Archive for August, 2011

Komunikasi Isu & Krisis

Thursday, August 25th, 2011

1.Mary Parker Follet, mendefinisikan manajemen sebagai seni menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Definisi ini berarti bahwa seorang manajer bertugas mengatur dan mengarahkan orang lain untuk mencapai tujuan organisasi. Ricky W. Griffin menilai manajemen sebagai sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran (goals) secara efektif dan efesien. Efektif berarti bahwa tujuan dapat dicapai sesuai dengan perencanaan, sementara efisien berarti bahwa tugas yang ada dilaksanakan secara benar, terorganisir, dan sesuai dengan jadwal. Fungsi manajemen sendiri adalah elemen-elemen dasar yang akan selalu ada dan melekat di dalam proses manajemen yang akan dijadikan acuan oleh manajer dalam melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan. Adapun fungsi manajemen, yaitu merancang, mengorganisir, memerintah, mengordinasi, dan mengendalikan. Namun saat ini, kelima fungsi tersebut telah diringkas menjadi tiga, yaitu:

Perencanaan (planning), dimana manajemen  memikirkan apa yang akan dikerjakan dengan sumber yang dimiliki. Perencanaan dilakukan untuk menentukan tujuan perusahaan secara keseluruhan dan cara terbaik untuk memenuhi tujuan itu. Manajer mengevaluasi berbagai rencana alternatif sebelum mengambil tindakan dan kemudian melihat apakah rencana yang dipilih cocok dan dapat digunakan untuk memenuhi tujuan perusahaan.
Pengorganisasian (organizing) dilakukan dengan tujuan membagi suatu kegiatan besar menjadi kegiatan-kegiatan yang lebih kecil. Pengorganisasian mempermudah manajer dalam melakukan pengawasan dan menentukan orang yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas yang telah dibagi-bagi tersebut.

  • Pengarahan (directing) adalah suatu tindakan untuk mengusahakan agar semua anggota kelompok berusaha untuk mencapai sasaran sesuai dengan perencanaan manajerial dan usaha
  • Apa yang dijelaskan di atas adalah mengenai manajemen, lalu apa yang dimaksud dengan manajemen isu dan manajemen krisis, manajemen isu menurut Ray Ewing disebutkan sebagai instrumen vital bagi masa depan organisasi, menurutnya manajemen isu adalah mengenai kekuasaan. Jika organisasi ingin mempengaruhi agenda kebijakan publik, pihak manajemen harus memiliki kekuasaan berdasarkan ide posisi isu yang mereka ambil.manajemen isu pada akhirnya menawarkan alasan yang masuk akal untuk bisa menjustifikasi posisi dari organisasi, diman aposisi itu diselaraskan dengan kepentinghan publik utama, dan terutamna membangun hubungan yang efektif dan saling menguntungkan. manajemen isu perlu dijadikan sebagai bagian dari kebijakan menyeluruh manajemen strategik organisasi, manajemen isu bisa membantu meningkatkan profit dan bisnis organisasi karena kemampuannya mengidentifikasi dan memonitor isu yang muncul dan publik yang terlibat dalam isu.

    Manajemen krisis adalah respon pertama perusahaan terhadap sebuah kejadian yang dapat merubah jalannya operasi bisnis yang telah berjalan normal.  Pendekatan yang dikelola dengan baik untuk kejadian itu terbukti secara signifikan sangat membantu meyakinkan para pekerja, pelanggan, mitra, investor, dan masyarakat luas akan kemampuan organisasi  melewati masa krisis. Krisis yang terjadi banyak factor dan harus ditangani dengan sebaik-baiknya sehingga tidak berdampak banyak pada organisasi atau perusahaan. Dalam setiap penanganan krisis, perusahaan perlu membentuk tim khusus. Tugas utama tim manajemen krisis ini terutama adalah mendukung para karyawan perusahaan selama masa krisis terjadi. Kemudian menentukan dampak dari krisis yang terjadi terhadap operasi bisnis yang berjalan normal, dan menjalin hubungan yang baik dengan media untuk mendapatkan informasi tentang krisis yang terjadi. Sekaligus menginformasikan kepada pihak-pihak yang terkait terhadap aksi-aksi yang diambil perusahaan sehubungan dengan krisis yang terjadi.

    Dalam menghadapi krisis dibutuhkan kepemimpinan yang efektif. Dan kepemimpinan inilah yang kemudian akan membuat krisis yang ada kemudian berubah menjadi sebuah peluang atau opurtunity bagi perusahaan, selain itu diperlukan kesamaan pandangan dalam menjawab tantangan atau krisi yang ada. Terdapat enam aspek yang mesti kita perhatikan jika kita ingin menyusun rencana bisnis yang lengkap, dan tentunya itu terkait dengan manajemen krisis;

    1. Tindakan untuk menghadapi situasi darurat (emergency response)
    2. Skenario untuk pemulihan dari bencana (disaster recovery)
    3. Skenario untuk pemulihan bisnis (business recovery)
    4. Strategi untuk memulai bisnis kembali (business resumption)
    5. Menyusun rencana-rencana kemungkinan (contingency planning)
    6. Manajemen krisis (crisis management) dan dalam manajemen krisis mencakup kelima  butir sebelumnya.

    Manajemen Isu oleh Tucker, Kerry  & Broom sebagaimana yang dikutip oleh Regester didefinisikan sebagai manajemen proses yang bertujuan untuk mempertahankan pasar, mengurangi risiko, menciptakan peluang dan mengatur reputasi (corporate reputation) sebagai asset organisasi bagi keuntungan organisasi atau pemegang saham.Sedangkan Cutlip, Center & Broom menguraikan sebagai proses proaktif untuk mengantisipasi, mengidentifikasi, mengevaluasi, dan menanggapi isu-isu kebijakan yang mempengaruhi hubungan mereka dengan organisasi public.Berdasarkan definisi di atas dapat dikatakan manajemen isu merupakan pengaturan (manajemen) yang dilakukan secara  proaktif dalam mengantisipasi, mengidentifikasi maupun mengevaluasi kebijakan coroporat kaitannya dengan peluang pasar dan pelanggan, mengurangi risiko dan pengaturan reputasi korporat.

    Tidak semua isu perlu ditanggapi, tetapi perlu memilah-milah isu yang perlu ditanggapi, karena tidak semua isu akan berhubungan dengan masalah reputasi korporat. Isu-isu yang perlu segera ditanggapi dan dikelola oleh korporat adalah isu-isu:

    • Isu yang aktual yang merupakan isu yang sedang terjadi atau dalam proses kejadian, sedang hangat dibicarakan dan isu yang diprakirakan akan terjadi bukan isu yg sudah lepas dari perhatian masyarakat / isu sudah basi
    • Mempunyai nilai kekhalayakan (public value), artinya langsung menyangkut hajat hidup orang banyak, bukan hanya untuk kepentingan seseorang atau sekelompok kecil orang.
    • Memiliki nilai problematik, artinya masalahah yang mendesak dan seriaus yang harus segera ditangani. Bila tidak segera ditangani disinyalir akan berpengaruh pada reputasi korporat.

    Dalam kegiatan Public Relations pengananan manajemen isu selalu disandingkan dengan manajemen krisis, karena isu dan krisis memiliki kedekatan satu sama lain, meskipun isu tidak selalu menyebabkan krisis. Fearn-Banks mengulas manajemen krisis sebagai proses perencanaan strategis terhadap krisis atau titik balik negatif, sebuah prosesw yang mengubah beberapa risiko dan ketidakpastian dari keadaan negatif dan berusaha agar organisasi cepat mengendalikan sendiri aktivitasnya. Dalam manajemen krisis diperlukan komunikasi krisis, dalam buku yang sama Feran-Banks menuliskan komunikasi krisis (crisis communication) sebagai menyangkut transfer informasi dari orang-orang penting (publik) untuk membantu menghindari atau mencegah krisis (atau kejadian negatif), pulih dari krisis dan mempertahankan atau meningkatkan reputasi.

    Manajemen isu lebih menekankan pada penangananan untuk mempertahankan pasar dan reputasi sehubungan dengan munculnya isu-isu yang dapat mempengaruhi reputasi korporat sedangkan manajemen krisis lebih mengacu kepada penanganan untuk mencegah terjadinya suatu krisis.

    Manajemen isu dan krisis merupakan agenda yang penting dalam sebuah korporat karena akan berdampak pada reputasi korporat yang berdampak pada tingkat kepercayaan stakeholders terhadap korporat. Penanganan isu yang berkembang harus direncanakan baik bahkan jauh hari sebelum isu-isu itu merebak dan meresahkan para stakeholder. Penanganan isu yang tidak komprehensif akan menyebabkan terjadinya krisis di dalam korporat.

    STUDI KASUS

    Manajemen Isu dan Krisis PLN dalam Menangani Krisis Listrik

    Harian Nasional Kompas dalam headlinenya pada tanggal 31 Mei 2009 menuliskan krisis listrik hingga tahun 2009. Pemadaman listrik terjadi secara beruntun dalam jangka waktu yang cukup panjang, dalam waktu yang bersamaan beberapa gardu listrik di ibu kota mengalami ledakan. Sehingga memunculkan stigma negatif terhadap PLN. Masyarakat merasa pelayanan PLN begitu buruk, kerugian akibat pemutusan listrik mencapai angka yang tidak sedikit. Dalam harian Kompas tersebut Wakil direktur utama PT Perusahaan Listrik Negara, Rudiantara, menjelaskan kondisi PLN saat ini. “Pemadaman tidak bisa dihindari karena kapasitas PLN tidak bertambah secara signifikan,” jelas Rudiantara (RA) di hadapan sejumlah media.

    Secara transparan, pertumbuhan pemakaian listrik kuartal 1-2008 mencapai 6,8%, padahal target pertumbuhan dalam APBN hanya 1,9%. Dengan pertumbuhan konsumsi listrik di atas 6%, cadangan daya pun terus tergerus, menjadi 25%, dari batas yang seharusnya 40%. RA menjanjikan, kondisi kelistrikan akan membaik setelah beberapa proyek 10.000 megawatt (MW) mulai masuk pada pertengahan 2009. Yang jelas, dengan defisit 800-900 MW di wilayah Jawa-Bali, maka pemadaman bergilir pun tak terelakkan.

    Kelangkaan listrik memang sudah menjadi isu nasional sejak 2007. Tahun ini, pemadaman bergilir bahkan sudah dilakukan. Namun, selama ini, belum ada penjelasan komprehensif dari pihak BUMN ini tentang kondisi PLN. Yang ada hanya informasi tentang akan adanya pemadaman listrik di wilayah tertentu di jam tertentu atau permintaan maaf saat salah satu mesin pembangkitnya mati.

    Masyarakat, terutama dunia usaha, yang menggantungkan kelancaran bisnisnya pada pasokan listrik tidak mendapatkan gambaran yang memadai tentang kejelasan pasokan listrik. Ini tentu saja mempengaruhi sejumlah rencana bisnis maupun pengembangan yang akan dilakukan. Transparansi informasi yang disampaikan PLN -– walau belum menjawab soal krisis listrik itu sendiri -– setidaknya memberi pemahaman baru bagi konsumen listrik. Terutama tentang bagaimana posisi PLN dalam keterbatasan energi listrik, dan apa yang dilakukan BUMN ini untuk secara bertahap mengurangi defisit listrik nasional ini.

    Melalui keterbukaan informasi, PLN telah mengawali sebuah komunikasi krisis yang baik. Kenapa? Karena, soal keterbatasan energi listrik telah menjadi sebuah krisis nasional, dan harus dikelola dengan seksama.

    Dalam situasi krisis (baik teknis maupun non teknis), korporasi perlu mengindentifikasi masalah inti, merencanakan langkah penanganan secara tepat dan sistematis.

    “Memanajemeni masalah inti sangat krusial agar isu tidak berkembang ke mana-mana, yang nantinya tak mampu dikontrol oleh manajemen perusahaan itu sendiri,” kata John White, seorang konsultan PR dan manajemen komunikasi krisis dari Inggris.

    Dalam kasus PLN, persoalan intinya adalah ketidakseimbangan pertumbuhan pasokan dan pemakaian. Karenanya, berkomunikasi dengan stakeholder (masyakarat pengguna) menjadi sangat penting. Ini untuk membangun pemahaman pelanggan tentang persoalan yang tengah dihadapi PLN, mendapatkan empati pelanggan, bahkan memungkinkan untuk melibatkannya dalam mencari solusi.

    Langkah selanjutnya adalah identifikasi dengan siapa saja mesti berkomunikasi. Saat ini, manajemen PLN secara intens melakukan road show, berdialog business to business dengan pelanggan korporasi melalui pelbagai asosiasi, seperti Kadin, kawasan Industri, REI, industri telekomunikasi, dan lainnya.

    Pendekatan B to B memang dianggap langkah strategis karena perusahaan adalah konsumen besar listrik, dan sekaligus stakeholder yang diharapkan mampu menjadi influencers bagi pengguna kelas perumahan.

    Logikanya, jika para pengusaha sudah memahami situasi “krisis” listrik, mereka diharapkan mampu memberi pengaruh positif bagi lingkungannya termasuk karyawannya. Ini tak cuma untuk pemahaman di level industri, tapi juga di tingkat retail, perumahan.

    “Kami harapkan akan terjadi  trickle down effect dari langkah ini,” jelas Rudiantara kepadaku seusai mengikuti acara Bike to Work bersama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Jumat pagi lalu.

    Lewat dialog dengan pelbagai pihak, publik bisa jadi berempati pada salah satu soal yang dihadapi PLN. Ini memang harus dijaga kesinambungannya, agar publik pengguna ter-update tentang situasi pasokan listrik yang sangat mereka butuhkan.

    Namun, tampaknya direksi PLN harus bekerja lebih keras lagi. Tak cuma pada mensosialisasikan soal supply and demand listrik saja. Tapi,  lebih jauh lagi, yaitu menjadikan hemat energi menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat, dan masyarakat paham tentang pentingnya penghematan energi.

    Kampanye hemat energi akan lebih tepat jika dikemas melalui pendekatan corporate social responsibility yang kemudian dikomunikasikan melalui pelbagai kanal komunikasi yang ada.

    Yang jelas, hemat listrik sejatinya tak cuma berarti mengurangi pemakaian daya, yang ujung-ujungnya mengurangi tagihan rekening listrik. Tapi, ini juga bisa menjadi sebuah gerakan hijau, yang sangat berperan dalam memerangi isu dunia, yaitu pemanasan global.

    Sumber Referensi :

    Dan Lattimore, Otis Baskin, Suzette T.Heiman, Elizabeth L.Toth.2004,  Public Relations Profesi dan Praktik

    Michael Regester & Judy Larkin. 2005 Risk Issues and Crisis Manegement: A Casebook of Best Practice (3rd Edition), Philadephia, CIPR.

    Kathleen Fearn-Banks, 2007. Crisis Communicatio: A Casebook Approach. New Jersey: Lawrence Elbraunm Assosiate

    Soemirat, Soleh dan Elvinaro Ardianto. 2008. Dasar-Dasar Public Relations, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

    thx u

    Pengaruh Pemberitaan Berita Konflik di Televisi terhadap Prilaku Penonton (Studi pada Mahasisw/i Komunikasi Internasional Fakultas Komunikasi Tahun Ajaran 2008-2009 Universitas Bina Darma terhadap Program Berita Televisi: Konflik Indonesia dan Malaysia.)

    Wednesday, August 10th, 2011

    Oleh Ema Apriyani S. I. Kom

    Dosen Universitas Bina Darma, Palembang

    Jalan Jenderal Ahmad Yani No.12, Palembang

    Kindaichiema@yahoo.com

    ABSTRAK

    Conflict is a sensitive issue around society, that is why mass media must have their own ethic for spreading the conflict news to the people. In Bilateral realtionship like Indonesian and Malaysian case, the conflict issue have a big influences for their country and society. If they cannot managing this issue, it will bring both of country to the chaos condition. Television as a part of mass media have a role to influence they audiences. This research is aim to prove the influence of Conflict News in Television due to Audience Behavior. This is quantitative descriptive research using approach Product Moment that at a final give score 2,57. This value proved that the influence of Conflict News in Television has a strong corellation due to Audience Behavior.

    Keyword: News, Conflict, Audience Behavior

    ABSTRAK

    Konflik merupakan isue yang sangat sensitif disekitar lingkungan masyarakat kita akhir-akhir ini, hal itulah yang menjadi sebab mengapa media harus memiliki etika sendiri dalam hal penyabaran mengenai berita konflik kepada masyarakat. Seperti pada kasus hubungan bilateral antara indonesia dan malaysia,kasus ini memberikan dampak yang amat besar kepada dua negara ini. Apabila masyarakatnya tidak bisa mengkontrol isu tersebut, akan menyebabkan kedua negara dalam pertengkaran. TV sebagai bagian dari media massa memiliki pengaruh yang besar untuk mempengaruhi penontonnya. Penelitian ini untuk membuktikan mengenai pengaruh isue konflik di televisi terhadap perilaku masyrakat penontonnya, ini adalah penelitian kuantitatif  menggunakan analisa product moment dengn hasil akhir 2,75. hasil akhirnya membuktikan bahwa pemberitaan isu konflik di televisi memiliki korelasi yang besar terhadap perilaku dan sikap penontonnya.

    Kata Kunci : Berita, konflik, perilaku penonton


    1. PENDAHULUAN

    Malaysia dan Indonesia merupakan saudara serumpun yang memiliki keterikatan karakteristik yang sangat kuat dimasa lalu. Sayangnya kini hubungan Indonesia dan Malaysia yang tadinya bagaikan saudara jauh menjadi renggang di picu oleh berbagai macam konflik dan isu. Sekilas memang, seolah-olah konflik yang timbul lebih disebabkan karena kesalahan di antara keduanya dalam membangun dan membina hubungan diplomatik yang konstruktif. Namun jika ditinjau secara lebih komprehensif, muncul dugaan bahwa ada upaya sistematis dan teroganisir untuk menghadapkan kedua negara pada situasi konflik.

    Menariknya, perkembangan konflik kedua negara, sedikit banyak disebabkan karena perilaku aktor non-negara (non state actor). Di luar masalah Sipadan-Ligitan, akar masalah konflik seperti Ambalat, pelecehan produk budaya, penghinaan tenaga kerja Indonesia, bahkan sampai dengan pemicu terakhir yakni pelecehan lagu kebangsaan kedua negara merupakan sulutan yang datang dari aktor privat.

    Lalu dimana peran media massa sendiri dalam konflik ini. Bedanya iklim bermedia antara Indonesia dan Malaysia juga menjadikan konflik ini disikapi dengan berdeda oleh masyarakat masing masing negara. Malaysia misalnya, dengan pengaturan regulasi yang sangat ketat, maka dengan sendirinya perekembangan atau pemberitaan konflik antara Indonesia dan Malaysia yang sedang terjadi disebarluaskan ke masyarakat dengan takaran tertentu yang tidak memancing reaksi berlebihan.

    Hal ini tentu berbeda dengan yang terjadi di Indonesia. Pasca reformasi kebebasan berpendapat dan bermedia memang mengalami kemajuan yang sangat pesat. Regulasi pemberitaan di masyarakat berjalan dalam hitungan detik. Munculnya banyak media online, dan tehnologi-tehnologi lain yang tak kalah canggihnya dalam menunjang pemberitaan media makin memudahkan masyarakat Indonesia mengakses berita. Kondisi yang sama juga berlaku untuk akses terhadap berita konflik antara Indonesia dan Malaysia.

    Mau tidak mu kita harus mengakui peranan Media Massa khususnya Televisi dalam menyebarluaskan berita konflik Indonesia dan Malaysia ke masyarakat luas. Pemberitaan ini tentunya akan mengundang berbagai respon, dari mulai pendapat sampai ke perubahan prilaku atau sikap. Dalam penelitian ini peneliti akan menjelasakan seberapa besar Pengaruh Pemberitaan Berita Konflik di Televisi terhadap Prilaku Penonton.

    1.1       Rumusan Masalah

    Penelitian ini memfokuskan kepada pembuktian seberapa besar bagaimana Pengaruh Pemberitaan Berita Konflik di Televisi terhadap Prilaku Penonton. Penonton dalam penelitian ini akan diwakilkan oleh Mahasisw/i Komunikasi Internasional Fakultas Komunikasi Tahun Ajaran 2008-2009 Universitas Bina Darma.

    1.2 Tinjauan teoritis

    Teori Komunikasi

    Proses komunikasi adalah sebuah proses sederhana tetapi melibatkan kompleksitas yang tinggi. Semakin besar proses komunikasi yang dialami atau dilakukan maka akan begitu banyak pula pihak pihak yang terkait didalamnya.

    Seorang ahli komunikasi Everet M. Rogers yang juga merupakan seorang pakar sosiologi Amerika mengungkapkan bahwa komunikasi adalah proses dimana suatu ide di alihkan dari sumber ke satu penerima atau lebih dengan maksud mengubah tingkah laku mereka (Cangara 2008, h:19). Berdasarkan dari pernyataan yang sama maka Rogers kemudian membagi fungsi komunikasi dan tujuan komunikasi menjadi empat yaitu:

    1. to inform
    2. to educate
    3. to entertaint
    4. to persuate

    Televisi sebagai Media Massa

    “Mass media” atau Media Massa yang merupakan singgkatan dari mass media of communication atau media of mass communication. Komunikasi massa diartikan sebagai jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen dan anonim melalui media cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat (Rakhmat, 2008:189).  Lasswell (Effendy, 2005:27) merumuskan tiga fungsi media massa yaitu:

    1)            Pengamatan terhadap lingkungan

    2)            Korelasi unsur-unsur masyarakat

    ketika menanggapi lingkungan

    3)            Penyebaran warisan sosial

    Kebanyakan orang cenderung mengecilkan dampak dari media massa. Hal ini mungkin di timbulkan oleh perkembangan media massa yang terus mengalami pasang surut selama 50 tahun. Namun pada 50 tahun terakhir, dalam dunia komunikasi terjadi kemajuan komunikasi yang jauh lebih cepat daripada apa yang terjadi selama puluhan ribu tahun sebelumnya.

    Seorang peneliti Elihu Katz (Rakhmat, 2005:199) menyatakan :

    “Penggunaan media adalah salah satu cara untuk memperoleh pemenuhan kebutuhan, maka efek media sekarang didefinisikan sebagai situasi ketika pemuasan kebutuhan tercapai”. Khalayak dianggap aktif menggunakan media untuk memenuhi kebutuhannya. Pendekatan ini kemudian dikenal dengan pendekatan “uses and gratification” (penggunaan dan pemuasan).”

    Prilaku

    Menurut Freud dalam buku Psikologi Komunikasi (Rakhmat, 2008: 19)

    Prilaku manusia merupakan hasil interaksi tiga sub sistem dalam keperibadian manusia Id, Ego, dan Superego. Id adalah bagian kepribadian yang menyimpan dorongan-dorongan biologis manusia pusat instink (hawa nafsu dalam kasus agama).

    1.3       Kerangka Pemikiran

    Maraknya pemberitaan mengenai konflik Indonesia dan Malaysia disepanjang tahun 2008 tentunya sedikit banyak sudah menimbulkan keresahan di masyarakat. Tak jarang keresahan ini menimbulkan kericuhan yang akan berakhir dengan konflik dan perseteruan. Kondisi ini bertambah buruk dikarenakan kondisi psikologi orang Indonesia sebagai audiens media massa masing sangat pasif dan konsumtif. Mereka mudah dicekoki apa saja terutama oleh isu-isu yang bersifat sensitif.

    Oleh karena itu peneliti merancang penelitian ini. Penelitian ini suatu studi korelasional tentang pengaruh tayangan berita konflik antara Indonesia dan Malaysia terhadap prilaku penonton. Korelasi adalah metode statistik yang dipakai untuk mengukur asosiasi atau hubungan antara dua atau lebih variabel kuantitatif, metode ini bertujuan meneliti sejauh mana variasi pada satu faktor berkaitan dengan variasi pada faktor lain (Rakhmat, 2008 :27). Dimana tayangan berita konflik antara Indonesia dan Malaysia dapat mempengaruhi prilaku penonton, baik prilaku yang negatif dan positif.

    Berdasarkan teori disonasi kognitif penelitian yang dilakukan Leon Festinger bahwa jika seseorang mempunyai beberapa keyakinan dan keyakinan tersebut tidak menyenangkan bagi dirinya sendiri, dan mempunyai motivasi untuk menghindari hal tersebut, maka mereka berusaha untuk tidak menghiraukan pandangan mereka yang berlawanan dan mengambil keputusan (West Richard dan Lynn H. Turner, 2008: 136).

    Berdasarkan teori diatas maka disusunlah alur pemikiran sebagai berikut:

    Prilaku Mahasiswa/i Komunikasi Internasional Fakultas Komunikasi Tahun Ajaran 2008-2009 Universitas Bina Darma

    1.4       Hipotesis Penelitian

    Hipotesis ialah pernyataan atau jawaban sementara terhadap rumusan penelitian yang dikemukakan (Usman & Akbar, 2008: 38).

    Adapun yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini adalah :

    1. Ada pengaruh yang cukup kuat antara tayangan berita konflik antara Indonesia dan Malaysia terhadap prilaku penonton secara negatif
    2. Tayangan tayangan berita konflik antara Indonesia dan Malaysia mempengaruhi prilaku penonton baik secara positif maupun negatif.

    2.         METODOLOGI PENELITIAN

    2.1       Metode Penelitian

    Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian korelasional dengan pendekatan kuantitatif. Penelitian korelasional bertujuan untuk mengetahi keeratan hubungan diantara variabel-variabel yang diteliti tanpa melakukan suatu intervensi terhadap variasi variabel yang bersangkutan (Azwar, 2005:8). Peneliti menggunakan metode penelitian korelasional untuk mengatahui keeratan hubungan antara tayangan berita televisi mengenai konflik Indonesia dan Malaysia dan prilaku penonton.

    2.2       Operasionalisasi Variabel

    Variabel yang diteliti dalam penelitian ini meliputi 2 (dua) variabel yang terdiri dari 1 variabel bebas (independent variable) dan 1 variabel terikat (dependent variable) , variabel bebas yaitu suatu variabel yang variasinya mempengaruhi variabel lain, variabel terikat yaitu variabel penelitian yang diukur untuk mengetahui besarnya efek atau pengaruh variabel lain (Azwar, 2005, 62). Variabel bebas dan terikat pada penelitian ini sebagai berikut:

    1. Variabel bebas                 :

    Program Berita Televisi Mengenai Konflik Indonesia dan Malaysia.

    1. Variabel terikat                :

    Prilaku mahasiswa/i Fakultas Ilmu Komunikasi kelas Komunikasi Internasional tahun ajaran 2008 Universitas Bina Darma Palembang Angkatan 2006.

    Tabel 2.1

    Tabel Operasional Variabel Penelitian

    Variabel Dimensi Indikator
    Tayangan berita televisi mengenai konflik Indonesia dan Malaysia  (X)
    1. Emosi (X1)

    2. Simpati  (X2)

    3. Empati (X3)

    1. Mengetahui emosi penonton saat setelah menonton tayangan berita televisi mengenai konflik Indonesia dan Malaysia
      1. Bereaksi dan bertindak setelah menonton.
        1. Menganalisis isi program acara tersebut.

    1.  Merasakan keadaan  masyarakat Indonesia saat menonton tayangan tersebut

    2. Simpati : menempatkan diri kita secara imajinatif pada posisi orang lain.

    3. Membayangkan posisi orang lain kepada diri sendiri.

    1. Memahami orang lain yang tidak mempunyai arti emosional bagi kita.
    2. Mengetahui rasa empati penonton setelah menonton tayangan tayangan berita televisi mengenai konflik Indonesia dan Malaysia.
    Perilaku (Y) 1. Positif

    2. Negatif

    1. Mampu menganalisa isi dari tayangan tayangan berita televisi mengenai konflik Indonesia dan Malaysia

    2. Timbul rasa cinta dan ingin mempertahankan budaya bangsa.

    3. Lebih bisa menghargai budaya lokal Indonesia

    1. Menunjukkan emosi secara berlebihan karena  ketidaksetujuan kepada perilaku Malaysia.
    2. Kecewa karena dalam tayangan tersebut pemerintah terkesan cuek dan tidak tegas.
    3. 3. Merasa tidak puas dengan kesimpulan pemberitaan televisi mengenai konflik Indonesia dan Malaysia.

    2.3 Teknik Pengumpulan Data

    Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan melalui beberapa teknik sebagai berikut :

    1. Kuesioner (angket): Yaitu suatu teknik pengumpulan data dengan melalui suatu daftar pertanyaan yang sudah dipersiapkan sebelumnya secara sistematis mengenai suatu masalah yang akan diteliti.
    2. Studi kepustakaan dan dokumentasi, dilakukan dengan cara mempelajari dan mencatat bahan-bahan dan data tertulis berupa buku, artikel internet dan informasi tertulis lainnya yang berkaitan dengan variabel penelitian.

    2.4       Uji Validitas dan Uji Reabilitas

    Teknik yang digunakan untuk mengukur validitas instrumen dalam penelitian ini  adalah product moment dari Karl Pearson dengan bantuan program komputer SPSS (Statistical Package for Sosial Science) versi 12.00. Dalam penelitian ini, item yang terdapat dalam kuesioner berjumlah 24 item atau pertanyaan, dimana item dari variabel tayangan berita televisi mengenai konflik Indonesia dan Malaysia berjumlah 12 item, sedangkan item dari variabel perilaku (Y) berjumlah 12 item.  Adapun hasil yang di dapat dari uji validitas instrumen adalah sebagai berikut :

    Tabel 2.2  Hasil Uji Validitas Variabel Tayangan Berita Televisi Mengenai Konflik Indonesia dan Malaysia

    Butir Instrumen Koefisien

    Korelasi

    Keputusan
    1. 0,507

    Valid

    2. 0,456

    Valid

    3. 0,354

    Valid

    4. 0,399

    Valid

    5. 0,437

    Valid

    6. 0,622

    Valid

    7. 0,511

    Valid

    8. 0,728

    Valid

    9. 0,518

    Valid

    10. 0,334

    Valid

    11. 0,399

    Valid

    12. 0,448

    Valid

    Sumber            :  SPSS versi 12.00

    Tabel 2.3 Hasil Uji Validitas Variabel Perilaku (Y)

    No.Butir

    Instrumen

    Koefisien

    Korelasi

    Keputusan

    1 0,572 Valid
    2 0,653 Valid
    3 0,881 Valid
    4 0,881 Valid
    5 0,540 Valid
    6 0,851 Valid
    7 0,775 Valid
    8 0,544 Valid
    9 0,643 Valid
    10 0,757 Valid
    11 0,584 Valid
    12 0,627 Valid

    Sumber : SPSS versi 12.0

    Seperti yang telah dikemukakan pada bagian sebelumnya, bila koefisien korelasi mencapai 0,3 atau lebih, maka butir instrumen dinyatakan valid.  Dari uji validitas yang telah dilakukan, maka semua butir dari instrumen variabel X dan variabel Y dinyatakan valid.

    Setelah menguji validitas dari 24 item yang telah dinyatakan valid, maka dilakukan uji reliabilitas item. Uji reliabilitas pada penelitian ini menggunakan rumus Alpha Cronbach pada program komputer SPSS (Statistical Package for Sosial Science) versi 12.  Apabila nilai Alpha Cronbach lebih besar daripada 0,60 maka variabel tersebut dinyatakan reliabel.  Adapun hasil yang didapat dari Uji Reliabilitas instrumen adalah sebagai berikut :

    Tabel 2.4 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen

    Variabel Item Nilai

    Alpha

    cronbach

    Keputusan
    Program Berita Televisi Mengenai Konflik Indonesia dan Malaysia. 12 0,717 Reliabel
    Perilaku 12 0,751 Reliabel

    Sumber            :  SPSS versi 12.00

    Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya,  item  dikatakan reliabel jika nilai Alpha Cronbach lebih besar daripada 0,60 maka variabel tersebut dinyatakan reliabel. Uji reliabilitas Variabel Program Berita Televisi Mengenai Konflik Indonesia dan Malaysia. (X) menghasilkan koefisien korelasi alpha sebesar 0,717. Sedangkan, uji reliabilitas variabel perilaku mahasiswa (Y) menghasilkan koefisien korelasi alpha sebesar 0,751. Dengan demikian variabel Program Berita Televisi Mengenai Konflik Indonesia dan Malaysia dan perilaku mahasiswa dapat dikatakan reliabel dan memenuhi syarat sebagai alat ukur untuk pengambilan data dalam penelitian.

    2.5 Teknik Analisis Data

    Metode analisis dalam penelitian ini adalah menggunakan analisis kuantitatif. Dalam menganalisis data peneliti menggunakan rumus korelasi product-moment. Korelasi product-moment ini biasanya digunakan untuk menganalisis hasil penelitian tentang hubungan antara dua variabel dengan gejala ordinal atau gejala interval buatan (Arikunto, 2006: 170) Rumus yang dipakai yaitu sebagai berikut:

    Keterangan :

    rxy adalah koefisien korelasi dari product X dan Y

    XY adalah product x dan y

    X adalah variabel bebas

    Y adalah variabel terikat

    N adalah jumlah responden

    Sumber : metode statistik nonparametrik (Arikunto,2006 : 170).

    Metode ini digunakan untuk menentukan besaran yang menyatakan bagaimana kuat hubungan suatu variabel dengan variabel lain. Besaran variabel itu antara lain :

    Kurang dari 0,20 :

    Hubungan rendah sekali, lemah sekali

    0,21-0,40 :

    Hubungan rendah tapi pasti

    0,41-0,70 :

    hubungan yang cukup berarti

    0,71-0,90 :

    Hubungan yang tinggi dan kuat

    Lebih dari 0,90            :

    Hubungan sangat tinggi, kuat sekali, dapat diandalkan.

    2.5.1    Populasi dan Sampel

    Populasi menurut Sugiyono (2004: 72) yaitu wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Menurut Arikunto populasi adalah keseluruhan objek penelitian.

    Sampel diartikan sebagai bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Banyaknya sampel untuk dijadikan respoden studi dialkukan dengan menggunakan rumus Slovin (Kriyantono, 2008:162) yaitu rumus sebagai berikut :

    N
    1 + N . e²

    n =

    n = 31

    Keterangan :

    n    :  Ukuran sampel

    N   : Ukuran populasi

    e : kelonggraan ketidaktelitian (dalam hal ini 10%)

    Maka dari perhitungan rumus di atas terhadap populasi dari seluruh mahasiswa kelas Komunikasi Internasional tahun ajaran 2008 Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Bina Darma sebanyak 45 orang diperoleh ukuran sampel sebanyak 31 orang.

    2.5.2 Instrumen Penelitian

    Instrumen utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket. Tipe jawaban yang disediakan disusun dalam bentuk Skala Likert dengan lima alternatif jawaban. Masing-masing alternatif jawaban diberi nilai skala sebagai berikut:

    a. Sangat setuju                        : 5

    b. Setuju                      : 4

    c. Ragu-ragu                : 3

    d. Tidak setuju             : 2

    e. Sangat tidak setuju   : 1

    Apabila pertanyaan merupakan pertanyaan negatif, maka pemberian skor dilakukan secara terbalik.

    2.6 Sumber Data

    Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua yaitu :

    1. Data Primer      : yaitu data yang diperoleh langsung dari subjek tempat penelitian melalui dari hasil penyebaran angket
    2. Data Sukender : data yang diperoleh tidak secara langsung dan merupakan data pendukung penelitian ini. Yaitu artikel-artikel di berbagai media massa mengenai pemberitaan konflik antara Indonesia dan Malaysia.

    3.      PEMBAHASAN

    3.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

    Lokasi atau tempat penelitian ini berada di Universitas Bina Darma dimana Universitas Bina Darma yang merupakan salah satu Universitas swasta di kota Palembang. Universitas Bina Darma memiliki lima lokasi kampus. Lima lokasi kampus yang semuanya berada di jalan Jend. Ahmad Yani, Plaju. Data utama berasal dari mahasiswa Fakultas ilmu komunikasi yang tercatat sebagai mahasiswa kelas Komunikasi Internasional tahun ajaran 2008. Responden dalam penelitian ini berjumlah 31 orang, Deskripsi data ini dapat dilihat pada tabel, sekaligus interpretasi terhadap data yang ada pada tabel tersebut.

    Tabel 3.1 Jenis kelamin responden

    No Jenis Kelamin Frekuensi Persentase
    1

    2

    Laki-laki

    Perempuan

    13

    18

    42

    58

    Jumlah 31 100

    Sumber : Data Primer

    Tabel 3.2 Responden berdasarkan umur

    No Umur Frekuensi Persentase
    1

    2

    20-22

    23-25

    45

    5

    90

    10

    Jumlah 50 100

    Sumber : Data Primer

    3.2 Analisa Product Moment

    Teknik analisa product moment dipergunakan untuk mengetahui dan memastikan apakah terdapat korelasi antara variabel bebas Program Berita Televisi Mengenai Konflik Indonesia dan Malaysia dengan variabel terikat perilaku Mahasiswa/i Fakultas Ilmu Komunikasi kelas Komunikasi Internasional tahun ajaran 2008 Universitas Bina Darma Palembang.

    Berdasarkan hasil tabulasi data seperti pada halaman lampiran, dapat diketahui nilai dari masing-masing adalah sebagai berikut :

    X   = 1648

    Y  = 1367

    X2 = 87534

    Y2 = 60805

    XY = 2.252.816

    Setelah nilai dari kedua variabel diketahui, berikutnya akan dilakukan pengujian untuk mengetahui apakah terdapat korelasi antara variabel pengaruh Program Berita Televisi Mengenai Konflik Indonesia dan Malaysia dengan variabel Perilaku mahasiswa/i

    rxy =

    rxy =

    =

    = 2,57

    Hasil perhitungan menunjukkan bahwa harga koefisien korelasi product moment yang diperoleh adalah sebesar 2, 57. Angka ini menunjukkan bahwa korelasi antara varibel pengaruh Program Berita Televisi Mengenai Konflik Indonesia dan Malaysia dengan prilaku penonton lebih dari 0,90. Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan sangat tinggi, kuat sekali, dapat diandalkan antara Tayangan Berita Televisi Mengenai Konflik Indonesia dan Malaysia terhadap prilaku penonton.

    3.3 Kategorisasi Variabel Program Berita Televisi Mengenai Konflik Indonesia dan Malaysia dan Varibel Perilaku Penonton

    .

    Tabel  3.3 Emosi

    No

    Kategorisasi

    Frekuensi

    (per155 pertanyaan)

    Persentase

    (per 155 pertanyaan)

    1 Sangat Setuju

    Setuju

    Ragu-ragu

    Tidak Setuju

    SangatTidak Setuju

    60

    85

    7

    3

    0

    39

    55

    5

    3

    0

    2 Jumlah 155 100

    Sumber : Data primer

    Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa dari 155 pertanyaan yang mewakili Emosi (X1) terdapat 39% responden menyatakan sangat setuju, 55% responden menyatakan setuju dan sebaliknya tidak terdapat persentase atau 0% yang menyatakan sangat tidak setuju, hanya 3% yang menyatakan tidak setuju. Di kategori ragu-ragu hanya ada 5% responden.

    Dari angka tersebut bisa diketahui bahwa mayoritas responden setuju bahwa tayangan berita televisi yang memberitakan konflik antara Indonesia dan Malaysia mempengaruhi emosi mereka setelah menonton.

    Tabel 3.4 Simpati

    No

    Kategorisasi

    Frekuensi

    (per149 pertanyaan)

    Persentase

    (per149 pertanyaan)

    1 Sangat Setuju

    Setuju

    Ragu-ragu

    Tidak Setuju

    Sangat Tidak Setuju

    62

    72

    6

    3

    1

    43

    48

    5

    2

    1

    2 Jumlah 149 100

    Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa dari 149 pertanyaan yang mewakili Simpati (X2) terdapat 48% responden menyatakan setuju, 43% responden menyatakan sangat setuju. Sedangkan untuk sebaliknya ada 1% yang menyatakan sangat tidak setuju, hanya 2% yang menyatakan tidak setuju dan dikategori ragu-ragu hanya ada 5% responden.

    Dari angka tersebut bisa diketahui bahwa mayoritas responden  lebih dari 80% setuju bahwa tayangan berita televisi yang memberitakan konflik antara Indonesia dan Malaysia mempengaruhi pembentukan rasa simpati pada mereka.

    Tabel 3.5 Empati

    No

    Kategorisasi

    Frekuensi

    (per83 pertanyaan)

    Persentase

    (per83 pertanyaan)

    1 Sangat Setuju

    Setuju

    Ragu-ragu

    Tidak Setuju

    Sangat Tidak Setuju

    14

    40

    16

    10

    3

    17

    48

    19

    12

    4

    2 Jumlah 83 100

    Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa dari 83 pertanyaan yang mewakili Empati (X3) terdapat 48% responden menyatakan setuju, 17% responden menyatakan sangat setuju. Sedangkan untuk sebaliknya ada 4% yang menyatakan sangat tidak setuju, ada 12% yang menyatakan tidak setuju dan dikategori ragu-ragu terdapat 19% responden.

    Dari angka tersebut bisa diketahui bahwa sebagian besar responden menyatakan setuju bahwa tayangan berita televisi yang memberitakan konflik antara Indonesia dan Malaysia mempengaruhi pembentukan rasa empati mereka. Walaupun jumlah yang setuju tidak sebesar komponen X lainnya, responden yang menunjukkan perubahan empati setelah menonton tayang berita masih lebih banyak dari pada yyang tidak mengalami perubahan empati.

    Tabel 3.6 Perilaku Mahasiswa/i (Y)

    No

    Kategorisasi

    Frekuensi

    (per364 pertanyaan)

    Persentase

    (per364 pertanyaan)

    1 Sangat Setuju

    Setuju

    Ragu-ragu

    Tidak Setuju

    Sangat Tidak Setuju

    116

    127

    48

    46

    27

    32

    35

    13

    13

    7

    Jumlah 364 100

    Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa dari 364 pertanyaan yang mewakili Perubahan Prilaku (Y) terdapat 35% responden menyatakan setuju, 32% responden menyatakan sangat setuju. Sedangkan untuk sebaliknya ada 7% yang menyatakan sangat tidak setuju, ada 13% yang menyatakan tidak setuju dan dikategori ragu-ragu terdapat 13% responden.

    Dari angka tersebut bisa diketahui bahwa mayoritas responden menyatakan setuju bahwa tayangan berita televisi yang memberitakan konflik antara Indonesia dan Malaysia mempengaruhi prilaku mereka. 20% menyatakan hal sebaliknya dan 13% responden masih ragu akan pengaruh tayangan berita konflik Indonesia dan Malaysia terhadap prilaku mereka.

    Dari beberapa tabel diatas dapat disimpulkan dari jawaban responden bahwa Program Berita Televisi Mengenai Konflik Indonesia dan Malaysia memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perubahan perilaku mahasiswa.

    4. KESIMPULAN

    1. Score atau nilai variabel bebas Tayangan Berita Televisi Mengenai Konflik Indonesia dan Malaysia dan variabel terikat perubahan perilaku mahasiswa/i Kelas Komunikasi Internasional Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Bina Darma angkatan 2008, berada pada kategori tinggi, hal ini menunjukkan bahwa ada perubahan perilaku baik secara positif maupun negatif yang ditunjukkan secara signifikan oleh responden.
    2. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan teknik analisa product moment diketahui bahwa korelasi yang terjadi antara pengaruh penayangan Berita Televisi Mengenai Konflik Indonesia dan Malaysia terhadap perubahan perilaku mahasiswa/i yaitu hubungan tinggi atau kuat dan dapat diandalkan. Ini mengartikan bahwa tingkat korelasi tinggi dan ada perubahan sikap atau prilaku penonton.
    3. Pada variabel X (emosi, simpati dan empati) responden juga rata-rata menunjukkan nilai yang tinggi. Sehingga bisa disimpulkan bahwa pemberitaan mengenai Konflik Indonesia dan Malaysia melalui tayangan berita Televisi mengarahkan perubahan emosi, simpati dan empati penonton.
    4. Hipotesa penelitian yang berbunyi “ tayangan program Berita Televisi Mengenai Konflik Indonesia dan Malaysia mempengaruhi perilaku penonton secara positif dan negatif”, terbukti kebenarannya. Karena dari hasil penelitian dari semua jawaban-jawaban yang diberikan oleh responden perubahan perilaku yang terjadi setelah responden menonton tayangan Program Berita Televisi Mengenai Konflik Indonesia dan Malaysia begitu tinggi.

    Daftar Pustaka

    Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : PT Rineka Cipta.

    Azwar, Saifuddin. 2005. Metode Penelitian. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

    Canggara, Hafied, H. 2008. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

    Effendy, Onong Uchjana. 2005. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: PT Citra Aditya Bhakti.

    Kuswandi, Wawan. 1996.  Komunikasi Massa Sebuah Analisis Media Televisi. Jakarta Rineka Cipta.

    Morissan. 2008. Manajemen Media Penyiaran. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

    Rahkmat, Jalaluddin. 2008. Psikologi Komunikasi. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

    Sugiyono. 2004.  Metode Penelitian Bisnis. Bandung : Alfabeta.

    Usman, H & Purnomo Setiady Akbar. 2008. Metodelogi Penelitian Sosial. Jakarta : PT Bumi Aksara.

    West, Richard & Lynn, Turner. 2008. Pengantar Teori Komunikasi analisis dan Aplikasi. Jakarta : Salemba Humanika.

    Creative Communication – “Sudut Kreatif di Festival Museum Day 2012 ” (Stand Bank Mandiri)

    Tuesday, August 9th, 2011

    STAND MUSEUM BANK MANDIRI :

    SUDUT KREATIF  DALAM MENSOSIALISASIKAN MUSEUM KEPADA PENGUNJUNG PAMERAN MUSEUM DAY 2012

    PENDAHULUAN

    Latar Belakang

    Pada tanggal 19 Mei 2012, kelas creative communication untuk pertama kalinya mengadakan perkuliahan di luar kelas, kami diminta untuk mengunjungi kegiatan pameran museum diacara museum day 2012 yang diselenggarakan di pelataran depan museum fatahilah didaerah kota, jakarta utara. Kawasan ini memang merupakan kawasan yang dikelilingi oleh banyak museum tua di Jakarta,  sebut saja seperti museum fatahilah, museum wayang, museum bahari, museum bank Indonesia, museum bank mandiri dan masih banyak lagi museum lainnya. Acara ini diikuti oleh tidak kurang dari 40 stand yang diisi oleh berbagai museum yang tersebar di seluruh wilayah DKI Jakarta. Museum-museum yang berlokasi di taman mini indonesia indah (TMII) pun ramai-ramai membuka stand mereka di acraa museum day ini, karena seseuai penagamatan saya sebagai pengunjung, memang ramai sekali didatangi pengunjung baik mereka yang memang pencinta museum, yang hanya ingin jalan-jalan, yang ingin berekreasi dengan teman atau keluarga dan lainnya.

    Kegiatan museum day ini pun bukan yang pertama kali diadakan di Jakarta, kegiatan ini memiliki tujuan mempromosikan museum-museum yang ada di Jakarta, yang dimana museum saat ini sudah mulai ditinggalkan dan tidak menjadi destinasi pilihan untuk rekreasi edukatif seperti dimasa kejayaannya dulu di tahun 90 an. Banyak anak cucu kita yang tidak dibiasakan untuk rekreasi mengunjungi museum yang ada di jakarta, padahal didalam museum kita dapat berekreasi sambil belajar mengenai sejarah dari sesuatu. Terdapat beberapa stand yang menarik bagi saya seperti stand museum wayang, museum bank Mandiri, museum layang-layang dan museum peringatan tragedi Trisakti. Namun saya akan menjelaskan stand favorite saya, yaitu stand museum bank mandiri, Berikut penejalsannya :

    baca lebih lanjut dengan klik : CREATIVE COMMUNICATION at MUSEUM DAY 2012

    terima kasih 🙂