berwujud pribasi, fakta, konsep atau teori. Namun terjadinya proses belajar mengajar yang terkesan pasif tersebut mungkin saja terjadi karena adanya hambatan atau kendala yang sering dihadapi oleh  dosen dalam memberikan materi kepada mahasiswanya.  Salah satu  hal yang  menjadi kendala atau hambatan dalam proses belajar mengajar ini adalah perbedaan latar belakang pendidikan mahasiswa yang menyebabkan kemampuan mahasiswa dalam menyerap materi yang ada berbeda satu dengan yang lainnya. Hambatan lain adalah partisipasi  mahasiswa dalam ruang kelas. Secara umum partisipasi adalah peran serta aktif dalam suatu kegiatan, dalam proses  belajar mengajar partisipasi mahasiswa adalah peran serta mahasiswa secara aktif dalam proses belajar mengajar  yang dilaksanakan.  Dengan peran serta aktif mahasiswa dalam proses pembelajaran dapat meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam memahami materi perkuliahan yang diberikan oleh dosen pengasuh mata kuliah. (Mudayen, 2004). Dengan partisipasi dan  keaktifan mahasiswa dalam  proses pembelajaran maka di harapkan prestasi belajar  yang didapatkan oleh mahasiswa akan lebih baik. Yang dimaksud prestasi  belajar adalah Prestasi adalah hasil terhadap sesuatu hal yang telah dilakukan. Prestasi belajar adalah keberhasilan yang dicapai sesorang setelah orang tersebut melakukan  proses belajar (Winkel, 2002:37).

    Penelitian ini menawarkan  model pembelajaran  jigsaw yaitu  model pembelajaran yang menuntut siswa belajar secara kelompok dengan anggota 4 sampai 6 orang siswa yang mempunyai kemampuan heterogen (www.diknas.go.id).

    1. METODOLOGI PENELITIAN

    2.1 Metode Pengembangan

    Dalam implementasi atau penerapan yang akan digunakan dalam  metode pembelajaran ini adalah dengan menggunakan  classroom action research, yaitu dengan cara melaksanakan kegiatan langsung dikelas untuk melihat  aktivitas yang dilakukan mahasiswa dalam mengimplementasikan metode pembelajaran yang dikembangkan.

    2.2 Strategi Pelaksanaan

    2.2.1 Jigsaw Model

    Metode pembelajaran Jigsaw adalah salah satu bentuk metode pembelajaran kooperatif yaitu pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktivis.  Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan bagian tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya. Model Pembelajaarn jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif dengan mahasiswa  belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang secara heterogen dan bekerjasama saling ketergantungan ang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain (Arends, 2001).

    Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab mahasiswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Mahasiswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. Dengan demikian, “Mahasiswa saling tergantung satu dengan yang lain dan harus bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan” (Lie, A., 2004). Para anggota dari tim-tim yang berbeda dengan topik yang sama bertemu untuk diskusi (tim ahli) saling membantu satu sama lain tentang topik pembelajaran yang ditugaskan kepada mereka. Kemudian mahasiswa-mahasiswa  itu kembali pada tim/kelompok asal untuk menjelaskan kepada anggota kelompok yang lain tentang apa yang telah mereka pelajari sebelumnya pada pertemuan tim ahli.

    Pada model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, terdapat kelompok asal dan kelompok ahli”. Kelompok asal, yaitu kelompok induk kelompok mahasiswa yang beranggotakan mahasiswa dengan kemampuan, asal, dan latar belakang keluarga yang beragam. Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa ahli. Kelompok ahli, yaitu kelompok mahasiswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu dan menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal. Hubungan antara kelompok asal dan kelompok ahli digambarkan dibawah ini.

    Gambar 1 . Hubungan Antar Kelompok Asal dan Kelompok Ahli

    2.2.2 Langkah-langkah yang Digunakan pada Metode Pembelajaran Jigsaw Model (Model Tim Ahli)

    Secara garis besar langkah-langkah atau prosedur yang dilaksanakan dalam metode pembelajaran Jigsaw Model (Model Tim Ahli) ini adalah sebagai berikut:

    1)      Mahasiswa dikelompokkan ke dalam  4 anggota tim

    2)      Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang berbeda

    3)      Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang ditugaskan

    4)      Anggota dari tim yang berbeda yang telah mempelajari bagian/sub bab yang sama bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan sub bab mereka

    5)      Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli tiap anggota kembali ke kelompok asal dan bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang sub bab yang mereka kuasai dan tiap anggota lainnya mendengarkan dengan sungguh-sungguh

    6)      Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi

    7)      Dosen  memberi evaluasi

    8)      Penutup

    Metode ini layak dicoba untuk meningkatkan  student outonomy.

    Untuk mencapai tanggung jawab yang maksimal, maka hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan kegiatan belajar ini adalah :

    1)      Tanggung jawab individu

    Setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik. Kunci keberhasilan kegiatan ini adalah persiapan dosen dalam menyusun  materi yang akan diberikan.

    2)      Tatap Muka

    Setiap mahasiswa diberikan waktu untuk bertemu muka dan berdiskusi dengan dosen. Kegiatan interaksi ini memberikan kepada  para pembelajaran untuk membentuk hubungan yang baik antara mahasiswa dan dosen.

    3)      Komunikasi antar individu

    Hal ini menghendaki agar semua para pembelajar atau mahasiswa di bekali dengan berbagai keterampilan berkomunikasi.

    4)      Evaluasi

    Pengajar perlu menjadwal waktu bagi mahasiswa untuk mengevaluasi proses kerja yang mereka lakukan dan hasil kerja mereka agar selanjutnya bisa melakukannya dengan efektf lagi.

    1. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN

    Penelitian ini telah dilakukan dalam dua tahap, yaitu 1) Tahap Pengembangan Perangkat Pembelajaran, dan 2) Tahap Pembelajaran Nyata (real teaching).

    2.1 Pengembangan Perangkat Pembelajaran

    Perangkat pembelajaran yang dapat  dikembangkan adalah 1) materi ajar, 2) rencana pembelajaran dan, 3) kelompok mahasiswa dan 4) instrumen evaluasi. Berikut uraian  perangkat pembelajaran yang dikembangkan dalam proses pembelajaran dengan metode jigsaw model ini.

    3.1.1 Materi Ajar Pokok Bahasan Mengenal Sistem Komputer

    Materi Ajar  didasarkan pada  buku pegangan Mahasiswa sebagai panduan dalam proses pembelajaran Pengantar Teknologi Informasi dengan pokok bahasan mengenal Sistem Komputer, dengan mengacu pada teks book  yang biasa  dipakai oleh dosen dan mahasiswa, yaitu buku Pengantar Teknologi Informasi, yang ditulis oleh Aji Supriyanto , tahun 2007 dengan Penerbit Salemba Empat Jakarta. Buku tersebut merupakan buku utama. Ketidaksesuaian konsep, prinsip, fakta, dan contoh-contoh pada buku tersebut disempurnakan dengan mengadopsi dari sumber-sumber lain yang dianggap relevan.

    Materi Ajar  untuk  pokok bahasan Mengenal Sistem Komputer ini terdiri dari  4  sub pokok bahasan  yang terdiri dari :

    1)      Perkembangan Komputer, terdiri dari: a) perkembangan hardware yang terdiri dari generasi-generasi komputer dan b) Perkembangan software yang mengikuti perkembangan  setiap generasi tersebut.

    2)      Klasifikasi dan Kegunaan Komputer, terdiri dari: a) Berdasarkan jenis data yang diolah b) Berdasarkan kemampuan komputer c) Berdasarkan ukuran fisik dan d) berdasarkan bidang masalah;

    3)      Konfigurasi Komputer, yang terdiri dari: a) Konfigurasi hardware yang menjelaskan tentang Control Unit dan Arithmatic Logic Unit dan Sistem Bilangan biner. b) Konfigurasi Software, yang menjelaskan  tentang Siste Operasi, bahasa pemrograman dan Program paket. c) Konfigurasi brainware, yang menjelaskan  tentang operator, Programmer dan System Analist.

    4)      Instalasi Komputer, yang membahas tentang peralatan sistem komputer yang meliputi : Peralatan Input, Peralatan Output, Peralatan Input/Output, peralatan proses dan media penyimpanan data (storage).

    3.1.2 Rencana Perkuliahan untuk          Pengajaran Pokok Bahasan            Mengenal Sistem Komputer

    Rencana perkuliahan merupakan pedoman yang dirancang secara sistematis untuk menggambarkan skenario penyajian materi kuliah sesuai dengan sintaks model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Penelitian ini telah mengembangkan empat  Rencana Perkuliahan  yang disesuaikan dengan tingkat keluasan materi pokok bahasan mengenal sistem komputer dan jumlah jam perkuliahan  untuk satu kali pertemuan pada kelas  tempat penelitian. Keempat Rencana Perkuliahan (RP)  yang dihasilkan yaitu 1) RP-01 untuk perkembangan Komputer yang meliputi perkembangan hardware dan software, 2) RP-02 Klasifikasi dan kegunaan komputer berdasarkan  data, kemampuan, ukuran dan bidang masalah, 3) RP-03 Konfigurasi Komputer  yang meliputi Hardware, software dan brainware  dan 4) RP-04 Instalasi Komputer  yang meliputi peralatan input, output, proses dan memory.

    Rencana perkuliahan  yang dikembangkan menurut SAP dan GBPP nya  memuat: 1) Tujuan Pembelajaran Umum yaitu agar mahasiswa dapat menerangkan tentang konsep dasar komponen komputer,  2) Tujuan Pembelajaran Khusus yaitu  agar mahasiswa dapat menerangkan tentang konsep komputer dan sejarah perkembangan serta pemanfaatannya dalam kehidupan manusia, 3) Proses pembelajaran  yang memuat tentang kegiatan mahasiswa di kelas, kegiatan pembelajaran dan media yang digunakan dalam proses pembelajaran dan 4) Sumber pembelajaran yaitu buku atau literature yang digunakan dalam pelaksanaan proses pebelajaran pada mata kuliah ini.

    3.2 Tahap Pembelajaran Nyata (Real Teaching)

    3.2.1 Kelompok Mahasiswa

    Mahasiswa dalam metode pembelajaran ini akan di bagi dalam beberapa kelompok. Setiap kelompok akan mendapatkan lembar panduan bagi mereka  dalam mengerjakan tugas secara kelompok yang berorientasi pada model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Lembar panduan ini  memuat uraian: 1) materi secara singkat, 2) tujuan pembelajaran, 3) petunjuk mengerjakan yang menuntut siswa bekerja secara kooperatif, dan 4) sejumlah pertanyaan yang dikelompokkan berdasarkan tugas kelompok.

    Dalam Rencana Pembelajaran Kelompok mahasiswa ini, ada beberapa aktivitas mahasiswa yang di nilai oleh dosen pengasuh mata kuliah. Aktivitas ini berhubungan dengan Proses Pembelajaran yang terjadi di dalam kelas. Dalam penilaian proses pembelajaran kelompok yang ada dalam model jigsaw ini, ada beberapa item yang di jadikan pedoman penilaian dosen dalam melihat partisipasi aktif mahasiswa dalam mengikuti proses pembelajaran.  Penilaian ini bukan di lakukan untuk setiap  mahasiswa, tapi penilaian di laksanakan secara umum dengan melihat situasi dan kondisi yang berjalan di dalam ruang kuliah. Penilaian di dasarkan pada kelompok-kelompok belajar yang di bentuk  Dalam kelas sampel yang terdiri dari 25 mahasiswa, dibentuk 4 kelompok yang disesuaikan dengan sub pokok bahasan yang juga terdiri dari 4 sub. Empat kelompok tersebut akan di nilai secara objektif oleh dosen pengasuh berdasarkan aktivitas yang dilakukan di dalam ruang kuliah dalam proses pembelajaran dengan model jigsaw ini.

    Proses pembelajaran yang terjadi di dalam ruang kuliah, akan di nilai dengan kategori penilaian pada rentang  nilai sangat kurang, kurang, cukup, baik dan sangat baik, dengan pembagian skor Nilai  antara  0 sampai 20.9 Sangat Kurang, 21 sampai 55.9 kurang, 56 sampai 69.9   Cukup, 70 sampai 84.9  Baik dan 85 sampai 100 Sangat baik.

    Berdasarkan  penilaian aktivitas dalam model pembelajaran jigsaw yang di laksanakan dalam proses pembelajaran di ruang kuliah (kelas) pada lampiran 1 dapat dijelaskan bahwa penilaian yang dilakukan perkelompok untuk aktivitas atau kegiatan yang dilakukan mahasiswa dalam proses pembelajaran mempunyai nilai cukup baik dengan rata-rata nilai yang di dapat perkelompok  berada pada interval nilai 78,2 sampai dengan 85,5 yang artinya berada pada kategori  penilaian baik dan sangat baik.  Pada Lampiran 2 dapat di lihat grafik yang menunjukkan penilaian aktivitas/kegiatan mahasiswa perkelompok di dalam kelas. Grafik berikut menunjukkan  kelompok  yang paling aktif dalam mengikuti proses belajar mengajar dan sebaliknya. Nilai rata-rata perkelompok  dapat  digambarkan melalui grafik berikut ini :

    Gambar 2. Grafik Nilai Rata-rata Perkelompok dalam Aktivitas Proses Pembelajaran

    Dari Grafik di atas dapat di lihat bahwa,  kelompok 3 memiliki nilai rata-rata aktivitas paling tinggi di antara 3 kelompok lain yaitu 26% yang artinya kelompok ini menpunyai partisipasi yang paling aktif dalam proses pembelajaran. Sedangkan kelompok  2 dan kelompok 4 memiliki nilai persentase yang sama dalam mengikuti kegiatan atau aktivitas pembelajarn di kelas yaitu sebesar 25%, dan sebagai kelompok terakhir yang memiliki partisipasi yang paling kecil persentasenya dalam mengikuti aktivitas di kelas adalah kelompok 1 yaitu 24 %. Namun jarak nilai rata-rata antara satu kelompok dengan kelompok yang lain tidak terlalu besar hanya berkisar 1% saja, yang artinya secara umum semua kelompok ikut berpartisipasi aktif dalam menjalankan proses pembelajaran yang di laksanakan di dalam kelas.

    Untuk melihat Nilai Rata-rata  nilai semua kelompok untuk setiap aktivitas mahasiswa dalam kelompok dapat di lihat dari grafik nilai rata-rata dari aktivitas kelompok:

    Gambar 3. Grafik Nilai Rata-rata Semua Kelompok untuk Setiap Aktivitas Mahasiswa dalam Kelompok

    Dari grafik di atas dapat di lihat bahwa aktivitas yang  paling tinggi nilai persentasenya adalah aktivitas no.6 yaitu aktivitas  Mempresentasikan hasil kerja kelompok dengan persentase nilai 10 %. Namun Nilai aktivitas yang lain dari 11 aktivitas yang dinilai memiliki nilai persentase yang tidak jauh berbeda antara satu dengan yang lainnya yaitu berada di antara 9% dan 10%. Hal ini membuktikan bahwa proses pembelajaran dengan metode jigsaw ini berjalan dengan baik dan diikuti dengan peran serta atau partisipasi aktif mahasiswa dalam melaksanakannya.

    3.2.2 Instrumen Evaluasi  Hasil Belajar Mahasiswa

    Instrumen evaluasi hasil belajar mahaasiswa digunakan untuk menentukan kualitas hasil belajar mahasiswa. Instrumen evaluasi hasil belajar berupa perangkat soal tes hasil belajar.  Hasil Evaluasi hasil belajar mahasiswa ini diberikan setelah mahasiswa menyelesaikan diskusi dalam kelompok belajarnya. Evaluasi hasil belajar ini diberikan oleh dosen untuk mengukur sejauh mana  pemahaman mahasiswa pada materi yang sudah dibahas. Instrumen Evaluasi di berikan sesuai dengan pokok bahasan yang sedang didiskusikan.

    Dalam bahasan mengenal  sistem komputer, berikut  nilai rata-rata instrumen pertanyaan  yang digunakan untuk melihat kemampuan mahasiswa dalam memahami materi. Sebagai Sampel adalah nilai dalam satu kelas dengan jumlah mahasiswa 25 orang. Pemahaman yang diharapkan adalah kemampuan individu mahasiswa, sehingga tes hasil belajar diberikan secara individu bagi mahasiswa. Adapun skor nilai dan tingkat pemahaman mahasiswa  dikelommpokkan berdasarkan pertanyaan yang diberikan, dan nilai yang diperoleh pada setiap pertanyaan yang dijawab oleh setiap mahasiswa.

    Berdasarkan pertanyaan dan hasil jawaban setiap mahasiswa, nilai rata-rata yang diperoleh menunjukkan tingkat pemahaman mahasiswa pada materi yang sedang dibahas. Tingkat pemahaman tersebut akan dibagi berdasarkan nilai rata-rata dari setiap pertanyaan yang dihitung dari nilai setiap mahasiswa di kelas tersebut. Adapun pembagiannya adalah   Nilai  rata-rata 0 sampai 20.9 memiliki tingkat pemahaman Sangat Kurang, 21 sampai 55.9 memiliki tingkat pemahaman kurang, 56 sampai 69.9   memiliki tingkat pemahaman Cukup, 70 sampai 84.9  memiliki tingkat pemahaman Baik dan 85 sampai 100 memiliki pemahaman Sangat baik.

    Tabel 1.  Butir Pertanyaan Instumen Hasil Evaluasi Belajar Bahasan Mengenal Sistem Komputer

    No

    Butir Pertanyaan

    Skor rata

    Nilai

    1

    Sebutkan definisi computer menurut istilah dan ilmu pengetahuan ?

    89.4

    Sangat Baik

    2

    apa saja faktor yang melatar belakangi terjadinya generasi computer?

    87

    Sangat Baik

    3

    Gambarkan skema klasifikasi atau penggolongan computer ?

    89.8

    Sangat Baik

    4

    Sebutkan Software yang digunakan pada generasi ke dua ?

    76

    Baik

    5

    Apa saja yang termasuk dalam perangkat Input ?

    82.2

    Baik

    6

    Apa saja yang termasuk dalam perangkat output ?

    91.6

    Sangat Baik

    7

    Apa fungsi ALU dalam sistem computer ?

    77.4

    Baik

    8

    Perangkat apa yang termasuk dalam media penyimpanan luar ?

    82

    Baik

    9

    Sebutkan tingkatan brainware ?

    90.8

    Sangat Baik

    10

    Apa saja tugas Control Unit !

    84.4

    Baik

    TOTAL

    85.06

    Sangat Baik

    Dari Tabel butir pertanyaan yang dikemukakan di atas maka dapat dilihat, secara umum pemahaman mahasiswa untuk materi ajar bahasan Mengenal sistem komputer sudah sangat baik yaitu 85,06.  Hal ini menunjukkan bahwa dengan metode yang diterapkan atau metode belajar dengan jigsaw model ini, prestasi belajar mahasiswa dapat ditingkatkan, hal ini bisa saja terjadi, karena mahasiswa dituntut untuk berperan aktif dan kreatif dalam menyelesaikan tugas pokok bahasan yang diberikan kepadanya

    Berdasarkan tabel di atas   dapat dijelaskan bahwa, dari 10 pertanyaan yang diberikan kepada sampel, yaitu 25 orang mahasiswa, dapat dilihat bahwa jawaban yang diberikan sudah berada pada  tingkat yang memuaskan yaitu antara  skor 70,9 sampai 84,9 dengan kategori baik dan  skor 85 sampai 100 dengan kategori sangat baik.

    Berdasarkan  tabel nilai mahasiswa secara individu dari butir pertanyaan yang di berikan (lampiran3), dapat di lihat bahwa secara umum semua mahasiswa dapat memahami materi ajar untuk bahasan yang diberikan. Nilai yang diperoleh dari evaluasi yang dilakukan terlihat bahwa skor yang diperoleh mahasiwa sangat baik Yaitu berkisar antara 70 sampai 100.  Dari hasil tersebut, maka dapat dikatakan bahwa metode pembelajaran dengan tipe jigsaw ini dapat meningkatkan prestasi mahasiswa untuk meningkatkan nilai akademiknya. Grafik di bawah ini menunjukkan grafik nilai permahasiswa untuk 10 butir pertanyaan yang diajukan.

    Gambar 4. Grafik  Nilai Rata-rata Per Mahasiswa Per Butir Pertanyaan

    Berdasarkan gambar di atas dapat di lihat bahwa nilai rata-rata permahasiswa dari 25 sampel mahasiswa dalam satu kelas, memiliki tingkat kemampuan dalam menjawab pertanyaan berada dalam interval baik dan sangat baik. Hal ini cukup mampu di jadikan acuan bahwa dengan metode pembelajaran jigsaw ini, dapat meningkatkan prestasi belajar mahasiswa  terutama dalam memahami materi yang diberikan.

    1. 4. SIMPULAN

    Berdasarkan rangkaian penelitian yang dilaksanakan diatas, maka dapat di  buat kesimpulan dari ukuran keberhasilan dalam proses pembelajaran. Dengan menggunakan metode jigsaw ini dapat di lihat peran serta atau partisipasi aktif serta peningkatan prestasi mahasiswa berada pada rentangan nilai baik yaitu 70 -84,9 dan nilai sangat baik yaitu 85 – 100.

    Tabel 2. Indikator Nilai Partisipasi dan Prestasi Mahasiswa

    INDIKATOR

    NIlAI

    1. Kegiatan berkelompok  yang meliputi: Mahasiswa dalam mengikuti perkuliahan, Partisipasi aktif dan inisiatif mahasiswa dalam mengajukan pertanyaan dan inisiatif mahasiswa dalam menjawab pertanyaan baik dari dosen maupun dari mahasiswa sendiri,  Memperhatikan penjelasan yang diberikan dosen di kelas dan teman lain sesama mahasiswa dan kegiatan kelompok yang bersifat kooperatif lainnya,yang ditunjukkan dengan kegiatan kelompok mahasiswa di kelas.
    2. Tes Evaluasi hasil belajar yang meliputi hasil belajar mahasiswa secar individu yang memperlihatkan prestasi belajar mahasiswa.

    82,5

    85.06%

    Dari Persentase yang  di dapatkan bila di lihat dari range nilai yang sudah di kemukakan di atas maka nilai yang diperoleh dari masing-masing indikator berada pada kategori baik dan sangat baik.Hal ini cukup membuktikan bahwa Implementasi atau penerapan metode jigsaw ini sangat membantu dalam meningkatkan partisipasi aktif dan prestasi mahasiswa dalam melaksanakan proses pembelajaran.

    Dari Implementasi atau penerapan  serta pengembangan model pembelajaran dengan metode jigsaw ini dapat membantu meningkatkan partisipasi dan prestasi belajar mahasiswa dalam mata kuliah  Pengantar Teknologi Informasi. Selain itu metode pembelajaran ini  dapat memotivasi mahasiswa untuk  berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran  sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar mereka. Metode pembelajaran jigsaw model ini dapat meningkatkan efektifitas pengajaran terutama dalam penyampaian materi kuliah. Hal ini beralasan karena dengan membagi mahasiswa dalam kelompok atau tim dan memberi mereka tanggung jawab untuk menjelaskan  setiap materi yang sudah ditentukan untuk mereka sehingga dapat menghindari metode ceramah yang membutuhkan waktu yang lama dalam penyampaian materi ke mahasiswa.

    Metode jigsaw ini juga  dapat meningkatkan komunikasi dua arah yang partisipatif antara dosen dan mahasiswa, mahasiswa dan dosen serta mahasiswa dan mahasiswa.

    DAFTAR RUJUKAN

    Ahmadi, Abu dan Supriyono., 2002. Psikologi Pengajaran. Rineka Cipta. Jakarta.

    Arends. 2001. Kualitas dan Proses Hasil Belajar dengan Metode Kooperatif (Jigsaw). (Online). (diakses www.damandiri.or.id, tanggal 8 Agustus 2009).

    Lie, A. 2004. Kualitas dan Proses Hasil Belajar dengan Metode Kooperatif (Jigsaw). (Online). (diakses www.dimandiri.or.id, tanggal 8 Agustus 2009).

    Mudayen Y.M.V. 2004. Peningkatan Partisipasi dan Prestasi Belajar Mahasiswa. (Online). (diakses www.belajar.usd.ac.id/createpdf. php, tanggal  10 Agustus 2009).

    Rusyan, T.A. 2005. Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Remaja Karya. Bandung.

    Sudirman. 2004. Interaksi dan motivasi Belajar Mengajar. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

    Winkel, W.S. 2202. Psikologi Pengajaran. Gramedia. Jakarta.

    www.Diknas.go.id. Model-Model Pembelajaran yang Efektif. (Online).  (Diakses tanggal  10 Agustus  2009)

    www.diknas,go.id., Pengaruh Metode mengajar dan Ragam Tes. (Online). (Diakses tanggal 12 Agustus 2009).

  • JURNAL LPPM

    Posted on May 1st, 2012 vivi sahfitri No comments

    PENGUKURAN EFEKTIFITAS SISTEM INFORMASI

    Vivi Sahfitri

    Universitas Bina Darma

    Jln. Ahmad Yani No.12, Plaju, Palembang

    email: vsahvitri@yahoo.com

    Abstrak :Setelah dilakukan implementasi Sistem Informasi, diperlukan penelaahan pasca implementasi yang bertujuan untuk mengetahui efektifitas Sistem Informasi yang digunakan dengan melihat pengaruh antar variabel dalam pengukuran efektifitas Sistem informasi tersebut. Dari hasil pengujian yang dilakukan Uji F untuk variabel System Quality, Information quality dan service quality terhadap variabel Use (intention to use) tidak berpengaruh  signifikan  sedangkan untuk Uji t yang dilakukan, variabel service quality tidak berpengaruh secara signifikan tehadap Variabel Use. Uji F pada variabel System Quality, Information Quality dan Service Quality terhadap Variabel User satisfaction memperoleh hasil berpengaruh  signifikan sedangkan untuk uji t yang dilakukan,  variabel service quality tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel user satisfaction. Sedangkan  pengukuran untuk uji F  antara variabel System quality, information Quality, Service quality, Use (intention to use) dan User satisfaction terhadap variabel Net benefits berpengaruh signifikan antar semua variabel, sedangkan uji t yang dilakukan membuktikan variabel Service Quality tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel Net benefits.

    Kata kunci :  Efektifitas Sistem Informasi, System Quality, Information Quality, Service Quality, Use, User satisfaction, Net benefits

    Abstract : After implementation of IS, required post-implementation review to determine the effectiveness of IS used by looking the influence between variables in measuring the effectiveness of IS. The results of tests performed for variables F Test System Quality, Information quality and service quality to variable Use  had no significant effect, while for the t test is performed, the variable does not affect service quality significantly Variable on Use. F test on the variable System Quality, Information Quality and Service Quality of Variable User satisfaction while obtaining significant results for the t test performed, the variable service quality variables had no significant effect on user satisfaction. While the measurements for the F test between the variables System quality, information Quality, Service Quality, Use and user satisfaction variables have a significant net benefits among all variables, the t test conducted prove the variable Service Quality no significant effect on the variable Net benefits.

    Keyword :  effectiveness of IS, System Quality, Information Quality, Service Quality, Use, User satisfaction, Net benefits


    1. 1. PENDAHULUAN

    Perkembangan Teknologi Informasi dan Komuniksi  di era globalisasi mengakibatkan perubahan yang sangat berarti di berbagai aspek kehidupan manusia. Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi ini telah mengubah pemikiran baru di masyarakat, peran ilmu pengetahuan sangatlah menonjol yang menuntut sumber daya manusia yang memiliki kemampuan dan keterampilan yang tinggi dalam mengikuti perkembangan teknologi dan informasi. Sehingga  tidak terjadi ketimpangan antara perkembangan ilmu pengetahuan yang didukung perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi dengan  kemampuan Sumber Daya Manusia yang ada.

    Seiring perkembangan Teknologi informasi dan komunikasi tersebut, hampir semua instansi baik swasta maupun pemerintahan sudah memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam membantu kegiatan instansi tersebut. Semakin banyaknya perusahan yang menerapkan teknologi informasi dan komunikasi, maka evaluasi terhadap efektivitas penggunaannya merupakan topik yang semakin menarik untukdi teliti baik oleh praktisi maupun peneliti. Salah satu Produk dari Teknologi Informasi dan Komunikasi tersebut adalah Sistem Informasi. Sistem informasi dibangun sebagai fasilitas pendukung kinerja dalam suatu instansi. McLeod (1995) menyatakan bahwa, setelah suatu sistem informasi memasuki fase implementasi  dalam siklus hidup pengembangan sistem informasi, perlu di lakukan penelaahan pasca implementasi. Penelaahan tersebut bertujuan untuk menentukan  efektifitas sistem  (seberapa jauh sistem tersebut mencapai sasaran-sasarannya) serta untuk mengevaluasi proses pengembangan sistem tersebut. (Weber,1999). Goodhue dalam jumaili (2005:725) menyatakan bahwa jika evaluasi pemakai atas teknologi cocok dengan kemampuan dan tuntutan dalam tugas pemakai, maka akan memberikan dorongan  pemakai memanfaatkan teknologi. Karena itu, evaluasi pemakai diguankan sebagai alat ukur keberhasilan pelaksanaan dan kualitas jasa sistem informasi yang dihubungkan dengan kecocookan tugas-tugas dengan  teknologi.

    Penggunaan Sistem Informasi pada suatu instansi bertujuan untuk memudahkan  tugas pengguna(user) sehingga dapat di capai penghematan waktu, biaya, dan sumber daya dalam pengambilan keputusan. Agar tujuan implementasi Sistem Informasi tersbut dapat tercapai sesuai dengan harapan maka perlu dilakukan  evaluasi sejauh mana efektivitas sistem informasi tersebut.

    Menurut Seddon, Graeser dan Willcocks (2000), efektivitas sistem informasi merupakan suatu pertimbangan nilai yang dibuat berdasarkan titik pandang stakeholder, mengenai net benefits yang diperoleh dalam menggunakan suatu sistem informasi. Dalam hasil penelitiannya mereka juga mengungkapkan bahwa istilah lain yang memiliki makna sama adalah “Information System (IS) Success” yang digunakan oleh DeLone dan McLean (1992). Sedangkan dalam konteks dimana stakeholder dibatasi pada pemilik (owner) atau manajer senior dari suatu organisasi, beberapa peneliti menggunakan istilah “evaluating Information Technology (IT) investments”, “IT evaluation”, “IS evaluation”, dan “IS effectiveness”, yang semuanya mengandung makna yang sama.

    Suatu sistem dapat dievaluasi dan di analisis performance nya berdasarkan dua pengukuran utama, yaitu efektifitas dan efisiensi. Dari sudut pandang efisiensi, evaluasi berhubungan dengan penggunaan sumber-sumber daya yang diberikan baik sumber daya manusia, infrastruktur maupun materi (uang) untuk menyediakan sistem informasi bagi user. Sedangkan dari sisi efectivitas user atau unit organisasi user, evaluasi berhubungan dengan penggunaan Sistem informasi dalam menyampaikan misi organisasi.

    Sistem yang efektif dapat di definisikan sebagai suatu sistem yang dapat memberikan nilai tambah kepada organisasi yang menggunakannya. Oleh karena itu sistem yang efektif harus dapat memberikan pengaruh yang positif kepada prilaku user. Martin, dkk(2002) berpendapat bahwa sistem yang efektif dapat dianalisis  berdasarkan beberapa kriteria, antara lain adalah dapat meningkatkan efectivitas bisnis, dapat memperluas bisnis atau pelayanan dan dapat  meningkatkan keunggulan bersaing  bagi organisasinya.

    Berbagai variabel yang mempengaruhi efektivitas sistem informasi telah dikemukakan oleh banyak peneliti. Weber (1999) menggunakan system quality, information quality, perceived usefulness, computer self-efficacy, per-ceived ease of use, use (amount, type), IS satisfaction, individual impact, dan organizational impact sebagai variabel-variabel yang menentukan efektivitas suatu sistem informasi.  Peter B. Seddon melakukan reformulasi atas variable di atas dengan menggantikan variabel use dengan perceived usefulness dan  menambahkan variabel societal impact. Selain Seddon, peneliti lain yaitu Leyland F. Pitt, Richard T. Watson, dan C. Bruce Kavan menambahkan variabel service quality pada Model D&M (Pitt et al., 1995). Variabel lain yang di masukkan adalah variable net benefits menggantikan variabel individual impact dan organizational impact. Sehingga dalam penelitian ini akan di lakukan pengukuran efektifitas sistem informasi dengan menggunakan enam variable yaitu variable system quality, information quality, service quality, system use, user satisfaction dan net benefits.

    Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan diatas  maka dalam usulan penelitian ini, peneliti  tertarik untuk melakukan penelitian pengukuran efektifitas Sistem Informasi. Pengukuran di lakukan dengan menggunakan variabel – variabel dalam efektifitas Sistem Informasi yaitu system quality, information quality, service quality, system use, user satisfaction dan net benefits. .

    2. METODE PENELITIAN

    2.1. Desain Penelitian

    Desain usulan penelitian yang akan digunakan adalah desain kausal yang bertujuan untuk melihat pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel terikat.  Dalam   penelitian ini  pengukuran di bagi dalam beberapa tahapan. Pengukuran pertama dilakukan dengan variabel bebas information Quality (X1), System Quality (X2)  dan  Service quality (X3) terhadap variabel terikat Use /Intention Use (Y), dan pengukuran di lakukan baik secara parsial maupun secara serentak. Pengukuran kedua dilakukan dengan variable bebas Information qulity (X1), sistem Quality (X2)  dan  Service quality (X3) terhadap variable terikat User Satisfaction (Y), Pengukuran kedua ini juga di lakukan baik secara parsial maupun secara serentak.  Pengukuran ketiga dilakukan dengan variable bebas information quality (X1), system quality (X2), service quality (X3),  use/Intention to use (X4),  User satisfaction (X5) terhadap variable terikat Net benefits (Y), Pengukuran di lakukan baik secara parsial maupun secara serentak.

    2.2.  Populasi dan sampel

    Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa dan dosen fakultas ilmu komputer Universitas Bina Darma  serta staff karyawan Universitas Bina Darma Palembang.

    Untuk sampel mahasiswa akan ditentukan dengan teknik purposive sampling yaitu teknik penentuan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu yaitu mahasiswa  dan dosen pada Fakultas Ilmu Komputer Universitas Bina Darma serta Staff Karyawan  di Universitas Bina Darma Palembang. Target sampel minimal yang diharapkan di dapat dan digunakan dalam analisis adalah 100 orang responden.

    Menurut Pendapat Champion dan AA.K. Baila menyatakan bahwa sampel cukup valid untuk di analisis secara statistic sedikitnya diperlukan  30 sampai 100 responden Manase malo (1985). Maka berdasarkan pendapat ini, sampel yang di ambil dalam penelitian ini adalah berjumlah  100 responden yang terdiri dari Mahasiswa dan Dosen Fakultas Ilmu Komputer Universitas Bina Darma serta staff Karyawan  Univeritas Bina Darma  Palembang.

    2.3. Definisi Operasional

    Definisi Operasional sering dijelaskan sebagai suatu spesifikasi kegiatan peneliti dalam mengukur variabel. Variabel operasional dijelaskan sebagai unsur penelitian yang memberitahukan bagaiaman caranya mengukur suatu variabel. Definisi operasional akan mampu menjelaskan suatu fenomena secara tepat.

    Data yang di perlukan meliputi data tentang pengukuran efektifitas Sistem informasi yang terdiri dari  variabel infrmation Quality, System Quality, Service Quality, Use (Intention to use), user satisfaction dan Net Benefits. Semua data di klasifikasikan ke dalam indikator-indikator yang akan di konstruksikan dalam instrumen angket atau kuisioner.  Untuk variabel System Quality memiliki 18 item pertanyaan, untuk variabel information Quality memiliki  23 item perta nyaan, variabel service Quality memiliki  20 Item Pertanyaan, Variabel use memiliki 17 Item Pertanyaan, variabel user satisfaction memiliki 13 item pertanyaan,  dan Variabel net benefits memiliki  19 Item Pertanyaan.

    2.4. Instrumen Penelitian

    Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, terutama dalam melihat pengaruh dari variabel-variabel yang ada adalah dalam bentuk Kuisioner atau angket penelitian dengan menggunakan skala Likert. skala Likert responden menjawab pertanyaan penelitian dengan memberikan tanda silang (X), pada alternatif jawaban yang disiapkan dengan lima (5) kemungkinan . Jawaban yang tersedia di buat skala :

    1. Skor 1 untuk  sangat Kurang
    2. Skor 2 untuk  Kurang
    3. Skor 3 untuk Cukup
    4. Skor 4 untuk Baik
    5. Skor 5 Untuk Sangat Baik

    Dari jawaban responden kemudian diberi skor nilai, maka sudah dapat diolah kuantitatifnya berdasarkan skala yang telah di tentukan. Instrumen penelitian yang menggunakan Skala Likert dapat dibuat dalam bentuk Checklist atau pilihan ganda (Sugiyono, 1993:73-74) Data tersebut akan dianalisis dengan menggunakan analisis regresi berganda, yaitu analisis yang dipergunakan untuk menganalisis dalam Pengukuran Efektifitas Sistem Informasi.

    2.5. Teknik Analisis Data

    Metode yang digunakan untuk menganalisis data primer yang bersifat kuantitatif yang berasal dari responden adalah metode perhitungan statistik. Karena varibel yang digunakan dalam penelitian ini lebih dari satu maka metode statistik yang dipakai adalah regresi linier berganda. Selain itu akan dilakukan uji validitas. Uji validitas ditujukan untuk menguji sejauh mana alat ukur dalam hal ini dapat mengukur apa yang hendak di ukur. Jika peneliti menggunakan kuisioner dalam pengumpulan data , kuisioner yang disusun harus mengukur apa yang ingin di ukur. Setelah kuisioner tersebut disusun, dalam praktek belum tentu data  yang terkumpul adalah data yang valid.

    Sedangkan Uji reliability adalah uji yang menyangkut ketepatan (acuraccy) alat ukur (daftar pertanyaan kuisioner ). Ketepatan ini dapat di nilai dengan analisa statistik untuk mengetahui measurement error alat ukur, dan jika alat ukur telah di nyatakan valid, selanjutnya reliabilitas alat ukur tersebut di uji. Makin kecil kesalahan pengukuran , makin reliable alat pengukur dan sebaliknya, makin besar kesalahan pengukuran makin tidak realible alat pengukur tersebut. Besar kecil kesalahan pengukuran  dapat diketahui antara lain dari nilai korelasi antara hasil pengukuran pertama dan kedua. Apabila nilai korelasi (r) di kuadratkan maka hasilnya disebut koefisien determinasi (coefficient of determinasi) yang merupakan petunjuk besar kecil hasil pengukuran yang sebenarnya, makin tinggi angka korelasi maka makin besar nilai koefisien determinasi dan makin rendah kesalahan pengukuran. Selanjutnya  untuk melihat tinggi rendahnya korelasi di gunakan Pearson Product Moment (PPM) (Ridwan 2005:138).

    Untuk pembuktian hipotesis dilakukan uji hipotesis. Yang pertama dalah uji parsial atau uji t . Uji ini  merupakan pengujian terhadap variable bebas yang dalam hal ini adalah information Quality (X1), System Quality (X2)  dan  Service quality (X3) terhadap variabel terikat Use /Intention Use (Y). Kriteria pengujian ini adalah  Ho di tolak dan Ha diterima jika harga mutlak t  dari hasil pengujian lebih besar daripada harga t yang terdapat dalam tabel distribusi t.

    Uji hipotesis yang kedua adalah uji serentak atau uji F  Uji ini merupakan pengujian terhadap koefisien regresi secara bersama-sama. Apabila F Hitung lebih besar dari F tabel (F Hitung > F Tabel)terdapat pengaruh yang  nyata dari variabel bebas secara bersama-sama terhadap variabel terikat. Atau dengan kata lain dalam hipotes Ho ditolak dan Ha diterima dan sebaliknya jika F hitung < F tabel maka Ho diterima dan Ha ditolak.

    1. 3. Hasil dan Pembahasaan

    3.1. Hasil Penelitian

    Pengukuran akan di lakukan dalam beberapa tahapan. Pengukuran pertama di lakukan untuk melihat pengaruh anatara variabel information Quality, variabel System Quality dan variabel Service quality terhadap Use (Intention Use), baik secara parsial maupun secara serentak. Pengukuran kedua di lakukan untuk melihat pengaruh antara variabel Information qulity, variabel System Quality dan variabel Service quality terhadap Variabel User Satisfaction, baik secara parsial maupun secara serentak. Pengkuran ketiga di lakukaj untuk melihat pengaruh berdasarkan  variabel information quality, variabel system quality, variabel service quality, variabel use (Intention to use), varibel User satisfaction terhadap variabel Net benefits, baik secara parsial maupun secara serentak.

    Untuk melihat pengaruh- pengaruh  tersebut pengukuran dilakukan  dengan cara  membagikan kuisioner  kepada responden. Namun sebelumnya terlebih dahulu akan dilakukan pengujian terhadap data yang telah dikumpulkan malalui analisis instrumen penelitian. Analisis instrumen penelitian dilakukan untuk menguji apakah instrumen yang digunakan memenuhi syarat-syarat alat ukur yang baik atau tidak. Instrumen penelitian dikatakan baik apabila instrumen penelitian tersebut memenuhi sifat valid dan reliabel. Kemudian dilakukan uji regresi linier berganda guna melihat pengaruh masing-masing variabel.

    3.1.1 Karakteristik Responden

    Karakteristik responden dalam penelitian ini antara lain berdasarkan jenis kelamin dan berdasarkan status responden. Pembagian Karakteristik responden  berdasarkan jenis kelamin tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini  :

    Tabel 1. Distribusi Jenis Kelamin

    Perbedaan  jumlah responden  ini tidak menjadi masalah karena peneliti tidak membedakan jenis kelamin karena responden dipilih secara acak. Sedangkan  pembagian karakteristik responden berdasarkan status dapat dilihat padatabel dibawah ini :

    Tabel 2. Distribusi Status responden

    Pembagian jumlah respoden berdasarkan satus ini di lakukan dengan tujuan agar penyebaran kuesioner untuk memperoleh jawaban tentang efektifitas Sistem informasi dapat lebih baik. Karena penggunaan sistem informasi di Universitas Bina Darma ditujukan kepada dosen karyawan dan mahasiswa.

    3.1.2. Reliabilitas  Alat Ukur

    Koefisien alpha atau cronbach apha yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengukur tingkat reliabilitas  dan konsistensi internal diantara butir butir pertanyaan  dalam suatu instrumen. Item pengukuran dikatakan reliabel jika memiliki nilai koefisien alpha lebih besar dari 0,6 (> 0,6).Nilai reliabilitas konsistensi internal  masing masing variabel ditunjukkan pada tabel dibawah ini :

    Tabel  3. Rekapitulasi Uji Reliabilitas

    Dari tabel 3, maka dapat disimpulkan bahwa semua variable nilai cronbach alpha >0,6 dan dinyatakan reliable.

    3.1.3. Validitas Alat Ukur

    Penelitian ini menggunakan kuisioner untuk mengumpulkan data penelitian, dan untuk mengetahui indeks validitas kuisioner tersebut digunakan rumus product moment correlation dari Pearson. Secara manual validitas alat ukur diketahui dengan cara mengkorelasikan skor masing-masing item. Validitas atau correlation di nyatakan valid apabila mempunyai nilai corelation r hitung lebih besar dari r standar. Skor r dilihat dari r table yang ada pada tabel statistik. Nilai r akan bergantung pada jumlah responden yang ada. Dalam penelitian ini jumlah responden adalah 100 responden, sehingga  tingkat korelasi nilai r pada interval kepercayaan 5 % harus lebih besar dari 0,195 . Jika r korelasi di atas 0,195 maka alat ukur bisa dinyatakan valid dan sebaliknya jika di bawah 0,195 berarti alat ukur dinyatakan tidak valid.

    3.1.4. Uji Persyaratan Analisis Regresi  Majemuk

    Dalam regresi linier berganda terdapat tiga persyaratan uji analisis regresi majemuk yang harus di penuhi yaitu :

    1. Hasil Uji Normalitas

    Tujuan dilakukannya uji normalitas adalah untuk mengetahui apakah  model regresi , variabel terikat dan variabel bebas keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak, sedangkan uji regresi itu sendiri adalah bertujuan untuk mencari apakah memang ada pengaruh yang signifikan antara variabel terikat dengan variabel bebas. Data yang terdistribusi normal dalam suatu model regresi dapat dilihat pada grafik normal P-P Plot, dimana bila titik titik yang menyebar disekitar garis diagonal serta penyebarannya mengikuti arah garis diagonal, maka data tersebut dapat dikatakan berdistribusi normal.

    Gambar 1. Uji Normalitas Variabel.

    2. Hasil Uji Heterokedastisitas

    Pengujian Heterokedastisitas bertujuan untuk mengetahui apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual pengamatan  ke pengamatan yang lain. Gambar berikut menyajikan  grafik scaterplot yang menunjukkan  titik titik yang menyebar secara acak dan menyebar dengan sangat baik di atas dan dibawah  angka 0. Ini dapat membuktikan dalam penelitian ini tidak terjadi heterokedastisitas dalam model regresi.

    Gambar 2. Uji heterokedastisitas Variabel

    3. Hasil Uji Autokorelasi

    Uji autokorelasi bertujuan untuk mengetahui apakah ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya) Dimana uji autokorelasi dapat di deteksi dari besarnya nilai Durbin – Watson. Berikut ini merupakan petunjuk dasar pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi :

    1. Angka durbin Watson di bawah -2 berarti ada autokorelasi positif
    2. Angka durbin Watson di antara  -2  dan +2 berarti tidak ada autokorelasi
    3. Angka durbin Watson di atas +2 berarti ada autokorelasi negatif.

    Hasil pengolahan data primer yang diperoleh memperlihatkan hasil uji autokorelasi  sebagai berikut :

    Tabel 4. Uji Autokorelasi

    Dari hasil model summary di atas, dapat diperoleh nilai durbin watson sebesar 1,320 dimana nilai durbin watson di antar -2 sampai +2, maka dapat disimpulkan tidak terjadi autokorelasi. Dari tabel di atas dapat pula dijelaskan  besarnya multiple R atau korelasi R, koefisien determinasi (R2),koefisien determinasi yang disesuaikan (adjusted  R2) dan standar error.  Koefisien korelasi sebesar  0,745  m/enunjukkan pengaruh yang cukup kuat  antara variabel bebas yaitu User satisfaction, Information Quality, Use, Service Quality, system Quality terhadap variabel  terikat yaitu Net Benefits. Koefisien determinasi  (R2) sebesar 0,555  memberi makna bahwa 55,5 %  variabel User satisfaction, Information Quality, Use, Service Quality dan System Quality dapat  mempengaruhi Variabel Net Benefits, sedangkan sisanya 44,5 % dijelaskan oleh faktor lain yang tidak dijelaskan dalam penelitian ini.

    3.2. Pembahasan

    3.2.1. Pembuktian Hipotesis (Uji F)

    Tabel berikut ini menunjukan hasil uji F atau uji serentak antara varianel bebas terhadap variabel bergantung.

    Tabel 5. Hasil Uji F

    Dengan mengambil taraf signifikan sebesar  0,000 (p<0,05) maka H0 ditolak dan Ha diterima . Pada  hasil analisis varian (ANOVA) dapat di lihat bahwa F hitung dari hasil analisis data primer adalah  23,476.  yang artinya lebih besar  dari nilai F tabel  yang berada pada nilai 3,15 – 3,23.

    Berdasarkan analisis tersebut dapat disimpulkan untuk Uji F  pada penelitian ini  diperoleh hasil H0 ditolak   dan Ha diterima  yang artinya   ada pengaruh yang signifikan antara variabel System Quality, Infomation Quality, Service Quality, variabel use (Intention to use) dan Variabel User satisfaction terhadap variabe Net Benefits yang dilakukan secara bersama-sama.

    3.2.2. Pembuktian Hipotesis (Uji t)

    Uji t di gunakan untuk membuktikan hipotesis dalam penelitian ini yang menunjukkan hubungan parsial anatar variabel–variabel dalam penelitian. Hipotesis untuk uji t dalam penelitian ini adalah :

    H0 : t hitung < t tabel atau (p > 0,05), maka H0 diterima dan Ha ditolak. Hal  ini berarti tidak ada pengaruh yang signifikan antara satu variabel bebas terhadap variabel bergantung.

    Ha : t hitung > t tabel atau (p < 0,05), maka H0 ditolak dan Ha diterima. Hal ini berarti ada pengaruh yang signifikan antara satu variabel bebas terhadap variabel begantung

    Berikut ini tabel yang menggambarkan pengujian parsial dari variabel –   variabel yang diuji :

    Tabel 6. Hasil uji t

    Dari analisis data yang sudah dilakukan maka dapat di buktikan hipotesis yang ada bahwa dilihat dari tabel di atas   maka;

    1. t hitung untuk variabel System Quality adalah 5,181  > t tabel  dan tingkat signifikan 0,041 (p<0,05)  maka H0 ditolak dan Ha diterima, artinya  ada pengaruh yang signifikan antara variabel System Quality terhadap Variabel Net benefits.
    2. t hitung untuk variabel Information Quality adalah 3,271 > t tabel dan tingkat signifikan 0,007 (p<0,05) maka H0 ditolak dan Ha diterima, artinya  ada pengaruh yang signifikan antara variabel Information Quality terhadap Variabel Net benefits
    3. t hitung untuk variabel Service Quality adalah 7,332  > t tabel dan tingkat signifikan 0,186  (p>0,05) maka H0 diterima dan Ha ditolak, artinya  tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel Service Quality terhadap Variabel Net Benefits.
    4. t hitung untuk variabel Use adalah 5,285  > t tabel dan tingkat signifikan 0,000  (p<0,05) maka H0 ditolak  dan Ha diterima , artinya ada pengaruh yang signifikan antara variabel Use terhadap Variabel Net Benefits.
    5. t hitung untuk variabel User Satisfaction adalah 10,128 > t tabel dan tingkat signifikan 0,000  (p<0,05) maka H0 ditolak dan Ha diterima , artinya ada pengaruh yang signifikan antara variabel User Sayisfaction terhadap Variabel Net Benefits.

    1. 4. SIMPULAN

    Berdasarkan hasil pembahasan dan analisa yang telah dilakukan serta sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian, maka diambil kesimpulan sebagai berikut :

    1. Berdasarkan uji korelasi dan regresi diperoleh fakta bahwa secara parsial  terdapat hubungan atau pengaruh yang signifikan antara Variabel System quality  dan Information Quality terhadap Variabel Use (Intention To use) dan juga terhadap variabel User Satisfaction. Hal ini dapat terjadi karena berdasarkan data yang diperoleh,  perangkat lunak atau sistem yang ada dan informasi yang diberikan berdasarkan kebutuhan individu di lingkungan kerja  masing-masing  dalam hal penggunaan oleh responden sudah baik. Artinya informasi yang diinginkan individu dapat tersaji dan diperoleh  dengan mudah dan sesuai dengan apa yang diharapkan. Sedangkan secara parsial dapat pula dibuktikan bahwa Variabel service Quality tidak terdapat pengaruh yang signifikan baik  terhadap variabel Use (Intention to use) maupun terhadap varibael User satisfaction , hal  ini dapat  terjadi karena dalam variabel ini kebutuhan sistem secara hardware dan software merupakan dasar utama untuk memberikan pelayanan sistem. Kebutuhan perangkat keras dan perangkat lunak yang baik dan sesuai dengan perkembangan zaman (Upgrade) merupakan hal penting untuk meningkatkan pelayanan sistem informasi. Keamanan, kemampuan teknis staff dan responsive sistem dalam mengakomodasi kebutuhan pengguna merupakan hal penting dalam memberikan pelayanan penggunaan. Kepuasan pengguna dari sistem yang gunakan merupakan pelayanan yang terbaik yang dapat diberikan. Pengaruh secara parsial dari keseluruhan variabel yaitu variabel System quality, Information Quality, Service Quality, Use (intention to use) dan User satisfaction terhadap variabel Net Benefits memperoleh fakta bahwa variabel Service Quality tidak berpengaruh signifikan terhadap Variabel Net benefits. Hal ini dapat terjadi karena pelayanan sistem informasi di harapkan dapat memberikan kemudahan dalam kinerja, pengambilan keputusan dan pengaruh pengaruh lain yang lebih baik dalam lingkungan kerja sistem informasi tersebut. Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan sistem yang mungkin belum terpenuhi sehingga belum dapat memaksimalkan tingkat keuntungan dalam penggunaan sistem informasi oleh pengguna..
    2. Hasil pengujian regresi yang dilakukan secara bersama-sama atau uji serentak di peroleh hasil bahwa untuk pengujian serentak antara variabel system quality, information quality dan service quality tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel Use (intention to use). Sedangkan untuk Pengujian pada variabel System quality, information quality dan Service quality terhadap Variabel User satisfaction diperoleh hasil terdapat pengaruh signifikan antara variabel tersebut yang dilakukan secara bersama-sama. Sedangkan secara bersama semua variabel tersebut  yaitu variabel system quality, information quality, service quality, use (intention to use) dan user satisfaction memiliki pangaruh yang signifikan terhadap variabel Net Benefits

    DAFTAR PUSTAKA

    DeLone, W.H., dan McLean, E.R. (1992), “Information System Success : The Quest for the Dependent Variabel,”Information System Research, Vol. 3, No.1 h.60-95.

    Jumaili, Salma.2005. “ Kepercayaan Terhadap Teknologi Sistem Informasi Baru Dalam Evaluasi Kinerja Individual” Kumpulan Materi Simposium Nasional Akuntansi VIII, Solo, 15-16 September 200.

    Manase, M. 1985. Metode Penelitian Sosial. Karunika Jakarta. Universitas Terbuka

    Martin, E.W., dkk (2002), Managing Information Technology, 4th Edition. New Jersey : Prentice Hall.

    McLeod., 1995. Management Information System. McGraw Hill.

    Pitt.L.F., Watson, R.T., dan Kava, C.B. (1995), “ Service Quality : A Measure of Information System Effectiveness,” MIS Quarterly, Vol.19, No.2, h.173-188.

    Ridwan, 2005. Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru Karyawan dan Peneliti  Muda. Alfabeta Bandung.

    Seddon, Graeser, V., dan Willcocks, L.P. (2000),” Measuring Organizational IS Effectiveness : An Overview and Update of Senior Management Perspectives,” The DATABASE for Advances in Information System, Vol.33, No.2 H.11-28.

    Sugiyono, Dr. 1993, Metode Penelitian Bisnis, CV. Alfabeta, Bandung.

    Weber, Ron (1999), Information System Control and Audit. New Jersey : Prentice Hall, Inc.

  • JURNAL LPPM

    Posted on September 28th, 2011 vivi sahfitri No comments

    Pemanfaatan E-Learning  Dalam Meningkatkan Kemampuan Belajar Mandiri Menggunakan Metode  SDLRS (Self-Directed Learning Readiness Scale)

    Vivi Sahfitri

    Universitas Bina Darma

    Jln. Ahmad Yani No.12, Plaju, Palembang

    email: vsahvitri@yahoo.com

    Abstrak : Konsep belajar mandiri merupakan konsep yang berkembang pada bidang pendidikan orang dewasa, baik pendidikan informal maupun formal. Konsep belajar mandiri seringkali dianggap identik dengan konsep belajar jarak jauh. Pembelajaran elektronik atau lebih Dikenal dengan nama Electronic Learning (e-learning) di bangun dan diimplementasikan dengan konsep yang  sama dengan konsep belajar mandiri tersebut. Penelitian ini mengkombinasikan konsep belajar mandiri dengan pemanfaatan e-learning yang akan di analisis dengan menggunakan metode SDLRS (Self-Directed Learning Readiness Scale). Instrumen dalam SDLRS akan digunakan sebagai  alat diagnostik untuk mengetahui tingkat kesiapan belajar mandiri mahasiswa yang nantinya akan di hubungkan dengan penggunaan e-learning sebagai media pembelajaran. Dari uji F yang dilakukan diperoleh nilai 619,839 yang artinya lebih besar dari f tabel. Uji t yang dilakukan juga menghasilkan angka lebih besar dari   t  tabel  sebesar 2,02. Berdasarkan kedua uji  yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa secara serentak maupun sendiri-sendiri terdapat hubungan anatar variabel SDLRS dengan variabel belajar mandiri.

    Kata Kunci : Self Directed Learning Readiness Scale (SDLRS), Belajar Mandiri, E-Learning

    Abstract : The concept of independent learning is an evolving in the field of adult education, both informal and formal education. The concept of independent learning is considered synonymous with the concept of distance learning. Electronic learning or better known as the e-learning is built with the same concept with the concept of independent learning. This study combines the concept of independent learning with the use of e-learning in the analysis using method SDLRS. Instruments in SDLRS will be used as a diagnostic tool to determine the readiness level of independent learning in students that will be connected with the use of e-learning. Value  F test is 619.839, which means the value obtained is greater than f table. T test  result in greater numbers than t table for 2.02. Based on the two tests can be concluded  there is a relationship between SDLRS variable and independent learning variable..

    Keywords: Self  Directed Learning Readiness Scale (SDLRS), Self-Study, E-Learning


    1. PENDAHULUAN

    Konsep belajar mandiri merupakan konsep yang berkembang pada bidang pendidikan orang dewasa, baik pendidikan informal maupun formal. Selain di bidang pendidikan orang dewasa  atau pada tingkat pendidikan tinggi.  Konsep belajar mandiri seringkali dianggap identik dengan konsep belajar jarak jauh. Pembelajaran elektronik atau lebih Dikenal dengan nama Electronic Learning (e-learning) di bangun dan diimplementasikan dengan konsep yang  sama dengan konsep belajar mandiri tersebut. Menurut Wahono (2008: 2)  e-learning memiliki  definisi yang lebih luas, yaitu “e-learning adalah sistem pendidikan yang menggunakan aplikasi elektronik untuk mendukung belajar mengajar dengan media internet, jaringan komputer, maupun komputer standalone.

    Dengan menerapkan penggunaan e-learning dalam pembelajaran di tingkat pendidikan tinggi akan lebih memberikan kontribusi yang baik untuk membangun kemampuan belajar mandiri bagi peserta didik.  Selain itu, dalam beberapa literature para ahli di bidang pendidikan mengemukakan bahwa Konsep belajar mandiri pada peserta didik akan dapat mengembangkan kemampuan dan keahlian mereka sehingga mereka akan cenderung sukses di dunia kerja karena membawa kebiasaan belajar mandiri tersebut dalam dunia kera terutama dalam pekerjaanya. (Paul, 1990; Candy, 1991).

    Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual,keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan ,ahklak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. (http://id.wikipedia.org/wiki/pendidikan). Dari pengertian tersebut kita dapat mengetahui betapa penting pendidikan itu bagi diri sendiri maupun orang lain. Dari waktu ke waktu timbulah upaya – upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.

    Penggunaan internet untuk menunjang kualitas penndidikan sudah banyak digunakan terutama di negeri lain atau di luar negeri. Pengembangan internet untuk pendidikan sudah sampai pada tingkat advance dimana pengaplikasian internet sudah mencakup semua aspek dasar dan aspek pelengkap dalam pendidikan. Internet menjadi semacam pendukung dan tolak ukur kemajuan teknologi pendidikan yang mereka kembangkan. Berbagai bukti menunjukkan bahwa negara yang mampu mengembangkan dan mengaplikasikan internet semaksimal  mungkin bagi dunia pendidikannya maka kualitas pendidikan negara tersebut akan semakin meningkat sejalan dengan semakin majunya pengaplikasian dan pandangan terhadap internet tersebut.  Salah satu aplikasi yang harus menggunakan teknologi jaringan terutama internet ini adalah penggunaan e-learning dalam proses belajar mengajar khususnya pada tingkat pendidikan tinggi.  Penggunaan e-learning dapat memfasilitasi interaksi antara dosen dan mahasiswa. Weller (2002) menyatakan bahwa interaksi antara dosen dan mahasiswa dalam pembelajaran online memungkinkan dosen untuk menyesuaikan materi pelajaran dan memberikan dorongan kepada mahasiswa selama pembelajaran berlangsung. Hal ini dapat dilakukan karena dalam pembelajaran online dosen dapat menerapkan pendekatan konstruktivistik, belajar berdasarkan aneka sumber, belajar kolaborasi, belajar bedasarkan masalah, belajar berdasarkan kasus, dan belajar secara kontekstual.

    Konsep Belajar mandiri dan pemanfaatan e-learning adalah  dua hal yang memiliki beberpa kesamaan. Seperti yang diuraikan sebelumnya bahwa belajar mandiri adalah belajar mandiri adalah suatu proses dimana seseorang mengambil inisiatif, baik dengan atau tanpa bantuan orang lain, dalam melakukan diagnosa kebutuhan-kebutuhan belajar mereka, merumuskan tujuan-tujuan belajar, mengidentifikasi sumber-sumber belajar, memilih dan melaksanakan strategi belajar yang sesuai, dan mengevaluasi hasil belajar mereka sendiri. Sedangkan e-learning adalah pembelajaran elektronik yang dapat di lakukan dalam jarak jauh dengan berbagai fasilitas yang dapat digunakan untuk melakukan proses belajar mandiri. Dengan menggunakan e-leraning interaksi antara dosen dan mahasiswa  masih tetap dapat dilakukan secara rutin walaupun tanpa tatap muka dikelas.

    Instrumen penelitian Self-Directed Learning Readiness Scale (SDLRS) dikembangkan oleh Guglielmino pada tahun 1978 melalui disertasinya yang berjudul “Development of the self-directed learning readiness scale“. (Guglielmino,1978) Instrumen SDLRS dikembangkan melalui tiga-putaran survei Delphi yang terdiri dari 14 orang yang dianggap ahli di bidang belajar mandiri. Para ahli tersebut adalah Herbert A. Alf, B. Frank Brown, Edward G. Buffie, Arthur W. Chickering, Patricia M. Coolican, Gerald T. Gleason, Winslow R. Hatch, Cyril O. Houle, Malcolm S. Knowles, Wilbert J. McKeachie, Barry R. Morstain, Mary M. Thompson, Allen M. Tough dan Morris Weitman (Candy, 1991). Instrumen tersebut kemudian diuji coba. Dari hasil uji coba dilakukan analisis variabel dan pada akhirnya diperoleh delapan variable , yaitu: openness to learning opportunities, self-concept as an effective learner, initiative and independence in learning, informed acceptance of responsibility for one’s own learning, love of learning, creativity, future orientation, and ability to use basic study and problem -solving skills. Sampai saat ini SDLRS tetap diminati untuk digunakan sebagai instrumen penelitian oleh para peneliti yang berminat pada penelitian belajar mandiri.

    Konsep belajar mandiri merupakan konsep yang berkembang pada bidang pendidikan orang dewasa, baik pendidikan informal maupun formal. Selain di bidang pendidikan orang dewasa, konsep “belajar mandiri” atau self-directed learning berkembang pesat pada bidang pendidikan jarak jauh. (Paul, 1990; Candy, 1991). Untuk menerapkan belajar mandiri secara maksimal, diperlukan kemampuan dalam mengimplementasikannya.  Kemampuan atau ability adalah atribut-atribut yang mempengaruhi kinerja seseorang. Dalam konteks mahasiswa kemampuan atau ability mahasiswa dalam proses pembelajaran adalah  sejauh mana mahasiswa tersebut dapat mengerti dan  memahami materi ajar yang disampaikan oleh dosen.  Banyak hal yang dapat di jadikan tolak ukur dalam melihat kemampuan mahasiswa dalam memahami materi ajar.Faktor kemampuan mahasiswa dalam memahami materi ajar di bagi menjadi 3 aspek pokok  yang di kemukakan oleh  Blooms yaitu kemampuan pemahaman  kognitif yaitu  menekankan pada aspek intelektual dan memiliki jenjang dari yang rendah sampai yang tinggi. Pemahaman secara kognitif ini meliputi pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi. Aspek kemampuan pemahaman yang kedua adalah afektif yaitu sikap, perasaan emosi dan karakteristik moral yang diperlukan untuk kehidupan di masyarakat. Pemahaman secara afektif ini meliputi  (1) Penerimaan / Receiving (2) Sambutan / Response (3) Menilai / valuing (4) Organisasi  (5) Karakterisasi dengan suatu kompleks nilai. Dimensi ketiga dari aspek pemahaman ini adalah pemahaman secara psikomotorik yaitu  pemahaman yang menekankan pada gerakan-gerakan jasmaniah dan kontrol fisik. Kecakapan-kecakapan fisik ini dapat berupa pola-pola gerakan  atau keterampilan fisik, baik keterampilan fisik halus maupun kasar.( Cepi Riyana, 2007)

    2. METODE PENELITIAN

    Penelitian akan di bagi menjadi 2 bagian. Yang pertama adalah pemanfaatan e-learning  untuk melihat kemampuan belajar mandiri mahasiswa. Eksperiment yang dilakukan untuk mengetahui hal tersebut adalah dengan memberikan tugas individu kepada mahasiswa melalui e-learning pada pokook bahasan atau materi yang belum di ajarkan. Sehingga dapat diketahui sejauh mana kemampuan belajar mandiri mereka untuk mencari materi tersebut agar dapat memenuhi tugas yang di minta.

    Yang kedua adalah melihat atau mengetahui variabel-variabel dominan yang mempengaruhi belajar mandiri mahasiswa melalui metode SDLRS (Self-Directed Learning Readiness Scale). Instrumen penelitian yang digunakan untuk mengetahui hal tersebut adalah dalam bentuk Kuisioner atau angket penelitian dengan menggunakan skala Likert. Pada skala Likert yang didesain untuk mengetahui tingkat dimana individu melihat dirinya sendiri memiliki kemampuan dan sikap yang diasosiasikan dengan belajar mandiri.

    Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa dan mahasiswi Teknik Komputer pada semester dua. Untuk sampel mahasiswa akan ditentukan dengan teknik purposive sampling yaitu teknik penentuan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu. Sedangkan untuk melihat pemnfaatan e-learning terhadap kemampuan belajar mandiri, akan di lakukan eksperiment pada kelas tertentu untuk diberi perlakuan khusus dalam penggunaan e-learning. Menurut Pendapat Champion dan AA.K. Baila menyatakan bahwa sampel cukup valid untuk di analisis secara statistic sedikitnya diperlukan  30 sampai 100 responden (Manase malo, 1985). Maka berdasarkan pendapat ini, sampel yang di ambil dalam penelitian ini adalah berjumlah  40 mahasiswa .

    Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara (metode) kuisioner yang digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel-variabel dalam  penelitian. Kuisioner adalah suatu daftar yang berisi  sejumlah pertanyaan yang diberikan kepada subyek penelitian dengan maksud agar dari jawaban yang diberikan subyek, maka kondisi subyek yang akan diteliti dapat terungkap. Metode kuisioner ialah suatu metode pengumpulan data yang menggunakan kuisioner sebagai alatnya.

    Metode kuisioner adalah salah satu metode pengumpulan data yang sering dipergunakan. Pada kuisioner diberikan petunjuk-petunjuk agar pelaksanaan pengisian kuisioner berjalan dengan baik sesuai dengan yang di harapkan. Pertanyaan  dalam kuisioner di usahakan sesedikit mungkin, hal ini desebabkan tingkat keberagaman sampel dalam penilitian yang memiliki kemampuan dan pemahaman yang berbeda. Selain itu sebagai pertimbangan, pertanyaan yang dimuat dalam kuisioner di usahakan sesedikit mungkin agar waktu yang digunakan untuk mengisi kuisioner tidak terlalu lama yang bisa mengakibatkan responden tersebut tidak berkeinginan menjawab kuisioner dan atau menjawab kuisioner secara sembarang.

    Pertanyaan – pertanyaan dalam kuisioner biasanya dikelompokkan berdasarkan variabel variabel penelitian yang kemudian di pecah menjadi Dimensi dan faktor. Kemudian kuisioner di uji dengan realibilitas menggunakan cronbach alpha untuk menunjukan sejauh mana suatu alat dapat dipercaya  untuk mengukur suatu objek, koefisien alpha yang semakin mendekati 1 berarti pertanyaan dalam kuisioner semakin reliable. Sebuah faktor dinyatakan reliabel jika koefisien alpha lebih besar dari 0,6 (Malhotra 2002). Indikator variabel dinyatakan reliabel jika nilai signifikansi alpha lebih kecil dari 0,05.

    Metode yang digunakan untuk menganalisis data primer yang bersifat kuantitatif yang berasal dari responden adalah metode perhitungan statistik. Berdasarkan hasil perhitungan statistik tesebut akan dapat diketahui  variabel-variabel yang mempengaruhi  belajar mandiri berdasarkan metode SDLRS (Self-Directed Learning Readiness Scale). Dari pengukuran variabel-variabel tersebut akan dapat diperoleh bukti secara empiris variabel  dominan  dalam membangun belajar mandiri. Pengujian  statistik yang dilakukan adalah uji validitas dan uji reliabilitas. Uji validitas ditujukan untuk menguji sejauh mana alat ukur dalam hal ini dapat mengukur apa yang hendak di ukur. Jika peneliti menggunakan kuisioner dalam pengumpulan data , kuisioner yang disusun harus mengukur apa yang ingin di ukur. Setelah kuisioner tersebut disusun, dalam praktek belum tentu data  yang terkumpul adalah data yang valid.

    Uji reliability adalah uji yang menyangkut ketepatan (acuraccy) alat ukur (daftar pertanyaan kuisioner ). Ketepatan ini dapat di nilai dengan analisa statistik untuk mengetahui measurement error alat ukur, dan jika alat ukur telah di nyatakan valid, selanjutnya reliabilitas alat ukur tersebut di uji. Makin kecil kesalahan pengukuran , makin reliable alat pengukur dan sebaliknya, makin besar kesalahan pengukuran makin tidak realible alat pengukur tersebut. Besar kecil kesalahan pengukuran  dapat diketahui antara lain dari nilai korelasi antara hasil pengukuran pertama dan kedua. Apabila nilai korelasi (r) di kuadratkan maka hasilnya disebut koefisien determinasi (coefficient of determinasi) yang merupakan petunjuk besar kecil hasil pengukuran yang sebenarnya, makin tinggi angka korelasi maka makin besar nilai koefisien determinasi dan makin rendah kesalahan pengukuran. Selanjutnya  untuk melihat tinggi rendahnya korelasi di gunakan Pearson Product Moment (PPM) (Ridwan 2005:138)

    3. HASIL DAN PEMBAHASAN

    3.1. HASIL

    Hasil Penelitian Tentang pemanfaatan e-learning dalam meningkatkan kemampuan belajar mandiri mahasiswa dan melihat variable-variabel dominan yang ada dalam metode SDLRS (Self-Directed Learning Readiness Scale) yang dikembangkan sebagai instrumen belajar  mandiri. Analisis yang di lakukan dalam penelitian ini di lakukan dengan melihat aktivitas yang di lakukan mahasiswa melalui e-learning. Aktivitas yang dilakukan dalam e-learning tersebut berupa materi perkuliahan yang secara mandiri harus mereka cari dan upload ke dalam e-learning. Selain itu akan di lakukan analisis statistik terhadap variable – variable dominan yang mempengaruhi belajar mandiri dengan menggunakan variable-variabel yang ada di dalam metode SDLRS.

    3.1.1 Karakteristik Responden

    Jumlah responden  dari dua kelas tersebut adalah 40 orang.  Kelas perkuliahan di gunakan untuk melihat aktivitas e-learning mahasiswa  dalam mengupload materi  yang harus mereka cari dan jelaskan. Sedangkan untuk melihat variabel-variabel dominan yang dapat mempengaruhi pembelajaran mandiri dengan metode SDLRS akan di lakukan melalui penyebaran kuisioner terhadap 40 responden tersebut.

    Tabel 1 Tabel Distribusi Jenis Kelamin

    Sumber : Data Primer yang diolah dengan komputer (program SPSS ver15)

    3.1.2.  Aktivitas E-learning .

    Untuk melihat aktivitas e-learning dalam menentukan keaktifan belajar mandiri  akan di lakukan  tindakan atau action di kelas objek penelitian. Dari aktivitas e-learning tersebut akan dapat di lihat aktivitas belajar mandiri mahasiswa dalam memberikan materi yang di minta dan menguploadnya tepat waktu sesuai dengan aturan yang diberikan.

    3.1.3. Pengukuran SDLRS

    Untuk mengetahui variabel-variabel yang mempengaruhi kegatan belajar mandiri mahasiswa, akan di lakukan pengukuran dengan menggunakan metode SDLRS. Metode SDLRS akan memuat variabel-variabel yang dapat digunakan untuk mengukur kemampuan  belajar mandiri mahasiswa yang di bagi menjadi  beberapa item pertanyaan.  Untuk mengetahui pengaruh variabel tersebut dalam  membentuk kemampuan belajar mandiri mahasiswa  akan di berikan kuisioner kepada responden yang sama dalam ektivitas e-learning dengan tujuan  untuk mengetahui variabel mana yang mempengaruhi kemampuan belajar mandiri mereka yang dilakukan lewat aktivitas e-learning. Data primer yang diperoleh dari jawaban kusisioner yang di berikan oleh responden akan di olah secara statistik untuk dapat melihat  variabel   yang paling mempengaruhi pembentukan belajar mandiri yang mereka lakukan di e-learning dan  pengaruh variabel-variabel lain yang ada dalam metode SDLRS.

    3.2. PEMBAHASAN

    3.2.1. Aktivitas E-learning

    E-Learning merupakan konsep penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dalam mendukung proses belajar-mengajar. Penggunaannya pun kini sudah meluas, tidak hanya di sektor pendidikan formal, tetap juga telah memasuki wilayah pelatihan sumber daya manusia di perusahaan. E-learning merupakan aplikasi yang dapat membantu dalam proses pembelajaran. Selain itu dengan adanya e-learning dapat membantu meningkatkan kemampuan belajar mandiri mahasiswa.  Gambar  berikut ini merupakan halaman utama dari aplikasi e-learning yang di miliki oleh Universitas Bina Darma yang dapat digunakan dosen dan mahasiswa dalam melakukan interaksi dalam proses belajar mengajar.

    Gambar 1. Tampilan e-learning

    Titik fokus sistem pembelajaran e-learning  adalah peningkatan kemampuan belajar mandiri yang bisa di lakukan mahasiswa melalui fasilitas tersebut.  Aktivitas e-learning yang di lakukan mahasiswa  di harapkan dapat membantu membentuk karakter belajar mandiri yang memiliki karakteristik sebagai berikut : (1) Adanya pemberian tanggung jawab yang lebih pada mahasiswa untuk melakukan perencanaan dalam belajar,  (2)  Peserta didik dituntut untuk dalam proses pembelajaran, dimana pengajar berperan sebagai fasilitator (bukan lagi sebagai ‘expert’ yang dianggap mengetahui segalanya) dalam memandu terjadinya proses pembelajaran. (3)  Interaksi sosial (diskusi) merupakan hal yang sangat penting dalam memperoleh pengetahuan dalam lingkungan pembelajaran.  Ketiga hal tersebut merupakan ciri atau karakteristik dalam pembelajaran e-learning. Kemandirian dalam belajar  dari mulai perencanaan sampai dengan pelaksanaan  akan membentuk kemampuan mahasiswa dalam pemahaman materi secara mandiri.

    Untuk melihat aktivitas e-learning yang dilakukan mahasiswa dalam belajar mandiri,  kegiatan yang dilakukan adalah dengan memberikan pokok bahasan materi  untuk 2 kali pertemuan yang nantinya harus diupload mahasiswa dari dua  kelas eksperiment.

    Pada pertemuan pertama  mahasiswa mengupload  materi yang pokok bahasannya di berikan oleh dosen. Secara umum mahasiswa akan diberikan pokok bahasan dan sub-sub pokok  bahasan yang materinya harus mereka upload lewat e-leraning.  Gambar di bawah ini aktivitas e-learning pada tahap pertama  bagi mahasiswa dalam mengupload materi perkuliahan.

    3.2.2. Peranan SDLRS (Self-Directed Learning Readiness Scale) dalam Belajar Mandiri

    Self Directed Learning Readiness Scale (SDLRS) adalah salah satu metode yang dapat digunakan sebagai instrument dalam melakukan penelitian tentang belajar mandiri. Melalui variable-variabel yang terdapat dalam metode SDLRS dapat di ketahui varaibel dominan yang dapat mempengaruhi pembelajaran mandiri. Variabel  dalam metode SDLRS terbagi menjadi 8 variabel  yaitu openness to learning opportunities, self-concept as an effective learner, initiative and independence in learning, informed acceptance of responsibility for one’s own learning, love of learning, creativity, future orientation, and ability to use basic study and problem -solving skills. Ke delapan variable  tersebut akan digunakan untuk mengetahui variable mana yang memiliki pengaruh tersebut dalam proses belajar mandiri.

    3.2.3.  Uji Realibilitas

    Koefisien alpha atau cronbach apha yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengukur tingkat reliabilitas  dan konsistensi internal diantara butir butir pertanyaan  dalam suatu instrumen. Item pengukuran dikatakan reliabel jika memiliki nilai koefisien alpha lebih besar dari 0,6 (> 0,6).(Malhotra,2002). Nilai reliabilitas konsistensi internal  masing masing variabel ditunjukkan pada tabel dibawah ini..

    Tabel 2. Rekapitulasi Uji Reliabilitas

    Variabel

    Cronbach alpha

    Keterangan

    Variable Metode SDLRS

    .990

    reliable

    Belajar Mandiri

    .998

    reliable

    Berdasarkan  tabel diatas,  koefisien alpha untuk Variable Faktor SDLRS dan Variabel Belajar Mandiri dapat dinyatakan reliabel, karena lebih besar dari 0,6.  Dengan demikian item pengukuran  pada masing-masing variable dinyatakan reliable dan selanjutnya dapat digunakan dalam penelitian.

    3.2.4. Uji Validitas

    Secara manual validitas alat ukur diketahui dengan cara mengkorelasikan skor masing-masing item. Validitas atau correlation di nyatakan valid apabila mempunyai nilai corelation r hitung lebih besar dari r standar. Skor r dilihat dari r table yang ada pada tabel statistik. Nilai r akan bergantung pada jumlah responden yang ada. Dalam penelitian ini jumlah responden adalah 40 responden, sehingga  tingkat korelasi nilai r pada interval kepercayaan 5 % harus lebih besar dari 0,312.  Jika r korelasi di atas 0,312. maka alat ukur bisa dinyatakan valid dan sebaliknya jika di bawah 0,312.berarti alat ukur dinyatakan tidak valid. Dari uji realibilitas yang di lakukan maka dapat disimpulkan nilai corrected item total correlation untuk variable SDLRS dan variable Belajar Mandiri > 0,312 berarti semua kuisioner dinyatakan valid.

    3.2.5. Analisis Regresi Linier Berganda

    Analisis regresi yang di lakukan untuk melihat pengaruh faktor –faktor yang ada dalam SDLRS terhadap kemampuan belajar mandiri yang dilakukan oleh mahasiswa.  Hasil pengolahan data primer yang diperoleh memperlihatkan hasil  sebagai berikut :

    Tabel 3. Uji autokeralasi pada Regresi

    Dari hasil model summary di atas, dapat diperoleh nilai durbin watson sebesar 1,547 dimana nilai durbin watson di antar -2 samapi +2, maka dapat disimpulkan tidak terjadi autokorelasi. Dari tabel di atas dapat pula dijelaskan  besarnya multiple R atau korelasi R, koefisien determinasi (R2),koefisien determinasi yang disesuaikan (adjusted  R2) dan standar error.  Koefisien korelasi sebesar  0,996 menunjukkan pengaruh yang cukup kuat  antara variable-variabel terdapat dalam metode SDLR terhadap variabel Belajar Mandiri. Koefisien determinasi  (R2) sebesar 0,993 memberi makna bahwa 99,3 %  yang berarti variable – variabel  metode SDLRS dapat mempengaruhi Variabel belajar mandiri sedangkan sisanya 27,2 % dijelaskan oleh faktor lain antara lain sebagai contoh adalah motivasi, lingkungan dan kemampuan yang tidak di teliti didalam penelitian ini.

    Dari tabel diatas nilai F hitung sebesar 619,839.  Nilai F tabel dilihat pada α 0,05 atau tingkat kepercayaan 5 % adalah lebih kecil dari F hitung yaitu berada pada nilai 2,29 – 2,33. Maka dapat disimpulkan bahwa variabel  SDLRS  dapat berpengaruh secara signifikan  terhadap variable belajar mandiri. Untuk menguji  signifikan konstanta dari setiap  variabel,  dapat dilihat dari koefisien regresi  yang disajikan pada tabel berikut:

    Tabel 4. Koefisien Regresi

    Berdasarkan hasil analisis regresi diatas maka dapat di buat suatu model persamaan linier berganda dalam bentuk :

    Y = 0,157 +(0,342X1)  + (0,310X2) + (0,042X3) + (0,085X4) + (0,269X5) + (0,257X6) + (0,951X7)

    Dari  persamaan regresi di atas diketahui besarnya pengaruh perubahan yang terjadi antara variable-variabek dalan SDLRS terhadap Variabel Prestasi Belajar.  Sedangkan nilai konstantas sebesar 0,157  menjelaskan bahwa jika variabel  SDLRS yaitu variabel keterbukaan, variabel konsep diri, variabel inisiatif, variabel tanggung jawab, variabel kecintaan belajar, variabel kreativitas dan vaiabel kemampuan tetap atau tidak mengalami perubahan maka variabel Prestasi belajar sebesar nilai konstantanya yaitu 0,157.

    3.2.6. Pembuktian Hipotesis

    Pembuktian Hipótesis menggunakan 2 (dua) uji, yaitu : Uji t (Parsial) untuk melihat pengaruh  parsial dari masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat, dan Uji F (Simultan)  untuk melihat pengaruh simultan dari kedua variabel bebas terhadap variabel terikat.

    1. Uji F (Simultan)

    Uji F – hitung (Fh) atau (p<0,05) ini bertujuan untuk menguji apakah  variabel keterbukaan, konsep diri, inisiatif, tanggung jawab, kecintaan belajar, kreativitas dan kemampuan  memiliki pengaruh yang signifikan secara bersama-sama  terhadap variabel belajar mandiri. Untuk menguji kebenaran hipotesis tersebut  dilakukan uji F yaitu dengan membandingkan  F hitung  dengan F tabel. Jika F hitung > F tabel  maka persamaan regresi dan koefisien korelasinya  signifikan sehingga  H0 ditolak dan Ha diterima. Atau dapat pula di lihat dari level of significant alpha (α) = 0,05. Jika nilai signifikansi > 0,05 maka H0 ditolak dan Ha diterima.

    Hipotesis

    1. H0 :  F hitung  < F tabel , maka H0 diterima  H1 ditolak. Berarti tidak ada pengaruh  yang signifikan antara variabel keterbukaan , variabel konsep diri, variabel inisiatif, variabel tanggung jawab, variabel kecintaan belajar, variabel kreativitas dan variabel kemampuan terhadap variabel belajar mandiri   yang dilakukan secara bersama-sama.
    2. H1 :  F hitung > F tabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima. Berarti ada pengaruh yang signifikan antara variabel keterbukaan, variabel konsep diri, variabel inisiatif, varaibel tanggung jawab, variabel kecintaan belajar, variabel kreativitas dan variabel kemampuan terhadap variabel belajar mandiri. yang dilakukan secara bersama-sama.

    Dari analisis data di atas dapat diperoleh hasil analisa sebagai berikut : dengan mengambil taraf signifikan sebesar  0,000 (p<0,05) maka H0 ditolak dan H1 diterima. Pada  hasil analisis varian dapat di lihat bahwa F hitung dari hasil analisis data primer adalah  619,839.  yang artinya lebih besar dari nilai F tabel  yang berada pada nilai 2,29 – 2,33. Berdasarkan analisis tersebut dapat disimpulkan untuk Uji F  pada penelitian ini  diperoleh hasil H0 di tolak dan H1 diterima yang artinya  ada pengaruh yang signifikan antara variabel keterbukaan, varaibel konsep diri, variabel inisiatif, variabel tanggung jawab, variabel kecintaan belajar, variabel kreativitas dan variabel kemampuan terhadap variabel belajar mandiri yang dilakukan secara bersama-sama.

    1. Uji t (Parsial)

    a. Dari analisis data yang sudah dilakukan maka dapat di buktikan hipotesis yang ada bahwa dilihat dari,  t hitung untuk variabel keterbukaan (X1) adalah 4,220  > t tabel   sebesar 2,02 dan tingkat signifikan 0,000 (p<0,05)  maka H0 di tolak dan H1 diterima, artinya  ada pengaruh yang signifikan antara variabel keterbukaan terhadap variabel belajar mandiri.

    b. Dari analisis data yang sudah dilakukan maka dapat di buktikan hipotesis yang ada bahwa dilihat dari,  t hitung untuk variabel  konsep diri (X2)  adalah 3,263  > t  tabel sebesar 2,02  dan tingkat signifikan 0,003 (p< 0,05)  maka H0 di tolak  dan H1 diterima , artinya  ada pengaruh yang signifikan antara variabel konsep diri terhadap variabel belajar madiri.

    c. Dari analisis data yang sudah dilakukan maka dapat di buktikan hipotesis yang ada bahwa dilihat dari  t hitung untuk variabel inisiatif (X3) adalah 0,823  < t tabel   sebesar 2,02 dan tingkat signifikan 0,416  (p>0,05)  maka H0 di terima dan H1 ditolak , artinya  tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel inisiatif terhadap variabel belajar mandiri.

    d. Dari analisis data yang sudah dilakukan maka dapat di buktikan hipotesis yang ada bahwa dilihat dari tabel  4.10 ,  t hitung untuk variabel tanggung jawab (X4)  adalah 1,476   < t  tabel sebesar 2,02  dan tingkat signifikan 0,150 (p< 0,05)  maka H0 di terima   dan H1 ditolak  , artinya tidak   ada pengaruh yang signifikan antara variabel tanggung jawab terhadap variabel belajar madiri

    e. Dari analisis data yang sudah dilakukan maka dapat di buktikan hipotesis yang ada bahwa dilihat dari  t hitung untuk variabel kecintaan belajar (X5) adalah 3,436  > t tabel   sebesar 2,02 dan tingkat signifikan 0,002 (p<0,05) maka H0 di tolak dan H1 diterima, artinya  ada pengaruh yang signifikan antara variabel  kecintaan belajar terhadap variabel belajar mandiri.

    f. Dari analisis data yang sudah dilakukan maka dapat di buktikan hipotesis yang ada bahwa dilihat, t hitung untuk variabel kreativitas (X6)  adalah 2,172  > t  tabel sebesar 2,02  dan tingkat signifikan 0,037 (p< 0,05)  maka H0 di tolak  dan H1 diterima , artinya  ada pengaruh yang signifikan antara variabel kreativitas terhadap variabel belajar madiri

    g. Dari analisis data yang sudah dilakukan maka dapat di buktikan hipotesis yang ada bahwa dilihat dari  t hitung untuk variabel kemampuan   (X7) adalah 9,711  > t tabel   sebesar 2,02 dan tingkat signifikan 0,000 (p<0,05)  maka H0 di tolak dan H1 diterima, artinya  ada pengaruh yang signifikan antara variabel kemampuan terhadap variabel belajar mandiri.

    4. SIMPULAN

    Berdasarkan hasil pembahasan dan analisis yang telah dilakukan serta sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian, maka diambil kesimpulan bahwa Jumlah aktivitas belajar mandiri yang dilakukan oleh dua kelas tersebut melalui fasilitas e-learning sudah cukup baik.  Hasil analisis varian menunjukkan bahwa F hitung dari hasil analisis data primer adalah  619,839.  yang artinya lebih besar dari nilai F tabel  yang berada pada nilai 2,29 – 2,33. Berdasarkan analisis tersebut dapat disimpulkan untuk Uji F  pada penelitian ini  diperoleh hasil H0 di tolak dan H1 diterima yang artinya  ada pengaruh yang signifikan antara variabel keterbukaan, variabel  konsep diri, variabel inisiatif, variabel tanggung jawab, variabel kecintaan belajar, variabel kreativitas dan variabel kemampuan terhadap variabel belajar mandiri yang dilakukan secara bersama-sama. Secara parsial juga terdapat pengaruh yang signifikan dan positif antara variable  Keterbukaan (X1), Variabel Konsep diri (X2), Variabel Kecintaan belajar (X5), variabel Kreativitas (X6) dan Variabel Kemampuan (X7) terhadap Peranan variable belajar mandiri (Y). Namun Secara parsial  pada variabel  Inisiatif (X3) dan variabel Tanggung Jawab (X4) tidak terdapat pengaruh secara signifikan  terhadap variabel belajar mandiri (Y).

    Hasil pengujian statistik menunjukkan besarnya R2 = 0,993 atau 99,3%. Hal ini juga menggambarkan bahwa 99,3 % variasi perubahan belajar mandiri  dapat  dijelaskan oleh variasi variabel keterbukaan, variabel  konsep diri,  variabel inisiatif, variabel tanggung jawab, variabel kecintaan belajar, variabe kreativitas dan variabel kemampuan sedangkan sisanya 0,7 % dijelaskan oleh variabel lainnya diluar penelitian ini. Sedangkan Koefisien korelasi berganda (R)=  0,996 menunjukan adanya hubungan secara bersama-sama antara satu variabel belajar mandiri terhadap variabel keterbukaan, variabel konsep diri, variabel inisiatif, variabel tanggung jawab, variabel kecintaan belajar, variabel kreativitas dan variabel kemampuan.

    DAFTAR RUJUKAN

    Candy, P. C. (1991). Self-direction for lifelong learning: A comprehensive guide to theory and practice. San Francisco: Jossey-Bass Publishers.

    Cepi Riyana,  2007., Komponen-komponen pembelajaran.,http://kurtek.upi.edu/kurpem/3-komponen.htm diakses tangal 20 Juni 2008

    Guglielmino, L. M. (1978). Development of the self-directed learning readiness scale (Doctoral dissertation University of Georgia, 1977). Dissertation Abstracts International, 38, 6467-A. (http://www.guglielmino734.com/)

    Malhotra , Naresh. K.MArkeing Research. An Applied Orientation. New Jersey : Prentice Hall, 2002.

    Manase, M. 1985. Metode Penelitian Sosial. Karunika Jakarta. Universitas Terbuka.

    Paul, R. (1990). Towards a new measurre of success: Developing independent learners. Open Learning, 5 (1), 31-38.

    Ridwan, 2005. Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru Karyawan dan Peneliti  Muda. Alfabeta Bandung.

    Wahono,R.,S., 2008.  Meluruskan Salah Kaprah Tentang e-Learning. (Http://Romisatriawahono.net/2008/01/23/meluruskan-salah-kaprah-tentang-e-learning/) diakses tanggal  28 Februari 2008

    Weller, M. (2002). Delivering learning on the net. The why, what, & how of online education. London: UK: Kogan Page.

    (http://id.wikipedia.org/wiki/pendidikan). Diakses 29 Februari 2008


  • Jurnal Gender

    Posted on September 27th, 2011 vivi sahfitri No comments

    ANALISIS SITUASI DAN KONDISI PEREMPUAN DALAM PERSPEKTIF GENDER DI KOTA PALEMBANG

    Vivi Sahfitri

    Universitas Bina Darma

    Jln. Ahmad Yani No.12, Plaju, Palembang

    email: vsahvitri@yahoo.com

    Abstrak : Penelitian menganalisis tentang situasi dan kondisi perempuan dalam perspektif gender di Kota Palembang. Penelitian ini bersifat deskriptif analisis dengan menggunakan data skunder yang diperoleh dari dokumen Kota Palembang dan dianalisis secara deskriptif dengan perspektif gender. Hasil pengolahan data disajikan sebagai informasi tentang situasi dan kondisi perempuan di Kota Palembang. Berdasarkan analisis data terpilah, di ketahui dari aspek kependudukan, penduduk perempuan di Kota Palembang  yang berada pada usia produktif yaitu 15-44 tahun pada tahun 2009 berjumlah 27% lebih banyak dari jumlah penduduk laki-laki di usia sebesar 26% yang merupakan potensi pembangunan. Selain itu sebagai indikator untuk melakukan analisis adalah indikator pendidikan, kesehatan, Ekonomi dan ketenagakerjaan, Politik, dapat disimpulkan bahwa akses dan kontrol perempuan di kota Palembang sudah cukup baik dalam bidang pendidikan, kesehatan dan ekonomi dan ketenaga kerjaan. Namun di bidang Politik di dominasi laki-laki terutama dalam kepemimpinan dan pengambilan keputusan.

    Kata kunci : Situasi Kondisi, Perempuan, Gender

    Abstract: The study analyzed situation and condition of women in a gender perspective in Palembang city. This research is descriptive analysis using secondary data obtained from the documents of Palembang and analyzed descriptively with a gender perspective. The result of data processing is presented as information about the situation and condition of women. Based on the analysis of disaggregated data, to know of the aspects of population, women in Palembang city located in the productive age of 15-44 years in 2009 amounted to 27% more than the male population in age by 26% which is a development potential. In addition as an indicator for the analysis of education, health, economy and employment, politics, it can be concluded that the access and control women in Palembang city is good in education, health and economy and employment. But in the field of Politics in male dominance, especially in leadership and decision making.

    Keywords: situation and condition, women, gender.

    Simak

    Baca secara fonetik


    1. PENDAHULUAN

    Salah satu dari lima sasaran pokok dalam rencana pembangunan jangka panjang menengah nasional (2004-2009) adalah mewujudkan indonesia yang adil dan demokratis dengan terjaminnya keadilan dan kesetaraan gender dalam berbagai bidang pembangunan yang tercermin dalam berbagai peraturan perundang-undangan, program pembangunan dan kebijakan publik. (Meneg PP, 2005) Kementrian Negara Pemberdayaan Perempuan yang mempunyai kapasitas fungsi  dalam perumusan berbagai kebijakan  responsif gender, telah menetapkan prioritas sasaran kepada peningkatan kualitas kehidupan dan peran perempuan  serta kesejahteraan dan perlindungan anak (Bappenas,2004). Gender Adalah Sekumpulan nilai atau ketentuan yang membedakan identitas sosial laki-laki dan perempuan serta apa yang harus dilakukan oleh perempuan dan apa yang harus di lakukan oleh laki-laki dalam hal ekonomi, politik, sosial dan budaya baik dalam kehidupan keluarga, mastarakat dan bangsa (Faqih 1996). Nilai-nilai atau ketentuan gender di atas bisa berbeda-beda pada kelas atau kelompok sosial yang berbeda, misalnya ketentuan gender paa kelompok etnis tertentu akan berbeda dengan kelompok etnis lainnya. Ketentuan gender pada kelompok kaya akan berbeda dengan ketentuan gender pada kelompok miskin dan lainnya. Selain berbeda menurut kelompok kelas dan etnis, ketentuan gender juga bia berubah-ubah dari waktu ke waktu tergantung pada perubahan sosial yang terjadi di masyarakat dengan demikian gender bersifat realtif. Berbeda dengan pengertian jenis kelamin (sex) yang adalah merupakan kategori biologis perempuan dan laki-laki dan ini menyangkut sejumlah kromosom, pola genetik dan struktur genital yang unik masing-masing jenis. Jenis kelamin merupakan sesuatu yang di bawa sejak lahir, sering di katakan sebagai ketentuan dari Tuhan atau kodrat, sehingga hal ini tidak bisa di ubah atau dipertukarkan satu dengan yang lainnya (Ihromi 1997).

    Tujuan dan prioritas agenda di atas masih sulit diwujudkan , terurtama tatkala adanya kenyataan yang menunjukkan masih banyak permasalahan yang dihadapi perempuan dan  anak.

    Perempuan adalah salah satu dari dua jenis kelamin manusia; satunya lagi adalah lelaki atau pria. Berbeda dari wanita, istilah “perempuan” dapat merujuk kepada orang yang telah dewasa maupun yang masih anak-anak.  Perempuan adalah orang yang paling dekat dengan kaum pria. Perempuan adalah ibu. Perempuan adalah istri. Perempuan adalah sahabat. Namun , mereka kaum yang ikut berjuang untuk melahirkan Negara Kesatuan Republik Indonesia hingga kini hidup dan kehidupannya masih saja tertinggal dari kaum laki-laki. Di bidang pendidikan, masih banyak perempuan yang tidak bersekolah atau drop-out dari sekolah. Secara umum permasalahan-permasalahan dalam lingkup gender dapat di cermati dari analisis yang dilakukan terhadap kondisi dan posisi perempuan yang relatif tertinggal dari laki-laki dalam  berbagai aspek kehidupan. Secara nyata dapat dilihat, semakin tinggi jenjang pendidikan semakin berkurang peserta didik perempuan. Bidang kesehatan adalah bidang yang paling banyak mengedepankan masalah – masalah perempuan , permasalahan yang sering muncul adalah keterkaitan dengan tingginya angka kematian ibu melahirkan (menurut data terakhir Angka kematian Ibu (AKI) diIndonesia adalah tertinggi di ASEAN, 307 per 100.000 kelahiran  hidup), rendahnya gizi ibu hamil dan menyusui, rendahnya kontrol perempuan dalam kesehatan reproduksi dan keluarga berencana; serta rendahnya partisipasi dan tanggung jawab laki-laki dalam kesehatan  keluarga dan dalam ber-KB.( Longure, S. Clarke., 1991)

    Dalam Bidang ekonomi, banyaknya pekerjaan yang di dominasi laki-laki, sebagai contoh di perusahaan – perusahaan yang berbasis ilmu teknik, lebih banyak yang membutuhkan tenaga kerja laki-laki, padahal banyak perempuan yang memiliki ilmu dan gelar yang sama dengan laki-laki yang dapat bekerja di bidang tersebut. Selain itu laki-laki lebih banyak mendapatkan kesempatan dibidang ekonomi produktif termasuk akses untuk mendapatkan modal usaha, pelatihan usaha, program perluasan kesempatan kerja dan informasi pasar yang dapat mendorong kemandirian dalam berwirausaha. Di bidang politik, kesempatan perempuan untuk berpolitik lebih sempit di banding kaum laki-laki. Sebagai contoh,  dapat dicermati rendahnya persentase perempuan dalam pemerintahan, seprti sebagai wakil rakyat di DPR, sebagai hakim, Pejabat gubernur, bupati, camat, lurah dan pejabat struktural serta fungsional lainnya. Hal ini sebagai bukti semakin rendahnya partisipasi perempuan di bidang pengambilan keputusan. Sedangkan di bidang hukum masih terdapat undang-undang dan peraturan yang bias  gender, sehingga perempuan belum memperoleh perlindungan terhadap hak-haknya secara penuh.

    Permasalahan lain yang banyak muncul  adalah kekerasan pada anak dan perempuan. Perlakuan kekerasan dalam rumah tangga yang sering di alami wanita adalah salah satu masalah yang banyak di temui saat ini.  Kekerasan pada perempuan  terjadi pada berbagai kalangan masyarakat dan latar belakang ekonomi serta tingkat pendidikan. Selain itu tak kalah serius adalah perdagangan perempuan yang sangat merendahkan martabat dan hak – hak perempuan.  Perlindungan terhadap anak dan perempuan merupakan permasalahan yang perlu mendapat perhatian yang lebih serius di masa yang akan datang. Sebagai mana diketahui bahawa anak adalah aset yang sangat berharga baik bagi kehidupan keluarga maupun  kelangsungan suatu bangsa di masa yang akan datang. Munculnya berbagai masalah  tentang buruh/pekerja anak, anak-anak yang bermasalah dengan hukum, pelecehan seksual anak, anak jalanan, perdagangan anak, penculikan anak, anak putus sekolah, anak cacat, balita gizi buruk dan kematian bayi. Semua permasalahan anak tersebut memiliki kaitan dengan perempuan  dengan perannya sebagai ibu. Selain itu semua persoalan persoalan diatas menjadi persoalan umum yang dihadapi hampir seluruh masyarakat, termasuk masyarakat di kota Palembang. Kota Palembang terkenal sebagai kota industri dan kota perdagangan. Posisi geografis Palembang yang terletak di tepian Sungai Musi dan tidak jauh dari Selat Bangka, sangat menguntungkan. Walaupun tidak berada di tepi laut, Kota Palembang mampu dijangkau oleh kapal-kapal dari luar negeri. Terutama dengan adanya Dermaga Tangga Buntung dan Dermaga Sei Lais. Dan juga ditambah lagi dengan adanya Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II. Selain itu Kota Palembang terkenal sebagai Kota tua, yang pernah menjadi pusat pendidikan agama Budha. Dan banyak terdapat peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang tersebar di seluruh kota dan sekitarnya, dan situs-situs ini masih belum terurus, seperti Benteng Kuto Besak yang bahkan menjadi polemik karena dijadikan tempat perniagaan.

    Melalui perspektif gender dapat di lihat dan  dipahami bahwa keberadaan masalah  tersebut sangat erat kaitannya dengan hubungan yang tidak seimbang atau timpang atau tidak setaranya hubungan antara laki-laki dan perempuan.  Hubungan yang timpang ini  menimbulkan manivestasi dalam sikap dan prilaku individu yang bias gender dalam kehidupan sehari-hari. Namun yang lebih memprihatinkan ketika sikap dan prilaku tersebut telah  menjadi bagian dari budaya masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan tentang situasi dan kondisi perempuan  dalam perspektif gender di kota Palembang. Dari penelitian ini diharapkan akan mampu memberikan informasi dan data yang akurat tentang kualitas hidup perempuan di Kota Palembang.

    2. METODE PENELITIAN

    2.1. Desain Penelitian

    Berkaitan dengan upaya untuk mencapai tujuan dalam penelitian ini, maka dalam penelitian ini peneliti  menggunakan tipe penelitian deskriptif analisis. Data – data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data skunder yang diperoleh dari dokuimen-dokumen pada kota Palembang, seperti Kota Palembang dalam angka,  Tingkat kesejahteraan Masyarakat Kota Palembang, Tingkat kesehatan masyarakat kota Palembang,  dan data – data lain yang mendukung penelitian ini. Data-data skunder tersebut kemudian di olah dan dianalisis secara deskriptif dengan berbasis atau perspektif gender. Selain itu telaah pustaka juga di lakukan untuk memperkaya dan mempertajam analisis data yang di lakukan. Data yang telah diolah dan di analisis ini kemudian akan disajikan sebagai informasi tentang kondisi dan situasi perempuan di Kota Palembang.

    2.2. Metode Pengumpulan Data

    Adapun  teknik yang digunakan untuk mendapatkan data yang akan di olah dalam penelitian ini adalah melalui pengumpulan data skunder yang akan di analisis secara mendalam untuk diuraikan secara deskriptif berdasarkan temuan-temuan dilapangan.

    Data Sekunder yang akan di sajikan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang  akan di sajikan dalam bentuk peta  kependudukan, pendidikan, kesehatan, rumah tangga dan kegiatan ekonomi. Berdasarkan data  yang disajikan tersebut akan di lakukan analisis secara deskriptif  untuk mengetahui kualitas hidup perempuan   di Kota palembang berdasarkan situasi dan kondisi yang telah diteliti

    2.3. Sumber (jenis) data

    Data  yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis Data Sekunder. Data skunder Menurut pendapat Umar (2003:83), adalah  data sekunder adalah data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan, baik oleh pengumpul data primer atau pihak lain . Data sekunder merupakan data yang secara tidak langsung berhubungan dengan responden yang diselidiki dan merupakan pendukung bagi penelitian yang dilakukan.

    Dalam penelitian ini data sekunder yang digunakan adalah data data yang berupa statistik yang berhubungan dengan kependudukan, Pendidikan,  Kesehatan,  kegiatan ekonomi dan politik yang diperoleh dari Badan Pusat statistik Provinsi Sumatera Selatan. Selain itu sebagai pendukung dalam pendalaman Tinjauan Pustaka yang digunakan dalam penelitia ini, peneliti juga meggunakan literature dari buku –buku dan sumber – sumber internet yang berhubungan dengan penelitian.

    3. HASIL DAN PEMBAHASAN

    3.1. Hasil

    Untuk memperoleh gambaran mengenai situasi dan kondisi perempuan di Kota Palembang, dapat disajikan dalam peta kependudukan, pendidikan, kesehatan, rumah tangga dan kegiatan ekonomi.

    3.1.1 Kependudukan

    Sumber daya yang paling utama dalam suatu wilayah adalah penduduk yang mendiami wilayah tersebut. Kualitas penduduk dapat memberikan dampak kepada pembangunan dan pengembangan wilayah tersebut Kualitas penduduk yang baik akan berpotensi dalam pembangunan dan pengembangan suatu wilayah namun sebaliknya  jika kualitas penduduk yang mendiami suatu wilayah berkualitas buruk maka akan menghambat pembangunan di wilayah tersebut.

    Pada tahun 2009 Jumlah penduduk Kota Palembang  sebesar 1.438.938 jiwa Bila Distribusi Penduduk dilihat menurut golongan umur maka jumlah penduduk yang terbesar adalah golongan umur 15 – 44 tahun, yaitu laki- laki 367.759  atau 26 % dan perempuan 390.159 orang atau 27 %  dari jumlah penduduk. Pada kelompok umur 0 – 4 tahun yang laki – laki 75.549 dan perempuan 72.935 orang, sedangkan kelompok umur 5 – 14 tahun yang laki- laki 123.9250 orang dan perempuan 121.4106 orang. Untuk kelompok umur 45 – 64 tahun jumlah laki- laki adalah 1159.827 orang dan perempuan 116.810 orang dari jumlah penduduk. Sedangkan untuk kelompok umur lebih dari 65 tahun jumlah laki- laki 22.770  orang dan perempuan 28.773 orang dari jumlah seluruh penduduk. Angka Sex Ratio adalah perbandingan antara jumlah penduduk lakilaki dan jumlah penduduk perempuan pada suatu daerah. Untuk Kota Palembang tahun 2009  angka sex ratio adalah 0,97 sama seperti tahun 2008. Komposisi jumlah penduduk di Kota Palembang pada tahun 2009 berdasarkan jenis kelamin dan kelompok umur di tunjukkan pada tabel di bawah ini.

    Gambar 1. Grafik jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin dan kelompok umur

    3.1.2. Pendidikan

    Pendidikan adalah salah satu faktor penting dalam pembangunan di suatu wilayah.  Analisis terhadap kondisi dan situasi pendidikan  sangatlah penting. Hal ini dilakukan untuk dapat melihat dan mencermati kelompok-kelompok yang  kurang  beruntung dalam mendapatkan pendidikan seperti kelompok – kelompok perempuan yang biasanya dalam mendapatkan pendidikan menjadi  prioritas kedua di dalam keluarga.  Kaum hawa (perempuan) adalah bagian dari potensi sumber daya manusia yang memiliki peranan penting dan sangat diharapkan dalam  rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.  Peningkatan kualitas sumberdaya perempuan dalam pembangunan melalui pendidikan akan memiliki banyak manfaat dalam kemampuan bersaing perempuan – perempuan tersebut di pasar kerja sehingga dapat memberikan posisi yang semakin baik dalam pekerjaan dan mendapatkan upah yang  semakin tinggi sehingga dengan peningkatan kuailtas pekerjaan yang ditekuni  dan upah yang diperoleh perempuan akan dapat membantu meningkatkan pendapatan keluarga yang berarti dapat meningkatkan konsumsi keluarga dalam pemenuhan kebutuhan keluarga   seperti kebutuhan pokok, pendidikan, kesehatan dan sebaginya. Selain itu dengan peningkatan kualitas perempuan dalam pekerjaan  dan upah yang mereka peroleh  dapat juga membantu pedapatan daerah serta pendapatan negara.

    Sebagai indikator umum dalam  melihat kondisi tingkat pendidikan penduduk adalah dengan melihat rata-rata lama sekolah. Selain itu sebagai indikator lain adalah angka melek akasara dan angka buta aksara (tingkat keaksaraa) penduduk. Ketiga indikator tersebut adalah komponen yang dapat menggambarkan secara umum kondisi tingkat pendidikan yang dapat dicapai penduduk.

    Berdasarkan data BPS tahun 2009 tingkat pendidikan penduduk laki- laki dan perempuan yang berumur 10 tahun keatas yang ada dikota palembang  adalah Penduduk laki-laki yang tidak pernah bersekolah berjumlah  4.737 dan penduduk perempuan 14.639 ,  penduduk laki-laki yang tidak tamat SD  berjumlah  93.855 sedangkan penduduk perempuan 114.956, penduduk laki-laki yang tamat SD/ MI berjumlah 106.771 dan penduduk perempuan berjumlah 118.411,  penduduk laki-laki yang tamat SMP/MTs berjumlah 101.172 dan penduduk perempuan 109.349, penduduk laki-laki  yang tamat SMA/MA berjumlah 205.358 dan perempuan 183.847, penduduk laki-laki yang memiliki pendidikan diploma atau akademi  berjumlah 18.081 dan penduduk perempuan 28.842 dan penduduk perempuan yang memiliki pendidikan sarjana / universitas berjumlah 37.458 sedangkan penduduk perempuan 37.449. Komposisi tersebut dapat di lihat pada grafik berikut ini.

    Gambar 2. Grafik perbandingan jumlah penduduk laki-laki dan perempuan berdasarkan pendidikan

    3.1.3. Kesehatan

    Perempuan memiliki peranan yang sangat penting  dalam mendukung kesehatan anak dan balita dan keluarga pada umumnya. Perempuan dalam keluaraga berfungsi sebagai  penyedia kesehatan (health provider) bagi anggota keluarga, dan   agen sosialisasi nilai-nilai hidup sehat. Kondisi kesehatan reproduksi yang baik  pada Perempuan  akan berdampak pada kualitas kehamilan dan kelahiran yang baik dan aman serta  akan dapat melahirkan seorang bayi yang sehat (tidak cacat). Gambaran umum mengenai tingkat kesehatan penduduk Kota Palembang secara keseluruhan dapat di gunakan indikator-indikator yang berhubungan dengan kesehatan penduduk, antara lain; Umur harapan hidup ,angka kematian bayi, Penggunaaan alat kontrasepsi.

    Salah satu  indikator kesehatan   yang menjadi  ukuran derajat kesehatan penduduk adalah  data angka kematian bayi. Berdasarkan data Bapenas pada tahun 2000  angka kematian bayi laki-laki  di Kota Palembang sebesra 51 %  per 1000 kelahiran hidup  dan angka kematian bayi perempuan 40 % per 1000 kelahiran hidup. Sedangkan pada tahun 2004 angka kematian bayi laki-laki di kota Palembang sebesar 45 %  per 1000 kelahiran  hidup dan angka kematian bayi perempuan 33 % per 1000 kelahiran hidup . Pada tahu 2005  berdasarkan Laporan Indikator  Database 2005 UNFPA 6th Country Programme,  angka kematian bayi sebesar   26,68 % untuk laki-laki dan 20,02%  untuk wanita per 1.000 kelahiran hidup. Memperlihatkan persentase angka kematian bayi laki-laki lebih tinggi daripada bayi perempuan pada tahun 2005. Sedangkan data untuk tahun 2007 dan 2008 tidak tersedia, karena belum  dilakukan survey.

    Sedangkan untuk  ukuran derajat kesehatan lainnya yaitu Umur Harapan Hidup (UHH). Umur Harapan Hidup (UHH) digunakan untuk mengukur kemajuan pembangunan kesehatan, fisik, mental, sosial dan ekonomi suatu bangsa, dan juga dapat digunakan untuk melihat tingkat kelangsungan hidup penduduk. Peningkatan umur harapan hidup (UHH) akan meningkatkan kemampuan hidup anak balita dan tumbuh menjadi remaja sehat yang di harapkan dapat memperoduksi generasi baru yang sehat. Pada tahun  1980 umur harapan hidup  penduduk sumatera selatan  untuk penduduk laki-laki  sebesar 52 % dan untuk perempuan 55 %. Pada tahun 2004  umur  harapan hidup penduduk Sumatera Selatan sebesar  65,5 %  untuk penduduk laki-laki  dan 69,5 % untuk perempuan Sedangkan menurut Laporan Indikator Database 2005 UNFPA 6th Country Programme, UHH Sumsel sebesar 65,48 tahun (pria) dan 69,52 tahun (wanita); sedangkan Kota Palembang memiliki UHH sebesar 69,85 tahun (pria) dan 73,47 tahun (wanita). (BPS Sum-Sel, 2010)

    Dalam  bidang kesehatan indiktor lain yang juga dapat dilihat adalah  Angka kematian ibu. Pada tahun 2006 angka kematian ibu di kota Palembang berjumlah 15 orang  dengan penyebabnya yaitu Eklamsia, HPP, Ca Pharing, Stroke, Gagal Ginjal, Placenta Acreta, Emboli Air Ketuban, Post SC, Kelainan Jantung dan Lain-lain. (sumber data Subdin Kesehatan Keluarga, 2006). Pada tahun 2007 angka kematian ibu di Kota Palembang berjumlah Jumlah kematian ibu tahun 2007 di Kota palembang sebanyak 11 orang dengan penyebabnya yaitu Eklamsia, HPP, Ca Pharing, Stroke, Gagal Ginjal, Placenta Acreta, Emboli Air Ketuban, Post SC, Kelainan Jantung dan Lain-lain. (sumber data Subdin Kesehatan Keluarga, 2007). Sedangkan pada tahun 2008 Jumlah kematian ibu di Kota palembang sebanyak 15 orang dengan penyebabnya yaitu Eklamsia, HPP, Ca Pharing, Stroke, Gagal Ginjal, Placenta Acreta, Emboli Air Ketuban, Post SC, Kelainan Jantung dan Lain-lain. (sumber data Bidang Pelayanan Kesehatan Kota Palembang, 2008). Sedangkan pada tahun 2009  angka kematian ibu berjumlah 6 orang dengan penyebab yang tidak berbeda dari penyebab kematian ibu pada tahun-tahun sebelumnya. (sumber data Bidang pelayanan kesehatan kota palembang 2009). Pada tahun 2009 pengguna KB laki-laki yang menggunakan MOP berjumlah 4,06 % dan yang menggunakan kondom berjumlah 1,17 %. Sedangkan peserta KB perempuan yang menggunakan IUD berjumlah 4,06%, Implant berjumlah 4,60%, KB Suntik Berjumlah 47,09 % dan pil 40,89 %.(Dinkes Sumsel, 2009)

    3.1.4. Kegiatan Ekonomi

    Masalah ketenagakerjaan merupakan aspek yang mendasar dalam kehidupan umat manusia karena mencakup dimensi ekonomi dan sosial. Masalah ketenagakerjaan tak hanya berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi, namun juga berkitan erat dengan tingkat kesejahteraan suatu masyarakat. Dalam hal ketenagakerjaan, menurut perundang-undangan tidak ada lagi diskriminasi antara perempuan dan laki-laki untuk bekerja.

    Berdasarkan data yang diperoleh  secara umum di provinsi sumatera selatan   komposisi tenaga kerja   laki-laki tahun 2003 dan  2004 mengalami peningkatan  sebesar 8,23 %, sedangkan untuk tenaga kerja perempuan tahun 2003 dan 2004 mengalami peningkatan sebesar 3,37 %. Sedangkan untuk Angkatan kerja komposisi angkatan kerja laki-laki tahun 2003 dan 2004 mengalami pertumbuhan sebesar  9,42 % dan  angkatan kerja perempuan pada tahun yang sama mengalami peningkatan sebesar  3,87 %. Sedangkan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)  penduduk Kota Palembang  pada Tahun 2004  berdasarkan Jenis kelamin dapat di kelompokkan  penduduk  laki-laki sebesar  80,38 % dan penduduk Perempuan sebesar  39,37 %.

    Gambar 3. Grafik Perbandingan Tenaga Kerja Berdasarkan Jenis Kelamin

    Berdasarkan lapangan pekerjaan komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin dapat dibedakan sebagai  berikut : pada sektor primer  yaitu pada bidang pertambangan dan pertanian pada tahun 2003 Jumlah tenaga kerja di bidang pertanian  berjumlah 63,22%  untuk tenaga kerja laki-laki dan 70,72 % untuk tenaga kerja perempuan. Sedangkan pada tahu 2004 di bidang pertanian tenaga kerja laki-laki sebesar 63,90 % dan tenaga kerja perempuan sebesar 69,16 %.  Sedangkan di Bidang pertambangan jumlah tenaga kerja laki-laki berjumlah 1,21 % dan tenaga kerja perempuan berjumlah  0,07 % pada tahun 2003 dan pada gtahun 2004 di bidang pertambangan tenaga kerja laki-laki sebesar 1,23 % dan tenaga kerja perempuan sebesar 0,16 %.

    Di sektor  Sekunder, jumlah penduduk yang bekerja di bidang industri pada tahun 2003, untuk tenaga kerja laki-laki sebesar 4,85 %  dan tenaga kerja perempuan sebesar  4,18 %. Sedangkan pada tahun 2004 tenaga kerja laki-laki di bidang industri sebeasr 4,01 % dan jumlah tenaga kerja perempuan sebesar 6,18 %. Di Bidang Listrik, gas , air jumlah tenaga kerja laki-laki sebesar 0,15 % dan  0% untuk Tenaga kerja perempuan pada tahun 2003 dan pada tahun 2004 jumlah tenaga kerja laki-laki dibidang Listrik, Gas dan air  adalah sebesar 0,24 % dan tenaga kerja perempuan sebesar 0,08 %. Di bidang bangunan jumlah tenaga kerja laki-laki di kota Palembang pada tahun 2003 adalah sebesar  6,42 % dan tenaga kerja perempuan berjumlah 0,14 %. Sedangkan di tahun 2004 jumlah tenaga kerja laki-laki di bidang bangunan berjumlah 5,18 % dan tenaga kerja perempuan sebesar 0,08 %.

    Pada Sektor tersier, untuk bidang  perdagangan pada tahun 2003 jumlah tenaga kerja laki-laki sebesar  10, 6% dan tenaga kerja perempuan sebesar 15,69 % dan pada tahun 2004 pada bidang pekerjaan yang sama jumlah tenaga kerja laki-laki adalah 10,85 % dan tenaga kerja perempuan sebesar 19,92 %. Pada bidang angkutan / komunikasi jumlah tenaga kerja laki-laki  sebesar 6, 42 % dan tenaga kerja perempuan 0,14 % pada tahu 2003. Sedangkan pada tahun 2004 jumlah tenaga kerja laki-laki di bidang yang sama sebesar 7,26 % dan tenaga kerja perempuan sebesar 0,33 %.  Pada bidang keuangan jumlah tenaga kerja pada tahun 2003 sebesar  0,63%  dan tenaga kerja perempuan hanya 0,1% sedangkan pada tahun 2004 jumlah tenaga kerja laki-laki di bidang keuangan adalah sebesar  0,57 % dan perempuan 0,49% . Sedangkan untuk pekerjaan berjenis jasa jumlah tenaga kerja laki-laki pada tahun  2003 sebesar 6,5 % sedangkan perempuan sebesar 8, 62%. Pada tahun 2004 jumlah tenaga kerja laki-laki  yang memberikan layanan jasa sebesar  6,76 % dan tenaga kerja perempuan di bidang jasa ini sebesar  6,70%.

    3.1.5. Bidang Politik

    Keterlibatan perempuan dalam bidang politik  dalam kenyataannya belum  begitu   dominan.  Kesenjangan gender di kehidupan publik dan politik merupakan sebuah tantangan global yang terus dihadapi oleh masyarakat dunia pada abad ke 21. Meskipun telah ada berbagai konvensi, kovenan dan komitmen internasional, namun secara rata-rata jumlah perempuan di dalam parlemen di dunia ini hanya 18,4 persen.  (UNIFEM 2008/2009). Dari 190 negara, hanya tujuh negara dimana perempuan menjadi presiden atau perdana menteri. Hadirnya perempuan sebagai bagian dari kabinet yang ada di dunia ini atau walikota, jumlahnya tak mencapai 7 dan 8 persen. (UNDP, 2010).

    Perempuan Indonesia tertinggal di dalam kehidupan publik. Kesenjangan gender yang senantiasamuncul dalam indikator sektor sosial menjadi sebuah tantangan berskala nasional. Indonesia berada di nomor 80 dari 156 negara yang ada di dalam Indeks Pembangunan Gender atau Gender Development Index (GDI) pada tahun 2007. Pada tahun 2009, angka ini merosot ke urutan 90, artinya perempuan di Indonesia masih belum menikmati hak dan standar yang sama dengan para laki-laki.  Di Palembang sebagai ibu kota Provinsi Sumatera Selatan  Keterwakilan perempuan di DPR pada tahun 2009 berjumlah 1 orang saja atau 6,25 % di banding jumlah laki-laki yang duduk di DPR berjumlah 15 Orang. Sedangkan di tingkat DPD   tahun 2009 anggota perempuan berjumlah  2 orang atau 50 %   yang artinya sama dengan jumlah anggota laki-laki yang berjumlah 2 orang atau 50 %.  Sedangkan keterwakilan perempuan di  DPRD tingkat Provinsi Sumatera Selatan berjumlah 8 orang atau 10,67 %  sedangkan laki-laki berjumlah 67 orang atau 89,33%.  Pada tingkat kabupaten  dan Kota terpilih  pada tahun 2009 keterwakilan perempuan yang duduk sebagai anggota berjumlah  10 orang atau 20 % dari jumlah laki-laki  sebesar 40 orang atau 80 %.  Di Komisi Pemilihan Umum    anggota perempuan  berjumlah  2 orang atau 40 % dan anggota laki-laki berjumlah 3 orang  atau 60 %.   Sedangkan di tingkat provinsi sumatera selatan  tidak ada  anggota perempuan  yang bekerja di kantor kejaksaan agung  atau 0 % sedangkan laki-laki berjumlah 9 Orang. (Arivia, 1999)

    3.2.PEMBAHASAN

    3.2.1. Analisis Situasi dan Kondisi Perempuan Di Kota Palembang

    Berdasarkan data statistik mengenai situasi dan kondisi perempuan di Kota Palembang , maka dapat di ketahu tingkat aksess, kontrol dan partisipasi perempuan  dalam berbagai bidang. Akses, Kontrol dan partisipasi  tersebut merupakn indikator pemberdayaan perempuan khususnya di Kota Palembang. Indikator tersebut dapat dirinci dalam bidang kependudukan, Pendidikan, Kesehatan, ekonomi-ketenagakerjaan dan politik.

    Dari aspek kependudukan, jumlah penduduk perempuan  di Kota Palembang    yang merupakan  penduduk Produktif dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2009   berada pada interval 27 % sampai dengan 35 %.  Komposisi tersebut tidak jauh   berbeda dengan penduduk laki-laki yang merupakan penduduk produktif  dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2009 yang berada pada interval  25 % sampai dengan 34 %.  Hal ini  menjadi dasar bahwa penduduk perempuan yang produktif di kota Palembang merupakan aset yang sangat berharga untuk  ikut serta dalam pembangunan  dalam usaha memajukan daerah. Upaya pengembangan potensi  penduduk perempuan haruslah didasarkan pada pengetahuan tentang  kondisi mereka,  termasuk analisis  tentang keahlian dan kemampuan dalam pembangunan di bandingkan dengan laki-laki.

    Di Bidang pendidikan, kuantitas dan kualitas perempuan di kota Palembang sudah sangat baik. Hal  ini dapat dilihat  dari perbandingan tingkat pendidikan penduduk laki-laki dan perempuan yang ada di kota Palembang tahu 2009. Berdasarkan data tersebut yang memberi fakta bahwa jumlah penduduk perempuan yang  menempuh pendidikan diploma dan Tingkat Universitas lebih banya dari penduduk laki-laki.  Fakta ini dapat membuktikan bahwa  tingkat pendidikan penduduk perempuan di Kota Palembang sudah sangat baik. Akses dan kontrol perempuan dalam pendidikan sudah dapat dilihat berdasarkan data jumlah penduduk yang mendapatkan pendidikan yang tersaji  sebelumnya. Selain itu Kualitas  penduduk perempuan  berdasarkan pendidikan dapat juga dilihat melalui indikator melek huruf bagi penduduk perempuan. 97,59 % penduduk perempuan dari total jumlah penduduk perempuan berusia 10 tahun ketas sudah melek huruf. Hal ini berarti  perbandingan kualitas pendidikan penduduk perempuan yang melek huruf tidak terlalu  berbeda secara signifikan dengan penduduk laki-laki yang melek huruf yaitu 99,09 % dari jumlah penduduk laki-laki yang berusia 10 tahun keatas.  Kesamaan hak dan kesempatan antara laki-laki dan perempuan untuk menempuh pendidikan baik formal maupun informal tidak  ada perbedaan. Peluang ini  adalah jalan terbuka bagi perempuan untuk dapat maju  sehingga tidak tertinggal dengan laki-laki.  Di samping itu, berdasarkan fakta yang ada bahwa jumlah perempuan yang memiliki jenjang pendidikan diploma dan Universitas  lebih banyak dari laki-laki dapat disimpulkan bahwa partisipasi perempuan dalam pendidikan di Kota Palembang  memperlihatkan gejala yang semakin baik. Tidak ada lagi kesenjangan yang begitu significant dalam  memperoleh pendidikan antara laki-laki dan perempuan di Kota Palembang. Permasalah penddidikan  seperti rendahnya kontrol perempuan dalam bidang pendidikan, saat ini sudah tidak ada lagi. Saat ini kesetaraan gender dalam pendidikan sudah berjalan dengan baik sehingga semua penduduk perempuan  memiliki kesempatan yang sama dalam memperoleh pendidikan dengan Penduduk Laki-laki.

    Dalam bidang kesehatan,  Kualitas perempuan juga menuntut untuk ditingkatkan Indikator yang digunakan  Angka kematian bayi, angka kematian ibu, Umur Harapan Hidup dan penggunaan alat Kontrasepsi.Hal ini dapat di cemati dari fakta bahwa dari 1000 kelahiran hidup, terdapat 26,68 % bayi laki-laki yang meninggal dan 20,02% bayi Perempuan. Data ini dapat menjelaskan bahwa kematian bayi yang terjadi baik bayi laki-laki maupun perempuan dapat menjadi indikator bahwa ancaman bagi nyawa ibu dalam persalinan sangatlah besar. Selain itu dapat pula di lihat dari Angka kematian ibu yang dari tahun ketahun mengalami turun naik. Pada tahun 2006 angka kematian Ibu  berjumlah 15 orang  per 1000 kelahiran. Pada tahun 2007 angka kematian bayi mengalami penurunan dengan jumlah kematian 11 orang per 1000 kelahiran. Tahun 2008 Angka kematian bayi adalah 15 orang per 1000 kelahiran dan pada tahun 2009 angka kematian ibu mengalami penurunan menjadi 6 orang per 1000 kelahiran. Berdasarkan data tersebut dapat dianalisi bahwa  ibu meninggal dalam 4 tahun terakhir mengalami turun naik. Pada tahun 2009 angka kematian ibu hanya berjumlah 6 orang saja dari 1000 kelahiran. Hal ini membuktikan bahwa   kematian perempuan dalam hal ini kematian ibu  semakin menurun  sehingga dapat disimpulkan bahwa tingkat kesehatan perempuan  di Kota Palembang sudah semakin baik.  Indikator lain adalah alat kontrasepsi yang digunakan. Penggunaan alat Kontrasepsi yang terbanyak adalah penggunaan KB suntik dan Pil.  Alat kontrasepsi tersebut adalah alat kontrasepsi yang digunakan perempuan. Sedangkan penggunaan alat kontrasepsi bagi laki-laki berupa kondom dan MOP /  vasektomi masih sangat sedikit sekali dari data yang ada mulai tahun 2006 sampai dengan tahun 2009   dapat di lihat bahwa penggunaan alat kontrasepsi laki-laki hanya mencapai 5 % saja. Sedangkan sisanya yang menggunakan alat  kontrasepsi KB adalah  perempuan. Kesenjangan ini  terjadi karena masih adanya pandangan di masyarakat bahwa masalah keluarga khususnya   mengenai anak adalah tugas seorang permpuan. Sehingga masalah menggunakan kontrasepsi KB merupakan tanggung jawab seorang perempuan untuk melakukannya.

    Di bidang Ekonomi dan Ketenagakerjaan,  kualitas dan keahlian perempuan masih perlu dt tingkatkan. Berdasarkan Tingkat Partisiasi angkatan Kerja (TPAK) di kota palembang, penduduk laki-laki memiliki tingkat partisipasi lebih tinggi di banding penduduk perempuan. Hal ini mungkin terjadi karena peluang kerja yang ada hanya memprioritskan penduduk perempuan. Sehingga walaupun pendidikan  yang dibutuhkan oleh suatu lapangan pekerjaan juga dimiliki oleh perempuan, namun peluang yang diberikan hanya  untuk laki-laki saja.  Hal ini mempengaruhi akses perempuan untuk masuk kedalam pekerjaan tertentu. Di sektor  primer, tenaga kerja perempuan lebih terserap di bidang pertanian hampir 80 %.  Sedangkan di bidang pertambangan sebagai salah satu sektor primer tenaga kerja perempuan hanya terserap kurang dari 1 %.

    Penyerapan tenaga kerja laki-laki di sektor sekunder lebih banyak di banding tenaga kerja perempuan.  Hal ini membuktikan akses  perempuan  di sektor sekunder sangat kecil sekali. Lapangan pekerjaan bagi perempuan sangat terbatas. Bidang-bidang  pekerjaan  tertentu yang biasa  di lakukan oleh laki-laki  dianggap perempuan tidak dapat mengerjakannya. Pada dasarnya anggapan ini timbul karena  perempuan dianggap tidak  bisa melakukan hal-hal tertentu dalam bidang pekerjaan tersebut.

    Disektor tersier komposisi tenaga kerja laki-laki dan perempuan dapat di katakan seimbang. Bidang-bidang pekerjaan di sektor tersier  terbagi seimbang bagi tenaga kerja laki-laki dan tenaga kerja perempuan.  Berdasarkan hal tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa secara umum penyerapan tenaga kerja baik  laki-laki maupun perempuan di Kota Palembang sangat baik. Laki-laki dan perempuan  yang terserap lapangan kerja  secara umum telah terpilah-pilah sendiri sehingga penyerapan tenaga kerja  di Kota Palembang khususnya tena kerja perempuan memiliki porsi yang sama dengan tenaga kerja laki-laki. Kesenjangan dalam bidang ekonomi dan ketenaga kerjaan serta akses dan kontrol perempuan di Kota Palembang merupakan  permasalah yang secara umum sudah  dapat di atasi di Kota Palembang. Data  tingkat pendidikan dan  tenaga kerja  yang tersaji sudah dapat digambarkan bahwa perempuan di Kota Palembang memiliki potensi  dan akses yang besar dalam bidang-bidang pembangunan di Kota Palembang.

    Di Bidang politik, Keikut sertaan perempuan sebagai anggota dewan baik di tingkat Privinsi maupu kabupaten/kota Di Sumatera Selatan Umumnya dan Kota Palembang Khususnya  masih di dominasi oleh laki-laki. Walaupun Keikutsertaan perempuan dalam politik ini sudah terlihat cukup baik dengan adanya perempuan yang duduk di keanggotaan legislatif. Namun tak dapat dipungkiri bahwa dalam kegiatan politik laki-laki masih mendominasi. Hal ini terjadi karena dalam daerah yang mayorits penduduknya beragama islam,  berpedoman bahwa yang menjadi seorang pemimpin adalah laki-laki. Anggota dewan di legislatif adalah orang-orang yang memimpin sehingga kaum laki-laki masih sangat di percaya untuk menduduki jabatan-jabatan di legislatif tersebut. Selain itu  sediktinya perempuan yang berada di sektor politik juga dapat di sebabkan oleh tugas seorang perempuan sebagai Istri dan Ibu dalam keluarga. Sehingga membatasi akses mereka dalam bidang politik. Dalam politik, walupun perempuan ikut serta di dalamnya, namun kedudukan perempuan bukan sebagai pengambil keputusan. Budaya, dan interprestasi agama telah terkontribusi terhadap munculnya anggapan perempuan tidak pantas berpolitik, memimpin dan mengambil keputusan.  Anggapan membuat peran serta perempuan dalam politik menjadi terhambat.  Karena jumlah perempuan yang terlibat dalam  posisi dan peran sebagai pengambil keputusan masih sedikit  sehingga banyak keputusan yang di ambil belum memihak kepada perempuan. Hal ini juga akibat dari partisipasi perempuan sebagian besar masih dalam tahap partisipasi pasif dan bahkan cenderung menjadi objek politik.

    4. SIMPULAN

    Dari uraian dan analisis penelitian di atas, dapat disimpulkan di Kota Palembang   saat ini perempuan dalam konteks pembangunan sudah dalam    kondisi yang cukup baik. Dalam beberapa bidang antara lain pendidikan   perempuan di Kota Palembang sudah mendapatkan pendidikan  yang tinggi. Bahkan pada tahun 2009 perempuan yang mendapatkan pendidikan  sampai tingkat diploma ataupun perguruan tinggi sudah lebih banyak dari pada laki-laki. Namun untuk  beberapa bidang lain, Kontrol dan akses perempuan dalam  pembangunan masih rendah.    Dalam bidang kesehatan misalnya, kesenjangan dalam penggunaan alat kontrasepsi antara laki-laki dan perempuan masih sangat  besar.  Begitu juga dengan  bidang ekonomi, kegiatan ekonomi terutama  ketenaga kerjaan di beberapa sector masih di dominasi laki-laki.  Walaupun secara umum sudah banyak perempuan yang bekerja di bidang –bidang tertentu, namun  ada  beberapa sector pekerjaan  yang lebih banyak di dominasi laki-laki. Berdasarkan data tersebut di atas, komposisi laki-laki dan perempuan yang bekerja di  kota Palembang  sudah cukup baik.  Hanya pada bidang pertambangan dan bangunan tenaga kerja masih didominasi laki-laki.

    Di bidang Politik Akses dan Kontrol perempuan di kota palembang belum begitu signifikan. Hampir semua level di lembaga legislative laki-laki masih menjadi pemimpin. Walapun sudah ada perempuan yang duduk di lembaga –lembaga legislatif tersebut, namun fungsi mereka bukan sebagai pimpinan atau pengambil keputusan dalam lembaga tersebut. Jumlah  perempuan yang duduk di legislatif juga tidak sebanyak jumlah laki-laki yang duduk di lembaga tersebut.  Secara umum akses dan kontrol perempuan  di Kota Palembang  dapat disimpulkan sudah cukup baik dalam beberapa bidang. Tingkat pendidikan dan penduduk perempuan yang bekerja dapatt dijadikan bukti bahwa perempuan di kota Palembang sudah mampu untuk masuk kedalam bidang-bidang pembangunan  untuk ikut serta dalam melaksanakan pembangunan daerahnya.

    DAFTAR RUJUKAN

    Arivia, Gadis, 1999, ” Perempuan di Parlemen: Bukan Sekedar Jumlah, Bukan Sekedar Hiasan” dalam Aspirasi Perempuan Anggota Parlemen Terhadap Pemberdayaan Politik Perempuan, Yayasan Jurnal Perempuan dan International Institute for Democracy and Electoral Assistnce.

    Bappenas, UNDP dan BPS. 2004. “Indonesia Human Development Report 2004“.

    BPS  Provinsi Sumatera Selatan (BPS SUMSEL), tahun 2010.

    Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan, Profil Kesehatan SUMSEL  tahun 2009.

    Departemen kesehatan Sumatera Selatan, Bidang Pelayanan Kesehatan Kota Palembang, 2008.

    Faqih, M., 1996., Menggeser konsep gender dan transformasi sosial, Pustaka Pelajar, Yogyakarta

    Ihromi, T., 1997, Wanita dan Perubahan Kebudayaan Isu-isu wanita dalam pengkajian antropologi Budaya (makalah dalam widyakarya Nasional antropologi dan pembangunan), Jakarta.

    Longure, S. Clarke., 1991., UNICEF Policies on Gender and Development For Programme Goals & Strategies.

    Meneg PP, 2005, Rencana Stretegi Kementerian Pemberdayaan Perempuan 2005-2009.

    Umar, Husein.,2003. Metode Riset Bisnis. Gramedia. Jakarta.

    UNDP Indonesia , 2010. Women’s Participation  in Politics and Government.

  • JURNAL

    Posted on April 8th, 2011 vivi sahfitri No comments

    PENGARUH FAKTOR PEMICU  TERHADAP PARTISIPASI MAHASISWA  DALAM FORUM   DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN STUDENT CENTERED E-LEARNING (SCeL)

    Vivi Sahfitri dan Jemakmun

    Universitas Bina Darma

    Jln. Ahmad Yani No.12, Plaju, Palembang

    email: vsahvitri@yahoo.com

    Abstrak : Internet merupakan salah satu produk  perkembangan Teknologi Informasi dam Komunikasi.Internet memberikan banyak dampak dalam berbagai bidang kehidupan,  baik dampak yang  menguntungkan maupun damapak yang merugikan. Dalam bidang pendidikan Internet dapat di manfaatkan sebagai fasilitas pendukung dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Salah satunya melalaui pemanfaatan e-learning. Akan tetapi masalah yang sering kali timbul dalam penggunaan e-learning adalah kurangnya motivasi mahasiswa untuk mengakses fasilitas pendukung pendidikan ini. Dalam penelitian ini akan di lakukan analisis terhadap aktivitas penggunaan e-learning oleh mahasiswa dan akan di lakukan perbandingan antara 2 kelas eksperiment yaitu kelas yang menggunakan pemicu dan kelas yang tidak menggunakan pemicu. Pemicu adalah berupa reward terhadap nilai mahasiswa. Dari penenlitian yang di lakukan diperoleh fakta, mahasiswa di kelas yang menggunakan faktor pemicu lebih tinggi aktivktasnya daripada kelas yang tidak menggunakan faktor pemicu.

    Kata kunci : E-learning, Reward, Faktor pemicu

    Abstract: Internet is one of the product development of Information Technology Communication. Internet dams provide much of an impact in various spheres of life, both beneficial effects and adverse effects. In the field of education the Internet can be utilized as support facilities in the implementation of the learning process. One was through the use of e-learning. However, problems often arise in the use of e-learning is the lack of motivation of students to access educational facilities to support this. This research will be done analysis on the use of e-learning activities by students and will be doing the comparison between the 2 classes namely class experiment that uses a trigger and classes that do not use triggers. Trigger is a form of reward to the students’ scores. From doing research on the facts obtained, students in the class using a trigger factor is higher than the class activities that do not use a trigger factor.

    .
    Keywords: E-learning, Reward, trigger factor

    Simak

    Baca secara fonetik


    1. PENDAHULUAN

    Perkembangan Teknologi Informasi (TI) yang sangat cepat, membawa perubahan besar dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Kecanggihan dan kemampuan Teknologi Informasi  terutama melalui internet sangat mengagumkan dalam melakukan berbagai transaksi bisnis dan menyebar/menerima informasi melalui jaringan maya ke/dari seluruh pelosok negeri bahkan ke seluruh pelosok dunia. Dengan penggunaan Teknologi Informasi di berbagai bidang membuat  dunia  menjadi tanpa batasan ruang dan waktu, merambah dalam segala bidang kehidupan. Kemunculan internet dengan segala kecanggihannya membawa perubahan dalam gaya dan kebiasaan manusia sebagai pengguna alat canggih tersebut. Dengan  internet seorang user  dengan sangat mudah mendapatkan dan memahami informasi yang diberikan  bahkan menjadi pelaku aktif dalam mengolah informasi. Selama ini, pemanfaatan  dan pengembangan internet sebagai penunjang di sektor ekonomi, sosial dan budaya saja. Bagaimana dengan bidang pendidikan khususnya bagi pendidikan di Indonesia ?. Padahal pendidikan juga menaruh peranan penting dalam majunya suatu negara.

    Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual,keagamaan, pengendalian diri, /kepribadian, kecerdasan ,ahklak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.(http://id.wikipedia.org). Dari pengertian tersebut kita dapat mengetahui betapa penting pendidikan itu bagi diri sendiri maupun orang lain. Dari waktu ke waktu timbulah upaya – upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.

    Penggunaan internet untuk menunjang kualitas penndidikan sudah banyak digunakan terutama di negeri lain atau di luar negeri. Pengembangan internet untuk pendidikan sudah sampai pada tingkat advance dimana pengaplikasian internet sudah mencakup semua aspek dasar dan aspek pelengkap dalam pendidikan. Internet menjadi semacam pendukung dan tolak ukur kemajuan teknologi pendidikan yang mereka kembangkan. Berbagai bukti menunjukkan bahwa negara yang mampu mengembangkan dan mengaplikasikan internet semaksimal  mungkin bagi dunia pendidikannya maka kualitas pendidikan negara tersebut akan semakin meningkat sejalan dengan semakin majunya pengaplikasian dan pandangan terhadap internet tersebut.

    Keberadaan internet dalam dunia pendidikan memungkinkan proses belajar di lakukan di mana saja dan kapan saja. Secara umum, seharusnya dengan keberadaan internet ini dapat memfasilitasi atau memudahkan dalam peningkatan intensitas kegiatan pendidikan. Keberadaan sistem pembelajaran on line yang lebih di kenal dengan nama Learning Management System (LMS) dapat membantu memfasilitasi interaksi anata pengajar dan peserta didik.  Sebagai besar sistem Learning Management System ini telah memiliki fasilitas forum diskusi. Namun pada kenyataannya penggunaan Forum ini kurang di minati oleh para pengajar. Hampir semua tenaga pengajar hanya berfokus pada materi ajar yang di sampaikan , tugas maupun ujian secara on line, sehingga  forum yang ada dalam fasilitas Learning Management System tersebut hanya  sebagai bagian e-learning yang teronggok rapi di antara materi ajar dan soal-soal yang diberikan dalam perkuliahan. Menurut wahono(2003:2) e-learning adalah sistem pendidikan yang menggunakan aplikasi elektronik untuk mendukung belajar mengajar dengan media internet, jaringan komputer, maupun komputer standalone. Menurut Allan J. Henderson, e-learning adalah pembelajaran jarak jauh yang menggunakan teknologi komputer, atau biasanya Internet (The e-learning Question and Answer Book, 2003). Henderson menambahkan juga bahwa e-learning memungkinkan pembelajar untuk belajar melalui komputer di tempat mereka masing-masing tanpa harus secara fisik pergi mengikuti pelajaran di kelas. William Horton menjelaskan bahwa e-learning merupakan pembelajaran berbasis web (yang bisa diakses dari Internet). Komponen-komponen yang membentuk e-learning adalah Infrastruktur Internet, System Aplikasi e-learning, dan content e-learning. Penggunaan e-learning dapat membangun Student Centered e-learning. Student Centered Learning memiliki adalah suatu model pembelajaran yang menempatkan peserta didik sebagai pusat dari proses belajar. Model pembelajaran ini berbeda dari model belajar Instructor-Centered Learning yang menekankan pada transfer pengetahuan dari guru ke murid yang relatif bersikap pasif. Dalam menerapkan konsep Student-Centered Leaning, peserta didik diharapkan sebagai peserta aktif dan mandiri dalam proses belajarnya, yang bertanggung jawab dan berinitiatif untuk mengenali kebutuhan belajarnya, menemukan sumber-sumber informasi untuk dapat menjawab kebutuhannya, membangun serta mempresentasikan pengetahuannya berdasarkan kebutuhan serta sumber-sumber yang ditemukannya. Dalam batas-batas tertentu peserta didik dapat memilih sendiri apa yang akan dipelajarinya. Dalam student Centered Learning peserta didik lebih diarahkan untuk belajar ketrampilan Learn how to learn seperti problem solving, berpikir kritis dan reflektif serta ketrampilan untuk bekerja dalam tim.(Pungtularan, 2007)

    Student Centered E-learning (SCeL) adalah penggabungan Student Centered Teaching dengan e-learning. Jika selama ini implementasi  Student Centered di lakukan di didalam Ruang kelas (Ruang Kuliah) yang lebih dikenal dengan nama (Student Centered Classroom) yang dilaksanakan melalui mekanisme pembentukan kelompok-kelompok kecil (small group) yang akan diberi tanggung jawab materi materi yang sesuai dengan kurikulum. Dalam Konteks ini, biasanya tanggung jawab materi yang diberikan berbeda beda sehingga seorang pendidik atau fasilitator harus mampu mengorganisasi,  berkomunikasi dan memberikan kontribusi yang lebih banyak sehingga waktu yang digunakan untuk pelaksanaan Student centered Classroom ini dapat berjalan efektif dan mencapai target pembelajaran . Untuk Membantu meningkatkan Student Centered e-learning diperlukan  factor pemicu untuk  memberikan  motivasi bagi mahasiswa dalam menggunakan e-learning. Faktor pemicu adalah faktor-  faktor yang dapat digunakan untuk memberikan  motivasi  kepada peserta didik sehingga dapat berperan aktif dalam berdiskusi. Faktor pemicu yang dapat digunakan dalam meningkatkan motivasi mahasiswa untuk berpean aktif dalam berdiskusi diantaranya adalah  penyediaan bahan ajar, pemberian penghargaan (Reward), serta keterlibatan dosen dalam berdiskusi. Faktor – faktor pemicu tersebut sejalan dengan titik fokus sistem pembelajaran berparadigma student Centered yang memiliki karakteristik :

    1. Adanya pemberian tanggung jawab yang lebih pada mahasiswa untuk melakukan perencanaan dalam belajar.
    2. Peserta didik dituntut untuk aktif dalam proses pembelajaran, dimana pengajar berperan sebagai fasilitator bukan sebagai pakar (expert) yang mengetahu segalanya, dan  fasilitator atau dosen merupakan pemandu dalam proses pembelajaran yang terjadi
    3. Interaksi sosial (diskusi) merupakan hal yang sangat penting dalam memperoleh pengetahuan dalam lingkungan pembelajaran student centered. (Cannon,2000)

    2. METODE PENELITIAN

    2.1. Desain Penelitian

    Rancangan atau desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan Rancangan Eksperimental-Sungguhan (true—experimental research), dimana tujuan penelitian eksperimental sungguhan adalah untuk menyelidiki kemungkinan saling hubungan sebab-akibat dengan cara mengenakan kepada satu atau lebih kelompok eksperimental  kondisi perlakuan dan memperbandingkan hasilnya dengan satu atau lebih kelompok kontrol yang tidak dikenai kondisi perlakuan. Dalam penelitian ini, akan terdapat dua kelompok eksperimental, kelompok eksperimental pertama adalah kelompok yang akan dikenai perlakukan, yaitu dengan  memberikan faktor pemicu pada forum diskusi e-learning, sedangkan kelompok eksperimental kedua adalah kelompok yang tidak dikenai perlakuan, di mana penggunaan forum diskusi e-learning tanpa menggunakan faktor pemicu.

    Berdasarkan Perlakuan Yang Diberikan Kepada Dua Kelompok Eksperimetal Tersebut, Peneliti Ingin Mengetahui Pengaruh   Faktor Pemicu  Terhadap Partisipasi  Dalam Forum   Diskusi Untuk Meningkatkan Student Centered E-learning.

    Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa dan mahasiswi Teknik Komputer pada semester dua dan empat. Pengambilan sample dalam usulan penelitian ini adalah dua kelompok eksperimen dibentuk dengan prosedur random, sehingga keduanya dapat dianggap setara. Selanjutnya dua kelompok eksperimen diberikan perlakuan. Setelah perlakuan telah diberikan dalam jangka waktu tertentu, maka setelah itu dilakukan pengukuran variabel terikat pada kedua kelompok tersebut, dan hasilnya dibandingkan.

    2.2. Metode Pengumpulan Data

    Langkah-langkah yang dilakukan utuk memperoleh data dan informasi yang berhubungan dengan penelitian ini adalah:

    Studi Lapangan yaitu dengan teknik-teknik pengumpulan data :

    a.       Wawancara, yaitu penulis bertanya langsung dengan responden untuk mendapatkan data yang akurat dan handal.

    b.       Eksperiment atau percobaan , yaitu  pemberian perlakuan pada kelompok eksperiment sehingga dapat di lakukan analisis untuk setiap kelompok eksperiment.

    c.       Studi Pustaka, yaitu penulis memperoleh data dari sumber-sumber seperti: Buku-buku pelajaran  dan buku-buku lain yang mendukung penelitian, Literatur berupa majalah, surat kabar, artikel, jurnal, buletin, makalah dan sebagainya, Referensi atau rujukan berupa skripsi  atau laporan penelitian terdahulu yang mendukung penelitian ini.

    2.3. Teknik Analisis

    Dalam penelitian ini analisis yang dilakukan adalah dengan melakukan perbandingan terhadap dua kelompok eksperiment sebagai objek dalam penelitian. Teknik Analisis yang di lakukan adalah dengan membagi dua kelompok penelitian yang dibentuk dengan prosedur random, sehingga keduanya dapat dianggap setara. Selanjutnya kelompok eksperimen diberikan perlakuan. Setelah perlakuan telah diberikan dalam jangka waktu tertentu, maka setelah itu dilakukan pengukuran variabel terikat pada kedua kelompok tersebut, dan hasilnya dibandingkan perbedaannya.

    3. HASIL DAN PEMBAHASAN

    3.1. Hasil

    Hasil Penelitian Tentang Pengaruh Faktor Pemicu  Terhadap Partisipasi Mahasiswa  Dalam Forum   Diskusi Untuk Meningkatkan Student Centered e-learning di lakukan melalui Analisis dengan melihat aktivitas yang di lakukan mahasiswa melalui e-learning. Aktivitas yang dilakukan dalam e-learning tersebut berupa forum dan aktivitas online lainnya yang dilakukan melalui media e-learning. Hasil penelitian akan menggambarkan sejauh mana faktor-faktor pemicu yang di berikan dapat mempengaruhi tingkat aktivitas penggunaan e-learning mahasiswa

    3.1.1. Karakteristik responden

    Responden dalam penelitian ini akan di lakukan kepada  dua kelas perkuliahan pada mata kuliah Arsitektur yaitu pada kelas TD3A dan kelas TD31. Jumlah responden  dari dua kelas tersebut adalah 52 orang, dengan komposisi kelas TD3A memiliki jumlah mahasiswa 16 orang dan Kelas TD 31 berjumlah 36 orang. Jenis kelamin responden yang paling banyak adalah laki-laki.

    Dari dua kelas yang digunakan sebagai objek penelitian terdapat 51 mahasiswa laki-laki dan 1 orang mahasiswa perempuan. Namun perbedaan  jumlah responden  ini tidak menjadi masalah karena peneliti tidak membedakan jenis kelamin karena responden dipilih secara acak

    3.1.2. Deskripsi variabel penelitian

    Deskripsi variabel penelitian disini adalah pendeskripsian atau penjelasan dari variable variabel yang ada di dalam penelitian ini. Seperti yang telah di uraikan sebelumnya dalam penelitian ini responden terdiri dari 52 orang mahasiswa Universitas Bina Darma yang merupakan mahasiswa program Studi Teknik Komputer semester 3 yang mengambil mata kuliah Arsitektur Komputer. Responden tersebut akan dibagi menjadi 2 kelas eksperiment yang akan di beri perlakukan berbeda.

    3.1.3. Eksperimnet kelas pertama

    Pada kelas pertama dilakukan eksperiment dengan memberikan pemicu atau pendorong agar mahasiswa dalam kelas pertama ini berkeinginan dan aktif menggunakan e-learning. Pemicu yang diberikan berupa  nilai tambah atau reward yang akan diberikan jika mengerjakan tugas yang ada di dalam e-learning. Rewards merupakan penghargaan yang diberikan dosen untuk meningkatkan motivasi peserta didik sehingga dapat terlibat secara aktif dalam berdiskusi. Motivasi dalam pembelajaran online menjadi sangat penting untuk diperhatikan karena peserta didik dituntut untuk secara aktif dan mandiri melakukan menajemen aktivitas belajarnya (self-regulated learning). Faktor motivasi dapat berasal dari dalam maupun luar diri peserta didik. Agar pengaruh motivasi menjadi optimal, maka tidak cukup hanya mengandalkan motivasi dari dalam. Peserta didik juga perlu mendapatkan motivasi dari luar. Salah satunya adalah pemberian rewards. Rewards yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pemberian bonus nilai bagi mahasiswa yang terlibat aktif dalam diskusi. Bonus nilai iniditambahkan ke dalam prosentase nilai akhir peserta didik. Selain itu untuk meningkatkan Student Centered e-learning environment dalam penyampaian materi perkuliahan pada eksperiment kelas pertama ini, di lakukan dengan penyampaian materi perkuliahaan secara umum, yang artinya dalam menyampaikan materi perkuliahan dosen hanya memberikan garis besar pokok bahasan materi yang akan diberikan melalui media pembelajaran e-learning mahasiswa diberikan materi yang dibuat dengan perangkat lunak presentasi power point. Tipe materi dengan power point ini  dapat digunakan untuk mendorong siswa agar lebih aktif mencari atau membaca referensi.

    3.1.4.  Eksperiment kelas kedua

    Perlakukan berbeda di berikan pada kelas eksperiment yang kedua. Penggunaan e-learning untuk kelas kedua ini tidak begitu di haruskan.  Artinya tidak ada faktor pemicu yang diberikan untuk menambah respon mahasiswa dalam menggunakan dan berperan aktif dalam pembelajaran e-learning. Dosen tidak memberikan reward atau bonus nilai bagi  mahasiswa yang menggunkan e-learning, baik untuk mendownload materi, berdiskusi atau hal-lain yang berhubungan dengan penggunaan e-learning.  Perbedaan perlakuan pada dua kelas eksperiment ini akan memperlihatkan secara jelas keaktifan seorang mahasiswa dalam pembelajaran.

    3.2.  Pembahasan

    3.2.1. Student Centered e-learning Environment (SCeLE)

    E-learning merupakan konsep penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dalam mendukung proses belajar-mengajar. Penggunaannya pun kini sudah meluas, tidak hanya di sektor pendidikan formal, tetap juga telah memasuki wilayah pelatihan sumber daya manusia di perusahaan. Sebagai salah satu institusi pendidikan, Fakultas Ilmu Komputer Universitas Bina Darma telah mengimplementasikan sistem e-learning (LMS) dengan paradigma pembelajaran student-centered, yang dapat membangun  Student Centered E-learning Environment (SCeLE) untuk mendukung perkuliahan regular. LMS dapat didefinisikan sebagai sistem yang mengatur bagaimana proses kegiatan belajar dilakukan dengan berbagai fasilitas yang dapat digunakan baik oleh siswa, pengajar, serta administrator sistem.

    Titik fokus sistem pembelajaran berparadigma student-centered ini terletak pada peserta didik dengan karakteristik sebagai berikut: (1)Adanya pemberian tanggung jawab yang lebih pada mahasiswa untuk melakukan perencanaan dalam belajar. (2)  Peserta didik dituntut untuk dalam proses pembelajaran, dimana pengajar berperan sebagai fasilitator (bukan lagi sebagai ‘expert’ yang dianggap mengetahui segalanya) dalam memandu terjadinya proses pembelajaran. (3)  Interaksi sosial (diskusi) merupakan hal yang sangat penting dalam memperoleh pengetahuan dalam lingkungan pembelajaran student tcentered.

    3.2.2. Peranan Aktivitas  E-learning

    Dalam Pembentukan Knowledge

    Salah satu hal paling jelas yang membedakan kelas e-learning dan kelas regular adalah prosentase tatap muka di kelas. Dalam kelas e-learning prosentase tatap muka tidak harus 100%, namun dapat dikurangi secara proporsional, misalnya 30%:70%, dimana 30% merupakan sesi tatap muka biasa, sedangkan sisanya dilaksanakan secara online, yaitu pembelajaran menggunakan media LMS. Minimnya intensitas pertemuan dengan pengajar, memiliki konsekuensi bahwa aktivitas diskusi dalam pembelajaran online menjadi teramat penting. Peserta didik tidak bisa hanya mengandalkan materi ajar yang ada dalam LMS. Semua peserta didik harus mau secara aktif bertanya, maupun membantu peserta didik lain yang mengalami kesulitan. Lave dan Wenger menekankan pada pentingnya lingkungan, baik fisik dan sosial, dalam proses pembelajaran. Selain itu banyak keuntungan dari pembelajaran secara kolaboratif telah banyak diketahui. Panitz dalam  telah menyampaikan 67 keuntungan yang berbeda – akademik, sosial, dan psikologikal— yang dapat diraih dengan menggunakan kerja kelompok (group work).

    3.2.3. Faktor Pemicu yang digunakan

    Kemampuan setiap siswa tentu tidaklah Sama. Sebagian ada yang baru mengetahui sedikit saja suatu materi tertentu, ada yang belum mengetahui dan ada yang sudah memahami materi tersebut. Untuk mengakomodasi berbagai tipe peserta didik tersebut, perlu diperhatikan penyajian materinya. Sehingga untuk mendukung hal tersebut, pengembangan materi suatu kuliah dapat berupa :

    1.       Materi dalam bentuk file PowerPoint. Tipe materi ini dapat digunakan untuk  mendorong siswa agar lebih aktif mencari atau membaca referensi.

    2.       Materi berbasis multimedia. Materi ini lebii sesuai digunakan bagi siswa yang baru pertama kali mendapatkannya. Untuk lebih memberikan pemahaman kepada siswa ketika mengakses materi ini maka materi disampaikan dalam bentuk PowerPoint dengan ditambahkan narasi. Narasi dapat berupa suara (audio), animasi, grafis, video, ataupun berupa catatan kecil (notes).

    3.       Merupakan materi pengayaan yang berisikan latar belakang pengetahuan tentang suatu materi untuk memberikan tambahan informasi atau pengetahuan kepada siswa yang ingin memperdalam suatu materi.

    Dalam konteks penelitian ini dan sajian materi dalam e-learning Universitas Bina Darma adalah dengan menggunakan materi yang berbentuk power point.   Dalam materi ini ditampilkan secara garis besar pokok pokok bahasan dalam materi belajar. Seorang peserta didik harus aktif dalam pembelajaran dan mencari referensi secara individu untuk mendapatkan pengayaan dalam pembahasan materi.

    Gambar 1. Tampilan Materi Memory System Design.

    Dalam Penelitian ini Faktor pemicu diberikan dosen baik dari dalam maupun dari luar.

    1.       Faktor pemicu dari dalam, yaitu dengan memberikan motivasi dan pemberian reward yang di beritakan atau di postingkan di dalam forum diskusi dalam e-learning mata kuliah tersebut.

    2.       Faktor pemicu dari luar, yaitu dengan memberikan motivasi dan pemberian reward yang diberitakan secara langsung oleh dosen di kelas kepada mahasiswa.

    3.2.4.  Pemberian Reward

    Rewards merupakan penghargaan yang diberikan dosen untuk meningkatkan motivasi peserta didik sehingga dapat terlibat secara aktif dalam berdiskusi. Motivasi dalam pembelajaran online menjadi sangat penting untuk diperhatikan karena peserta didik dituntuk untuk secara aktif dan mandiri melakukan menajemen aktivitas belajarnya (self-regulated learning). Faktor motivasi dapat berasal dari dalam maupun luar diri peserta didik. Agar pengaruh motivasi menjadi optimal, maka tidak cukup hanya mengandalkan motivasi dari dalam. Peserta didik juga perlu mendapatkan motivasi dari luar. Salah satunya adalah pemberian rewards. Rewards yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pemberian bonus nilai bagi mahasiswa yang terlibat aktif dalame-learning. Bonus nilai ini ditambahkan ke dalam prosentase nilai akhir peserta didik. Berikut ini adalah beberapa contoh teks narasi pemberian rewards dalam suatu thread diskusi (Forum).

    Gambar 2.  Posting dalam Forum Diskusi

    Dalam Forum ini dosen memposting isi pesan dalam forum bagi mahasiswa untuk aktif dalam materi pada chapter 6. Berikut tugas dan participant yang mengupload tugas tersebut.

    Gambar 3. Tugas Dalam Forum dan peserta yang mengupload

    Pada Gambar diatas dapat terlihat yang mengupload tugas pada chapter 6 adalah 36 mahasiswa  dalam waktu yang ditentukan.  Bentuk lain dari forum diskusi yang merupakan faktor pemicu yang di upload dalam e-learning dapat dilihat pada gambar berikut ini ;

    Gambar 4. Contoh Forum Nilai Keaktifan

    Dalam forum di atas posting dosen di beri nama Nilai keaktifan, dalam forum ini memberitakan bagi mahasiswa untuk aktif menjawab setiap pertanyaan yang diberikan dalam tugas yang menyertai forum tersebut. Berikut ini tugas dalam forum nilai keaktifan yang diberikan serta participant mengupload tugas tersebut.

    3.2.5. Analisis Kelas Eksperiment

    Dalam melakukan analisis,  Dilakukan uji eksperiment terhadap 2 kelas yaitu pada kelas Teknik Komputer  kelas Sore (TD31) dan Kelas teknik Komputer Siang (TD3B). Pada Kelas TD31 digunakan faktor pemicu bagi mahasiswa untuk dapat aktif dalam menggunakan forum di  Mata Kuliah yang di jadikan sampel adalah mata kuliah Arsitektur Komputer. Sedangkan pada kelas TD3B tidak digunakan faktor pemicu dalam memotivasi mahasiswa untuk  menggunakan e-learning. Faktor pemicu  yang dimaksud adalah ajakan dan pemberitahuan yang diberikan dosen  melalui pertemuan di kelas dan melalui pemberitahuan  lewat e-learning dalam forum di dalam mata kuliah yang di maksud.

    a. Kelas yang Menggunakan Faktor

    Pemicu

    Berdasarkan aktivitas e-learning yang diberikan dalam kelas yang menggunakan faktor pemicu dapat di uraikan beberapa hasil sebagai berikut :

    Pada kelas yang menggunakan faktor pemicu  dapat di lihat aktivitas penggunaan e-learning mahasiswa.

    Gambar 5.  Aktivitas e-learning pada kelas yang menggunakan faktor pemicu

    Data yang diperoleh dari E-learning menunjukkan bahwa mahasiswa yang berada pada kelas yang menggunakan faktor pemicu yaitu kelas TD 31 pada matakuliah Arsitektur Komputer  mempunyai aktivitas yang sangat tinggi dalam berinteraksi dengan e-learning. Hal tersebut dapat di lihat jumlah record aktivitas yang terekam yaitu sebanyak 6448 record terekam. Aktivitas mereka dalam e-learning dapat berupa aktivitas view atau melihat  materi, tugas atau forum yang ada dalam e-learning dan aktivitas upload yaitu aktivitas mengupload tugas yang diberikan atau mengupload komentar dalam forum e-learning.

    Keaktifan mahasiswa yang menggunakn faktor pemicu dalam menggunakan e-learning dapat juga di lihat pada gambar di bawah ini.

    Gambar 6. Mahasiswa yang aktif mengupload tugas e-learning pada kelas yang menggunakan pemicu

    Berdasarkan gambar tersebut dapat di jelaskan bahwa dalam kelas yang menggunakan faktor pemicu terdapat 36 mahasiswa yang mengupload tugas, artinya semua mahasiswa dikelas tersebut aktif mengupload tugas di e-learning.

    Tugas-tugas yang diberikan pada mahasiswa  pada kelas yang menggunakan faktor pemicu akan diberikan grade atau nilai. Bagi mereka yang aktif dan mengupload seluruh tugas yang di minta oleh dosen, maka akan memperoleh grade sesuai dengan hasil pekerjaan yang diuploadnya. Sedangkan bagi mereka yang tidak mengerjakan dan mengupload tugas yang diberikan juga akan diberikan grade  dan feedback bahwa mereka tidak mengupload tugas yang di minta. Hasil akhir dari aktivitas e-learning yang dilakukan akan memberikan nilai akhir bagi mahasiswa sesuai dengan jumlah nilai yang diperoleh  yang akan di rata-ratakan dengan banyaknya tugas yang di upload. Dari nilai tersebut dapat di peroleh nilai tugas yang di lakukan mahasiswa dalam forum e-learning.

    Berikut ini tampilan e-learning nilai tugas yang telah diupload mahasiswa pada kelas TD31 yang menggunakan faktor pemicu dari dosen. Gambar tersebut  adalah tampilan grade atau nilai mahasiswa pada kelas yang menggunakan faktor pemicu (TD31) secara keseluruhan.

    Gambar 7. Grader Report mahasiswa kelas yang menggunakan pemicu

    b. Kelas  yang tidak menggunakan

    Faktor Pemicu

    Berbeda dengan kelas yang menggunakan faktor pemicu (TD31) dimana dosen akan memberikan informasi  tantang reward yang akan mereka peroleh jika mereka melakukan aktivitas e-learning dan mengupload tugas di e-learning,   pada kelas yang tidak menggunakan faktor pemicu (TD3B),  dosen memberikan materi dan tugas mayoritas di didalam kelas. Untuk penggunaan e-learning dosen hanya menyampaikan bahwa materi perkuliahan dapat dilihat dan di unduh melalui e-learning dan tugas-tugas yang mungkin ada dalam forum e-learning tersebut. Dosen sama sekali tidak memberikan informasi nilai dan reward yang akan mereka dapatkan jika menggunakan dan mengerjakan tugas yang ada di dalam e-learning. Di bawah ini dapat dilihat aktivitas e-learning yang dilakukan kelas yang tidak menggunakan fakor pemicu dalam penggunaan e-learning yanh dalam hal ini adalah kelas TD3B.

    Gambar 8. Aktivitas kelas tanpa menggunakan faktor pemicu

    Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa tanpa menggunakan faktor pemicu dari dosen, aktivitas e-learning yang dilakukan mahasiswa di kelas tersebut sangan sedikit sekali.  Hanya terekam 2774 record yang melakukan aktivitas e-learning. Jika di bandingkan dengan aktivitas pada kelas yang menggunakan pemicu  yang terekam 6448 record maka jumlah kelas yang menggunakan pemicu memiliki jumlah 3 kali lipat di banding kelas yang tidak menggunakan faktor pemicu. Bahkan untuk melihat atau mengunduh materi perkuliahan hanya beberapa mahasiswa yang melakukannya.

    Sedangkan untuk tugas yang diberikan dalam forum e-learning, hanya sedikit mahasiswa yang melakukan aktivitas tersebut. Hal tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

    Gambar 9. Jumlah mahasiswa yang mengupload tugas

    Berdasarkan gambar tersebut dapat dilihat bahwa dari 16 orang mahasiswa yang ada dalam kelas tersebut hanya 6 orang yang mengupload tugas yang ada di dalam e-learning. Hal ini membuktikan bahwa tidak banyak mahasiswa di kelas yang tidak menggunakan faktor pemicu mengakses dan beraktivitas menggunakan e-learning.

    Pada kelas yang tidak menggunakan faktor pemicu,  mahasiswa hanya  melakukan sedikit aktivitas e-learning. Untuk satu mahasiswa yang malakukan aktivitas e-learning pada kelas yang tidak menggunakan pemicu dapat terekam 62 record aktivitas sedangkan sebelumnya dikelas yang menggunakan e-learning terdapat 165 record aktivitas yang terekam untuk setiap mahasiswa. Hal ini membuktikan aktivitas yang berbeda untuk dua kelas eksperiment dengan perlakuan yang berbeda. Bahkan pada kelas yang tidak menggunakan faktor pemicu ada mahasiswa yang sama sekali tidak pernah melakukan aktivitas e-learning dalam melaksanakan pembelajaran.

    Berikut ini tampilan e-learning nilai tugas yang telah diupload mahasiswa pada kelas TD3B yang tidak  menggunakan faktor pemicu dari dosen. Gambar tersebut  adalah tampilan grade atau nilai mahasiswa pada kelas yang tidak  menggunakan faktor pemicu (TD3B) secara keseluruhan.

    Gambar 10. Grader Report mahasiswa kelas yang tidak menggunakan pemicu

    Secara lebih ringkas, Fakta-fakta yang diperoleh dari aktivitas e-learning yang telah diuraikan di atas dapat di lihat dalam tabel berikut ini :

    Tabel 1. Indikator Tingkat keberhasilan penggunaan pemicu

    INDIKATOR

    Dengan Faktor Pemicu

    (Pemberian Reward)

    Tanpa Faktor Pemicu

    (Tanpa Pemberian Reward)

    All Activities

    (assignment view, course view, upload, download etc)

    6448 record 2774 record
    Assignment upload 100%

    (seluruh mahasiswa)

    37,5%
    Aktivitas per mahasiswa 165 record 62 record
    Grade report > 85 < 40

    4. SIMPULAN

    Berdasarkan hasil pembahasan dan analisa yang telah dilakukan serta sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian, maka diambil kesimpulan sebagai berikut :

    1.       Perlakuan yang diberikan pada kelas yang diberikan faktor pemicu oleh dosen untuk berperan aktif dalam aktivitas e-learning dapat meningkatkan motivasi mahasiswa dan meningkatkan kemampuan mereka untuk menginisiasi diri dalam proses pembelajaran. Secara umum  Aktivitas e-learning pada kelas yang diberikan factor pemicu baik secara langsung oleh dosen maupun pemicu melalui forum e-learning, di lakukan lebih dari 70% mahasiswa kelas tersebut. Bahkan pada beberapa sesi penggunaan e-learning diikuti oleh 100% mahasiswa yang ada di dalam kelas tersebut.

    2.       Perlakukan yang kedua diberikan pada kelas yang tidak menggunakan factor pemicu oleh dosen baik secara langsung saat tatap muka ataupun pemicu yang diberikan lewat forum di e-learning. Pada kelas ini di dapatkan fakta bahwa hanya  sedikit mahasiswa yang melakukan aktivitas e-learning dalam proses belajar mengajar.  Mahasiswa yang melakukan aktivitas e-learning kurang dari 50 % bahkan ada yang hanya 10 %  pada beberapa sesi penggunaan e-learning dari jumlah mahasiswa di kelas tersebut.

    3.       Fakta dari perlakuan yang berbeda dari dua kelas yang menjadi kelas eksperiment dapat dijelaskan bahwa mahasiswa tidak tertarik bahkan ada yang sama sekali tidak mau untuk melakukan aktivitas di e-learning, baik untuk melihat materi, mengunduh, melakukan aktivitas di forum ataupun mengupload tugas dari dosen. Pemberian factor pemicu atau feedback yang akan mereka terima jika aktif dalam e-learning dalam semua aktivitas di dalamnya  menjadi motivasi mereka  untuk menggunakan e-learning dalam pelaksanaan proses belajar mengajar. Hal ini membuktikan bahwa motivasi mahasiswa dalam menggunakan e-learning sangat kurang sekali terutama mahasiswa dalam kelas yang menjadi sample. Tanpa pemicu dan feedback yang di janjikan mahasiswa tidak termotivasi untuk menggunakan e-learning.

    DAFTAR RUJUKAN

    Meilani,Any., 2008., Aktvitas tutor dan Mahasiswa dalam Tutorial On-line Universitas Terbuka. (Http://www.Docstoc.com/docs/2162008/Potret-Aktivitas-Tutor-dan -mahasiswa-dalam-tutorial-online-/)

    Pitrik.,R.,M., & Derntl.,M., 2008. Student Centered E-learning (SCeL) : Concept and Application in a Student Projection Supporting Learning. University Of Viena.

    Pungtuluran., Aris.2007. Student Centered Learning : The Urgency and Possibilities. Universitas Kristen Petra.

    Wahono,R.,S., 2008.  Meluruskan Salah Kaprah Tentang e-learning. (Http://Romisatriawahono.net/2008/01/23/meluruskan-salah-kaprah-tentang-e-learning/) diakses tanggal  28 Februari 2008

    Http://www.Total.Or.id . diakses tanggal

    5 April 2010

    (http://www.sinarharapan.co.id/ekonomi/mandiri/2002/01/4/man01.html)

    diakses tanggal 29 Februari 2008

    (http://id.wikipedia.org/wiki/pendidikan). Diakses 29 Februari 2008

  • JURNAL

    Posted on April 7th, 2011 vivi sahfitri No comments

    Jurnal LPPM 2011 Click

  • KRAKATAU 1883

    Posted on November 2nd, 2010 vivi sahfitri No comments

    Letusan Krakatau 1883

  • MATERI KULIAH ARTIFICIAL INTELLEGENCE

    Posted on November 2nd, 2010 vivi sahfitri No comments

    Pertemuan 1, klik disini

    Pertemuan 2, Klik disini

    Pertemuan 3, Klik disini

    Pertemuan 4, Klik disini

    Pertemuan 5, Klik disini

    Pertemuan 6, klik disini

    Pertemuan 7, Klik disini

    Pertemuan 8, Klik disini

    Pertemuan 9, Klik disini

    Pertemuan 10, Klik disini

    Pertemuan 11, Klik disini

    Pertemuan 12, Klik disini

    Pertemuan 13, Klik disini

    Pertemuan 14, klik disini

  • SAP ARTIFICIAL INTELLEGENCE

    Posted on November 2nd, 2010 vivi sahfitri No comments

    Silahkan klik disini

  • MATERI KULIAH ARSITEKTUR KOMPUTER

    Posted on November 2nd, 2010 vivi sahfitri No comments

    Pertemuan 1, disini

    Pertemuan 2, disini

    Pertemuan 3, disini

    Pertemuan 4, disini

    Pertemuan 5, disini

    Pertemuan 6, disini

    Pertemuan 7, disini

    Pertemuan 8, disini

    Pertemuan 9, disini

    Pertemuan 10, disini

    Pertemuan 11, disini

    Pertemuan 12, disini

    Pertemuan 13, disini

    Pertemuan 14, disini

    Pertemuan 15, disini

    Pertemuan 16, disini