Kaghati Kolope : Layang – Layang Tertua di Dunia

Semula diduga bahwa layang-layang tertua di dunia berasal dari Cina. Namun dugaan itu dipatahkan oleh Wolfgang Beck, ilmuwan peneliti layang-layang dan pakar aerial photography Jerman yang telah mengunjungi gua Sugipatini desa Liang Kobori kabupaten Muna Timur di Pulau Muna, Sulawesi Tenggara.

8058449_20150813011904

Di dinding gua yang sudah berusia lebih dari 10.000 tahun itu, Wolfgang Beck menemukan sebuah lukisan prasejarah berusia lebih dari 4000 tahun melukiskan adegan seorang manusia sedang melayangkan sebuah layang-layang yang disebut oleh masyarakat setempat sebagai Kaghati Kolope. Wolfgang Beck menulis penemuanya di sebuah majalah Jerman, sehingga sejak saat itu masyarakat internasional pecinta layang-layang menobatkan Kaghati Kolopet sebagai layang-layang tertua di planet bumi ini.

8058449_20150813012058

Kaghati dalam bahasa Muna berarti layang-layang, dan Kolope adalah nama dedaunan yang digunakan sebagai bahan layang-layang dan Kolope adalah nama dedaunan yang digunakan sebagai bahan layang-layang khas pulau Muna tersebut. Menurut kisah tradisional masyarakat Liang Kabori Sei Pulau Muna, layang-layang adalah permainan petani dimana mereka menjaga kebun sambil bermain layang-layang. Masyarakat Pulau Muna juga percaya bahwa layang-layang berfungsi sebagai payung yang akan menjaga pemiliknya dari sengatan sinar matahari bila ia meninggal dunia

8058449_20150813012348

Ketika si pemilik ini meninggal dunia, arwahnya berpulang dengan berpegangan pada tali layangan dan bernaung di bawah layang-layang tersebut. Sampai masa di abad XXI ini, Kaghati Kolope masih dilayangkan oleh para petani di Pulau Muna terutama setelah masa panen.

8058449_20150813012109

Angin yang ideal untuk melayangkan layangan di Pulau Muna adalah bulan Juni-September. Pada periode tersebut angin timur bertiup kencang sehingga mampu menerbangkan layang-layang selama 7 hari tanpa pernah diturunakn. Bila selama 7 hari layang-layang yang di terbangkan tidak jatuh, maka si pemilik layang-layang akan menggelar syukuran.

8058449_20150813012508

Pulau Muna yang sekawasan dengan daerah pariwisata nasional Wakatobi telah beberapa kali memperoleh kehormatan menjadi tuan rumah festival layang-layang internasional. Karena dibuat dari bahan dedaunan maka layang-layang Kaghati Kolope memang memiliki kelebihan ketimbang layang-layang kertas yang muda rusak terkena air hujan.

8058449_20150813012426

Di tenah hujan badai pun, layang-layang Kaghati dapat bertahan melayang di udara sampai tujuh hari tanpa pernah diturunkan. Tak heran bahwa Kaghati Kolope telah berulang kali menjuarai festival layang-layang internasional.

8058449_20150813012559

Masyarakat Bugis memang memiliki peradaban dan kebudayaan tergolong tertua di planet bumi. Di dinding gua prasejarah lembah Kanguru di utara benua Australia saya sempat melihat lukisan prasejarah yang melukiskan kaum pelayar dan pedagang Bugis sudah mengunjungi benua Australia bagian utara jauh sebelum James Cook dengan armadanya mendarat di kawasan selatan kota Sydney di bumi Australia “baru” menjelang akhir abad XVIII . Banyak kata-kata berasal dari bahasa Bugis sampai masa kini masih digunakan oleh kaum aborijin di kawasan utara Australia.

1127807_20130521091846

Cara Membuat Kaghati Kalope

* Mengolah daun kolope menjadi kertas layang-layang tidaklah mudah. Kini hanya segelintir orang di Pulau Muna yang bisa membuat layang-layang dari daun kolope khas Pulau Muna. Daun kolope hanya merekahkan daunnya sekitar bulan Mei ketika iklim musim penghujan tiba namun saat itu daun terlalu muda untuk diolah menjadi kertas layang-layang. Baru sekitar bulan Juli daun kolope sudah cukup matang untuk dipetik sebagai bahan layangan.
* Cara lain adalah menungu daun kolope itu kering secara alami lalu gugur di tanah. Akan tetapi, daun seperti itu terlalu rapuh dan mudah robek serta hasilnya kertas kolope akan berwarna kuning.
* Kualitas terbaik daun Kolope adalah dipetik saat daun menua lalu panaskan di atas bara api (dikandela). Barulah setelah itu daun dijemur selama dua hari. Hasilnya bahan layangan berupa kertas putih, elastis dan kedap air.
* Untuk satu layang-layang, dibutuhkan sekitar 100 lembar daun Kolope. Setelah menjadi kertas putih, daun-daun itu direkatkan satu sama lain pada sisi-sisinya sehingga menjadi satu lembaran yang utuh. Lembaran kertas dari daun kolope tersebut dikepik dengan kerangka kayu dan disimpan selama 5 hari. Berikutnya, lembaran itu dirajut dengan tali agar menjadi lembaran utuh kertas layang-layang. Sambil menunggu, dibuat kerangka layang-layang dari bambu (patu-patu) dan talinya dari daun nenas hutan.
* Daun nenas yang dipetik pun adalah pilihan yaitu daun tua. Daun ini tidak langsung diolah melainkan disimpan dahulu selama 2 hari. Setelah kering, daun dikerok dengan bambu sehingga yang tersisa hanya serat lalu dicecar menjadi jumbai-jumbai benang. Jumbai-jumbai benang selanjutnya dipilin menjadi seutas tali yang siap dipakai. Satu helai daun nenas hutan dapat menghasilkan 10 meter tali layang-layang.
* Ketika kerangka dan tali sudah siap, kemudian disatukan menjadi satu layang-layang Kolope utuh. Berikutnya adalah diberi sentuhan terakhir berupa nada dering (kamumu). Kamumu adalah semacam pita suara yang dibuat dari daun nyiur yang apabila ditiup angin akan bergetar dan menghasilkan bunyi khas mendayu terutama saat layangan dibiarkan terbang saat malam hari.
* Setiap layangan memiliki ukuran kamumu masing-masing sesuai seleranya sehingga suara yang dihasilkannya juga menjadi spesifik dan dapat dikenali. Bagi telinga yang sering mendengar bunyi kamumu akan segera dapat menebak pemilik layang-layang yang terbang di langit saat malam hari. Layangan ini terbuat dari daun kolope kedap air sehingga tahan di udara selama berhari-hari atau sekehendak pemiliknya kapan pun ingin diturunkan.

Trivia

* Menurut cerita turun temurun masyarakat Liang Kabori di Pulau Muna bahwa layang-layang adalah permainan petani pada masa lalu dimana mereka menjaga kebun sambil bermain layang-layang. Masyarakat Pulau Muna juga percaya bahwa layang-layang berfungsi sebagai payung yang akan menjaga pemiliknya dari sengatan sinar Matahari bila ia meninggal dunia. Ketika si pemilik ini meninggal, ia berpulang dengan berpegangan pada tali layangan dan bernaung di bawah layang-layang tersebut.
* Saat ini, kaghati kolope masih dimainkan petani di Pulau Muna terutama setelah masa panen. Biasanya angin yang baik untuk layangan di Pulau Muna adalah bulan Juni-September. Pada periode tersebut angin timur bertiup kencang sehingga mampu menerbangkan layang-layang selama 7 hari tanpa pernah diturunkan. Bila selama 7 hari layang-layang yang diterbangkan tidak jatuh maka si pemilik layang-layang akan menggelar syukuran. Akan tetapi, setidaknya, hobi ini telah ada sekitar 400 tahun di Muna. Pulau Muna telah beberapa kali menjadi tuan rumah festival layang-layang.

Credit to original uploaders: click me and me

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *