Archive for the 'jurnal inovasi' Category

Eksistensi Internet Sebagai New Media Dalam Dunia Berkomunikasi

Sunday, May 13th, 2012

Abstract :

New media is a new term in the world to communicate in all parts of the world.. Indeed, the term new media is still new for some people, but among media practitioners of this term arises when the Internet as a means of supporting the communication process turns into a very new media his presence in the world. This study, entitled the existence of the Internet as a new media in the world of communication. This study used descriptive research method. The results of this study was internet as a medium of communication is the most popular media today and its existence in the world of communication is very large considering almost all the old media are now starting to explore new ways to use new media  with Internet-based as their choice in order to build their communication media

More article, please download :

artikel media baru – shanty edit

PERAN PENGAWASAN KPID SUMSEL TERHADAP KUALITAS ISI SIARAN BERITA LEMBAGA PENYIARAN SWASTA LOKAL DI KOTA PALEMBANG

Wednesday, July 13th, 2011

Rahma santhi dan Vaurina

Abstrak : Hadirnya TV lokal di kota Palembang yaitu Palembang TV dan Sriwijaya TV membuktikan perkembangan industri media. KPI adalah lembaga independen yang melakukan pengawasan terhadap lembaga penyiaran termasuk TV lokal. Sebagai lembaga yang bebas dari campur tangan kepentingan tertentu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran pengawasan KPI terhadap TV lokal di Palembang. Metode pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara dan studi pustaka yang disajikan secara deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peran pengawasan KPI terhadap TV lokal Palembang telah berjalan sesuai dengan UU No. 32 tahun 2002 tentang penyiaran serta Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran. Namun, masih terdapat beberapa penghambat yaitu minimnya alat rekam.

Kata Kunci: KPI, Pengawasan, TV Swasta Lokal.


  1. 1. PENDAHULUAN

Banyaknya bentuk media massa yang ada baik cetak maupun elektronik, menunjukkan bahwa perkembangan zaman serta kebutuhan masyarakat akan informasi juga semakin besar. Mengingat sebelum kebudayaan cetak dan tulis berkembang, orang sudah menggunakan bahasa verbal dan visual, misalnya wayang kulit, pengajaran dengan menggunakan tembang atau lagu yang merupakan masa kebudayaan audiovisual lama dan disebut dengan kebudayaan lisan pertama. Sedangkan masa kebudayaan audiovisual dengan media elektronik disebut kebudayaan lisan kedua. Kebudayaan lisan lebih unggul dari kebudayaan cetak karena mampu mengembangkan memori manusia dengan menyajikan hal yang lebih gampang diingat. Tidak mengherankan televisi memiliki daya tarik yang luar biasa apabila sajian program dapat menyesuaikan dengan karakter televisi dan manusia yang sudah terpengaruh oleh televisi.

Berita atau informasi merupakan salah satu sajian yang ditayangkan oleh televisi. Program berita televisi merupakan suatu sajian laporan berupa fakta dan kejadian yang memilki nilai berita dan disajikan melalui media secara periodik. Jurnalistik televisi dewasa ini dihadapkan pada campur tangan kepentingan bisnis dengan bermunculannya stasiun – stasiun TV lokal dengan daya pancar yang terbatas, untuk di Palembang terdapat 2 stasiun televisi lokal yaitu Palembang TV dan Sriwijaya TV. Masihkan jurnalistik memperhatikan keseimbangan kebutuhan masyarakat?, tidak menutup kemungkinan jurnalistik televisi dapat melakukan kesalahan dan membentuk opini publik. Efek yang ditimbulkan tidak kalah dengan seseorang yang bertatap muka dengan orang lain. Wujud visual memberikan kekuatan pada pesan yang disampaikan (Wibowo, 2007:111).

Undang-undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 merupakan dasar utama bagi pembentukan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang beranggotakan sembilan orang. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) adalah lembaga independen yang bebas dari campur tangan pemodal maupun kepentingan kekuasaan yang bertugas memberikan perizinan serta pengawasan kepada lembaga penyiaran baik lembaga penyiaran publik, lembaga penyiaran swasta maupun lembaga penyiaran komunitas. Untuk melaksanakan kewajibannya Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) terbagi menjadi dua, yaitu Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) pusat yang dibentuk ditingkat pusat dan berkedudukan di ibukota Negara serta Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) yang dibentuk ditingkat provinsi dan berkedudukan di ibukota provinsi.

Mekanisme pembentukan KPI dan rekuitmen anggota yang diatur oleh Undang-undang nomor 32 tahun 2002 akan menjamin bahwa pengaturan sistem penyiaran di Indonesia akan dikelola secara partisipatif, transparan, akuntabel sehingga menjamin independensi KPI.

Dalam Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia tentang Pedoman Perilaku Penyiaran dijelaskan bahwa Pedoman Perilaku Penyiaran adalah ketentuan-ketentuan bagi lembaga penyiaran yang ditetapkan oleh Komisi Penyiaran Indonesia untuk menyelenggarakan dan mengawasi sistem penyiaran nasional Indonesia. Dengan dibentuknya Komisi Penyiaran Indonesia, maka segala bentuk penyiaran yang ada di Indonesia akan diawasi sehingga tujuan dari penyiaran jelas dan sesuai dengan Undang – Undang yang berlaku di Indonesia. Dimana setiap lembaga penyiaran harus mentaati Pedoman Perilaku Penyiaran yang telah ditetapkan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Bila terjadi pelanggaran terhadap Pedoman Perilaku Penyiaran maka yang bertanggung jawab adalah lembaga penyiaran yang menyiarkan program yang mengandung unsur dugaan kesalahan tersebut.

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) akan mencacat semua kesalahan yang dilakukan oleh lembaga penyiaran sebagai bahan pertimbangan pengambilan keputusan dalam hal perpanjangan izin siaran. Apalagi dalam hal penyampaian informasi kepada khalayak dalam disusun dalam sebuah program berita televisi, karena berita yang disampaikan akan mempengaruhi penonton dan dapat menimbulkan efek terhadap dirinya maupun orang lain. Dalam Pedoman Perilaku Penyiaran pasal 18 telah dijelaskan bahwa Lembaga penyiaran wajib menjunjung tinggi prinsip-prinsip jurnalistik, antara lain: akurat, berimbang, adil, tidak beritikad buruk, tidak menghasut dan menyesatkan, tidak mencampuradukkan fakta dan opini pribadi, tidak menonjolkan unsur sadistis, tidak mempertentangkan suku, agama, ras dan antargolongan, tidak membuat berita bohong, fitnah, dan cabul.

Aspek – aspek kesalahan yang terjadi pada lembaga penyiaran terutama pada program berita televisi lokal di Palembang menjadi hal yang membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terhadap pengawasan yang dilakukan oleh Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Palembang terhadap lembaga penyiaran televisi swasta lokal yang ada di kota Palembang dengan mengambil judul “PERAN PENGAWASAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA DAERAH (KPID) SUMATERA SELATAN TERHADAP KUALITAS ISI SIARAN BERITA LEMBAGA PENYIARAN TELEVISI SWASTA LOKAL DI KOTA PALEMBANG” (Studi Deskriptif pada Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sumatera Selatan).

Alasan peneliti meneliti Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sumatera Selatan karena, Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sumatera Selatan adalah lembaga yang bertugas menaungi lembaga – lembaga penyiaran yang ada di kota Palembang termasuk televisi. Peneliti ingin mengetahui serta menggali peran pengawasan dari KPID Sumatera Selatan khususnya kota Palembang sebagai ibukota Provinsi, peneliti menilai masih terdapat kesalahan dalam proses penyiaran serta ingin mengetahui penyebab dari kesalahan tersebut dan tindak lanjut dari pengawasan KPID.

HASIL

Proses pengawasan KPID Sumsel terhadap lembaga penyiaran TV swasta lokal di kota Palembang berawal dari penentuan waktu pengawasan secara acak yang dilakukan oleh tim pengawas. Dengan menggunakan alat perekam berupa TV Tuner, sebuah program siaran direkam yang kemudian di analisis. Menonton, mencermati, mencatat, menganalisis tayangan merupakan urutan dalam pemantauan sebuah program acara. Pada program acara berita, kesalahan yang paling sering terjadi adalah ketidakberimbangannya berita yang di sajikan sehingga merugikan salah satu pihak, Pedoman Perilaku Penyiaran telah menjelaskan pada pasal 18 bahwa: “lembaga penyiaran wajib menjunjung tinggi prinsip – prinsip jurnalistik, antara lain: akurat, berimbang, adil, tidak beritikad buruk, tidak menghasut dan menyesatkan, tidak mencampurkan fakta dan opini pribadi, tidak menonjolkan unsur sadistis, tidak mempertentangkan suku, agama, ras dan antargolongan, tidak membuat berita bohong, fitnah dan cabul”. Karena fungsi dari berita sendiri memberikan informasi yang nantinya akan berguna bagi masyarakat yang menontonnya. KPID Sumsel, benar – benar memperhatikan hal – hal seperti itu, karena KPID merasa bahwa dirinya merupakan wadah dari aspirasi masyarakat yang harus melaksanakan tugasnya secara adil.

Kesalahan yang terjadi dalam program berita bervariasi, sehingga sanksi yang diberikan juga bervariasi. Peran pengwasan yang dilakukan KPID Sumatera  Selatan dinilai sudah cukup berperan, hal ini di buktikan dengan berbagai bentuk himbauan ataupun teguran yang diberikan oleh KPID Sumsel terhadap lembaga penyiaran TV swasta lokal di kota Palembang mendapatkan feedback dari lembaga penyiaran yang bersangkutan. Pada TV yang berbasis TV lokal biasanya menggunakan bahasa daerah yaitu bahasa Palembang dan sering mengalami kesalahan hanya mendapatkan himbauan karena bentuk kesalahan seperti ini tidak ada dalam Undang – Undang, dan pihak KPID tidak dapat menyalahkan begitu saja, hal ini dikarenakan penggunaan bahasa Palembang yang sesuai dengan kaidah masih sangat jarang. Menggunakan bahasa sehari – hari yang mudah dimengerti asalkan dalam penyajiannya tidak melanggar peraturan dalam Undang – Undang yang telah ditetapkan.

Pemberian himbauan atau teguran dapat dilakukan langsung oleh petugas pengawasan yang saat itu tengah melakukan pengawasan dengan menghubungi via telepon lembaga penyiaran yang bersalah tersebut apabila tidak di mungkinkan untuk memberikan himbauan tertulis pada saat itu juga. Maksudnya, apabila pengawasan dilakukan saat di luar jam kantor, sehingga tidak mungkin untuk ke kantor sekretariatan KPID Sumsel untuk menulis surat teguran. Kepada pihak lembaga penyiaran memiliki hak jawab untuk mengklarifikasi dan memperbaiki kesalahan tersebut. Namun KPID Sumsel akan terus memantau perubahan dari kesalahan tersebut.

Lain halnya dengan pemberian teguran tertulis kepada lembaga penyiaran TV swasta lokal di kota Palembang pada event tertentu, misalnya pada saat pemilihan umum. KPI akan melakukan pengawasan dan menganalisis pada Focus Group Discussion (FGD) yang mendatangkan  ahli untuk melihat dari aspek sosiologis. Hal ini dilakukan karena lembaga penyiaran rentan melakukan pelanggaran dalam momen – momen seperti ini. Pada pasal 57 (3) Standar Program Siaran menyebutkan bahwa: ”Program siaran wajib bersikap adil dan proposional terhadap para peserta pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah”

Pengawasan yang dilakukan oleh KPID Sumsel tidak hanya berasal dari aktifitas dari anggota pengawas KPID itu sendiri, melainkan dari pengaduan masyarakat melalui surat, telepon atau SMS kepada pihak KPID. Dimana pada pasal 48 Pedoman Perilaku Penyiaran disebutkan: “setiap orang atau sekelompok orang yang mengetahui adanya pelanggaran terhadap Pedoman Perilaku Penyiaran dapat mengadukannya ke KPI Pusat dan/atau KPI Daerah”, yang kemudian akan dianalisa oleh KPID Sumsel apakah memang dugaan pelanggaran tersebut berasal dari lembaga penyiaran atau kesalahan dalam menginterpretasikan persepsi masyarakat itu sendiri

Peran Pemimpin Redaksi Surat Kabar Mingguan Jurnal Sumatra Terhadap Berita Yang Dipilih Menjadi Headline News

Wednesday, July 13th, 2011

Rahma santhi dan Rangga Suluh

Abstrak : Hadirnya TV lokal di kota Palembang yaitu Palembang TV dan Sriwijaya TV membuktikan perkembangan industri media. KPI adalah lembaga independen yang melakukan pengawasan terhadap lembaga penyiaran termasuk TV lokal. Sebagai lembaga yang bebas dari campur tangan kepentingan tertentu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran pengawasan KPI terhadap TV lokal di Palembang. Metode pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara dan studi pustaka yang disajikan secara deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peran pengawasan KPI terhadap TV lokal Palembang telah berjalan sesuai dengan UU No. 32 tahun 2002 tentang penyiaran serta Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran. Namun, masih terdapat beberapa penghambat yaitu minimnya alat rekam.

Kata Kunci: KPI, Pengawasan, TV Swasta Lokal.


  1. 1. PENDAHULUAN

Tanpa disadari kebutuhan masyarakat terhadap informasi yang aktual dari media massa membuat pers sebagai lembaga pemberitaan terus berusaha menyajikan berita – berita yang terbaik. Pers adalah lembaga atau badan organisasi yang menyebarkan berita sebagai karya jurnalistik kepada khalayak. Pers dan jurnalistik dapat diibaratkan raga dan jiwa. Pers adalah raga, karena ia berwujud, konkret dan nyata melembaga. Oleh karena itu pers dapat diberi nama, sedangkan jurnalistik adalah aspek jiwa karena ia abstrak serta merupakan kegiatan, daya hidup yang menghidupi pers itu sendiri. Dengan demikian pers dan jurnalistik adalah dwitunggal, pers tidak mungkin beroperasi tanpa jurnalis sebaliknya jurnalis tidak akan mungkin mewujudkan suatu karya berita tanpa adanya pers.

Lahirnya Undang – Undang Pokok Pers no. 40 tahun 1999, membuat dunia jurnalistik semakin berwarna serta mampu berkembang dalam menyuguhkan kebutuhan masyarakat akan pemberitaan dari media massa. Yang sedikit lebih pesat dalam perkembangannya adalah surat kabar, di mana ia lebih mudah untuk didirikan bila dibandingkan dengan mendirikan sebuah radio atau televisi. Dalam kurun waktu yang terbilang singkat, dimulai dari meyakinkannya kebebasan pers yang benar – benar utuh di Indonesia khususnya kota Palembang, banyak surat kabar yang tumbuh dan berkembang di tengah – tengah masyarakat sehingga mampu memberikan karakter yang berbeda – beda dari setiap surat kabar yang ada.

Menyikapi pesatnya pertumbuhan surat kabar di kota Palembang dalam kurun reformasi, membuat penulis tertarik untuk menjadikannya suatu bentuk penelitian. Dalam hal ini, penulis terinspirasi tentang bagaimana seorang pemimpin redaksi yang bertugas mengarahkan liputan dan memilih berita – berita yang nantinya dijadikan hedline news (berita halaman utama) dengan segala pertimbangan baik tentang nilai berita (penting, menarik, baru, berkelanjutan, menyangkut orang terkenal dsb) atau tentang nilai rupiah yang ditawarkan.

Di sini muncul sebuah pertanyaan besar setelah terungkap dalam sebuah buku yang berjudul Perspektif Pers Indonesia di mana terdapat kutipan pernyataan dari pemimpin redaksi surat kabar mingguan berita Tempo dalam surat kabar Kompas, edisi Minggu 7 Februari 1986 dalam buku ini. “Betul, bahwa pers sudah berkembang kearah suatu bisnis dan itu memang suatu perubahan yang tidak sepenuhnya dipahami oleh khalayak maupun oleh kalangan pers sendiri, juga oleh pemerintah” (Oetama, 1989: 25).

Lahirnya kebijakan editorial menjadi tempat sekaligus pemupuk timbulnya surat kabar – surat kabar yang semakin cenderung untuk mengambil distansi dari organisasi politik sebagai berita titipan (Oetama, 1989: 27). Komersialitas sebagai bagian dari pers diperkuat dalam buku ini di mana ilmuan komunikasi Prof. Dr. Prakke dan Prof. Rooij yang lebih dulu disebut telah menempatkan “komersialitas” sebagai segi yang melekat pada hakikat pers sebagai lembaga, sama halnya dengan segi – segi lain seperti universalitas, aktualitas, periodisitas, publisitas.

Salah satu surat kabar yang lahir di kota Palembang adalah Jurnal Sumatra. Selain telah terdaftar sebagai media massa yang dilindungi serta dibina oleh Dewan Pers, Jurnal Sumatra juga telah mampu bertahan selama lebih dari dua tahun dan rutin terbit setiap minggunya. Dengan memuat sebanyak duabelas halaman, surat kabar mingguan ini beredar di Palembang dan juga tersebar dihampir setiap Kabupaten/Kota yang ada di Sumatera Selatan. Pendiri sekaligus pemimpin redaksi surat kabar mingguan Jurnal Sumatra jelas menyimpan banyak cerita tentang setiap berita – berita yang telah terbit pada media yang dipimpinnya terutama berita yang dipilihnya menjadi headline news.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk lebih mengetahui bagaimana cara pemilihan serta pertimbangan dan kebijakan yang diambil oleh pemimpin redaksi surat kabar mingguan Jurnal Sumatra untuk mengarahkan wartawan dalam meliput dan menggalih data lebih dalam tentang sebuah kejadian serta dijadikan headline news. Dengan demikian, judul dalam skripsi ini adalah “Peran Pemimpin Redaksi Surat Kabar Mingguan Jurnal Sumatra Terhadap Berita Yang Dipilih Menjadi Headline News“.

HASIL

Pemimpin redaksi memiliki wewenang penuh dalam mengambil kebijakan untuk menentukan kelayakan berita yang akan menempati posisi pada headline. Pemimpin redaksi (Pemred) memilih headline dengan mengacu pada prinsip sangat menarik, sangat penting, tidak mudah “basi” dan sangat eksklusif.

Baik dan buruk isi pemberitaan pada penerbitan sebuah surat kabar itu tergantung dari ketajaman dan kejelian seorang pemimpin redaksi dalam mencari dan memilih materi pemberitaan. Itu sebabnya pemimpin redaksi harus memiliki wawasan yang luas terhadap perkembangan situasi sosial baik politik, budaya, seni, ekonomi, alam maupun olahraga. Sama halnya dengan surat kabar mingguan Jurnal Sumatra, kepekaan dari seorang pemimpin redaksi dapat mencerminkan pencitraan di mata masyarakat atau pembacanya. Untuk surat kabar yang terbit mingguan, informasi yang tidak mudah “basi” adalah hal yang harus dipikirkan oleh pemimpin redaksi yang pada akhirnya mendapatkan feedback dari pembaca itu sendiri.

Dalam mendapatkan berita yang diinginkan, pemimpin redaksi dibantu oleh koordinator liputan serta wartawan. Berita yang dihasilkan nantinya akan dipilih menjadi headline harus memiliki nilai jual yang tinggi untuk diketahui oleh masyarakat atau pembaca. Mengulang tugas dari seorang pemimpin redaksi salah satunya adalah menentukan topik pemberitaan. Penentuan topik pemberitaan ini tidak semata – mata diputuskan oleh pemimpin redaksi saja namun di komunikasikan dengan staf redaksi atau yang dikenal dengan istilah rapat redaksi.

Pada surat kabar mingguan Jurnal Sumatra, rapat redaksi untuk penentuan topik pemberitaan dilakukan seminggu sebelum surat kabar itu terbit, pada saat rapat redaksi setiap elemen dilibatkan. Disinilah para wartawan mengemukakan issue yang beredar di permukaan yang kemudian ditentukan oleh pemimpin redaksi selaku pemimpin rapat untuk menentukan issue mana yang layak untuk menjadi fokus pemberitaan pada pekan tersebut. Dari hari Senin hingga Jumat setiap wartawan wajib mengumpulkan berita sekaligus hadir pada rapat penentuan headline di kantor redaksi Jurnal Sumatra. Untuk wartawan yang berstatus biro, rapat dilakukan dengan memanfaatkan teknologi yang berkembang melalui media online seperti Yahoo Messenger.

Dari berita – berita yang telah terbit sebagai headline sudah bisa dilihat ideologi dari sebuah media massa. Isi pemberitaan yang tidak berpihak atau mengarah pada pengaburan fakta di lapangan dapat dirasa setelah membaca isi dari berita headline. Melihat dari ke empat edisi yang peneliti pelajari, surat kabar mingguan Jurnal Sumatra masih mampu memegang prinsip pers sebagai penyampai informasi yang independen yang tidak diarah – arahkan oleh suatu kekuasaan politik. Ini dikarenakan Jurnal Sumatra masih berdiri sebagai media independen tanpa adanya campur tangan dari grup – grup yang merajai media cetak (surat kabar) yang ada di kota palembang saat ini yang memiliki keseragaman headline news.

Berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan, wawancara lima orang informan serta memperhatikan dokumen Jurnal Sumatra maka peneliti melihat bahwa surat kabar mingguan Jurnal Sumatra masih mampu berpegang pada prinsip ketidakberpihakan pers terhadap suatu kepentingan tertentu yang dapat mengaburkan fakta yang terjadi serta peran Pemred dalam memilih headline news adalah fungsi yang berjalan sesuai dengan tugas dan tanggung jawab seorang pemimpin redaksi.

  1. 1. SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan masalah yang berkaitan dengan Peran Pemimpin Redaksi Surat Kabar Mingguan Jurnal Sumatra Terhadap Berita Yang Dipilih Menjadi Headline News, maka dapat diambil satu kesimpulan bahwa, peran dan tugas pemimpin redaksi surat kabar mingguan Jurnal Sumatra telah berjalan sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya dalam menentukan headline news serta dapat berjalan sesuai dengan ideologi dari pemimpin redaksi itu sendiri. Apabila sebuah surat kabar masih berdiri sendiri maka peran Pemred masih dapat berjalan sesuai ideologinya.

Pemimpin redaksi adalah orang yang memiliki wewenang dalam mengambil setiap kebijakan tentang seluruh pemberitaan dalam surat kabar yang didudukinya. Namun hal tersebut dapat terlihat “mandul” apabila terdapat sebuah standar yang dibangun oleh pihak yang lebih kuat kedudukannya di dalam surat kabar tersebut yang membuat pers menjadi berubah fungsi serta tujuan sebagai media yang bebas menyampaikan sebuah informasi berdasarkan fakta.

Jika seandainya sebuah surat kabar besar telah tergabung dalam satu kesatuan yang telah distandarisasi serta telah diatur dalam membentuk karakternya yang berpihak oleh sebuah grup penguasa media, maka Pemred media tersebut tidak akan memiliki jawaban berdasarkan ideologi kebebasan pers yang seutuhnya bila mendapat pertanyaan “apa pertimbangan anda serta kebijakan anda terhadap berita yang terbit pada headline surat kabar yang anda duduki sekarang ini?”. Mungkin ada satu ideologi yang mereka pakai yaitu, media ini harus tetap besar berkembang dalam satu keseragaman pemberitaan yang lari dari fungsi – fungsi pers serta setiap hari melakukan “pembodohan” publik dengan informasi arahan.

Unsur dari prinsip ketidakberpihakan pers terhadap suatu kepentingan tertentu adalah kemandirian dari lembaga pers itu sendiri. Surat kabar mingguan Jurnal Sumatra adalah sebuah surat kabar kecil yang terus bertahan untuk memegang prinsip pers sebagai lembaga independen. Kecil tapi memiliki Pemred yang tidak kerdil dalam menentukan berita yang dijadikan headline. Ini dapat dibuktikan dari dokumen – dokumen yang peneliti pelajari serta diperkuat dengan hasil observasi dan hasil wawancara yang peneliti lakukan baik dengan keredaksian Jurnal Sumatra juga pihak luar yang terus mengikuti pemberitaan Jurnal Sumatra di setiap edisinya.

Peran Corporate Culture Dalam Meningkatkan Citra Perusahaan di PT. Perusahaan Gas Negara (Persero)TBk.

Tuesday, March 29th, 2011

Rahma Santhi Zinaida

Dosen Universitas Bina Darma, Palembang

Jalan Jenderal Ahmad Yani No.12, Palembang

Pos-el : Shanteeluv@gmail.com

Abstract Every company should have a corporate culture.This is important because it relates to corporate identity in the eyes of outsiders, image or corporate image, and related to the quality of the company in the future. This paper will discuss the company’s culture PT.PGN (Persero) Tbk and its relationship to improve its corporate image, the method used qualitative research method, the categories of data, reduction and ends with a conclusion. The purpose of this study is to find out how the role of corporate culture to improve company image PT. PGN (Persero) Tbk. The results of this study is corporate image PT.PGN is also influenced by corporate culture established by management, one of which aims to preserve the corporate culture that has long existed that have been implemented and proven to have positive impact on the development of company image.

Keywords: corporate culture, Image, Role

Abstrak : Setiap perusahaan seharusnyalah memiliki budaya perusahaan atau yang dikenal sebagai corporate culture. Hal ini penting karena berkaitan dengan identitas perusahaan dimata pihak luar, image atau citra perusahaan, dan berkaitan dengan kualitas perusahaan dimasa depan. Judul penelitian ini mengenai budaya perusahaan PT.Perusahaan Gas Negara (Persero) TBk dan hubungannya dalam meningkatkan citra perusahaannya, Metode penelitian menggunakan kategori data, sintesisasi dan penarikan kesimpulan dengan pendekatan kualitatif. Tujuan nya untuk mengetahui bagaimanakah peran corporate culture dalam meningkatkan citra perusahaan di PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) TBk. Hasil dari penelitian ini citra PT. PGN juga dipengaruhi oleh budaya perusahaan / corporate culture yang dibentuk oleh manajemen yang salah satunya bertujuan untuk Melestarikan Budaya Perusahaan yang telah lama ada yang telah dijalankan dan terbukti berdampak positif terhadap perkembangan citra Perusahaan.

Kata kunci: budaya perusahaan, citra, peran


1.                PENDAHULUAN

Setiap perusahaan seharusnyalah memiliki budaya perusahaan atau yang dikenal sebagai corporate culture. Hal ini penting karena berkaitan dengan identitas perusahaan dimata pihak luar, image atau citra perusahaan, dan berkaitan dengan kualitas perusahaan dimasa depan. Eksistensi perusahaan itu bergantung tidak hanya pada hasil produktivitas yang dicapai oleh perusahaan, namun juga dikarenakan pengakuan masyarakat akan perusahaan tersebut. Secara sederhana Budaya Perusahaan kerap didefinisikan sebagai: Begitulah cara kami bekerja di sini. Namun kalau menginginkan yang lebih “akademis” maka Budaya Perusahaan bisa kita definisikan sebagai: Nilai-nilai pokok yang menjadi inti dari falsafah bekerja dalam organisasi, yang membimbing seluruh karyawan dalam bekerja, sehingga perusahaan akan mencapai sukses dalam usahanya.

Perusahaan yang memiliki Budaya Perusahaan yang kuat akan mampu bertahan lama. Lihat saja IBM dengan IBM means services, P&G dengan Bussiness integrity, fair treatment of employees. Memang, bisa saja perusahaan itu sukses tanpa memiliki Budaya Perusahaan, tetapi keberhasilannya biasanya bersifat sementara. Perusahaan keluarga yang ambruk dua generasi setelah pendirinya meninggal, bisa menjadi contoh yang nyata.

Lalu bagaimana caranya membentuk Budaya Perusahaan yang kuat dan mampu membawa perusahaan bertahan lama? Terdapat sejumlah langkah yang dapat ditempuh dalam membentuk dan memelihara Budaya Perusahaan. Langkah awal adalah usaha mengenali, menemukan, menyadari dan menguraikan Budaya Perusahaan yang build-in di dalam organisasi. Hal-hal yang ditemukan pada usaha itu sendiri dari: norma-norma positif dan norma-norma negatif, atau hal-hal yang hendak dipertahankan atau diperkuat dan hal-hal yang merupakan perselisihan antara apa yang ditemukan dengan Budaya Perusahaan yang dikehendaki.

Langkah selanjutnya adalah menetapkan sasaran-sasaran yang jelas dan dapat iukur, mengenai bagaimanakah perselisihan dapat dikurangi dan norma-norma positif dipertahankan. Sasaran-sasaran program, dan sasaran kultural yang berupa keyakinan, sikap maupun perilaku.

Kegiatan itu disusul dengan perencanaan dan penerapan dari tindakan-tindakan yang secara ideal akan mewujudkan perubahan pada empat dimensi, yaitu pada setiap individu, pada anggota tim sekerja, pada pimpinan, dan pada organisasi secara proses, sistem, kebijakan dan struktur. Karena “cara bekerja” sebuah perusahaan harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang terus berubah, maka usaha untuk membentuk Budaya Perusahaan sebaiknya ditinjau sebagai suatu sistem. Timbal balik sebaiknya diperoleh secara berkala guna meninjau kembali kecocokan dari asumsi-asumsi semula dan menyesuaikan tindakan selanjutnya.

Citra perusahaan penting bagi setiap perusahaan karena merupakan keseluruhan kesan yang terbentuk dibenak masyarakat tentang perusahaan. Citra dapat berhubungan dengan nama bisnis, arsitektur, variasi dari produk, tradisi, ideologi dan kesan pada kualitas komunikasi yang dilakukan oleh setiap karyawan yang berinteraksi dengan klien perusahaan.

Dengan demikian, citra perusahaan dapat dipersepsikan sebagai gambaran mental secara selektif. Karena keseluruhan kesan tentang karakteristik suatu perusahaan atau yang disebut corporate culture yang nantinya akan membentuk citra perusahaan dibenak masyarakat. Setiap perusahaan dapat memiliki lebih dari satu citra tergantung dari kondisi interaksi yang dilakukan perusahaan dengan kelompok-kelompok yang berbeda, seperti: nasabah, karyawan, pemegang saham, supplier dimana setiap kelompok tersebut mempunyai pengalaman dan hubungan yang berbeda dengan perusahaan. Karena itu, citra yang dimiliki perusahaan dapat berperingkat positif atau negatif.

Untuk itu, perusahaan perlu mengkomunikasikan secara jelas tentang perusahaan yang diharapkan, sehingga dapat mengarahkan masyarakat dalam mencitrakan perusahaan secara positif. Lebih lanjut, citra merupakan hasil dari penilaian atas sejumlah atribut, tetapi citra bukanlah penilaian itu sendiri, karena citra adalah kesan konsumen yang paling menonjol dari perusahaan, yang dievaluasi dan dipertimbangkan oleh konsumen dalam mengambil keputusan pembelian.

Pada makalah ini akan dibahas mengenai budaya perusahaan PT.Perusahaan Gas Negara (Persero) TBk dan hubungannya dalam meningkatkan citra perusahaannya, seperti diketahui bahwa dalam pembentukan citra suatu perusahaan tidak terlepas dari bagaimana perusahaan tersebut menerapkan budaya perusahaan yang baik. Rumusan masalah yang akan diangkat dalam makalah ini adalah

” Bagaimana Peran Corporate Cultrue dalam Meningkatkan Citra Perusahaan di PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) TBk” dan Tujuan dari Penulisan Makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah peran corporate culture dalam meningkatkan citra perusahaan di PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) TBk.

2.                  METODOLOGI PENELITIAN

2.1              Literatur Teori

2.1.1        Komunikasi

Secara umum komunikasi merupakan kegiatan manusia untuk saling memahami atau mengerti suatu pesan antara komunikator (penyampai pesan) dengan komunikan (penerima pesan) dan umumnya berakhir dengan suatu hasil yang disebut sebagai efek komunikasi (Caropeboka, 2008: 1).

Masih menurut sumber di atas (Caropeboka, 2008:1), komunikasi akan berlangsung selama ada kesamaan makna di dalam apa yang dipercakapkan atau disampaikan. Kesamaan makna dalam hal ini yaitu kesamaan bahasa yang dipakai, penggunaan suatu kalimat atau kata yang disampaikan dalam suatu bahasa tertentu, belum tentu menimbulkan kesamaan makna bagi orang lain. Hal ini dapat terjadi kesalahan pengertian dari makna yang terkandung dalam bahasa tersebut, sebaiknya bila kedua orang yang berbahasa dan bermakna sama di dalam suatu pengertian makna disebut sebagai komunikatif.

Kegiatan komunikasi bukan hanya memberikan informasi tetapi juga merupakan kegiatan persuasif, yaitu suatu kegiatan dengan cara membujuk yang bertujuan agar orang lain bersedia menerima suatu paham atau keyakinan, yang pada akhirnya mau melakukan suatu tindakan sesuai dengan yang diharapkan oleh pemberi pesan atau komunikator, dengan demikian akan terjadi suatu perubahan sebagai hasil atau efek dari pesan yang diterimanya dalam hal ini penerima pesan disebut sebagai komunikan (Caropeboka, 2008: 1). Begitu pentingnya komunikasi dalam hidup manusia, maka Harold D. Lasswell mengemukakan bahwa fungsi komunikasi dalam Cangara (2007 : 59) antara lain:

1.       Manusia dapat mengontrol lingkunganya

2.       Beradaptasi dengan lingkungan tempat

mereka berada

3.              Melakuakan transformasi warisan sosial

kepada generasi berikutnya

Selain                itu ada beberapa pihak menilai bahwa, dengan komunikasi yang baik hubungan antar manusia dapat dipelihara kelangsungannya. Sebab melalui komunikasi dengan sesama manusia kita bisa memperbanyak sahabat, rezeki, memperbanyak dan memelihara pelanggan (costumers), dan juga memelihara hubungan yang baik antara bawahan dan atasan dalam suatu organisasi. Pendek kata komunikasi berfungsi menjembatani hubungan antar manusia dalam bermasyarakat (Cangara, 2007: 59).

2.1.2 Budaya Perusahaan

Terdapat beberapa definisi budaya perusahaan atau budaya organisasi yang dikemukakan oleh beberapa ahli seperti berikut ini :

Menurut Robbins (2001) mendefinisikan bahwa : “Budaya perusahaan adalah suatu sistem nilai-nilai yang dirasakan maknanya oleh seluruh orang dalam organisasi. Selain dipahami, seluruh jajaran meyakini sistem-sistem nilai tersebut sebagai landasan gerak organisasi”.

Maasih menurut Robins (2001:57) “Budaya perusahaan merupakan nilai, kepercayaan, sikap dan perilaku yang dipegang anggota.”

Terdapat beberapa elmen dasar budaya perusahaan, Eugene McKenna dan Nic Beech (2001:15) mengelompokan elemen-elmen budaya perusahaan sebagai berikut :

a.       Artifacts

Merupakan hal-hal yang dapat dilihat, didengar, dirasakan, jika sesorang berhubungan dengan sebuah kelompok baru dengan budaya yang tidak dikenalnya. Artifacts termasuk struktur organisasi dan proses yang tampak, seperti produk, jasa, dan tingkah laku anggota kelompok

b.  Espoused Values

Yaitu alasan-alasan tentang mengapa orang berkorban demi apa yang dikerjakan. Budaya sebagian besar organisasi dapat melacak nilai-nilai yang didukung kembali kepenemu budaya. Meliputi strategi, sasaran, dan filosofi.

c.   Basic Underlying Assumption

Yaitu keyakinan  yang dianggap sudah ada oleh anggota suatu organisasi. Budaya menetapkan cara yang tepat untuk melakukan sesuatu di organisasi,  seringkali melalui asumsi yang tidak diucapkan namun anggota organisasi meyakini ketepatan tindakan tersebut.

menurut Robbins (2001: 16) menyatakan ada tujuh karakteristik budaya organisasi atau budaya perusahaan sebagai berikut: Inovasi dan keberanian mengambil resiko (inovation and risk taking), Perhatian terhadap detail (Attention to detail), Berorientasi Kepada hasil (Outcome orientation), Berorientasi kepada manusia (People orientation), Berorientasi tim (Team orientation),  Aggresif (Aggressiveness), Stabil (Stability).

Menurut Veithzal Rivai (2005:430), fungsi budaya perusahaan adalah :

  1. Budaya mempunyai suatu peran menetapkan tapal batas, artinya budaya menciptakan perbedaan yang jels antara suatu organisasi dengan organisasi yang lain.
  2. Budaya memberikan indentitas bagi anggota organisasi.
  3. budaya mempermudah timbulnya komitmen yang lebih luas dari pada kepentingan individu.
  4. Budaya itu mengingkatkan kemantapan sitem sosial.
  5. Budaya sebagai mekanisme pmbuat makna dan kendali yang memandu sera membentuk sikap dan perilaku karyawan.

2.1.3 Citra

Menurut Steinmentz dalam Sutojo (2004:1), citra perusahaan adalah pancaran atau reproduksi jati diri atau bentuk dari perorangan, benda atau organisasi. Menurutnya, bagi perusahaan citra juga dapat diartikan sebagai persepsi masyarakat terhadap jati diri perusahaan. Sedangkan menurut Lawrence dalam Sutojo (2004 : 1), citra perusahaan menjadi salah satu pegangan bagi banyak orang dalam mengambil berbagai keputusan penting. Setiap perusahaan mempunyai citranya tersendiri di masyarakat. Citra itu sendiri dapat berperingkat baik, sedang, ataupun buruk.

Pendapat lain mengenai citra, menurut Frank Jefkins dalam buku Public Relations Technique (Soemirat,2004:114)  menyimpulkan bahwa secara umum, “citra diartikan sebagai kesan seseorang atau individu tentang sesuatu yang muncul sebagai hasil dari pengetahuan dan pengalamannya”.

Jenis – Jenis Citra :

1.  Citra yang diharapkan (wish image) Citra

harapan adalah suatu citra yang diinginkan oleh pihak manajemen.

2.  Citra perusahaan ( corporate image ) Citra

perusahaan atau citra lembaga  adalah citra dari suatu organisasi

3.  Citra bayangan ( mirror image ) Citra ini

melekat pada orang dalam atau anggota anggota organisasi biasanya adalah pemimpinnya mengenai anggapan pihak luar tentang organisasinya.

Proses pembentukan citra dalam struktur kognitif yang sesuai dengan pengertian komunikasi dijelaskan oleh John S. Nimpoeno  dalam Soemirat (2004 : 114 -115) yaitu public relations digambarakan sebagai input – output, yaitu proses intern dalam model ini adalah pembentukan citra, sedangkan input adalah stimulus yang diberikan dan output adalah tanggapan atau perilaku tertentu. Citra ini sendiri digambarkan melalui Persepsi – Kognisi – Motivasi – Sikap. Walter Lipman dalam Soemirat (2004 : 114 – 116), menyebutkan terdapat empat komponen pembentukan citra yaitu persepsi – kognisi – motivasi – sikap sebagai yang diartikan citra individu terhadap rangsangan sebagai  “ Picture in our head ”

2.1.4 Peran

Soekanto (2002:243) mengatakan peran merupakan aspek dinamisi kedudukan (status). Apabila seseorang melakukan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peran.

2.4.2 Konsep Peran :

Konsep peran menurut Sastradipoera (1994:768) dalam buku ensiklopedia manajemen mengungkapkan sbb:

1.      Bagian dari tugas utama yang harus

dilakukan oleh manajemen.

2.      Pola perilaku yang diharapkan dapat

menyertai suatu status.

3.            Bagian suatu fungsi seseorang dalam

kelompok atau pranata.

4.      Fungsi yang diharapkan dari seseorang

atau menjadi karakteristik yang apa

adanya.

5.             Fungsi setiap variabel dalam hubungan

sebab akibat.

2.2 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan peneliti adalah, ”kategori data, sintesisasi dan diakhiri dengan penarikan kesimpulan” (Moleong,2004:208). Metode kualitatif, yaitu metode yang tidak menggunakan perhitungan-perhitungan kuantitas melainkan merupakan penjelasan dan penguraian dari obyek yang diteliti (Moleong,2004:4).

Teknik pengumpulan data dengan wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seorang yang lainnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu.

Wawancara secara garis besar dibagi dua, yakni wawancara tak terstruktur dan wawancara terstruktur. Wawancara tak terstruktur sering juga disebut wawancara mendalam, wawancara intensif, wawancara kualitatif, wawancara terbuka (open-ended interview), dan wawancara etnografis.

Sedangkan wawancara terstruktur sering disebut wawancara baku (standardized interview), yang susunan pertanyaannya sudah ditetapkan sebelumnya (biasanya tertulis) dengan pilihan-pilihan jawaban yang juga sudah disediakan.

Wawancara tidak terstruktur mirip dengan percakapan informal. Metode ini bertujuan memperoleh bentuk-bentuk tertentu informasi dari semua responden, tetapi susunan kata dan urutannya disesuaikan dengan ciri-ciri setiap responden. Di dalam penelitian ini yang akan menjadi narasumber adalah 3 orang dari PT. Perusahaan Gas Negara (PGN) (Persero) TBk. Selain itu, peneliti juga menggunakan studi literatur dan penelusuran langsung kepada objek penelitian yang dituju.

3.        PEMBAHASAN

PT PGN (Persero) Tbk merupakan perusahaan infrastruktur yang berpengalaman menyalurkan dan menyediakan gas bumi bagi kepentingan umum (public utility). Sebagai perusahaan infrastruktur, PGN memiliki jaringan pipa transmisi dan distribusi yang handal. Kegiatan usaha PGN adalah transporter, distributor dan trader di bidang gas bumi. Sebagai transporter, PGN menyediakan infrastruktur jaringan pipa transmisi yang menghubungkan

Budaya Perusahaan merupakan suatu kekuatan yang tidak terlihat namun mampu mempengaruhi pikiran, perasaan, pembicaraan, sikap dan tindakan pekerja di perusahaan. Sejak tahun 2003 melalui SK Direksi No. 004.K/07/UT/2003 tanggal 7 Januari 2003 PGN telah mencanangkan budaya perusahaan untuk pertama kali yang dikenal dengan Budaya SMILE. Nilai yang terkandung dalam Budaya SMILE adalah Satisfaction, Morale, Integrity, Leadership dan Enterprenuership.

Berkaitan dengan perubahan status perusahaan dari Perusahaan Persero ke Perusahaan (Persero) Tbk, maka pada tahun 2004 dilakukan penyempurnaan terhadap budaya SMILE yang didasarkan pada perkembangan visi dan misi perusahaan dan tuntutan perubahan budaya paternalistik menjadi budaya mandiri. Melalui SK Direksi No. 006600.K/131/UT/2006 tanggal 15 Maret 2006 tentang Penyempurnaan Buku Budaya Perusahaan tersebut dilakukan penyempurnaan terhadap penjabaran nilai-nilai SMILE. Untuk mendukung visi perusahaan menjadi perusahaan kelas dunia dibidang pemanfaatan gas bumi, maka pada bulan Desember 2008 dilakukan workshop validasi nilai-nilai budaya perusahaan. Dari hasil validasi tersebut dihasilkan 5 nilai budaya yang disebut ProCISE dan 10 Perilaku Utama Insan PGN.

5 Nilai budaya tersebut adalah :

Gambar 1. Logo corporate culture PT. PGN

Arti dari logo tersebut adalah :

1. Professionalism (Profesionalisme).

Senantiasa memberikan hasil terbaik dengan meningkatkan kompetensi dibidangnya dan bertanggung jawab atas setiap keputusan yang diambil.

2. Continuous Improvement (Penyempurnaan terus menerus). Berkomitment untuk melakukan penyempurnaan terus menerus.

3. Integrity (Integritas).

Jujur terhadap diri sendiri maupun orang lain. Konsisten antara pikiran, perkataan dan perbuatan berlandaskan standar etika yang luhur.

4. Safety (Keselamatan Kerja).

Senantiasa mengutamakan keselamatan dan kesehatan kerja, baik untuk diri sendiri maupun lingkungan sekitarnya.

5. Excellent Service (Pelayanan Prima).

Mengutamakan kepuasan baik pelanggan internal mapun eksternal dengan memberikan pelayanan terbaik.

Budaya perusahaan yang ditanamkan oleh PT. Perusahaan Gas Negara (PGN) melalui ”proCISE” yaitu Profesionalism, Continous Improvement, Integrity, Safety, dan Excellent merupakan ujung tombak perusahaan dalam meningkatkan citra perusahaan, citra yang diharapkan oleh perusahaan adalah wish image yaitu image yang yang diharapkan terbentuk oleh perusahaan yang sudah disiapkan dan dituju dan juga masuk dalam corporate image yaitu image atau citra yang dibentuk  oleh perusahaan.

Dalam hal ini, citra PT. Perusahaan Gas Negara (PGN) juga dipengaruhi oleh budaya perusahaan / corporate culture yang dibentuk oleh manajemen yang salah satunya bertujuan untuk Melestarikan Budaya Perusahaan yang telah lama ada yang telah dijalankan dan terbukti berdampak positif terhadap perkembangan Perusahaan.

Citra perusahaan berkembang salah satunya adalah dengan memiliki fondasi yang kuat di dalam perusahaan tersebut, karena secara tidak langsung tim manajemen yang kuat berbudaya atau berciri khas baik maka akan kuat di sektor luar atau external. Hal ini terbukti dengan kendali PGN dalam memelihara hubungan baik dengan public Internal dan public external nya, public internal perusahaan antara lain karyawan, top level manajemen, stake holder, investor, labour public, retirees / pensiunan, keluarga karyawan, dll. Sedangkan public external nya antara lain media, pemerintah, klien, partner perusahaan, masyarakat, custormer, dll

Dalam memlihara citra yang sudah terbentuk dan ingin dikembangkan, PGN sudah berhasil menerapkan budaya perusahaan melalui 10 (sepuluh) perilaku budaya perusahaan yang menjadi andalan dari PGN dan terbukti efektif dijalankan dengan penuh dedikasi oleh seluruh karyawan PGN, yaitu :

1.              kompetensi di bidangnya

2.              bertanggung jawab

3.              kreatif dan inovatif

4.              adaptif terhadap perubahan

5.              jujur, terbuka dan berpikir positif

6.              disiplin dan konsisten

7.              mengutamakan keselamatan dan kesehatan kerja

8.              peduli lingkungan sosial dan alam

9.              mengutamakan kepuasan

10.          proaktif dan cepat tanggap

10 perilaku budaya perusahaan diatas merupakan turunan dari ”proCISE” yang menjadi basic budaya perusahaan PGN yang kuat. Beberapa perusahaan mitra dari PGN mengakui bahwa semangat PGN dalam meningkatkan citra di mata pihak luar sangat dipengaruhi oleh bagaimana PGN memlihara 10 nilai  budaya prerusahaan diatas.

Mengapa PGN memiliki citra yang kuat? Hal ini dikarenakan pandangan ataupun persepsi seseorang akan suatu perushaan tidak semata – mata dilihat dari bagaimana perusahaan tersebut melayani pihak lain, tapi bagaimana perusahaan mementingkan kesejahteraan karyawannya terlebih dahulu, karena secara otomatis apabila suatu perusahaan menjaga dan memelihara kesejahteraan karyawannya terlebih dahulu, karyawan / pekerja di perusahaan tersebut akan menyayangi perusahaan nya dan mejadi loyala akan pekerjaannya, dan hal tersebut secara langsung juga dapat dinilai oleh pihak luar perusahaan dan dengan sendirinya citra perusahaan pun akan terbentuk dengan baik.

Citra perusahaan tidak bisa direkayasa. Artinya citra akan datang dengan sendirinya dari upaya yang kita tempuh sehingga komunikasi dan keterbukaan perusahaan merupakan salah satu factor utama untuk mendapat citra perusahaan yang positif . Upaya membangun cira perusahaan tidak bisa dilakukan secara serampangan pada saat tertentu saja tetapi merupakan suatu proses yang panjang.
Perusahaan yang memiliki citra yang positif pada umumnya berhasil membangun citranya setelah belajar banyak dari pengalaman . Mereka berupaya untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan yang dilakukan pada masa lampau.

Perusahaan yang mempunyai citra baik dimata konsumen , produk dan jasanya relatif lebih bisa diterima konsumen dari pada perusahaan yang tidak mempunyai citra.
Perusahaan yang memiliki citra positif dimata konsumen cenderung survive pada masa krisis. Kalaupun menderita kerugian jumlah nominalnya jauh lebih kecil dibanding perusahaan yang citranya kurang baik. Penyebabnya karena dimasa krisis masyarakat melakukan pengetatan keuangan, mereka akan lebih selektif dalam mengkonsumsi dan memilih yang secara resiko memang aman. Karena itu mereka umumnya memilih berhubungan dengan perusahaan atau membeli produk-produk yang dipercaya memiliki pelayanan dan kualitas yang baik.

Dampak positif lainnya terhadap karyawannya sendiri. Karyawan yang bekerja pada perusahaan dengan citra positif seperti PT.PGN memiliki rasa bangga sehingga dapat memicu motivasi mereka untuk bekerja lebih produktif. Dengan demikian pertumbuhan dan profitabilitas perusahaan meningkat. Selain itu citra perusahaan yang baik juga menjadi incaran para investor yang otomatis akan semakin yakin terhadap daya saing dan kinerja perusahaan ini. Bagi perusahaan yang telah go publik kondisi ini berpengaruh pada pergerakan harga saham di lantai bursa. Dengan demikian PT.PGN yang memiliki citra positif akan lebih mudah dalam melakukan segala hal untuk berkembang.
Sejumlah perusahaan besar nasional yang membangun citra perusahaan dengan baik terbukti mampu menjadi penguasa pasar dan jasa yang dimasukinya, terbukti dengan semakin meningkatnya hubungan dengan pihak luar dalam hal sektor kemajuan perusahaan dan juga semakin kokohnya persatuan dan kesatuan internal karyawan.

PT. PGN juga menjalin hubungan dengan masyarakat yang ingin mengenal PT.PGN lebih lanjut dengan menggunakan media online berupa website yaitu www.pgn.co.id, di website tersebut juga PT.PGN memberikan berbagai informasi dan penjelasan dengan visualisasi yang menarik dan dapat meyakinkan publiknya. Dengan corporate culture dan berbagai kemajuan PT.PGN pun berhasil manjadi salah satu perusahaan yang mendapatkan award / penghargaan  dari Investor daily magazine sebagai salah satu perusahaan BUMN terbaik di tahun 2010.

Salah satu point pada 10 perilaku budaya perusahaan PT.PGN nomor delapan berbicara mengenai  peduli lingkungan sosial dan alam, hal itu juga menjadi pengaruh positif bagi pencitraan perusahaan, kegiatan yang biasa disebut corporate social responsibility (CSR) ini juga kerap dilakukan PT.PGN dan mendukung peningkatan citra perusahaan karena memiliki  budaya perusahaan yang baik dan juga dilaksanakan. Program CSR yang dilakukan dibidang-bidang seperti pendidikan, keagamaan, BUMN Peduli, fasilitas publik, kesehatan, lingkungan, bencana alam, seni dan budaya.

4. KESIMPULAN

Budaya perusahaan yang ditanamkan oleh PT. Perusahaan Gas Negara (PGN) melalui ”proCISE” yaitu Profesionalism, Continous Improvement, Integrity, Safety, dan Excellent merupakan ujung tombak perusahaan dalam meningkatkan citra perusahaan, citra yang diharapkan oleh perusahaan adalah wish image yaitu image yang yang diharapkan terbentuk oleh perusahaan yang sudah disiapkan dan dituju dan juga masuk dalam corporate image yaitu image atau citra yang dibentuk  oleh perusahaan. Dalam hal ini, citra PT. Perusahaan Gas Negara (PGN) juga dipengaruhi oleh budaya perusahaan / corporate culture yang dibentuk oleh manajemen yang salah satunya bertujuan untuk Melestarikan Budaya Perusahaan yang telah lama ada yang telah dijalankan dan terbukti berdampak positif terhadap perkembangan citra Perusahaan.

DAFTAR RUJUKAN

Referensi dari buku:

Cangara, Hafied.  (2007).  Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta:  PT Raya Grasindo Persada.

Caropeboka, Ratu M. (2008). Dasar – Dasar Ilmu Komunikasi.  Palembang:  UBD.

McKenna, Eugene; Nic Beech (2001). Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta : Andi

Moleong, Lexy J. (2004). Metodologi Penelitian

Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Robbin, (2001). Teori Organisasi, Arcan, Jakarta.

Sastradipoera, Komaruddin.  (1994).  Ensiklopedia Manajemen.  Jakarta:  Raja Grafindo Persada.

Soekanto, Soerjono.  (2006).  Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta:  Rajawali Pers.

Soemirat, Soleh; Elvinaro, Ardianto. (2002). Dasar-dasar Public Relations. Remaja Rosdakarya, 2002 Bandung.

Sutojo,   Siswanto. (2004). Membangun Citra Perusahaan. Damar Mulia Pustaka. Jakarta.

Veithzal Rivai (2005). Manajemen Sumber Daya Manusia. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Referensi dari internet :

http://www.pgn.co.id/au_csr.htm

http://www.pgn.co.id/pdf/PGN%20Corporate%20Culture.pdf