selamat datang
RSS icon Email icon
  • JURNAL LPPM

    Posted on September 28th, 2011 vivi sahfitri No comments

    Pemanfaatan E-Learning  Dalam Meningkatkan Kemampuan Belajar Mandiri Menggunakan Metode  SDLRS (Self-Directed Learning Readiness Scale)

    Vivi Sahfitri

    Universitas Bina Darma

    Jln. Ahmad Yani No.12, Plaju, Palembang

    email: vsahvitri@yahoo.com

    Abstrak : Konsep belajar mandiri merupakan konsep yang berkembang pada bidang pendidikan orang dewasa, baik pendidikan informal maupun formal. Konsep belajar mandiri seringkali dianggap identik dengan konsep belajar jarak jauh. Pembelajaran elektronik atau lebih Dikenal dengan nama Electronic Learning (e-learning) di bangun dan diimplementasikan dengan konsep yang  sama dengan konsep belajar mandiri tersebut. Penelitian ini mengkombinasikan konsep belajar mandiri dengan pemanfaatan e-learning yang akan di analisis dengan menggunakan metode SDLRS (Self-Directed Learning Readiness Scale). Instrumen dalam SDLRS akan digunakan sebagai  alat diagnostik untuk mengetahui tingkat kesiapan belajar mandiri mahasiswa yang nantinya akan di hubungkan dengan penggunaan e-learning sebagai media pembelajaran. Dari uji F yang dilakukan diperoleh nilai 619,839 yang artinya lebih besar dari f tabel. Uji t yang dilakukan juga menghasilkan angka lebih besar dari   t  tabel  sebesar 2,02. Berdasarkan kedua uji  yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa secara serentak maupun sendiri-sendiri terdapat hubungan anatar variabel SDLRS dengan variabel belajar mandiri.

    Kata Kunci : Self Directed Learning Readiness Scale (SDLRS), Belajar Mandiri, E-Learning

    Abstract : The concept of independent learning is an evolving in the field of adult education, both informal and formal education. The concept of independent learning is considered synonymous with the concept of distance learning. Electronic learning or better known as the e-learning is built with the same concept with the concept of independent learning. This study combines the concept of independent learning with the use of e-learning in the analysis using method SDLRS. Instruments in SDLRS will be used as a diagnostic tool to determine the readiness level of independent learning in students that will be connected with the use of e-learning. Value  F test is 619.839, which means the value obtained is greater than f table. T test  result in greater numbers than t table for 2.02. Based on the two tests can be concluded  there is a relationship between SDLRS variable and independent learning variable..

    Keywords: Self  Directed Learning Readiness Scale (SDLRS), Self-Study, E-Learning


    1. PENDAHULUAN

    Konsep belajar mandiri merupakan konsep yang berkembang pada bidang pendidikan orang dewasa, baik pendidikan informal maupun formal. Selain di bidang pendidikan orang dewasa  atau pada tingkat pendidikan tinggi.  Konsep belajar mandiri seringkali dianggap identik dengan konsep belajar jarak jauh. Pembelajaran elektronik atau lebih Dikenal dengan nama Electronic Learning (e-learning) di bangun dan diimplementasikan dengan konsep yang  sama dengan konsep belajar mandiri tersebut. Menurut Wahono (2008: 2)  e-learning memiliki  definisi yang lebih luas, yaitu “e-learning adalah sistem pendidikan yang menggunakan aplikasi elektronik untuk mendukung belajar mengajar dengan media internet, jaringan komputer, maupun komputer standalone.

    Dengan menerapkan penggunaan e-learning dalam pembelajaran di tingkat pendidikan tinggi akan lebih memberikan kontribusi yang baik untuk membangun kemampuan belajar mandiri bagi peserta didik.  Selain itu, dalam beberapa literature para ahli di bidang pendidikan mengemukakan bahwa Konsep belajar mandiri pada peserta didik akan dapat mengembangkan kemampuan dan keahlian mereka sehingga mereka akan cenderung sukses di dunia kerja karena membawa kebiasaan belajar mandiri tersebut dalam dunia kera terutama dalam pekerjaanya. (Paul, 1990; Candy, 1991).

    Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual,keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan ,ahklak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. (http://id.wikipedia.org/wiki/pendidikan). Dari pengertian tersebut kita dapat mengetahui betapa penting pendidikan itu bagi diri sendiri maupun orang lain. Dari waktu ke waktu timbulah upaya – upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.

    Penggunaan internet untuk menunjang kualitas penndidikan sudah banyak digunakan terutama di negeri lain atau di luar negeri. Pengembangan internet untuk pendidikan sudah sampai pada tingkat advance dimana pengaplikasian internet sudah mencakup semua aspek dasar dan aspek pelengkap dalam pendidikan. Internet menjadi semacam pendukung dan tolak ukur kemajuan teknologi pendidikan yang mereka kembangkan. Berbagai bukti menunjukkan bahwa negara yang mampu mengembangkan dan mengaplikasikan internet semaksimal  mungkin bagi dunia pendidikannya maka kualitas pendidikan negara tersebut akan semakin meningkat sejalan dengan semakin majunya pengaplikasian dan pandangan terhadap internet tersebut.  Salah satu aplikasi yang harus menggunakan teknologi jaringan terutama internet ini adalah penggunaan e-learning dalam proses belajar mengajar khususnya pada tingkat pendidikan tinggi.  Penggunaan e-learning dapat memfasilitasi interaksi antara dosen dan mahasiswa. Weller (2002) menyatakan bahwa interaksi antara dosen dan mahasiswa dalam pembelajaran online memungkinkan dosen untuk menyesuaikan materi pelajaran dan memberikan dorongan kepada mahasiswa selama pembelajaran berlangsung. Hal ini dapat dilakukan karena dalam pembelajaran online dosen dapat menerapkan pendekatan konstruktivistik, belajar berdasarkan aneka sumber, belajar kolaborasi, belajar bedasarkan masalah, belajar berdasarkan kasus, dan belajar secara kontekstual.

    Konsep Belajar mandiri dan pemanfaatan e-learning adalah  dua hal yang memiliki beberpa kesamaan. Seperti yang diuraikan sebelumnya bahwa belajar mandiri adalah belajar mandiri adalah suatu proses dimana seseorang mengambil inisiatif, baik dengan atau tanpa bantuan orang lain, dalam melakukan diagnosa kebutuhan-kebutuhan belajar mereka, merumuskan tujuan-tujuan belajar, mengidentifikasi sumber-sumber belajar, memilih dan melaksanakan strategi belajar yang sesuai, dan mengevaluasi hasil belajar mereka sendiri. Sedangkan e-learning adalah pembelajaran elektronik yang dapat di lakukan dalam jarak jauh dengan berbagai fasilitas yang dapat digunakan untuk melakukan proses belajar mandiri. Dengan menggunakan e-leraning interaksi antara dosen dan mahasiswa  masih tetap dapat dilakukan secara rutin walaupun tanpa tatap muka dikelas.

    Instrumen penelitian Self-Directed Learning Readiness Scale (SDLRS) dikembangkan oleh Guglielmino pada tahun 1978 melalui disertasinya yang berjudul “Development of the self-directed learning readiness scale“. (Guglielmino,1978) Instrumen SDLRS dikembangkan melalui tiga-putaran survei Delphi yang terdiri dari 14 orang yang dianggap ahli di bidang belajar mandiri. Para ahli tersebut adalah Herbert A. Alf, B. Frank Brown, Edward G. Buffie, Arthur W. Chickering, Patricia M. Coolican, Gerald T. Gleason, Winslow R. Hatch, Cyril O. Houle, Malcolm S. Knowles, Wilbert J. McKeachie, Barry R. Morstain, Mary M. Thompson, Allen M. Tough dan Morris Weitman (Candy, 1991). Instrumen tersebut kemudian diuji coba. Dari hasil uji coba dilakukan analisis variabel dan pada akhirnya diperoleh delapan variable , yaitu: openness to learning opportunities, self-concept as an effective learner, initiative and independence in learning, informed acceptance of responsibility for one’s own learning, love of learning, creativity, future orientation, and ability to use basic study and problem -solving skills. Sampai saat ini SDLRS tetap diminati untuk digunakan sebagai instrumen penelitian oleh para peneliti yang berminat pada penelitian belajar mandiri.

    Konsep belajar mandiri merupakan konsep yang berkembang pada bidang pendidikan orang dewasa, baik pendidikan informal maupun formal. Selain di bidang pendidikan orang dewasa, konsep “belajar mandiri” atau self-directed learning berkembang pesat pada bidang pendidikan jarak jauh. (Paul, 1990; Candy, 1991). Untuk menerapkan belajar mandiri secara maksimal, diperlukan kemampuan dalam mengimplementasikannya.  Kemampuan atau ability adalah atribut-atribut yang mempengaruhi kinerja seseorang. Dalam konteks mahasiswa kemampuan atau ability mahasiswa dalam proses pembelajaran adalah  sejauh mana mahasiswa tersebut dapat mengerti dan  memahami materi ajar yang disampaikan oleh dosen.  Banyak hal yang dapat di jadikan tolak ukur dalam melihat kemampuan mahasiswa dalam memahami materi ajar.Faktor kemampuan mahasiswa dalam memahami materi ajar di bagi menjadi 3 aspek pokok  yang di kemukakan oleh  Blooms yaitu kemampuan pemahaman  kognitif yaitu  menekankan pada aspek intelektual dan memiliki jenjang dari yang rendah sampai yang tinggi. Pemahaman secara kognitif ini meliputi pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi. Aspek kemampuan pemahaman yang kedua adalah afektif yaitu sikap, perasaan emosi dan karakteristik moral yang diperlukan untuk kehidupan di masyarakat. Pemahaman secara afektif ini meliputi  (1) Penerimaan / Receiving (2) Sambutan / Response (3) Menilai / valuing (4) Organisasi  (5) Karakterisasi dengan suatu kompleks nilai. Dimensi ketiga dari aspek pemahaman ini adalah pemahaman secara psikomotorik yaitu  pemahaman yang menekankan pada gerakan-gerakan jasmaniah dan kontrol fisik. Kecakapan-kecakapan fisik ini dapat berupa pola-pola gerakan  atau keterampilan fisik, baik keterampilan fisik halus maupun kasar.( Cepi Riyana, 2007)

    2. METODE PENELITIAN

    Penelitian akan di bagi menjadi 2 bagian. Yang pertama adalah pemanfaatan e-learning  untuk melihat kemampuan belajar mandiri mahasiswa. Eksperiment yang dilakukan untuk mengetahui hal tersebut adalah dengan memberikan tugas individu kepada mahasiswa melalui e-learning pada pokook bahasan atau materi yang belum di ajarkan. Sehingga dapat diketahui sejauh mana kemampuan belajar mandiri mereka untuk mencari materi tersebut agar dapat memenuhi tugas yang di minta.

    Yang kedua adalah melihat atau mengetahui variabel-variabel dominan yang mempengaruhi belajar mandiri mahasiswa melalui metode SDLRS (Self-Directed Learning Readiness Scale). Instrumen penelitian yang digunakan untuk mengetahui hal tersebut adalah dalam bentuk Kuisioner atau angket penelitian dengan menggunakan skala Likert. Pada skala Likert yang didesain untuk mengetahui tingkat dimana individu melihat dirinya sendiri memiliki kemampuan dan sikap yang diasosiasikan dengan belajar mandiri.

    Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa dan mahasiswi Teknik Komputer pada semester dua. Untuk sampel mahasiswa akan ditentukan dengan teknik purposive sampling yaitu teknik penentuan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu. Sedangkan untuk melihat pemnfaatan e-learning terhadap kemampuan belajar mandiri, akan di lakukan eksperiment pada kelas tertentu untuk diberi perlakuan khusus dalam penggunaan e-learning. Menurut Pendapat Champion dan AA.K. Baila menyatakan bahwa sampel cukup valid untuk di analisis secara statistic sedikitnya diperlukan  30 sampai 100 responden (Manase malo, 1985). Maka berdasarkan pendapat ini, sampel yang di ambil dalam penelitian ini adalah berjumlah  40 mahasiswa .

    Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara (metode) kuisioner yang digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel-variabel dalam  penelitian. Kuisioner adalah suatu daftar yang berisi  sejumlah pertanyaan yang diberikan kepada subyek penelitian dengan maksud agar dari jawaban yang diberikan subyek, maka kondisi subyek yang akan diteliti dapat terungkap. Metode kuisioner ialah suatu metode pengumpulan data yang menggunakan kuisioner sebagai alatnya.

    Metode kuisioner adalah salah satu metode pengumpulan data yang sering dipergunakan. Pada kuisioner diberikan petunjuk-petunjuk agar pelaksanaan pengisian kuisioner berjalan dengan baik sesuai dengan yang di harapkan. Pertanyaan  dalam kuisioner di usahakan sesedikit mungkin, hal ini desebabkan tingkat keberagaman sampel dalam penilitian yang memiliki kemampuan dan pemahaman yang berbeda. Selain itu sebagai pertimbangan, pertanyaan yang dimuat dalam kuisioner di usahakan sesedikit mungkin agar waktu yang digunakan untuk mengisi kuisioner tidak terlalu lama yang bisa mengakibatkan responden tersebut tidak berkeinginan menjawab kuisioner dan atau menjawab kuisioner secara sembarang.

    Pertanyaan – pertanyaan dalam kuisioner biasanya dikelompokkan berdasarkan variabel variabel penelitian yang kemudian di pecah menjadi Dimensi dan faktor. Kemudian kuisioner di uji dengan realibilitas menggunakan cronbach alpha untuk menunjukan sejauh mana suatu alat dapat dipercaya  untuk mengukur suatu objek, koefisien alpha yang semakin mendekati 1 berarti pertanyaan dalam kuisioner semakin reliable. Sebuah faktor dinyatakan reliabel jika koefisien alpha lebih besar dari 0,6 (Malhotra 2002). Indikator variabel dinyatakan reliabel jika nilai signifikansi alpha lebih kecil dari 0,05.

    Metode yang digunakan untuk menganalisis data primer yang bersifat kuantitatif yang berasal dari responden adalah metode perhitungan statistik. Berdasarkan hasil perhitungan statistik tesebut akan dapat diketahui  variabel-variabel yang mempengaruhi  belajar mandiri berdasarkan metode SDLRS (Self-Directed Learning Readiness Scale). Dari pengukuran variabel-variabel tersebut akan dapat diperoleh bukti secara empiris variabel  dominan  dalam membangun belajar mandiri. Pengujian  statistik yang dilakukan adalah uji validitas dan uji reliabilitas. Uji validitas ditujukan untuk menguji sejauh mana alat ukur dalam hal ini dapat mengukur apa yang hendak di ukur. Jika peneliti menggunakan kuisioner dalam pengumpulan data , kuisioner yang disusun harus mengukur apa yang ingin di ukur. Setelah kuisioner tersebut disusun, dalam praktek belum tentu data  yang terkumpul adalah data yang valid.

    Uji reliability adalah uji yang menyangkut ketepatan (acuraccy) alat ukur (daftar pertanyaan kuisioner ). Ketepatan ini dapat di nilai dengan analisa statistik untuk mengetahui measurement error alat ukur, dan jika alat ukur telah di nyatakan valid, selanjutnya reliabilitas alat ukur tersebut di uji. Makin kecil kesalahan pengukuran , makin reliable alat pengukur dan sebaliknya, makin besar kesalahan pengukuran makin tidak realible alat pengukur tersebut. Besar kecil kesalahan pengukuran  dapat diketahui antara lain dari nilai korelasi antara hasil pengukuran pertama dan kedua. Apabila nilai korelasi (r) di kuadratkan maka hasilnya disebut koefisien determinasi (coefficient of determinasi) yang merupakan petunjuk besar kecil hasil pengukuran yang sebenarnya, makin tinggi angka korelasi maka makin besar nilai koefisien determinasi dan makin rendah kesalahan pengukuran. Selanjutnya  untuk melihat tinggi rendahnya korelasi di gunakan Pearson Product Moment (PPM) (Ridwan 2005:138)

    3. HASIL DAN PEMBAHASAN

    3.1. HASIL

    Hasil Penelitian Tentang pemanfaatan e-learning dalam meningkatkan kemampuan belajar mandiri mahasiswa dan melihat variable-variabel dominan yang ada dalam metode SDLRS (Self-Directed Learning Readiness Scale) yang dikembangkan sebagai instrumen belajar  mandiri. Analisis yang di lakukan dalam penelitian ini di lakukan dengan melihat aktivitas yang di lakukan mahasiswa melalui e-learning. Aktivitas yang dilakukan dalam e-learning tersebut berupa materi perkuliahan yang secara mandiri harus mereka cari dan upload ke dalam e-learning. Selain itu akan di lakukan analisis statistik terhadap variable – variable dominan yang mempengaruhi belajar mandiri dengan menggunakan variable-variabel yang ada di dalam metode SDLRS.

    3.1.1 Karakteristik Responden

    Jumlah responden  dari dua kelas tersebut adalah 40 orang.  Kelas perkuliahan di gunakan untuk melihat aktivitas e-learning mahasiswa  dalam mengupload materi  yang harus mereka cari dan jelaskan. Sedangkan untuk melihat variabel-variabel dominan yang dapat mempengaruhi pembelajaran mandiri dengan metode SDLRS akan di lakukan melalui penyebaran kuisioner terhadap 40 responden tersebut.

    Tabel 1 Tabel Distribusi Jenis Kelamin

    Sumber : Data Primer yang diolah dengan komputer (program SPSS ver15)

    3.1.2.  Aktivitas E-learning .

    Untuk melihat aktivitas e-learning dalam menentukan keaktifan belajar mandiri  akan di lakukan  tindakan atau action di kelas objek penelitian. Dari aktivitas e-learning tersebut akan dapat di lihat aktivitas belajar mandiri mahasiswa dalam memberikan materi yang di minta dan menguploadnya tepat waktu sesuai dengan aturan yang diberikan.

    3.1.3. Pengukuran SDLRS

    Untuk mengetahui variabel-variabel yang mempengaruhi kegatan belajar mandiri mahasiswa, akan di lakukan pengukuran dengan menggunakan metode SDLRS. Metode SDLRS akan memuat variabel-variabel yang dapat digunakan untuk mengukur kemampuan  belajar mandiri mahasiswa yang di bagi menjadi  beberapa item pertanyaan.  Untuk mengetahui pengaruh variabel tersebut dalam  membentuk kemampuan belajar mandiri mahasiswa  akan di berikan kuisioner kepada responden yang sama dalam ektivitas e-learning dengan tujuan  untuk mengetahui variabel mana yang mempengaruhi kemampuan belajar mandiri mereka yang dilakukan lewat aktivitas e-learning. Data primer yang diperoleh dari jawaban kusisioner yang di berikan oleh responden akan di olah secara statistik untuk dapat melihat  variabel   yang paling mempengaruhi pembentukan belajar mandiri yang mereka lakukan di e-learning dan  pengaruh variabel-variabel lain yang ada dalam metode SDLRS.

    3.2. PEMBAHASAN

    3.2.1. Aktivitas E-learning

    E-Learning merupakan konsep penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dalam mendukung proses belajar-mengajar. Penggunaannya pun kini sudah meluas, tidak hanya di sektor pendidikan formal, tetap juga telah memasuki wilayah pelatihan sumber daya manusia di perusahaan. E-learning merupakan aplikasi yang dapat membantu dalam proses pembelajaran. Selain itu dengan adanya e-learning dapat membantu meningkatkan kemampuan belajar mandiri mahasiswa.  Gambar  berikut ini merupakan halaman utama dari aplikasi e-learning yang di miliki oleh Universitas Bina Darma yang dapat digunakan dosen dan mahasiswa dalam melakukan interaksi dalam proses belajar mengajar.

    Gambar 1. Tampilan e-learning

    Titik fokus sistem pembelajaran e-learning  adalah peningkatan kemampuan belajar mandiri yang bisa di lakukan mahasiswa melalui fasilitas tersebut.  Aktivitas e-learning yang di lakukan mahasiswa  di harapkan dapat membantu membentuk karakter belajar mandiri yang memiliki karakteristik sebagai berikut : (1) Adanya pemberian tanggung jawab yang lebih pada mahasiswa untuk melakukan perencanaan dalam belajar,  (2)  Peserta didik dituntut untuk dalam proses pembelajaran, dimana pengajar berperan sebagai fasilitator (bukan lagi sebagai ‘expert’ yang dianggap mengetahui segalanya) dalam memandu terjadinya proses pembelajaran. (3)  Interaksi sosial (diskusi) merupakan hal yang sangat penting dalam memperoleh pengetahuan dalam lingkungan pembelajaran.  Ketiga hal tersebut merupakan ciri atau karakteristik dalam pembelajaran e-learning. Kemandirian dalam belajar  dari mulai perencanaan sampai dengan pelaksanaan  akan membentuk kemampuan mahasiswa dalam pemahaman materi secara mandiri.

    Untuk melihat aktivitas e-learning yang dilakukan mahasiswa dalam belajar mandiri,  kegiatan yang dilakukan adalah dengan memberikan pokok bahasan materi  untuk 2 kali pertemuan yang nantinya harus diupload mahasiswa dari dua  kelas eksperiment.

    Pada pertemuan pertama  mahasiswa mengupload  materi yang pokok bahasannya di berikan oleh dosen. Secara umum mahasiswa akan diberikan pokok bahasan dan sub-sub pokok  bahasan yang materinya harus mereka upload lewat e-leraning.  Gambar di bawah ini aktivitas e-learning pada tahap pertama  bagi mahasiswa dalam mengupload materi perkuliahan.

    3.2.2. Peranan SDLRS (Self-Directed Learning Readiness Scale) dalam Belajar Mandiri

    Self Directed Learning Readiness Scale (SDLRS) adalah salah satu metode yang dapat digunakan sebagai instrument dalam melakukan penelitian tentang belajar mandiri. Melalui variable-variabel yang terdapat dalam metode SDLRS dapat di ketahui varaibel dominan yang dapat mempengaruhi pembelajaran mandiri. Variabel  dalam metode SDLRS terbagi menjadi 8 variabel  yaitu openness to learning opportunities, self-concept as an effective learner, initiative and independence in learning, informed acceptance of responsibility for one’s own learning, love of learning, creativity, future orientation, and ability to use basic study and problem -solving skills. Ke delapan variable  tersebut akan digunakan untuk mengetahui variable mana yang memiliki pengaruh tersebut dalam proses belajar mandiri.

    3.2.3.  Uji Realibilitas

    Koefisien alpha atau cronbach apha yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengukur tingkat reliabilitas  dan konsistensi internal diantara butir butir pertanyaan  dalam suatu instrumen. Item pengukuran dikatakan reliabel jika memiliki nilai koefisien alpha lebih besar dari 0,6 (> 0,6).(Malhotra,2002). Nilai reliabilitas konsistensi internal  masing masing variabel ditunjukkan pada tabel dibawah ini..

    Tabel 2. Rekapitulasi Uji Reliabilitas

    Variabel

    Cronbach alpha

    Keterangan

    Variable Metode SDLRS

    .990

    reliable

    Belajar Mandiri

    .998

    reliable

    Berdasarkan  tabel diatas,  koefisien alpha untuk Variable Faktor SDLRS dan Variabel Belajar Mandiri dapat dinyatakan reliabel, karena lebih besar dari 0,6.  Dengan demikian item pengukuran  pada masing-masing variable dinyatakan reliable dan selanjutnya dapat digunakan dalam penelitian.

    3.2.4. Uji Validitas

    Secara manual validitas alat ukur diketahui dengan cara mengkorelasikan skor masing-masing item. Validitas atau correlation di nyatakan valid apabila mempunyai nilai corelation r hitung lebih besar dari r standar. Skor r dilihat dari r table yang ada pada tabel statistik. Nilai r akan bergantung pada jumlah responden yang ada. Dalam penelitian ini jumlah responden adalah 40 responden, sehingga  tingkat korelasi nilai r pada interval kepercayaan 5 % harus lebih besar dari 0,312.  Jika r korelasi di atas 0,312. maka alat ukur bisa dinyatakan valid dan sebaliknya jika di bawah 0,312.berarti alat ukur dinyatakan tidak valid. Dari uji realibilitas yang di lakukan maka dapat disimpulkan nilai corrected item total correlation untuk variable SDLRS dan variable Belajar Mandiri > 0,312 berarti semua kuisioner dinyatakan valid.

    3.2.5. Analisis Regresi Linier Berganda

    Analisis regresi yang di lakukan untuk melihat pengaruh faktor –faktor yang ada dalam SDLRS terhadap kemampuan belajar mandiri yang dilakukan oleh mahasiswa.  Hasil pengolahan data primer yang diperoleh memperlihatkan hasil  sebagai berikut :

    Tabel 3. Uji autokeralasi pada Regresi

    Dari hasil model summary di atas, dapat diperoleh nilai durbin watson sebesar 1,547 dimana nilai durbin watson di antar -2 samapi +2, maka dapat disimpulkan tidak terjadi autokorelasi. Dari tabel di atas dapat pula dijelaskan  besarnya multiple R atau korelasi R, koefisien determinasi (R2),koefisien determinasi yang disesuaikan (adjusted  R2) dan standar error.  Koefisien korelasi sebesar  0,996 menunjukkan pengaruh yang cukup kuat  antara variable-variabel terdapat dalam metode SDLR terhadap variabel Belajar Mandiri. Koefisien determinasi  (R2) sebesar 0,993 memberi makna bahwa 99,3 %  yang berarti variable – variabel  metode SDLRS dapat mempengaruhi Variabel belajar mandiri sedangkan sisanya 27,2 % dijelaskan oleh faktor lain antara lain sebagai contoh adalah motivasi, lingkungan dan kemampuan yang tidak di teliti didalam penelitian ini.

    Dari tabel diatas nilai F hitung sebesar 619,839.  Nilai F tabel dilihat pada α 0,05 atau tingkat kepercayaan 5 % adalah lebih kecil dari F hitung yaitu berada pada nilai 2,29 – 2,33. Maka dapat disimpulkan bahwa variabel  SDLRS  dapat berpengaruh secara signifikan  terhadap variable belajar mandiri. Untuk menguji  signifikan konstanta dari setiap  variabel,  dapat dilihat dari koefisien regresi  yang disajikan pada tabel berikut:

    Tabel 4. Koefisien Regresi

    Berdasarkan hasil analisis regresi diatas maka dapat di buat suatu model persamaan linier berganda dalam bentuk :

    Y = 0,157 +(0,342X1)  + (0,310X2) + (0,042X3) + (0,085X4) + (0,269X5) + (0,257X6) + (0,951X7)

    Dari  persamaan regresi di atas diketahui besarnya pengaruh perubahan yang terjadi antara variable-variabek dalan SDLRS terhadap Variabel Prestasi Belajar.  Sedangkan nilai konstantas sebesar 0,157  menjelaskan bahwa jika variabel  SDLRS yaitu variabel keterbukaan, variabel konsep diri, variabel inisiatif, variabel tanggung jawab, variabel kecintaan belajar, variabel kreativitas dan vaiabel kemampuan tetap atau tidak mengalami perubahan maka variabel Prestasi belajar sebesar nilai konstantanya yaitu 0,157.

    3.2.6. Pembuktian Hipotesis

    Pembuktian Hipótesis menggunakan 2 (dua) uji, yaitu : Uji t (Parsial) untuk melihat pengaruh  parsial dari masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat, dan Uji F (Simultan)  untuk melihat pengaruh simultan dari kedua variabel bebas terhadap variabel terikat.

    1. Uji F (Simultan)

    Uji F – hitung (Fh) atau (p<0,05) ini bertujuan untuk menguji apakah  variabel keterbukaan, konsep diri, inisiatif, tanggung jawab, kecintaan belajar, kreativitas dan kemampuan  memiliki pengaruh yang signifikan secara bersama-sama  terhadap variabel belajar mandiri. Untuk menguji kebenaran hipotesis tersebut  dilakukan uji F yaitu dengan membandingkan  F hitung  dengan F tabel. Jika F hitung > F tabel  maka persamaan regresi dan koefisien korelasinya  signifikan sehingga  H0 ditolak dan Ha diterima. Atau dapat pula di lihat dari level of significant alpha (α) = 0,05. Jika nilai signifikansi > 0,05 maka H0 ditolak dan Ha diterima.

    Hipotesis

    1. H0 :  F hitung  < F tabel , maka H0 diterima  H1 ditolak. Berarti tidak ada pengaruh  yang signifikan antara variabel keterbukaan , variabel konsep diri, variabel inisiatif, variabel tanggung jawab, variabel kecintaan belajar, variabel kreativitas dan variabel kemampuan terhadap variabel belajar mandiri   yang dilakukan secara bersama-sama.
    2. H1 :  F hitung > F tabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima. Berarti ada pengaruh yang signifikan antara variabel keterbukaan, variabel konsep diri, variabel inisiatif, varaibel tanggung jawab, variabel kecintaan belajar, variabel kreativitas dan variabel kemampuan terhadap variabel belajar mandiri. yang dilakukan secara bersama-sama.

    Dari analisis data di atas dapat diperoleh hasil analisa sebagai berikut : dengan mengambil taraf signifikan sebesar  0,000 (p<0,05) maka H0 ditolak dan H1 diterima. Pada  hasil analisis varian dapat di lihat bahwa F hitung dari hasil analisis data primer adalah  619,839.  yang artinya lebih besar dari nilai F tabel  yang berada pada nilai 2,29 – 2,33. Berdasarkan analisis tersebut dapat disimpulkan untuk Uji F  pada penelitian ini  diperoleh hasil H0 di tolak dan H1 diterima yang artinya  ada pengaruh yang signifikan antara variabel keterbukaan, varaibel konsep diri, variabel inisiatif, variabel tanggung jawab, variabel kecintaan belajar, variabel kreativitas dan variabel kemampuan terhadap variabel belajar mandiri yang dilakukan secara bersama-sama.

    1. Uji t (Parsial)

    a. Dari analisis data yang sudah dilakukan maka dapat di buktikan hipotesis yang ada bahwa dilihat dari,  t hitung untuk variabel keterbukaan (X1) adalah 4,220  > t tabel   sebesar 2,02 dan tingkat signifikan 0,000 (p<0,05)  maka H0 di tolak dan H1 diterima, artinya  ada pengaruh yang signifikan antara variabel keterbukaan terhadap variabel belajar mandiri.

    b. Dari analisis data yang sudah dilakukan maka dapat di buktikan hipotesis yang ada bahwa dilihat dari,  t hitung untuk variabel  konsep diri (X2)  adalah 3,263  > t  tabel sebesar 2,02  dan tingkat signifikan 0,003 (p< 0,05)  maka H0 di tolak  dan H1 diterima , artinya  ada pengaruh yang signifikan antara variabel konsep diri terhadap variabel belajar madiri.

    c. Dari analisis data yang sudah dilakukan maka dapat di buktikan hipotesis yang ada bahwa dilihat dari  t hitung untuk variabel inisiatif (X3) adalah 0,823  < t tabel   sebesar 2,02 dan tingkat signifikan 0,416  (p>0,05)  maka H0 di terima dan H1 ditolak , artinya  tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel inisiatif terhadap variabel belajar mandiri.

    d. Dari analisis data yang sudah dilakukan maka dapat di buktikan hipotesis yang ada bahwa dilihat dari tabel  4.10 ,  t hitung untuk variabel tanggung jawab (X4)  adalah 1,476   < t  tabel sebesar 2,02  dan tingkat signifikan 0,150 (p< 0,05)  maka H0 di terima   dan H1 ditolak  , artinya tidak   ada pengaruh yang signifikan antara variabel tanggung jawab terhadap variabel belajar madiri

    e. Dari analisis data yang sudah dilakukan maka dapat di buktikan hipotesis yang ada bahwa dilihat dari  t hitung untuk variabel kecintaan belajar (X5) adalah 3,436  > t tabel   sebesar 2,02 dan tingkat signifikan 0,002 (p<0,05) maka H0 di tolak dan H1 diterima, artinya  ada pengaruh yang signifikan antara variabel  kecintaan belajar terhadap variabel belajar mandiri.

    f. Dari analisis data yang sudah dilakukan maka dapat di buktikan hipotesis yang ada bahwa dilihat, t hitung untuk variabel kreativitas (X6)  adalah 2,172  > t  tabel sebesar 2,02  dan tingkat signifikan 0,037 (p< 0,05)  maka H0 di tolak  dan H1 diterima , artinya  ada pengaruh yang signifikan antara variabel kreativitas terhadap variabel belajar madiri

    g. Dari analisis data yang sudah dilakukan maka dapat di buktikan hipotesis yang ada bahwa dilihat dari  t hitung untuk variabel kemampuan   (X7) adalah 9,711  > t tabel   sebesar 2,02 dan tingkat signifikan 0,000 (p<0,05)  maka H0 di tolak dan H1 diterima, artinya  ada pengaruh yang signifikan antara variabel kemampuan terhadap variabel belajar mandiri.

    4. SIMPULAN

    Berdasarkan hasil pembahasan dan analisis yang telah dilakukan serta sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian, maka diambil kesimpulan bahwa Jumlah aktivitas belajar mandiri yang dilakukan oleh dua kelas tersebut melalui fasilitas e-learning sudah cukup baik.  Hasil analisis varian menunjukkan bahwa F hitung dari hasil analisis data primer adalah  619,839.  yang artinya lebih besar dari nilai F tabel  yang berada pada nilai 2,29 – 2,33. Berdasarkan analisis tersebut dapat disimpulkan untuk Uji F  pada penelitian ini  diperoleh hasil H0 di tolak dan H1 diterima yang artinya  ada pengaruh yang signifikan antara variabel keterbukaan, variabel  konsep diri, variabel inisiatif, variabel tanggung jawab, variabel kecintaan belajar, variabel kreativitas dan variabel kemampuan terhadap variabel belajar mandiri yang dilakukan secara bersama-sama. Secara parsial juga terdapat pengaruh yang signifikan dan positif antara variable  Keterbukaan (X1), Variabel Konsep diri (X2), Variabel Kecintaan belajar (X5), variabel Kreativitas (X6) dan Variabel Kemampuan (X7) terhadap Peranan variable belajar mandiri (Y). Namun Secara parsial  pada variabel  Inisiatif (X3) dan variabel Tanggung Jawab (X4) tidak terdapat pengaruh secara signifikan  terhadap variabel belajar mandiri (Y).

    Hasil pengujian statistik menunjukkan besarnya R2 = 0,993 atau 99,3%. Hal ini juga menggambarkan bahwa 99,3 % variasi perubahan belajar mandiri  dapat  dijelaskan oleh variasi variabel keterbukaan, variabel  konsep diri,  variabel inisiatif, variabel tanggung jawab, variabel kecintaan belajar, variabe kreativitas dan variabel kemampuan sedangkan sisanya 0,7 % dijelaskan oleh variabel lainnya diluar penelitian ini. Sedangkan Koefisien korelasi berganda (R)=  0,996 menunjukan adanya hubungan secara bersama-sama antara satu variabel belajar mandiri terhadap variabel keterbukaan, variabel konsep diri, variabel inisiatif, variabel tanggung jawab, variabel kecintaan belajar, variabel kreativitas dan variabel kemampuan.

    DAFTAR RUJUKAN

    Candy, P. C. (1991). Self-direction for lifelong learning: A comprehensive guide to theory and practice. San Francisco: Jossey-Bass Publishers.

    Cepi Riyana,  2007., Komponen-komponen pembelajaran.,http://kurtek.upi.edu/kurpem/3-komponen.htm diakses tangal 20 Juni 2008

    Guglielmino, L. M. (1978). Development of the self-directed learning readiness scale (Doctoral dissertation University of Georgia, 1977). Dissertation Abstracts International, 38, 6467-A. (http://www.guglielmino734.com/)

    Malhotra , Naresh. K.MArkeing Research. An Applied Orientation. New Jersey : Prentice Hall, 2002.

    Manase, M. 1985. Metode Penelitian Sosial. Karunika Jakarta. Universitas Terbuka.

    Paul, R. (1990). Towards a new measurre of success: Developing independent learners. Open Learning, 5 (1), 31-38.

    Ridwan, 2005. Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru Karyawan dan Peneliti  Muda. Alfabeta Bandung.

    Wahono,R.,S., 2008.  Meluruskan Salah Kaprah Tentang e-Learning. (Http://Romisatriawahono.net/2008/01/23/meluruskan-salah-kaprah-tentang-e-learning/) diakses tanggal  28 Februari 2008

    Weller, M. (2002). Delivering learning on the net. The why, what, & how of online education. London: UK: Kogan Page.

    (http://id.wikipedia.org/wiki/pendidikan). Diakses 29 Februari 2008


  • Jurnal Gender

    Posted on September 27th, 2011 vivi sahfitri No comments

    ANALISIS SITUASI DAN KONDISI PEREMPUAN DALAM PERSPEKTIF GENDER DI KOTA PALEMBANG

    Vivi Sahfitri

    Universitas Bina Darma

    Jln. Ahmad Yani No.12, Plaju, Palembang

    email: vsahvitri@yahoo.com

    Abstrak : Penelitian menganalisis tentang situasi dan kondisi perempuan dalam perspektif gender di Kota Palembang. Penelitian ini bersifat deskriptif analisis dengan menggunakan data skunder yang diperoleh dari dokumen Kota Palembang dan dianalisis secara deskriptif dengan perspektif gender. Hasil pengolahan data disajikan sebagai informasi tentang situasi dan kondisi perempuan di Kota Palembang. Berdasarkan analisis data terpilah, di ketahui dari aspek kependudukan, penduduk perempuan di Kota Palembang  yang berada pada usia produktif yaitu 15-44 tahun pada tahun 2009 berjumlah 27% lebih banyak dari jumlah penduduk laki-laki di usia sebesar 26% yang merupakan potensi pembangunan. Selain itu sebagai indikator untuk melakukan analisis adalah indikator pendidikan, kesehatan, Ekonomi dan ketenagakerjaan, Politik, dapat disimpulkan bahwa akses dan kontrol perempuan di kota Palembang sudah cukup baik dalam bidang pendidikan, kesehatan dan ekonomi dan ketenaga kerjaan. Namun di bidang Politik di dominasi laki-laki terutama dalam kepemimpinan dan pengambilan keputusan.

    Kata kunci : Situasi Kondisi, Perempuan, Gender

    Abstract: The study analyzed situation and condition of women in a gender perspective in Palembang city. This research is descriptive analysis using secondary data obtained from the documents of Palembang and analyzed descriptively with a gender perspective. The result of data processing is presented as information about the situation and condition of women. Based on the analysis of disaggregated data, to know of the aspects of population, women in Palembang city located in the productive age of 15-44 years in 2009 amounted to 27% more than the male population in age by 26% which is a development potential. In addition as an indicator for the analysis of education, health, economy and employment, politics, it can be concluded that the access and control women in Palembang city is good in education, health and economy and employment. But in the field of Politics in male dominance, especially in leadership and decision making.

    Keywords: situation and condition, women, gender.

    Simak

    Baca secara fonetik


    1. PENDAHULUAN

    Salah satu dari lima sasaran pokok dalam rencana pembangunan jangka panjang menengah nasional (2004-2009) adalah mewujudkan indonesia yang adil dan demokratis dengan terjaminnya keadilan dan kesetaraan gender dalam berbagai bidang pembangunan yang tercermin dalam berbagai peraturan perundang-undangan, program pembangunan dan kebijakan publik. (Meneg PP, 2005) Kementrian Negara Pemberdayaan Perempuan yang mempunyai kapasitas fungsi  dalam perumusan berbagai kebijakan  responsif gender, telah menetapkan prioritas sasaran kepada peningkatan kualitas kehidupan dan peran perempuan  serta kesejahteraan dan perlindungan anak (Bappenas,2004). Gender Adalah Sekumpulan nilai atau ketentuan yang membedakan identitas sosial laki-laki dan perempuan serta apa yang harus dilakukan oleh perempuan dan apa yang harus di lakukan oleh laki-laki dalam hal ekonomi, politik, sosial dan budaya baik dalam kehidupan keluarga, mastarakat dan bangsa (Faqih 1996). Nilai-nilai atau ketentuan gender di atas bisa berbeda-beda pada kelas atau kelompok sosial yang berbeda, misalnya ketentuan gender paa kelompok etnis tertentu akan berbeda dengan kelompok etnis lainnya. Ketentuan gender pada kelompok kaya akan berbeda dengan ketentuan gender pada kelompok miskin dan lainnya. Selain berbeda menurut kelompok kelas dan etnis, ketentuan gender juga bia berubah-ubah dari waktu ke waktu tergantung pada perubahan sosial yang terjadi di masyarakat dengan demikian gender bersifat realtif. Berbeda dengan pengertian jenis kelamin (sex) yang adalah merupakan kategori biologis perempuan dan laki-laki dan ini menyangkut sejumlah kromosom, pola genetik dan struktur genital yang unik masing-masing jenis. Jenis kelamin merupakan sesuatu yang di bawa sejak lahir, sering di katakan sebagai ketentuan dari Tuhan atau kodrat, sehingga hal ini tidak bisa di ubah atau dipertukarkan satu dengan yang lainnya (Ihromi 1997).

    Tujuan dan prioritas agenda di atas masih sulit diwujudkan , terurtama tatkala adanya kenyataan yang menunjukkan masih banyak permasalahan yang dihadapi perempuan dan  anak.

    Perempuan adalah salah satu dari dua jenis kelamin manusia; satunya lagi adalah lelaki atau pria. Berbeda dari wanita, istilah “perempuan” dapat merujuk kepada orang yang telah dewasa maupun yang masih anak-anak.  Perempuan adalah orang yang paling dekat dengan kaum pria. Perempuan adalah ibu. Perempuan adalah istri. Perempuan adalah sahabat. Namun , mereka kaum yang ikut berjuang untuk melahirkan Negara Kesatuan Republik Indonesia hingga kini hidup dan kehidupannya masih saja tertinggal dari kaum laki-laki. Di bidang pendidikan, masih banyak perempuan yang tidak bersekolah atau drop-out dari sekolah. Secara umum permasalahan-permasalahan dalam lingkup gender dapat di cermati dari analisis yang dilakukan terhadap kondisi dan posisi perempuan yang relatif tertinggal dari laki-laki dalam  berbagai aspek kehidupan. Secara nyata dapat dilihat, semakin tinggi jenjang pendidikan semakin berkurang peserta didik perempuan. Bidang kesehatan adalah bidang yang paling banyak mengedepankan masalah – masalah perempuan , permasalahan yang sering muncul adalah keterkaitan dengan tingginya angka kematian ibu melahirkan (menurut data terakhir Angka kematian Ibu (AKI) diIndonesia adalah tertinggi di ASEAN, 307 per 100.000 kelahiran  hidup), rendahnya gizi ibu hamil dan menyusui, rendahnya kontrol perempuan dalam kesehatan reproduksi dan keluarga berencana; serta rendahnya partisipasi dan tanggung jawab laki-laki dalam kesehatan  keluarga dan dalam ber-KB.( Longure, S. Clarke., 1991)

    Dalam Bidang ekonomi, banyaknya pekerjaan yang di dominasi laki-laki, sebagai contoh di perusahaan – perusahaan yang berbasis ilmu teknik, lebih banyak yang membutuhkan tenaga kerja laki-laki, padahal banyak perempuan yang memiliki ilmu dan gelar yang sama dengan laki-laki yang dapat bekerja di bidang tersebut. Selain itu laki-laki lebih banyak mendapatkan kesempatan dibidang ekonomi produktif termasuk akses untuk mendapatkan modal usaha, pelatihan usaha, program perluasan kesempatan kerja dan informasi pasar yang dapat mendorong kemandirian dalam berwirausaha. Di bidang politik, kesempatan perempuan untuk berpolitik lebih sempit di banding kaum laki-laki. Sebagai contoh,  dapat dicermati rendahnya persentase perempuan dalam pemerintahan, seprti sebagai wakil rakyat di DPR, sebagai hakim, Pejabat gubernur, bupati, camat, lurah dan pejabat struktural serta fungsional lainnya. Hal ini sebagai bukti semakin rendahnya partisipasi perempuan di bidang pengambilan keputusan. Sedangkan di bidang hukum masih terdapat undang-undang dan peraturan yang bias  gender, sehingga perempuan belum memperoleh perlindungan terhadap hak-haknya secara penuh.

    Permasalahan lain yang banyak muncul  adalah kekerasan pada anak dan perempuan. Perlakuan kekerasan dalam rumah tangga yang sering di alami wanita adalah salah satu masalah yang banyak di temui saat ini.  Kekerasan pada perempuan  terjadi pada berbagai kalangan masyarakat dan latar belakang ekonomi serta tingkat pendidikan. Selain itu tak kalah serius adalah perdagangan perempuan yang sangat merendahkan martabat dan hak – hak perempuan.  Perlindungan terhadap anak dan perempuan merupakan permasalahan yang perlu mendapat perhatian yang lebih serius di masa yang akan datang. Sebagai mana diketahui bahawa anak adalah aset yang sangat berharga baik bagi kehidupan keluarga maupun  kelangsungan suatu bangsa di masa yang akan datang. Munculnya berbagai masalah  tentang buruh/pekerja anak, anak-anak yang bermasalah dengan hukum, pelecehan seksual anak, anak jalanan, perdagangan anak, penculikan anak, anak putus sekolah, anak cacat, balita gizi buruk dan kematian bayi. Semua permasalahan anak tersebut memiliki kaitan dengan perempuan  dengan perannya sebagai ibu. Selain itu semua persoalan persoalan diatas menjadi persoalan umum yang dihadapi hampir seluruh masyarakat, termasuk masyarakat di kota Palembang. Kota Palembang terkenal sebagai kota industri dan kota perdagangan. Posisi geografis Palembang yang terletak di tepian Sungai Musi dan tidak jauh dari Selat Bangka, sangat menguntungkan. Walaupun tidak berada di tepi laut, Kota Palembang mampu dijangkau oleh kapal-kapal dari luar negeri. Terutama dengan adanya Dermaga Tangga Buntung dan Dermaga Sei Lais. Dan juga ditambah lagi dengan adanya Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II. Selain itu Kota Palembang terkenal sebagai Kota tua, yang pernah menjadi pusat pendidikan agama Budha. Dan banyak terdapat peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang tersebar di seluruh kota dan sekitarnya, dan situs-situs ini masih belum terurus, seperti Benteng Kuto Besak yang bahkan menjadi polemik karena dijadikan tempat perniagaan.

    Melalui perspektif gender dapat di lihat dan  dipahami bahwa keberadaan masalah  tersebut sangat erat kaitannya dengan hubungan yang tidak seimbang atau timpang atau tidak setaranya hubungan antara laki-laki dan perempuan.  Hubungan yang timpang ini  menimbulkan manivestasi dalam sikap dan prilaku individu yang bias gender dalam kehidupan sehari-hari. Namun yang lebih memprihatinkan ketika sikap dan prilaku tersebut telah  menjadi bagian dari budaya masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan tentang situasi dan kondisi perempuan  dalam perspektif gender di kota Palembang. Dari penelitian ini diharapkan akan mampu memberikan informasi dan data yang akurat tentang kualitas hidup perempuan di Kota Palembang.

    2. METODE PENELITIAN

    2.1. Desain Penelitian

    Berkaitan dengan upaya untuk mencapai tujuan dalam penelitian ini, maka dalam penelitian ini peneliti  menggunakan tipe penelitian deskriptif analisis. Data – data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data skunder yang diperoleh dari dokuimen-dokumen pada kota Palembang, seperti Kota Palembang dalam angka,  Tingkat kesejahteraan Masyarakat Kota Palembang, Tingkat kesehatan masyarakat kota Palembang,  dan data – data lain yang mendukung penelitian ini. Data-data skunder tersebut kemudian di olah dan dianalisis secara deskriptif dengan berbasis atau perspektif gender. Selain itu telaah pustaka juga di lakukan untuk memperkaya dan mempertajam analisis data yang di lakukan. Data yang telah diolah dan di analisis ini kemudian akan disajikan sebagai informasi tentang kondisi dan situasi perempuan di Kota Palembang.

    2.2. Metode Pengumpulan Data

    Adapun  teknik yang digunakan untuk mendapatkan data yang akan di olah dalam penelitian ini adalah melalui pengumpulan data skunder yang akan di analisis secara mendalam untuk diuraikan secara deskriptif berdasarkan temuan-temuan dilapangan.

    Data Sekunder yang akan di sajikan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang  akan di sajikan dalam bentuk peta  kependudukan, pendidikan, kesehatan, rumah tangga dan kegiatan ekonomi. Berdasarkan data  yang disajikan tersebut akan di lakukan analisis secara deskriptif  untuk mengetahui kualitas hidup perempuan   di Kota palembang berdasarkan situasi dan kondisi yang telah diteliti

    2.3. Sumber (jenis) data

    Data  yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis Data Sekunder. Data skunder Menurut pendapat Umar (2003:83), adalah  data sekunder adalah data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan, baik oleh pengumpul data primer atau pihak lain . Data sekunder merupakan data yang secara tidak langsung berhubungan dengan responden yang diselidiki dan merupakan pendukung bagi penelitian yang dilakukan.

    Dalam penelitian ini data sekunder yang digunakan adalah data data yang berupa statistik yang berhubungan dengan kependudukan, Pendidikan,  Kesehatan,  kegiatan ekonomi dan politik yang diperoleh dari Badan Pusat statistik Provinsi Sumatera Selatan. Selain itu sebagai pendukung dalam pendalaman Tinjauan Pustaka yang digunakan dalam penelitia ini, peneliti juga meggunakan literature dari buku –buku dan sumber – sumber internet yang berhubungan dengan penelitian.

    3. HASIL DAN PEMBAHASAN

    3.1. Hasil

    Untuk memperoleh gambaran mengenai situasi dan kondisi perempuan di Kota Palembang, dapat disajikan dalam peta kependudukan, pendidikan, kesehatan, rumah tangga dan kegiatan ekonomi.

    3.1.1 Kependudukan

    Sumber daya yang paling utama dalam suatu wilayah adalah penduduk yang mendiami wilayah tersebut. Kualitas penduduk dapat memberikan dampak kepada pembangunan dan pengembangan wilayah tersebut Kualitas penduduk yang baik akan berpotensi dalam pembangunan dan pengembangan suatu wilayah namun sebaliknya  jika kualitas penduduk yang mendiami suatu wilayah berkualitas buruk maka akan menghambat pembangunan di wilayah tersebut.

    Pada tahun 2009 Jumlah penduduk Kota Palembang  sebesar 1.438.938 jiwa Bila Distribusi Penduduk dilihat menurut golongan umur maka jumlah penduduk yang terbesar adalah golongan umur 15 – 44 tahun, yaitu laki- laki 367.759  atau 26 % dan perempuan 390.159 orang atau 27 %  dari jumlah penduduk. Pada kelompok umur 0 – 4 tahun yang laki – laki 75.549 dan perempuan 72.935 orang, sedangkan kelompok umur 5 – 14 tahun yang laki- laki 123.9250 orang dan perempuan 121.4106 orang. Untuk kelompok umur 45 – 64 tahun jumlah laki- laki adalah 1159.827 orang dan perempuan 116.810 orang dari jumlah penduduk. Sedangkan untuk kelompok umur lebih dari 65 tahun jumlah laki- laki 22.770  orang dan perempuan 28.773 orang dari jumlah seluruh penduduk. Angka Sex Ratio adalah perbandingan antara jumlah penduduk lakilaki dan jumlah penduduk perempuan pada suatu daerah. Untuk Kota Palembang tahun 2009  angka sex ratio adalah 0,97 sama seperti tahun 2008. Komposisi jumlah penduduk di Kota Palembang pada tahun 2009 berdasarkan jenis kelamin dan kelompok umur di tunjukkan pada tabel di bawah ini.

    Gambar 1. Grafik jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin dan kelompok umur

    3.1.2. Pendidikan

    Pendidikan adalah salah satu faktor penting dalam pembangunan di suatu wilayah.  Analisis terhadap kondisi dan situasi pendidikan  sangatlah penting. Hal ini dilakukan untuk dapat melihat dan mencermati kelompok-kelompok yang  kurang  beruntung dalam mendapatkan pendidikan seperti kelompok – kelompok perempuan yang biasanya dalam mendapatkan pendidikan menjadi  prioritas kedua di dalam keluarga.  Kaum hawa (perempuan) adalah bagian dari potensi sumber daya manusia yang memiliki peranan penting dan sangat diharapkan dalam  rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.  Peningkatan kualitas sumberdaya perempuan dalam pembangunan melalui pendidikan akan memiliki banyak manfaat dalam kemampuan bersaing perempuan – perempuan tersebut di pasar kerja sehingga dapat memberikan posisi yang semakin baik dalam pekerjaan dan mendapatkan upah yang  semakin tinggi sehingga dengan peningkatan kuailtas pekerjaan yang ditekuni  dan upah yang diperoleh perempuan akan dapat membantu meningkatkan pendapatan keluarga yang berarti dapat meningkatkan konsumsi keluarga dalam pemenuhan kebutuhan keluarga   seperti kebutuhan pokok, pendidikan, kesehatan dan sebaginya. Selain itu dengan peningkatan kualitas perempuan dalam pekerjaan  dan upah yang mereka peroleh  dapat juga membantu pedapatan daerah serta pendapatan negara.

    Sebagai indikator umum dalam  melihat kondisi tingkat pendidikan penduduk adalah dengan melihat rata-rata lama sekolah. Selain itu sebagai indikator lain adalah angka melek akasara dan angka buta aksara (tingkat keaksaraa) penduduk. Ketiga indikator tersebut adalah komponen yang dapat menggambarkan secara umum kondisi tingkat pendidikan yang dapat dicapai penduduk.

    Berdasarkan data BPS tahun 2009 tingkat pendidikan penduduk laki- laki dan perempuan yang berumur 10 tahun keatas yang ada dikota palembang  adalah Penduduk laki-laki yang tidak pernah bersekolah berjumlah  4.737 dan penduduk perempuan 14.639 ,  penduduk laki-laki yang tidak tamat SD  berjumlah  93.855 sedangkan penduduk perempuan 114.956, penduduk laki-laki yang tamat SD/ MI berjumlah 106.771 dan penduduk perempuan berjumlah 118.411,  penduduk laki-laki yang tamat SMP/MTs berjumlah 101.172 dan penduduk perempuan 109.349, penduduk laki-laki  yang tamat SMA/MA berjumlah 205.358 dan perempuan 183.847, penduduk laki-laki yang memiliki pendidikan diploma atau akademi  berjumlah 18.081 dan penduduk perempuan 28.842 dan penduduk perempuan yang memiliki pendidikan sarjana / universitas berjumlah 37.458 sedangkan penduduk perempuan 37.449. Komposisi tersebut dapat di lihat pada grafik berikut ini.

    Gambar 2. Grafik perbandingan jumlah penduduk laki-laki dan perempuan berdasarkan pendidikan

    3.1.3. Kesehatan

    Perempuan memiliki peranan yang sangat penting  dalam mendukung kesehatan anak dan balita dan keluarga pada umumnya. Perempuan dalam keluaraga berfungsi sebagai  penyedia kesehatan (health provider) bagi anggota keluarga, dan   agen sosialisasi nilai-nilai hidup sehat. Kondisi kesehatan reproduksi yang baik  pada Perempuan  akan berdampak pada kualitas kehamilan dan kelahiran yang baik dan aman serta  akan dapat melahirkan seorang bayi yang sehat (tidak cacat). Gambaran umum mengenai tingkat kesehatan penduduk Kota Palembang secara keseluruhan dapat di gunakan indikator-indikator yang berhubungan dengan kesehatan penduduk, antara lain; Umur harapan hidup ,angka kematian bayi, Penggunaaan alat kontrasepsi.

    Salah satu  indikator kesehatan   yang menjadi  ukuran derajat kesehatan penduduk adalah  data angka kematian bayi. Berdasarkan data Bapenas pada tahun 2000  angka kematian bayi laki-laki  di Kota Palembang sebesra 51 %  per 1000 kelahiran hidup  dan angka kematian bayi perempuan 40 % per 1000 kelahiran hidup. Sedangkan pada tahun 2004 angka kematian bayi laki-laki di kota Palembang sebesar 45 %  per 1000 kelahiran  hidup dan angka kematian bayi perempuan 33 % per 1000 kelahiran hidup . Pada tahu 2005  berdasarkan Laporan Indikator  Database 2005 UNFPA 6th Country Programme,  angka kematian bayi sebesar   26,68 % untuk laki-laki dan 20,02%  untuk wanita per 1.000 kelahiran hidup. Memperlihatkan persentase angka kematian bayi laki-laki lebih tinggi daripada bayi perempuan pada tahun 2005. Sedangkan data untuk tahun 2007 dan 2008 tidak tersedia, karena belum  dilakukan survey.

    Sedangkan untuk  ukuran derajat kesehatan lainnya yaitu Umur Harapan Hidup (UHH). Umur Harapan Hidup (UHH) digunakan untuk mengukur kemajuan pembangunan kesehatan, fisik, mental, sosial dan ekonomi suatu bangsa, dan juga dapat digunakan untuk melihat tingkat kelangsungan hidup penduduk. Peningkatan umur harapan hidup (UHH) akan meningkatkan kemampuan hidup anak balita dan tumbuh menjadi remaja sehat yang di harapkan dapat memperoduksi generasi baru yang sehat. Pada tahun  1980 umur harapan hidup  penduduk sumatera selatan  untuk penduduk laki-laki  sebesar 52 % dan untuk perempuan 55 %. Pada tahun 2004  umur  harapan hidup penduduk Sumatera Selatan sebesar  65,5 %  untuk penduduk laki-laki  dan 69,5 % untuk perempuan Sedangkan menurut Laporan Indikator Database 2005 UNFPA 6th Country Programme, UHH Sumsel sebesar 65,48 tahun (pria) dan 69,52 tahun (wanita); sedangkan Kota Palembang memiliki UHH sebesar 69,85 tahun (pria) dan 73,47 tahun (wanita). (BPS Sum-Sel, 2010)

    Dalam  bidang kesehatan indiktor lain yang juga dapat dilihat adalah  Angka kematian ibu. Pada tahun 2006 angka kematian ibu di kota Palembang berjumlah 15 orang  dengan penyebabnya yaitu Eklamsia, HPP, Ca Pharing, Stroke, Gagal Ginjal, Placenta Acreta, Emboli Air Ketuban, Post SC, Kelainan Jantung dan Lain-lain. (sumber data Subdin Kesehatan Keluarga, 2006). Pada tahun 2007 angka kematian ibu di Kota Palembang berjumlah Jumlah kematian ibu tahun 2007 di Kota palembang sebanyak 11 orang dengan penyebabnya yaitu Eklamsia, HPP, Ca Pharing, Stroke, Gagal Ginjal, Placenta Acreta, Emboli Air Ketuban, Post SC, Kelainan Jantung dan Lain-lain. (sumber data Subdin Kesehatan Keluarga, 2007). Sedangkan pada tahun 2008 Jumlah kematian ibu di Kota palembang sebanyak 15 orang dengan penyebabnya yaitu Eklamsia, HPP, Ca Pharing, Stroke, Gagal Ginjal, Placenta Acreta, Emboli Air Ketuban, Post SC, Kelainan Jantung dan Lain-lain. (sumber data Bidang Pelayanan Kesehatan Kota Palembang, 2008). Sedangkan pada tahun 2009  angka kematian ibu berjumlah 6 orang dengan penyebab yang tidak berbeda dari penyebab kematian ibu pada tahun-tahun sebelumnya. (sumber data Bidang pelayanan kesehatan kota palembang 2009). Pada tahun 2009 pengguna KB laki-laki yang menggunakan MOP berjumlah 4,06 % dan yang menggunakan kondom berjumlah 1,17 %. Sedangkan peserta KB perempuan yang menggunakan IUD berjumlah 4,06%, Implant berjumlah 4,60%, KB Suntik Berjumlah 47,09 % dan pil 40,89 %.(Dinkes Sumsel, 2009)

    3.1.4. Kegiatan Ekonomi

    Masalah ketenagakerjaan merupakan aspek yang mendasar dalam kehidupan umat manusia karena mencakup dimensi ekonomi dan sosial. Masalah ketenagakerjaan tak hanya berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi, namun juga berkitan erat dengan tingkat kesejahteraan suatu masyarakat. Dalam hal ketenagakerjaan, menurut perundang-undangan tidak ada lagi diskriminasi antara perempuan dan laki-laki untuk bekerja.

    Berdasarkan data yang diperoleh  secara umum di provinsi sumatera selatan   komposisi tenaga kerja   laki-laki tahun 2003 dan  2004 mengalami peningkatan  sebesar 8,23 %, sedangkan untuk tenaga kerja perempuan tahun 2003 dan 2004 mengalami peningkatan sebesar 3,37 %. Sedangkan untuk Angkatan kerja komposisi angkatan kerja laki-laki tahun 2003 dan 2004 mengalami pertumbuhan sebesar  9,42 % dan  angkatan kerja perempuan pada tahun yang sama mengalami peningkatan sebesar  3,87 %. Sedangkan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)  penduduk Kota Palembang  pada Tahun 2004  berdasarkan Jenis kelamin dapat di kelompokkan  penduduk  laki-laki sebesar  80,38 % dan penduduk Perempuan sebesar  39,37 %.

    Gambar 3. Grafik Perbandingan Tenaga Kerja Berdasarkan Jenis Kelamin

    Berdasarkan lapangan pekerjaan komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin dapat dibedakan sebagai  berikut : pada sektor primer  yaitu pada bidang pertambangan dan pertanian pada tahun 2003 Jumlah tenaga kerja di bidang pertanian  berjumlah 63,22%  untuk tenaga kerja laki-laki dan 70,72 % untuk tenaga kerja perempuan. Sedangkan pada tahu 2004 di bidang pertanian tenaga kerja laki-laki sebesar 63,90 % dan tenaga kerja perempuan sebesar 69,16 %.  Sedangkan di Bidang pertambangan jumlah tenaga kerja laki-laki berjumlah 1,21 % dan tenaga kerja perempuan berjumlah  0,07 % pada tahun 2003 dan pada gtahun 2004 di bidang pertambangan tenaga kerja laki-laki sebesar 1,23 % dan tenaga kerja perempuan sebesar 0,16 %.

    Di sektor  Sekunder, jumlah penduduk yang bekerja di bidang industri pada tahun 2003, untuk tenaga kerja laki-laki sebesar 4,85 %  dan tenaga kerja perempuan sebesar  4,18 %. Sedangkan pada tahun 2004 tenaga kerja laki-laki di bidang industri sebeasr 4,01 % dan jumlah tenaga kerja perempuan sebesar 6,18 %. Di Bidang Listrik, gas , air jumlah tenaga kerja laki-laki sebesar 0,15 % dan  0% untuk Tenaga kerja perempuan pada tahun 2003 dan pada tahun 2004 jumlah tenaga kerja laki-laki dibidang Listrik, Gas dan air  adalah sebesar 0,24 % dan tenaga kerja perempuan sebesar 0,08 %. Di bidang bangunan jumlah tenaga kerja laki-laki di kota Palembang pada tahun 2003 adalah sebesar  6,42 % dan tenaga kerja perempuan berjumlah 0,14 %. Sedangkan di tahun 2004 jumlah tenaga kerja laki-laki di bidang bangunan berjumlah 5,18 % dan tenaga kerja perempuan sebesar 0,08 %.

    Pada Sektor tersier, untuk bidang  perdagangan pada tahun 2003 jumlah tenaga kerja laki-laki sebesar  10, 6% dan tenaga kerja perempuan sebesar 15,69 % dan pada tahun 2004 pada bidang pekerjaan yang sama jumlah tenaga kerja laki-laki adalah 10,85 % dan tenaga kerja perempuan sebesar 19,92 %. Pada bidang angkutan / komunikasi jumlah tenaga kerja laki-laki  sebesar 6, 42 % dan tenaga kerja perempuan 0,14 % pada tahu 2003. Sedangkan pada tahun 2004 jumlah tenaga kerja laki-laki di bidang yang sama sebesar 7,26 % dan tenaga kerja perempuan sebesar 0,33 %.  Pada bidang keuangan jumlah tenaga kerja pada tahun 2003 sebesar  0,63%  dan tenaga kerja perempuan hanya 0,1% sedangkan pada tahun 2004 jumlah tenaga kerja laki-laki di bidang keuangan adalah sebesar  0,57 % dan perempuan 0,49% . Sedangkan untuk pekerjaan berjenis jasa jumlah tenaga kerja laki-laki pada tahun  2003 sebesar 6,5 % sedangkan perempuan sebesar 8, 62%. Pada tahun 2004 jumlah tenaga kerja laki-laki  yang memberikan layanan jasa sebesar  6,76 % dan tenaga kerja perempuan di bidang jasa ini sebesar  6,70%.

    3.1.5. Bidang Politik

    Keterlibatan perempuan dalam bidang politik  dalam kenyataannya belum  begitu   dominan.  Kesenjangan gender di kehidupan publik dan politik merupakan sebuah tantangan global yang terus dihadapi oleh masyarakat dunia pada abad ke 21. Meskipun telah ada berbagai konvensi, kovenan dan komitmen internasional, namun secara rata-rata jumlah perempuan di dalam parlemen di dunia ini hanya 18,4 persen.  (UNIFEM 2008/2009). Dari 190 negara, hanya tujuh negara dimana perempuan menjadi presiden atau perdana menteri. Hadirnya perempuan sebagai bagian dari kabinet yang ada di dunia ini atau walikota, jumlahnya tak mencapai 7 dan 8 persen. (UNDP, 2010).

    Perempuan Indonesia tertinggal di dalam kehidupan publik. Kesenjangan gender yang senantiasamuncul dalam indikator sektor sosial menjadi sebuah tantangan berskala nasional. Indonesia berada di nomor 80 dari 156 negara yang ada di dalam Indeks Pembangunan Gender atau Gender Development Index (GDI) pada tahun 2007. Pada tahun 2009, angka ini merosot ke urutan 90, artinya perempuan di Indonesia masih belum menikmati hak dan standar yang sama dengan para laki-laki.  Di Palembang sebagai ibu kota Provinsi Sumatera Selatan  Keterwakilan perempuan di DPR pada tahun 2009 berjumlah 1 orang saja atau 6,25 % di banding jumlah laki-laki yang duduk di DPR berjumlah 15 Orang. Sedangkan di tingkat DPD   tahun 2009 anggota perempuan berjumlah  2 orang atau 50 %   yang artinya sama dengan jumlah anggota laki-laki yang berjumlah 2 orang atau 50 %.  Sedangkan keterwakilan perempuan di  DPRD tingkat Provinsi Sumatera Selatan berjumlah 8 orang atau 10,67 %  sedangkan laki-laki berjumlah 67 orang atau 89,33%.  Pada tingkat kabupaten  dan Kota terpilih  pada tahun 2009 keterwakilan perempuan yang duduk sebagai anggota berjumlah  10 orang atau 20 % dari jumlah laki-laki  sebesar 40 orang atau 80 %.  Di Komisi Pemilihan Umum    anggota perempuan  berjumlah  2 orang atau 40 % dan anggota laki-laki berjumlah 3 orang  atau 60 %.   Sedangkan di tingkat provinsi sumatera selatan  tidak ada  anggota perempuan  yang bekerja di kantor kejaksaan agung  atau 0 % sedangkan laki-laki berjumlah 9 Orang. (Arivia, 1999)

    3.2.PEMBAHASAN

    3.2.1. Analisis Situasi dan Kondisi Perempuan Di Kota Palembang

    Berdasarkan data statistik mengenai situasi dan kondisi perempuan di Kota Palembang , maka dapat di ketahu tingkat aksess, kontrol dan partisipasi perempuan  dalam berbagai bidang. Akses, Kontrol dan partisipasi  tersebut merupakn indikator pemberdayaan perempuan khususnya di Kota Palembang. Indikator tersebut dapat dirinci dalam bidang kependudukan, Pendidikan, Kesehatan, ekonomi-ketenagakerjaan dan politik.

    Dari aspek kependudukan, jumlah penduduk perempuan  di Kota Palembang    yang merupakan  penduduk Produktif dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2009   berada pada interval 27 % sampai dengan 35 %.  Komposisi tersebut tidak jauh   berbeda dengan penduduk laki-laki yang merupakan penduduk produktif  dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2009 yang berada pada interval  25 % sampai dengan 34 %.  Hal ini  menjadi dasar bahwa penduduk perempuan yang produktif di kota Palembang merupakan aset yang sangat berharga untuk  ikut serta dalam pembangunan  dalam usaha memajukan daerah. Upaya pengembangan potensi  penduduk perempuan haruslah didasarkan pada pengetahuan tentang  kondisi mereka,  termasuk analisis  tentang keahlian dan kemampuan dalam pembangunan di bandingkan dengan laki-laki.

    Di Bidang pendidikan, kuantitas dan kualitas perempuan di kota Palembang sudah sangat baik. Hal  ini dapat dilihat  dari perbandingan tingkat pendidikan penduduk laki-laki dan perempuan yang ada di kota Palembang tahu 2009. Berdasarkan data tersebut yang memberi fakta bahwa jumlah penduduk perempuan yang  menempuh pendidikan diploma dan Tingkat Universitas lebih banya dari penduduk laki-laki.  Fakta ini dapat membuktikan bahwa  tingkat pendidikan penduduk perempuan di Kota Palembang sudah sangat baik. Akses dan kontrol perempuan dalam pendidikan sudah dapat dilihat berdasarkan data jumlah penduduk yang mendapatkan pendidikan yang tersaji  sebelumnya. Selain itu Kualitas  penduduk perempuan  berdasarkan pendidikan dapat juga dilihat melalui indikator melek huruf bagi penduduk perempuan. 97,59 % penduduk perempuan dari total jumlah penduduk perempuan berusia 10 tahun ketas sudah melek huruf. Hal ini berarti  perbandingan kualitas pendidikan penduduk perempuan yang melek huruf tidak terlalu  berbeda secara signifikan dengan penduduk laki-laki yang melek huruf yaitu 99,09 % dari jumlah penduduk laki-laki yang berusia 10 tahun keatas.  Kesamaan hak dan kesempatan antara laki-laki dan perempuan untuk menempuh pendidikan baik formal maupun informal tidak  ada perbedaan. Peluang ini  adalah jalan terbuka bagi perempuan untuk dapat maju  sehingga tidak tertinggal dengan laki-laki.  Di samping itu, berdasarkan fakta yang ada bahwa jumlah perempuan yang memiliki jenjang pendidikan diploma dan Universitas  lebih banyak dari laki-laki dapat disimpulkan bahwa partisipasi perempuan dalam pendidikan di Kota Palembang  memperlihatkan gejala yang semakin baik. Tidak ada lagi kesenjangan yang begitu significant dalam  memperoleh pendidikan antara laki-laki dan perempuan di Kota Palembang. Permasalah penddidikan  seperti rendahnya kontrol perempuan dalam bidang pendidikan, saat ini sudah tidak ada lagi. Saat ini kesetaraan gender dalam pendidikan sudah berjalan dengan baik sehingga semua penduduk perempuan  memiliki kesempatan yang sama dalam memperoleh pendidikan dengan Penduduk Laki-laki.

    Dalam bidang kesehatan,  Kualitas perempuan juga menuntut untuk ditingkatkan Indikator yang digunakan  Angka kematian bayi, angka kematian ibu, Umur Harapan Hidup dan penggunaan alat Kontrasepsi.Hal ini dapat di cemati dari fakta bahwa dari 1000 kelahiran hidup, terdapat 26,68 % bayi laki-laki yang meninggal dan 20,02% bayi Perempuan. Data ini dapat menjelaskan bahwa kematian bayi yang terjadi baik bayi laki-laki maupun perempuan dapat menjadi indikator bahwa ancaman bagi nyawa ibu dalam persalinan sangatlah besar. Selain itu dapat pula di lihat dari Angka kematian ibu yang dari tahun ketahun mengalami turun naik. Pada tahun 2006 angka kematian Ibu  berjumlah 15 orang  per 1000 kelahiran. Pada tahun 2007 angka kematian bayi mengalami penurunan dengan jumlah kematian 11 orang per 1000 kelahiran. Tahun 2008 Angka kematian bayi adalah 15 orang per 1000 kelahiran dan pada tahun 2009 angka kematian ibu mengalami penurunan menjadi 6 orang per 1000 kelahiran. Berdasarkan data tersebut dapat dianalisi bahwa  ibu meninggal dalam 4 tahun terakhir mengalami turun naik. Pada tahun 2009 angka kematian ibu hanya berjumlah 6 orang saja dari 1000 kelahiran. Hal ini membuktikan bahwa   kematian perempuan dalam hal ini kematian ibu  semakin menurun  sehingga dapat disimpulkan bahwa tingkat kesehatan perempuan  di Kota Palembang sudah semakin baik.  Indikator lain adalah alat kontrasepsi yang digunakan. Penggunaan alat Kontrasepsi yang terbanyak adalah penggunaan KB suntik dan Pil.  Alat kontrasepsi tersebut adalah alat kontrasepsi yang digunakan perempuan. Sedangkan penggunaan alat kontrasepsi bagi laki-laki berupa kondom dan MOP /  vasektomi masih sangat sedikit sekali dari data yang ada mulai tahun 2006 sampai dengan tahun 2009   dapat di lihat bahwa penggunaan alat kontrasepsi laki-laki hanya mencapai 5 % saja. Sedangkan sisanya yang menggunakan alat  kontrasepsi KB adalah  perempuan. Kesenjangan ini  terjadi karena masih adanya pandangan di masyarakat bahwa masalah keluarga khususnya   mengenai anak adalah tugas seorang permpuan. Sehingga masalah menggunakan kontrasepsi KB merupakan tanggung jawab seorang perempuan untuk melakukannya.

    Di bidang Ekonomi dan Ketenagakerjaan,  kualitas dan keahlian perempuan masih perlu dt tingkatkan. Berdasarkan Tingkat Partisiasi angkatan Kerja (TPAK) di kota palembang, penduduk laki-laki memiliki tingkat partisipasi lebih tinggi di banding penduduk perempuan. Hal ini mungkin terjadi karena peluang kerja yang ada hanya memprioritskan penduduk perempuan. Sehingga walaupun pendidikan  yang dibutuhkan oleh suatu lapangan pekerjaan juga dimiliki oleh perempuan, namun peluang yang diberikan hanya  untuk laki-laki saja.  Hal ini mempengaruhi akses perempuan untuk masuk kedalam pekerjaan tertentu. Di sektor  primer, tenaga kerja perempuan lebih terserap di bidang pertanian hampir 80 %.  Sedangkan di bidang pertambangan sebagai salah satu sektor primer tenaga kerja perempuan hanya terserap kurang dari 1 %.

    Penyerapan tenaga kerja laki-laki di sektor sekunder lebih banyak di banding tenaga kerja perempuan.  Hal ini membuktikan akses  perempuan  di sektor sekunder sangat kecil sekali. Lapangan pekerjaan bagi perempuan sangat terbatas. Bidang-bidang  pekerjaan  tertentu yang biasa  di lakukan oleh laki-laki  dianggap perempuan tidak dapat mengerjakannya. Pada dasarnya anggapan ini timbul karena  perempuan dianggap tidak  bisa melakukan hal-hal tertentu dalam bidang pekerjaan tersebut.

    Disektor tersier komposisi tenaga kerja laki-laki dan perempuan dapat di katakan seimbang. Bidang-bidang pekerjaan di sektor tersier  terbagi seimbang bagi tenaga kerja laki-laki dan tenaga kerja perempuan.  Berdasarkan hal tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa secara umum penyerapan tenaga kerja baik  laki-laki maupun perempuan di Kota Palembang sangat baik. Laki-laki dan perempuan  yang terserap lapangan kerja  secara umum telah terpilah-pilah sendiri sehingga penyerapan tenaga kerja  di Kota Palembang khususnya tena kerja perempuan memiliki porsi yang sama dengan tenaga kerja laki-laki. Kesenjangan dalam bidang ekonomi dan ketenaga kerjaan serta akses dan kontrol perempuan di Kota Palembang merupakan  permasalah yang secara umum sudah  dapat di atasi di Kota Palembang. Data  tingkat pendidikan dan  tenaga kerja  yang tersaji sudah dapat digambarkan bahwa perempuan di Kota Palembang memiliki potensi  dan akses yang besar dalam bidang-bidang pembangunan di Kota Palembang.

    Di Bidang politik, Keikut sertaan perempuan sebagai anggota dewan baik di tingkat Privinsi maupu kabupaten/kota Di Sumatera Selatan Umumnya dan Kota Palembang Khususnya  masih di dominasi oleh laki-laki. Walaupun Keikutsertaan perempuan dalam politik ini sudah terlihat cukup baik dengan adanya perempuan yang duduk di keanggotaan legislatif. Namun tak dapat dipungkiri bahwa dalam kegiatan politik laki-laki masih mendominasi. Hal ini terjadi karena dalam daerah yang mayorits penduduknya beragama islam,  berpedoman bahwa yang menjadi seorang pemimpin adalah laki-laki. Anggota dewan di legislatif adalah orang-orang yang memimpin sehingga kaum laki-laki masih sangat di percaya untuk menduduki jabatan-jabatan di legislatif tersebut. Selain itu  sediktinya perempuan yang berada di sektor politik juga dapat di sebabkan oleh tugas seorang perempuan sebagai Istri dan Ibu dalam keluarga. Sehingga membatasi akses mereka dalam bidang politik. Dalam politik, walupun perempuan ikut serta di dalamnya, namun kedudukan perempuan bukan sebagai pengambil keputusan. Budaya, dan interprestasi agama telah terkontribusi terhadap munculnya anggapan perempuan tidak pantas berpolitik, memimpin dan mengambil keputusan.  Anggapan membuat peran serta perempuan dalam politik menjadi terhambat.  Karena jumlah perempuan yang terlibat dalam  posisi dan peran sebagai pengambil keputusan masih sedikit  sehingga banyak keputusan yang di ambil belum memihak kepada perempuan. Hal ini juga akibat dari partisipasi perempuan sebagian besar masih dalam tahap partisipasi pasif dan bahkan cenderung menjadi objek politik.

    4. SIMPULAN

    Dari uraian dan analisis penelitian di atas, dapat disimpulkan di Kota Palembang   saat ini perempuan dalam konteks pembangunan sudah dalam    kondisi yang cukup baik. Dalam beberapa bidang antara lain pendidikan   perempuan di Kota Palembang sudah mendapatkan pendidikan  yang tinggi. Bahkan pada tahun 2009 perempuan yang mendapatkan pendidikan  sampai tingkat diploma ataupun perguruan tinggi sudah lebih banyak dari pada laki-laki. Namun untuk  beberapa bidang lain, Kontrol dan akses perempuan dalam  pembangunan masih rendah.    Dalam bidang kesehatan misalnya, kesenjangan dalam penggunaan alat kontrasepsi antara laki-laki dan perempuan masih sangat  besar.  Begitu juga dengan  bidang ekonomi, kegiatan ekonomi terutama  ketenaga kerjaan di beberapa sector masih di dominasi laki-laki.  Walaupun secara umum sudah banyak perempuan yang bekerja di bidang –bidang tertentu, namun  ada  beberapa sector pekerjaan  yang lebih banyak di dominasi laki-laki. Berdasarkan data tersebut di atas, komposisi laki-laki dan perempuan yang bekerja di  kota Palembang  sudah cukup baik.  Hanya pada bidang pertambangan dan bangunan tenaga kerja masih didominasi laki-laki.

    Di bidang Politik Akses dan Kontrol perempuan di kota palembang belum begitu signifikan. Hampir semua level di lembaga legislative laki-laki masih menjadi pemimpin. Walapun sudah ada perempuan yang duduk di lembaga –lembaga legislatif tersebut, namun fungsi mereka bukan sebagai pimpinan atau pengambil keputusan dalam lembaga tersebut. Jumlah  perempuan yang duduk di legislatif juga tidak sebanyak jumlah laki-laki yang duduk di lembaga tersebut.  Secara umum akses dan kontrol perempuan  di Kota Palembang  dapat disimpulkan sudah cukup baik dalam beberapa bidang. Tingkat pendidikan dan penduduk perempuan yang bekerja dapatt dijadikan bukti bahwa perempuan di kota Palembang sudah mampu untuk masuk kedalam bidang-bidang pembangunan  untuk ikut serta dalam melaksanakan pembangunan daerahnya.

    DAFTAR RUJUKAN

    Arivia, Gadis, 1999, ” Perempuan di Parlemen: Bukan Sekedar Jumlah, Bukan Sekedar Hiasan” dalam Aspirasi Perempuan Anggota Parlemen Terhadap Pemberdayaan Politik Perempuan, Yayasan Jurnal Perempuan dan International Institute for Democracy and Electoral Assistnce.

    Bappenas, UNDP dan BPS. 2004. “Indonesia Human Development Report 2004“.

    BPS  Provinsi Sumatera Selatan (BPS SUMSEL), tahun 2010.

    Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan, Profil Kesehatan SUMSEL  tahun 2009.

    Departemen kesehatan Sumatera Selatan, Bidang Pelayanan Kesehatan Kota Palembang, 2008.

    Faqih, M., 1996., Menggeser konsep gender dan transformasi sosial, Pustaka Pelajar, Yogyakarta

    Ihromi, T., 1997, Wanita dan Perubahan Kebudayaan Isu-isu wanita dalam pengkajian antropologi Budaya (makalah dalam widyakarya Nasional antropologi dan pembangunan), Jakarta.

    Longure, S. Clarke., 1991., UNICEF Policies on Gender and Development For Programme Goals & Strategies.

    Meneg PP, 2005, Rencana Stretegi Kementerian Pemberdayaan Perempuan 2005-2009.

    Umar, Husein.,2003. Metode Riset Bisnis. Gramedia. Jakarta.

    UNDP Indonesia , 2010. Women’s Participation  in Politics and Government.