Panitia Persiapan Kemerdekaan (PPKI)

Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)

Suatu badan yang dibentuk pemerintah Jepang tanggal 7 Agustus 1945. Badan ini bertugas menyiapkan segala sesuatu menyangkut masalah ketatanegaraan menghadapi penyerahan kekuasaan pemerintahan dari Jepang kepada bangsa Indonesia.

Beranggotakan 21 orang, yang ditunjuk sebagai ketua Soekarno dan wakilnya Moh. Hatta. Sebagai penasehat ditunjuk Mr. Ahmad Subardjo, dan tanpa sepengetahuan pemerintah Jepang, PPKI menambah lagi enam orang, yaitu Wiranatakusumah, Ki Hadjar Dewantara, Mr. Kasman Singodimedjo, Sayuti Melik, Iwa Kusumasumantri, dan Ahmad Soebardjo. Badan ini dibentuk untuk menarik simpati golongan-golongan yang ada di Indonesia agar bersedia membantu Jepang dalam Perang Pasifik, yang kedudukannya semakin terdesak sejak 1943. Mereka juga berjanji memberi kemerdekaan pada Indonesia melalui ‘Perjanjian Kyoto’.

Ketika Rusia bergabung dengan Sekutu dan menyerbu Jepang dari Manchuria, pemerintah Jepang mempercepat kemerdekaan Indonesia, yang oleh BPUPKI direncanakan 17 September 1945. Tiga tokoh PPKI (Soekarno, Hatta, dan Radjiman) diterbangkan ke Dalath (Saigon) bertemu Jenderal Terauchi yang akan merestui pembentukan negeri boneka tersebut. Tanggal 14 Agustus 1945 ketiganya kembali ke Jakarta dan Jepang menghadapi pemboman AS di Hirosima dan Nagasaki. Golongan tua dan golongan muda pejuang kemerdekaan terlibat pro dan kontra atas peristiwa pemboman Jepang oleh AS. Golongan muda melihat Jepang sudah hampir menemui kekalahan, tetapi golongan tua tetap berpendirian untuk menyerahkan keputusan pada PPKI.

Sikap tersebut tidak disetujui golongan muda dan menganggap PPKI merupakan boneka Jepang dan tidak menyetujui lahirnya proklamasi kemerdekaan dengan cara yang telah dijanjikan oleh Jenderal Besar Terauchi dalam pertemuan di Dalath. Golongan muda menghendaki terlaksananya proklamasi kemerdekaan dengan kekuatan sendiri lepas sama sekali dari pemerintahan Jepang. Menanggapi sikap pemuda yang radikal itu, Soekarno-Hatta berpendapat bahwa soal kemerdekaan Indonesia yang datangnya dari pemerintah Jepang atau dari hasil perjuangan bangsa Indonesia sendiri tidaklah menjadi soal, karena Jepang toh sudah kalah. Selanjutnya menghadapi Sekutu yang berusaha mengembalikan kekuasaan Belanda di Indonesia. Oleh sebab itu untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia diperlukan suatu revolusi yang terorganisasi. Mereka ingin memperbincangkan proklamasi kemerdekaan di dalam rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia.

Perbedaan pendapat ini melatarbelakangi peristiwa penculikan Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok tanggal 16 Agustus 1945 pukul 04.00 WIB. Tindakan itu diambil berdasarkan keputusan rapat terakhir pemuda pejuang yang diadakan pukul 24.00 WIB menjelang tanggal 16 Agustus 1945 di Jl. Cikini, 71 Jakarta. Selain dihadiri pemuda-pemuda yang sebelumnya rapat di Lembaga Bakteriologi, Pegangsaan Timur, Jakarta, juga dihadiri oleh Sukarni, Jusuf Kunto, dan dr. Muwardi dari Barisan Pelopor, serta Shodanco Singgih dari Daidan Peta Jakarta syu. Mereka bersama Chaerul Saleh sepakat melaksanakan keputusan rapat, antara lain “menyingkirkan Soekarno dan Hatta ke luar kota” dengan tujuan menjauhkan mereka dari segala pengaruh Jepang. Shodanco Singgih mendapat kepercayaan melaksanakan rencana itu. Di Rengasdengklok, akhirnya Soekarno setuju memproklamasikan kemerdekaan tanpa campur tangan pihak Jepang. Pukul 23.00 WIB rombongan tiba di Jakarta dan menuju kediaman Laksamana Maeda di Jl. Imam Bonjol No.1, dan di tempat tersebut naskah proklamasi disusun.

Setelah selesai, teks proklamasi dibaca dan dimusyawarahkan di hadapan tokoh-tokoh yang sebagian besar anggota PPKI. Sehari setelah itu, PPKI mengadakan sidang di Gedung Kesenian Jakarta dan dihasilkan beberapa keputusan, yaitu a) membentuk UUD; b) memilih Ir. Soekarno sebagai presiden dan Drs. Moh. Hatta sebagai wakil presiden; c) presiden untuk sementara waktu akan dibantu oleh sebuah komite nasional. Pada sidang hari kedua, PPKI menetapkan membentuk 12 departemen dan menunjuk para pejabat departemen dan menetapkan wilayah RI meliputi delapan propinsi sekaligus menunjuk gubernurnya. Pada sidang hari ketiga, presiden memutuskan berdirinya tiga badan baru yaitu Komite Nasional Indonesia (KNI), Partai Nasional Indonesia (PNI), dan Badan Keamanan Rakyat (BKR). Dan dengan terbentuknya tiga badan ini, maka berarti pula PPKI dibubarkan.

 

 

PPKI

Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia adalah panitia yang bertugas untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia, sebelum panitia ini terbentuk, sebelumnya telah berdiri BPUPKI namun karena dianggap terlalu cepat ingin melaksanakan proklamasi kemerdekaan, maka Jepang membubarkannya dan membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) (独立準備委員会 Dokuritsu Junbi Iinkai?, lit. Komite Persiapan Kemerdekaan) pada tanggal 7 Agustus 1945 yang diketuai oleh Ir. Soekarno.

Pada awalnya PPKI beranggotakan 21 orang (12 orang dari Jawa, 3 orang dari Sumatra, 2 orang dari Sulawesi, 1 orang dari Kalimantan, 1 orang dari Nusa Tenggara, 1 orang dari Maluku, 1 orang dari golongan Tionghoa).

Susunan awal anggota PPKI adalah sebagai berikut:

Ir. Soekarno (Ketua)
Drs. Moh. Hatta (Wakil Ketua)
Prof. Mr. Dr. Soepomo (Anggota)
KRT Radjiman Wedyodiningrat (Anggota)
R. P. Soeroso (Anggota)
Soetardjo Kartohadikoesoemo (Anggota)
Kiai Abdoel Wachid Hasjim (Anggota)
Ki Bagus Hadikusumo (Anggota)
Otto Iskandardinata (Anggota)
Abdoel Kadir (Anggota)
Pangeran Soerjohamidjojo (Anggota)
Pangeran Poerbojo (Anggota)
Dr. Mohammad Amir (Anggota)
Mr. Abdul Maghfar (Anggota)
Mr. Mohammad Hasan (Anggota)
Dr. GSSJ Ratulangi (Anggota)
Andi Pangerang (Anggota)
A.H. Hamidan (Anggota)
I Goesti Ketoet Poedja (Anggota)
Mr. Johannes Latuharhary (Anggota)
Drs. Yap Tjwan Bing (Anggota)

Selanjutnya tanpa sepengetahuan Jepang, keanggotaan bertambah 6 yaitu :

Achmad Soebardjo (Penasehat)
Sajoeti Melik (Anggota)
Ki Hadjar Dewantara (Anggota)
R.A.A. Wiranatakoesoema (Anggota)
Kasman Singodimedjo (Anggota)
Iwa Koesoemasoemantri (Anggota)

Persidangan

Tanggal 9 Agustus 1945, sebagai pimpinan PPKI yang baru, Soekarno, Hatta dan Radjiman Wedyodiningrat diundang ke Dalat untuk bertemu Marsekal Terauchi. Setelah pertemuan tersebut, PPKI tidak dapat bertugas karena para pemuda mendesak agar proklamasi kemerdekaan tidak dilakukan atas nama PPKI, yang dianggap merupakan alat buatan Jepang. Bahkan rencana rapat 16 Agustus 1945 tidak dapat terlaksana karena terjadi peristiwa Rengasdengklok.

Setelah proklamasi, pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI memutuskan antara lain:
-mengesahkan Undang-Undang Dasar 1945,
-memilih dan mengangkat Ir. Soekarno sebagai presiden RI dan Drs. M. Hatta sebagai wakil presiden RI,
-membentuk Komite Nasional untuk membantu tugas presiden sebelum DPR/MPR terbentuk.

Berkaitan dengan UUD, terdapat perubahan dari bahan yang dihasilkan oleh BPUPKI, antara lain:
-Kata Muqaddimah diganti dengan kata Pembukaan.
-Pada pembukaan alenia keempat anak kalimat Ketuhanan, dengan menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya diganti dengan Ketuhanan yang Maha Esa.
-Pada pembukaan alenia keempat anak kalimat “Menurut kemanusiaan yang adil dan beradab” diganti menjadi “kemanusiaan yang adil dan beradab”.
-Pada pasal 6:1 yang semula berbunyi Presiden ialah orang Indonesia Asli dan beragama Islam diganti menjadi Presiden adalah orang Indonesia Asli

PPKI mengadakan sidang kedua pada tanggal 19 Agustus 1945. Sidang tersebut memutuskan hal – hal berikut:
-Membentuk KNIP
-Membentuk 12 departemen dan menteri – menterinya.
-Menetapkan pembagian wilayah Republik Indonesia atasa delapan provinsi beserta gubernur – gubernurnya.

This entry was posted in Umum and tagged , . Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *