Rahma santhi dan Vaurina

Abstrak : Hadirnya TV lokal di kota Palembang yaitu Palembang TV dan Sriwijaya TV membuktikan perkembangan industri media. KPI adalah lembaga independen yang melakukan pengawasan terhadap lembaga penyiaran termasuk TV lokal. Sebagai lembaga yang bebas dari campur tangan kepentingan tertentu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran pengawasan KPI terhadap TV lokal di Palembang. Metode pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara dan studi pustaka yang disajikan secara deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peran pengawasan KPI terhadap TV lokal Palembang telah berjalan sesuai dengan UU No. 32 tahun 2002 tentang penyiaran serta Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran. Namun, masih terdapat beberapa penghambat yaitu minimnya alat rekam.

Kata Kunci: KPI, Pengawasan, TV Swasta Lokal.


  1. 1. PENDAHULUAN

Banyaknya bentuk media massa yang ada baik cetak maupun elektronik, menunjukkan bahwa perkembangan zaman serta kebutuhan masyarakat akan informasi juga semakin besar. Mengingat sebelum kebudayaan cetak dan tulis berkembang, orang sudah menggunakan bahasa verbal dan visual, misalnya wayang kulit, pengajaran dengan menggunakan tembang atau lagu yang merupakan masa kebudayaan audiovisual lama dan disebut dengan kebudayaan lisan pertama. Sedangkan masa kebudayaan audiovisual dengan media elektronik disebut kebudayaan lisan kedua. Kebudayaan lisan lebih unggul dari kebudayaan cetak karena mampu mengembangkan memori manusia dengan menyajikan hal yang lebih gampang diingat. Tidak mengherankan televisi memiliki daya tarik yang luar biasa apabila sajian program dapat menyesuaikan dengan karakter televisi dan manusia yang sudah terpengaruh oleh televisi.

Berita atau informasi merupakan salah satu sajian yang ditayangkan oleh televisi. Program berita televisi merupakan suatu sajian laporan berupa fakta dan kejadian yang memilki nilai berita dan disajikan melalui media secara periodik. Jurnalistik televisi dewasa ini dihadapkan pada campur tangan kepentingan bisnis dengan bermunculannya stasiun – stasiun TV lokal dengan daya pancar yang terbatas, untuk di Palembang terdapat 2 stasiun televisi lokal yaitu Palembang TV dan Sriwijaya TV. Masihkan jurnalistik memperhatikan keseimbangan kebutuhan masyarakat?, tidak menutup kemungkinan jurnalistik televisi dapat melakukan kesalahan dan membentuk opini publik. Efek yang ditimbulkan tidak kalah dengan seseorang yang bertatap muka dengan orang lain. Wujud visual memberikan kekuatan pada pesan yang disampaikan (Wibowo, 2007:111).

Undang-undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 merupakan dasar utama bagi pembentukan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang beranggotakan sembilan orang. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) adalah lembaga independen yang bebas dari campur tangan pemodal maupun kepentingan kekuasaan yang bertugas memberikan perizinan serta pengawasan kepada lembaga penyiaran baik lembaga penyiaran publik, lembaga penyiaran swasta maupun lembaga penyiaran komunitas. Untuk melaksanakan kewajibannya Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) terbagi menjadi dua, yaitu Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) pusat yang dibentuk ditingkat pusat dan berkedudukan di ibukota Negara serta Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) yang dibentuk ditingkat provinsi dan berkedudukan di ibukota provinsi.

Mekanisme pembentukan KPI dan rekuitmen anggota yang diatur oleh Undang-undang nomor 32 tahun 2002 akan menjamin bahwa pengaturan sistem penyiaran di Indonesia akan dikelola secara partisipatif, transparan, akuntabel sehingga menjamin independensi KPI.

Dalam Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia tentang Pedoman Perilaku Penyiaran dijelaskan bahwa Pedoman Perilaku Penyiaran adalah ketentuan-ketentuan bagi lembaga penyiaran yang ditetapkan oleh Komisi Penyiaran Indonesia untuk menyelenggarakan dan mengawasi sistem penyiaran nasional Indonesia. Dengan dibentuknya Komisi Penyiaran Indonesia, maka segala bentuk penyiaran yang ada di Indonesia akan diawasi sehingga tujuan dari penyiaran jelas dan sesuai dengan Undang – Undang yang berlaku di Indonesia. Dimana setiap lembaga penyiaran harus mentaati Pedoman Perilaku Penyiaran yang telah ditetapkan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Bila terjadi pelanggaran terhadap Pedoman Perilaku Penyiaran maka yang bertanggung jawab adalah lembaga penyiaran yang menyiarkan program yang mengandung unsur dugaan kesalahan tersebut.

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) akan mencacat semua kesalahan yang dilakukan oleh lembaga penyiaran sebagai bahan pertimbangan pengambilan keputusan dalam hal perpanjangan izin siaran. Apalagi dalam hal penyampaian informasi kepada khalayak dalam disusun dalam sebuah program berita televisi, karena berita yang disampaikan akan mempengaruhi penonton dan dapat menimbulkan efek terhadap dirinya maupun orang lain. Dalam Pedoman Perilaku Penyiaran pasal 18 telah dijelaskan bahwa Lembaga penyiaran wajib menjunjung tinggi prinsip-prinsip jurnalistik, antara lain: akurat, berimbang, adil, tidak beritikad buruk, tidak menghasut dan menyesatkan, tidak mencampuradukkan fakta dan opini pribadi, tidak menonjolkan unsur sadistis, tidak mempertentangkan suku, agama, ras dan antargolongan, tidak membuat berita bohong, fitnah, dan cabul.

Aspek – aspek kesalahan yang terjadi pada lembaga penyiaran terutama pada program berita televisi lokal di Palembang menjadi hal yang membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terhadap pengawasan yang dilakukan oleh Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Palembang terhadap lembaga penyiaran televisi swasta lokal yang ada di kota Palembang dengan mengambil judul “PERAN PENGAWASAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA DAERAH (KPID) SUMATERA SELATAN TERHADAP KUALITAS ISI SIARAN BERITA LEMBAGA PENYIARAN TELEVISI SWASTA LOKAL DI KOTA PALEMBANG” (Studi Deskriptif pada Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sumatera Selatan).

Alasan peneliti meneliti Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sumatera Selatan karena, Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sumatera Selatan adalah lembaga yang bertugas menaungi lembaga – lembaga penyiaran yang ada di kota Palembang termasuk televisi. Peneliti ingin mengetahui serta menggali peran pengawasan dari KPID Sumatera Selatan khususnya kota Palembang sebagai ibukota Provinsi, peneliti menilai masih terdapat kesalahan dalam proses penyiaran serta ingin mengetahui penyebab dari kesalahan tersebut dan tindak lanjut dari pengawasan KPID.

HASIL

Proses pengawasan KPID Sumsel terhadap lembaga penyiaran TV swasta lokal di kota Palembang berawal dari penentuan waktu pengawasan secara acak yang dilakukan oleh tim pengawas. Dengan menggunakan alat perekam berupa TV Tuner, sebuah program siaran direkam yang kemudian di analisis. Menonton, mencermati, mencatat, menganalisis tayangan merupakan urutan dalam pemantauan sebuah program acara. Pada program acara berita, kesalahan yang paling sering terjadi adalah ketidakberimbangannya berita yang di sajikan sehingga merugikan salah satu pihak, Pedoman Perilaku Penyiaran telah menjelaskan pada pasal 18 bahwa: “lembaga penyiaran wajib menjunjung tinggi prinsip – prinsip jurnalistik, antara lain: akurat, berimbang, adil, tidak beritikad buruk, tidak menghasut dan menyesatkan, tidak mencampurkan fakta dan opini pribadi, tidak menonjolkan unsur sadistis, tidak mempertentangkan suku, agama, ras dan antargolongan, tidak membuat berita bohong, fitnah dan cabul”. Karena fungsi dari berita sendiri memberikan informasi yang nantinya akan berguna bagi masyarakat yang menontonnya. KPID Sumsel, benar – benar memperhatikan hal – hal seperti itu, karena KPID merasa bahwa dirinya merupakan wadah dari aspirasi masyarakat yang harus melaksanakan tugasnya secara adil.

Kesalahan yang terjadi dalam program berita bervariasi, sehingga sanksi yang diberikan juga bervariasi. Peran pengwasan yang dilakukan KPID Sumatera  Selatan dinilai sudah cukup berperan, hal ini di buktikan dengan berbagai bentuk himbauan ataupun teguran yang diberikan oleh KPID Sumsel terhadap lembaga penyiaran TV swasta lokal di kota Palembang mendapatkan feedback dari lembaga penyiaran yang bersangkutan. Pada TV yang berbasis TV lokal biasanya menggunakan bahasa daerah yaitu bahasa Palembang dan sering mengalami kesalahan hanya mendapatkan himbauan karena bentuk kesalahan seperti ini tidak ada dalam Undang – Undang, dan pihak KPID tidak dapat menyalahkan begitu saja, hal ini dikarenakan penggunaan bahasa Palembang yang sesuai dengan kaidah masih sangat jarang. Menggunakan bahasa sehari – hari yang mudah dimengerti asalkan dalam penyajiannya tidak melanggar peraturan dalam Undang – Undang yang telah ditetapkan.

Pemberian himbauan atau teguran dapat dilakukan langsung oleh petugas pengawasan yang saat itu tengah melakukan pengawasan dengan menghubungi via telepon lembaga penyiaran yang bersalah tersebut apabila tidak di mungkinkan untuk memberikan himbauan tertulis pada saat itu juga. Maksudnya, apabila pengawasan dilakukan saat di luar jam kantor, sehingga tidak mungkin untuk ke kantor sekretariatan KPID Sumsel untuk menulis surat teguran. Kepada pihak lembaga penyiaran memiliki hak jawab untuk mengklarifikasi dan memperbaiki kesalahan tersebut. Namun KPID Sumsel akan terus memantau perubahan dari kesalahan tersebut.

Lain halnya dengan pemberian teguran tertulis kepada lembaga penyiaran TV swasta lokal di kota Palembang pada event tertentu, misalnya pada saat pemilihan umum. KPI akan melakukan pengawasan dan menganalisis pada Focus Group Discussion (FGD) yang mendatangkan  ahli untuk melihat dari aspek sosiologis. Hal ini dilakukan karena lembaga penyiaran rentan melakukan pelanggaran dalam momen – momen seperti ini. Pada pasal 57 (3) Standar Program Siaran menyebutkan bahwa: ”Program siaran wajib bersikap adil dan proposional terhadap para peserta pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah”

Pengawasan yang dilakukan oleh KPID Sumsel tidak hanya berasal dari aktifitas dari anggota pengawas KPID itu sendiri, melainkan dari pengaduan masyarakat melalui surat, telepon atau SMS kepada pihak KPID. Dimana pada pasal 48 Pedoman Perilaku Penyiaran disebutkan: “setiap orang atau sekelompok orang yang mengetahui adanya pelanggaran terhadap Pedoman Perilaku Penyiaran dapat mengadukannya ke KPI Pusat dan/atau KPI Daerah”, yang kemudian akan dianalisa oleh KPID Sumsel apakah memang dugaan pelanggaran tersebut berasal dari lembaga penyiaran atau kesalahan dalam menginterpretasikan persepsi masyarakat itu sendiri

Rahma santhi dan Rangga Suluh

Abstrak : Hadirnya TV lokal di kota Palembang yaitu Palembang TV dan Sriwijaya TV membuktikan perkembangan industri media. KPI adalah lembaga independen yang melakukan pengawasan terhadap lembaga penyiaran termasuk TV lokal. Sebagai lembaga yang bebas dari campur tangan kepentingan tertentu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran pengawasan KPI terhadap TV lokal di Palembang. Metode pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara dan studi pustaka yang disajikan secara deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peran pengawasan KPI terhadap TV lokal Palembang telah berjalan sesuai dengan UU No. 32 tahun 2002 tentang penyiaran serta Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran. Namun, masih terdapat beberapa penghambat yaitu minimnya alat rekam.

Kata Kunci: KPI, Pengawasan, TV Swasta Lokal.


  1. 1. PENDAHULUAN

Tanpa disadari kebutuhan masyarakat terhadap informasi yang aktual dari media massa membuat pers sebagai lembaga pemberitaan terus berusaha menyajikan berita – berita yang terbaik. Pers adalah lembaga atau badan organisasi yang menyebarkan berita sebagai karya jurnalistik kepada khalayak. Pers dan jurnalistik dapat diibaratkan raga dan jiwa. Pers adalah raga, karena ia berwujud, konkret dan nyata melembaga. Oleh karena itu pers dapat diberi nama, sedangkan jurnalistik adalah aspek jiwa karena ia abstrak serta merupakan kegiatan, daya hidup yang menghidupi pers itu sendiri. Dengan demikian pers dan jurnalistik adalah dwitunggal, pers tidak mungkin beroperasi tanpa jurnalis sebaliknya jurnalis tidak akan mungkin mewujudkan suatu karya berita tanpa adanya pers.

Lahirnya Undang – Undang Pokok Pers no. 40 tahun 1999, membuat dunia jurnalistik semakin berwarna serta mampu berkembang dalam menyuguhkan kebutuhan masyarakat akan pemberitaan dari media massa. Yang sedikit lebih pesat dalam perkembangannya adalah surat kabar, di mana ia lebih mudah untuk didirikan bila dibandingkan dengan mendirikan sebuah radio atau televisi. Dalam kurun waktu yang terbilang singkat, dimulai dari meyakinkannya kebebasan pers yang benar – benar utuh di Indonesia khususnya kota Palembang, banyak surat kabar yang tumbuh dan berkembang di tengah – tengah masyarakat sehingga mampu memberikan karakter yang berbeda – beda dari setiap surat kabar yang ada.

Menyikapi pesatnya pertumbuhan surat kabar di kota Palembang dalam kurun reformasi, membuat penulis tertarik untuk menjadikannya suatu bentuk penelitian. Dalam hal ini, penulis terinspirasi tentang bagaimana seorang pemimpin redaksi yang bertugas mengarahkan liputan dan memilih berita – berita yang nantinya dijadikan hedline news (berita halaman utama) dengan segala pertimbangan baik tentang nilai berita (penting, menarik, baru, berkelanjutan, menyangkut orang terkenal dsb) atau tentang nilai rupiah yang ditawarkan.

Di sini muncul sebuah pertanyaan besar setelah terungkap dalam sebuah buku yang berjudul Perspektif Pers Indonesia di mana terdapat kutipan pernyataan dari pemimpin redaksi surat kabar mingguan berita Tempo dalam surat kabar Kompas, edisi Minggu 7 Februari 1986 dalam buku ini. “Betul, bahwa pers sudah berkembang kearah suatu bisnis dan itu memang suatu perubahan yang tidak sepenuhnya dipahami oleh khalayak maupun oleh kalangan pers sendiri, juga oleh pemerintah” (Oetama, 1989: 25).

Lahirnya kebijakan editorial menjadi tempat sekaligus pemupuk timbulnya surat kabar – surat kabar yang semakin cenderung untuk mengambil distansi dari organisasi politik sebagai berita titipan (Oetama, 1989: 27). Komersialitas sebagai bagian dari pers diperkuat dalam buku ini di mana ilmuan komunikasi Prof. Dr. Prakke dan Prof. Rooij yang lebih dulu disebut telah menempatkan “komersialitas” sebagai segi yang melekat pada hakikat pers sebagai lembaga, sama halnya dengan segi – segi lain seperti universalitas, aktualitas, periodisitas, publisitas.

Salah satu surat kabar yang lahir di kota Palembang adalah Jurnal Sumatra. Selain telah terdaftar sebagai media massa yang dilindungi serta dibina oleh Dewan Pers, Jurnal Sumatra juga telah mampu bertahan selama lebih dari dua tahun dan rutin terbit setiap minggunya. Dengan memuat sebanyak duabelas halaman, surat kabar mingguan ini beredar di Palembang dan juga tersebar dihampir setiap Kabupaten/Kota yang ada di Sumatera Selatan. Pendiri sekaligus pemimpin redaksi surat kabar mingguan Jurnal Sumatra jelas menyimpan banyak cerita tentang setiap berita – berita yang telah terbit pada media yang dipimpinnya terutama berita yang dipilihnya menjadi headline news.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk lebih mengetahui bagaimana cara pemilihan serta pertimbangan dan kebijakan yang diambil oleh pemimpin redaksi surat kabar mingguan Jurnal Sumatra untuk mengarahkan wartawan dalam meliput dan menggalih data lebih dalam tentang sebuah kejadian serta dijadikan headline news. Dengan demikian, judul dalam skripsi ini adalah “Peran Pemimpin Redaksi Surat Kabar Mingguan Jurnal Sumatra Terhadap Berita Yang Dipilih Menjadi Headline News“.

HASIL

Pemimpin redaksi memiliki wewenang penuh dalam mengambil kebijakan untuk menentukan kelayakan berita yang akan menempati posisi pada headline. Pemimpin redaksi (Pemred) memilih headline dengan mengacu pada prinsip sangat menarik, sangat penting, tidak mudah “basi” dan sangat eksklusif.

Baik dan buruk isi pemberitaan pada penerbitan sebuah surat kabar itu tergantung dari ketajaman dan kejelian seorang pemimpin redaksi dalam mencari dan memilih materi pemberitaan. Itu sebabnya pemimpin redaksi harus memiliki wawasan yang luas terhadap perkembangan situasi sosial baik politik, budaya, seni, ekonomi, alam maupun olahraga. Sama halnya dengan surat kabar mingguan Jurnal Sumatra, kepekaan dari seorang pemimpin redaksi dapat mencerminkan pencitraan di mata masyarakat atau pembacanya. Untuk surat kabar yang terbit mingguan, informasi yang tidak mudah “basi” adalah hal yang harus dipikirkan oleh pemimpin redaksi yang pada akhirnya mendapatkan feedback dari pembaca itu sendiri.

Dalam mendapatkan berita yang diinginkan, pemimpin redaksi dibantu oleh koordinator liputan serta wartawan. Berita yang dihasilkan nantinya akan dipilih menjadi headline harus memiliki nilai jual yang tinggi untuk diketahui oleh masyarakat atau pembaca. Mengulang tugas dari seorang pemimpin redaksi salah satunya adalah menentukan topik pemberitaan. Penentuan topik pemberitaan ini tidak semata – mata diputuskan oleh pemimpin redaksi saja namun di komunikasikan dengan staf redaksi atau yang dikenal dengan istilah rapat redaksi.

Pada surat kabar mingguan Jurnal Sumatra, rapat redaksi untuk penentuan topik pemberitaan dilakukan seminggu sebelum surat kabar itu terbit, pada saat rapat redaksi setiap elemen dilibatkan. Disinilah para wartawan mengemukakan issue yang beredar di permukaan yang kemudian ditentukan oleh pemimpin redaksi selaku pemimpin rapat untuk menentukan issue mana yang layak untuk menjadi fokus pemberitaan pada pekan tersebut. Dari hari Senin hingga Jumat setiap wartawan wajib mengumpulkan berita sekaligus hadir pada rapat penentuan headline di kantor redaksi Jurnal Sumatra. Untuk wartawan yang berstatus biro, rapat dilakukan dengan memanfaatkan teknologi yang berkembang melalui media online seperti Yahoo Messenger.

Dari berita – berita yang telah terbit sebagai headline sudah bisa dilihat ideologi dari sebuah media massa. Isi pemberitaan yang tidak berpihak atau mengarah pada pengaburan fakta di lapangan dapat dirasa setelah membaca isi dari berita headline. Melihat dari ke empat edisi yang peneliti pelajari, surat kabar mingguan Jurnal Sumatra masih mampu memegang prinsip pers sebagai penyampai informasi yang independen yang tidak diarah – arahkan oleh suatu kekuasaan politik. Ini dikarenakan Jurnal Sumatra masih berdiri sebagai media independen tanpa adanya campur tangan dari grup – grup yang merajai media cetak (surat kabar) yang ada di kota palembang saat ini yang memiliki keseragaman headline news.

Berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan, wawancara lima orang informan serta memperhatikan dokumen Jurnal Sumatra maka peneliti melihat bahwa surat kabar mingguan Jurnal Sumatra masih mampu berpegang pada prinsip ketidakberpihakan pers terhadap suatu kepentingan tertentu yang dapat mengaburkan fakta yang terjadi serta peran Pemred dalam memilih headline news adalah fungsi yang berjalan sesuai dengan tugas dan tanggung jawab seorang pemimpin redaksi.

  1. 1. SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan masalah yang berkaitan dengan Peran Pemimpin Redaksi Surat Kabar Mingguan Jurnal Sumatra Terhadap Berita Yang Dipilih Menjadi Headline News, maka dapat diambil satu kesimpulan bahwa, peran dan tugas pemimpin redaksi surat kabar mingguan Jurnal Sumatra telah berjalan sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya dalam menentukan headline news serta dapat berjalan sesuai dengan ideologi dari pemimpin redaksi itu sendiri. Apabila sebuah surat kabar masih berdiri sendiri maka peran Pemred masih dapat berjalan sesuai ideologinya.

Pemimpin redaksi adalah orang yang memiliki wewenang dalam mengambil setiap kebijakan tentang seluruh pemberitaan dalam surat kabar yang didudukinya. Namun hal tersebut dapat terlihat “mandul” apabila terdapat sebuah standar yang dibangun oleh pihak yang lebih kuat kedudukannya di dalam surat kabar tersebut yang membuat pers menjadi berubah fungsi serta tujuan sebagai media yang bebas menyampaikan sebuah informasi berdasarkan fakta.

Jika seandainya sebuah surat kabar besar telah tergabung dalam satu kesatuan yang telah distandarisasi serta telah diatur dalam membentuk karakternya yang berpihak oleh sebuah grup penguasa media, maka Pemred media tersebut tidak akan memiliki jawaban berdasarkan ideologi kebebasan pers yang seutuhnya bila mendapat pertanyaan “apa pertimbangan anda serta kebijakan anda terhadap berita yang terbit pada headline surat kabar yang anda duduki sekarang ini?”. Mungkin ada satu ideologi yang mereka pakai yaitu, media ini harus tetap besar berkembang dalam satu keseragaman pemberitaan yang lari dari fungsi – fungsi pers serta setiap hari melakukan “pembodohan” publik dengan informasi arahan.

Unsur dari prinsip ketidakberpihakan pers terhadap suatu kepentingan tertentu adalah kemandirian dari lembaga pers itu sendiri. Surat kabar mingguan Jurnal Sumatra adalah sebuah surat kabar kecil yang terus bertahan untuk memegang prinsip pers sebagai lembaga independen. Kecil tapi memiliki Pemred yang tidak kerdil dalam menentukan berita yang dijadikan headline. Ini dapat dibuktikan dari dokumen – dokumen yang peneliti pelajari serta diperkuat dengan hasil observasi dan hasil wawancara yang peneliti lakukan baik dengan keredaksian Jurnal Sumatra juga pihak luar yang terus mengikuti pemberitaan Jurnal Sumatra di setiap edisinya.

Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi Corporate Social Responsibility (CSR) PT BNI (Persero) Tbk. dalam program “Ayo Membaca, Ayo Menabung”.  Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dan studi kasus 0sebagai metode penelitian Hasil penelitian ini memberikan gambaran bahwa melalui kegiatan ini  merupakan salah satu kegiatan CSR atau kepedulian social dalam bidang pendidikan dimana BNI membantu program pengajaran di Sekolah Dasar untuk memperkenalkan seputarr kegiatan perekonomian (jual beli) dan menabung.  Dengan demikian, “Ayo Membaca, Ayo Menabung” dapat meningkatkan minat baca anak-anak; memperkenalkan dunia ekonomi dan perbankan sejak dini serta memotivasi anak giat menabung dan berinteraksi dengan perbankan.

Kata Kunci : Strategi, Corporate Social Responsibility (CSR)

1.      PENDAHULUAN

Program “Ayo Ke Bank” merupakan aplikasi dari kebijakan Bank Indonesia (BI), bahwa industri perbankan tanah air sepakat menjadikan tahun 2008 sebagai tahun edukasi perbankan kepada masyarakat.  Edukasi kepada masyarakat di bidang keuangan dan perbankan menunjukkan pemahaman masyarakat mengenai perbankan masih sangat minim.  Kurangnya pengetahuan masyarakat Indonesia akan fungsi, peran dan produk jasa perbankan dinilai sebagai sebuah ketertinggalan era.  Di samping sebagai bentuk penyadaran, edukasi ini bermanfaat pula untuk melindungi nasabah dari berbagai penipuan yang sering terjadi.

PT BNI (Persero) Tbk. menjadi salah satu anggota dari kelompok kerja yang dibentuk oleh Bank Indonesia.  Kelompok kerja ini bertugas untuk mensosialisasikan berbagai materi mulai dari kelembagaan, pengaduan nasabah dan mediasi perbankan, simpanan dan investasi, hingga perkreditan dan jasa perbankan.

Program edukasi masyarakat bukanlah yang baru dalam kebijakan BNI.  Pendidikan merupakan salah satu bidang fokus utama BNI dalam kegiatan CSR, selain bidang kesehatan.  Dalam level pendidikan untuk sekolah dasar, telah berjalan program “Ayo Membaca, Ayo Menabung”.

Dalam program tersebut, BNI bekerjasama dengan Dinas Pendidikan Nasional.  Program “Ayo Membaca, Ayo Menabung” (AMAM) merupakan salah satu kegiatan CSR atau kepedulian sosial dalam bidang pendidikan dimana BNI membantu program pengajaran di Sekolah Dasar untuk memperkenalkan seputar kegiatan perekonomian (jual beli) dan menabung.  Program ini telah berjalan untuk SD di daerah Yogyakarta, Tasikmalaya dan akan berjalan di daerah lainnya.

Untuk menyelenggarakan program ini, BNI memberikan bantuan berupa penyediaan alat bantu dalam pelajaran yang berkaitan dengan perekonomian, yaitu Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.  Untuk kegiatan ekstrakurikuler simulasi menabung dan permainan, BNI membantu penyediaan Mobil Keliling “Ayo Membaca, Ayo Menabung” serta penerbitan buletin.

Berdasarkan uraian di atas, maka strategi kampanye PR dalam program “Ayo Membaca, Ayo Menabung” oleh PT BNI (Persero) Tbk. melalui kegiatan CSR.  Program CSR PT BNI (Persero) Tbk. “Ayo Membaca, Ayo Menabung” diperkenalkan kepada siswa SD guna membawa perubahan atau peningkatan kualitas bangsa Indonesia dengan cara memperkenalkan system perekonomian dan meningkatkan kesadaran menabung di usia dini kepada mereka.  Oleh karena itu, penulis ingin meneliti Strategi CSR BNI dalam program “Ayo Membaca, Ayo Menabung”.

PEMBAHASAN

PT BNI (Persero) Tbk berperan penting untuk berbagi dengan masyarakat dengan kebijakan yang dirancang untuk meningkatkan layanan, efisiensi, kehandalan dan kenyamanan.  Kemampuan BNI untuk beradaptasi terhadap perubahan dan kemajuan lingkungan, sosial-budaya serta teknologi dicerminkan melalui penyempurnaan identitas perusahaan yang berkelanjutan dari masa ke masa.  Sebagai salah satu perusahaan besar yang ada di Indonesia, BNI memiliki Budaya Kerja BNI “PRINSIP 46” yang merupakan Tuntutan perilaku Insan BNI, yaitu:

–             4 Nilai Budaya Kerja, terdiri dari PROFESIONALISME, INTEGRITAS, ORIENTASI PELANGGAN dan PERBAIKAN TIADA HENTI.

–             6 Nilai Perilaku Utama Insan BNI yang terdiri dari meningkatkan kompetensi dan memberikan hasil terbaik, jujur, tulus dan ikhlas, disiplin, konsisten dan bertanggungjawab, memberikan pelayanan terbaik melalui kemitraan yang sinergis, senantiasa melakukan penyempurnaan serta kreatif dan inovatif.

BNI sebagai perusahaan yang disegani dan didukung oleh masyarakat sekitarnya harus bertindak dengan prinsip keadilan, peduli pada sesama dan pada lingkungan alam, jika ingin mendapatkan dan memelihara reputasi yang bersih dan baik.  Untuk itu, BNI berupaya menjadi warga negara yang baik dengan mengembalikan sebagian keuntungannya kepada masyarakat, sehingga para nasabah secara konsisten dan tulus akan terus mendukung keberadaan BNI.

BNI berkomitmen menjalankan program CSR sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan bisnisnya.  Di BNI, semua kegiatan CSR ditangani langsung di bawah pimpinan dari Corporate Secretary.  Kegiatan CSR yang dilakukan BNI merupakan komitmen berkelanjutan yang dibangun untuk berperilaku etis dan memberikan kontribusi pada pembangunan nasional sekaligus meningkatkan kualitas hidup komunitas local dan masyarakat secara keseluruhan.

Tujuan kegiatan CSR yang dilakukan oleh BNI adalah:

  1. Mendorong upaya peningkatan kualitas hidup masyarakat dan perbaikan lingkungan
  2. Memberikan kontribusi positif bagi seluruh masyarakat, khususnya seputar lingkungan perusahaan
  3. Menumbuhkan dan memelihara citra positif perusahaan di mata masyarakat

BNI menetapkan 6 bidang yang menjadi fokus kegiatan CSR, yaiutu pendidikan, kesehatan, pengembangan sarana dan prasarana umum, kegiatan keagamaan, bantuan bencana dan pelestarian alam.  Di samping itu, BNI juga menyisihkan sebagian dana CSR untuk mengikuti program BUMN Peduli, bersama dengan perusahaan milik Negara lainnya, dengan dikoordinasikan oleh Kementerian Negara BUMN.

Kegiatan CSR “Ayo Membaca, Ayo Menabung” yang dilakukan oleh BNI terdiri dari beberapa tahap, yaitu:

  • Survei

Survei dilakukan dimulai dengan pencarian database sekolah melalui sumber internet, Diknas setempat maupun sumber informasi lainnya.  Penetapan sekolah yang diikutsertakan dalam kegiatan AMAM lebih ditujukan pada azas pemerataan wilayah dan manfaat (semakin besar/banyak pelajar, semakin besar manfaatnya)

  • Pengurusan Perijinan

Pengurusan perijinan dilakukan untuk memperoleh ijin dari pihak Diknas setempat maupun sekolah yang akan diikutsertakan dalam kegiatan ini.  Untuk meminta ijin terhadap pihak sekolah, BNI melakukan pendekatan dengan mengunjungi sekolah calon peserta.

  • Seminar

Seminar diperuntukkan bagi guru-guru sekolah peserta kegiatan AMAM yang diawali dengan pembelajaran dan pembagian modul bagi guru untuk diteruskan kepada pelajar masing-masing sekolah.  Guru-guru tersebut juga berperan sebagai komunikator dalam kegiatan ini dan juga merupakan pihak eksternal perusahaan dalam kegiatan AMAM ini yang memiliki kompetensi di bidang pendidikan.

  • Kunjungan Aktivasi

Kunjungan dilakukan oleh tim AMAM yang terdiri dari satu orang presenter yang bertugas menuntun anak-anak untuk mengikuti kegiatan yang sedang berlangsung dan juga memberikan simulasi menabung serta mempraktekan cara mengisi formulir setoran dan formulir penarikan tabungan.  Selain itu juga terdapat  satu orang maskot Si Rupi, boneka yang menggambarkan uang logam bertugas untuk menarik perhatian anak-anak.  Ada juga satu orang koordinator yang disebut Pandu Taplus yang bertugas mengunjungi sekolah setelah kegiatan aktifasi AMAM guna melihat apakah alat peraga yang telah diterima oleh pihak sekolah  dimanfaatkan dengan baik.  Di sekolah-sekolah yang berlangsung kegiatan AMAM juga  dikunjungi Mobil Pintar AMAM yang berperan sebagai perpustakaan keliling.

  1. 4. KESIMPULAN

PT BNI (Persero) Tbk menggunakan kegiatan Corporate Social Responsibility sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan sosial masyarakat, mendukung kegiatan dan perbaikan kualitas lingkungan dan pendidikan, serta bekerjasama dengan masyarakat untuk meningkatkan standar kehidupan dan kemampuan finansial.

Kegiatan AMAM memiliki dampak positif bagi masyarakat antara lain meningkatkan minat baca anak dan kebiasaan menabung yang diharapkan dapat ditularkan kepada lingkungannya.  Sedangkan bagi BNI, diharapkan dapat meningkatkan awareness, citra kepedulian, relationship dan bisnis jangka panjang juga sebagai sarana promosi produk.

Abstrak : Wartawan kriminal merupakan bagian dari wartawan juga dan mempunyai tugas yang sama seperti wartawan lain, perbedaannya adalah karena dinamakan wartawan kriminal karena tugasnya mencari dan menyusun berita khusunya berita kriminal untuk dimuat di media massa. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tentang pengetahuan dan pemahaman wartawan kriminal tentang kode etik jurnalistik pasal 1. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan dan pemahaman masing-masing wartawan kriminal tentang kode etik jurnalistk. Dan juga apakah wartawan kriminal memahami isi pasal 1 didalam kode etik jurnalistik dan mengaplikasikannya dalam tugasnya sehari-hari. Metode penelitian yang digunakan adalah metode studi deskriptif kualitatif. Metode penelitian ini dilakukan dengan melakukan wawancara kepada narasumber. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa kode etik jurnalistik merupakan syarat utama sebelum terjun kelapangan untuk mencari dan membuat berita terutama berita kriminal,

Kata kunci:jurnalistik, kode etik, wartawan


  1. PENDAHULUAN

­Media Massa (Mass Media) adalah sarana komunikasi massa (channel of mass communication). Komunikasi massa sendiri artinya proses penyampaian pesan, gagasan, atau informasi kepada orang banyak (publik) secara serentak. Berita adalah laporan peristiwa yang baru terjadi atau kejadian aktual yang dilaporkan di media massa.

Ciri-ciri (karakteristik) media massa adalah disebarluaskan kepada khalayak luas (publisitas), pesan atau isinya bersifat umum (universalitas), tetap atau berkala (periodisitas), berkesinambungan (kontinuitas), dan berisi hal-hal baru (aktualitas).

Jenis-jenis media massa adalah Media Massa Cetak (Printed Media), Media Massa Elektronik (Electronic Media), dan Media Online (Cybermedia). Yang termasuk media elektronik adalah radio, televisi, dan film. Sedangkan media cetak (berdasarkan formatnya) terdiri dari koran atau surat kabar, tabloid, newsletter, majalah, buletin, dan buku. Media Online adalah website internet yang berisikan informasi – aktual layaknya media massa cetak.

Jurnalistik adalah bentuk komunikasi dari media massa, bentuk kegiatannya dan bentuk isinya, sedangkan pers adalah media tempat jurnalistik itu disalurkan. Kalau jurnalistik adalah hasil kegiatan pengolahan informasi yang akan disampaikan berupa berita, reportase, feature, opini, maka pers adalah surat kabarnya, atau majalahnya atau radionya atau televisinya. Singkat kata, pers adalah medianya, sedangkan jurnalistik adalah isinya (Ermanto, 2005:28).

Secara sederhana jurnalistik diartikan sebagai kegiatan yang berhubungan dengan pencatatan atau pelaporan setiap hari. Dengan demikian, jurnalistik bukanlah pers, bukan pula media massa. Jurnalistik adalah kegiatan yang memungkinkan pers atau media massa bekerja dan diakui eksistensinya dengan baik (Sumadiria, 2005:2).

Sedangkan menurut Suhandang (2004:21)  ”Jurnalistik adalah seni dan keterampilan mencari, mengumpulkan, mengolah, menyusun dan menyajikan berita tentang peristiwa yang terjadi sehari – hari secara

indah, dalam rangka memenuhi segala kebutuhan hati nurani khalayaknya, sehingga terjadi perubahan sikap, sifat, pendapat dan perilaku khalayak sesuai dengan kehendak para jurnalisnya”.

Materi Jurnalistik dalam media massa (cetak) secara fisiknya dapat dibagi menjadi dua kategori menurut Ermanto (2005:65): Kategori Berita – Berita Langsung, reportase, feature. Kategori Pendapat atau Opini – Tajuk rencana, artikel dan tulisan kolom (colloumn).

Berita adalah segala sesuatu yang terjadi tepat pada waktunya yang menarik perhatian sejumlah orang laporan tentang ide, kejadian atau konflik yang baru yang menarik perhatian para konsumen berita dan menguntungkan mereka yang menyajikannya segala sesuatu yang terjadi pada waktunya yang membangkitkan minat dan mempunyai makna bagi pembaca dalam urusan – urusannya atau hubungannya dengan masyarakat.

Wartawan adalah orang yang pekerjaanya mencari dan menyusun berita untuk dimuat di surat kabar, majalah,televisi dan radio. Wartawan juga disebut juru warta atau jurnalis. Lebih spesifik,ada juga yang disebut wartawan foto untuk khusus yang mencari berita dalam bentuk/medium foto. Wartawan cetak yakni wartawan pencari berita untuk media cetak.

Wartawan kriminal merupakan bagian dari wartawan juga dan mempunyai tugas yang sama seperti wartawan lain,perbedaannya adalah karena dinamakan wartawan kriminal jadi tugasnya mencari dan menyusun berita khusunya berita kriminal untuk dimuat di media massa. Namun dalam mencari berita khususnya berita kriminal apakah wartawan kriminal dalam menjalankan tugasnya masih mengedepankan kode etik jurnalistik setiap menjalankan tugas sebagai wartawan criminal, dan apakah pemahaman wartawan kriminal tentang kode etik jurnalistik?

Kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang – Undang Dasar 1945, dan deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB. Kemerdekaan pers adalah sarana masyarakat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Dalam mewujudkan kemerdekaan, wartawan Indonesia juga menyadari adanya kepentingan bangsa, tanggung jawab sosial, keberagaman masyarakat, dan norma-norma agama.

Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang, karena itu pers dituntut profesional dan terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat. Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar.

Sumber: AKP. Didik Purwanto

Gambar 1  Proses Informasi Berita Kriminal dari Pihak Kepolisian ke Pihak Wartawan Beat Kepolisan.

Pemberitaan kriminal harus sangat akurat hasilnya sesuai dengan fakta yang terjadi dilapangan dan juga  harus berimbang dalam isi pemberitaannya seperti tidak boleh langsung menyebutkan nama seseorang atau tersangka apabila belum mendapatkan kejelasan tentang data diri orang itu.

Berita kriminal yang dimuat juga tidak boleh beritikad buruk dengan menuduh seseorang dalam pemberitaannya. Pada penelitian ini yang menjadi narasumber adalah wartawan kriminal yang selalu berkumpul dan berkeliling keseluruh polres di Jakarta untuk mencari berita kriminal dan juga mendapatkan informasi tentang kejadian-kejadian yang berhubungan dengan kriminal, wartawan kriminal ini sering disebut sebagai wartawan Beat Kepolisian.

Oleh karena itu tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana pengetahuan wartawan kriminal tentang kode etik jurnalitik dan apakah wartawan kriminal paham tentang isi pasal 1 didalam kode etk jurnalistik dan juga apakah wartawan kriminal selalu mengaplikasikan isi pasal 1 dalam tugas kewartawanannya  setiap hari. Narasumber dalam penelitian ini di antaranya adalah: wartawan detik.com, Indo Pos, dan Wartawan Kompas Gramedia Group

Wartawan Indonesia adalah warganegara yang memiliki kepribadian seperti: bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berjiwa Pancasila, taat pada Undang-Undang Dasar 1945, bersifat ksatria, menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia, dan berjuang untuk emansipasi bangsa dalam segala lapangan, sehingga dengan demikian turut bekerja ke arah keselamatan masyarakat Indonesia sebagai anggota masyarakat bangsa-bangsa.

Wartawan Indonesia dengan penuh rasa tanggung jawab dan bijaksana mempertimbangkan perlu atau patut tidaknya suatu berita, tulisan, gambar, karikatur, dan sebagainya disiarkan.

Wartawan Indonesia tidak boleh menyiarkan hal-hal yang sifatnya destruktif dan dapat merugikan negara dan bangsa, hal-hal yang dapat menimbulkan kekacauan, hal-hal yang dapat menyinggung perasaan susila, agama, kepercayaan, atau keyakinan seseorang atau sesuatu golongan yang dilindungi oleh undang-undang.

Wartawan Indonesia melakukan pekerjaanya berdasarkan kebebasan yang bertanggung jawab demi keselamatan umum, dan tidak boleh menyalah-gunakan jabatan dan kecakapannya untuk kepentingan sendiri atau kepentingan golongan.

Wartawan Indonesia dalam menjalankan tugas jurnalistiknya yang menyangkut bangsa dan negara lain, mendahulukan kepentingan nasional Indonesia.

Wartawan Indonesia menempuh jalan dan cara yang jujur untuk memperoleh bahan-bahan berita dan tulisan dengan selalu menyatakan identitasnya sebagai wartawan apabila sedang melakukan tugas peliputan.

Wartawan Indonesia meneliti kebenaran sesuatu berita atau keterangan sebelum menyiarkannya, dengan juga memperhatikan kredibilitas sumber berita yang bersangkutan.

Wartawan Indonesia di dalam menyusun berita harus bisa membedakan antara kejadian (fakta) dan pendapat (opini), sehingga tidak mencampuradukan fakta dan opini tersebut.

Hal-hal di atas sesuai dengan teori pers yaitu teori tangung jawab sosial (Social Responsibility Theory) yang dinyatakan oleh Siebert, Peterson dan Schramm (dalam Ardianto, Komala, Karlinah 2007:162). Teori ini berasal dari tulisan W.E Hocking, yang merupakan hasil rumusan Komisi Kebebasan Pers yang diikuti oleh para praktisi jurnalistik tentang kode etik media, yang kemudian dikenal sebagai Komisi Hutchins.

Dasar pemikiran teori ini adalah kebebasan pers harus disertai tanggung jawab kepada masyarakat dan juga harus dibatasi oleh moral dan etika. Didalam teori Tanggung Jawab Sosial, prinsip kebebasan pers masih dipertahankan, tetapi harus disertai kewajiban untuk bertangung jawab kepada masyarakat dalam melaksanakan tugas pokoknya. Misalnya dalam menyiarkan berita harus bersifat objektif sesuai dengan fakta dilapangan dan jangan menyiarkan berita yang dapat menimbulkan keresahan pada masyarakat.

Media massa dilarang mengemukakan tulisan yang melanggar hak-hak pribadi yang diakui oleh hukum, serta dilarang melanggar kepentingan vital masyarakat. Dengan demikian kontrol media adalah pendapat masyarakat (community opinion), tindakan konsumen (consumer action) dan etika profesi (professional ethics). Hal yang paling esensial dalam teori ini adalah media harus memenuhi kewajiban sosial. Jika tidak, masyarakat akan membuat media tersebut mematuhinya

  1. Simpulan

Setelah melakukan analisis dari hasil penelitian mengenai pemahaman wartawan krimnal tentang kode etik jurnalistik pasal 1 dan observasi pada beberapa media cetak maka dapat disimpulkan:

  1. Pengetahuan Wartawan Kriminal Tentang Kode Etik Jurnalistik bahwa para narasumber mengetahui Kode Etik Jurnalistik tersebut karena dalam penuturan para narasumber yang berprofesi sebagai wartawan kriminal Kode Etik Jurnalistik merupakan syarat utama sebelum terjun kelapangan. Karena dengan mengetahui Kode Etik jurnalistik, wartawan akan membuat tulisan menjadi menarik dan tidak mengandung unsur SARA sehingga tidak merugikan pihak manapun dan juga membuat para pembaca tertarik untuk membacanya.
  2. Pemahaman wartawan kriminal tentang isi pasal 1 di dalam Kode Etik Jurnalistik dapat disimpulkan bahwa ketiga wartawan yang menjadi narasumber peneliti menjelaskan bahwa selain berita itu menarik dan juga harus seimbang karena sebelum berita itu dimuat terlebih dahulu harus di kroscek kebenarannya karena itu syarat utama untuk mencegah berbagai kemungkinan buruk yang akan terjadi kedepannya setelah berita itu dimuat dimedia.

Jika belum mendapatkan keterangan tentang nama lengkap seseorang yang menjadi tersangka, diharuskan memakai inisial seperti AF, AB, KD agar tidak menyinggung pihak manapun.

  1. Aplikasi isi pasal 1 di dalam  Kode Etik Jurnalistik dalam tugas pembuatan berita kriminal sehari-hari. Aplikasi dalam kegiatan sehari-hari untuk mencari sumber berita kriminal sangatlah wajib dan memang harus di aplikasikan dengan sungguh-sungguh ke dalam tugas pembuatan berita kriminal sehari-hari. Karena untuk menjaga harkat dan martabat orang lain atau seseorang yang menjadi sumber berita, semua itu harus melalui proses kroscek agar berita itu layak untuk dimuat dimedia dan sehingga tidak menjadi suatu permasalahan baru dikemudian hari dan juga untuk menjaga nama baik perusahaan media dimana wartawan kriminal itu bekerja dan juga menjaga nama baik wartawan itu sendiri.
  2. Media cetak yang dijadikan bahan observasi untuk membuktikan pernyataan para narasumber yang berprofesi sebagai wartawan kriminal bahwa wartawan kriminal mengetahui, paham dan juga mengaplikasikan isi pasal 1 didalam kode etik jurnalistik kedalam tugas sehari-hari sebagai wartawan kriminal.

Abstrak : Brewww Cafe mempunyai pelayanan dan fasilitas yang berbeda dengan kafe-kafe lainnya, selain itu Brewww juga memiliki konsep yang berbeda dengan kafe-kafe lainnya. Berdasarkan masalah penelitian ini, maka peneliti merumuskan tujuan penelitian untuk mengetahui tingkat korelasi kualitas jasa tehadap pelayanan prima yang dilakukan oleh brewww café dan resto.

Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Dalam penelitian ini menggunakan metode survei karena peneliti membagikan kuestioner pada para pelanggan brewww, dan tekhnik yang digunakan adalah simple random sampling. Hasil yang di dapat dari dalam penelitian ini memiliki tingkat korelasi yang sangat kecil atau rendah dimana pada skala likert berada pada rentang skala sangat tidak setuju. Pada penelitian ini kesimpulan yang didapat berupa adanya pengaruh kualitas jasa terhadap pelayanan prima yang diberikan oleh brewww, namun tingkat korelasi yang dihasilkan sangat rendah.

  1. PENDAHULUAN

Industri kafe di Indonesia berkembang dengan sangat cepat dan pesat, terutama di Jakarta. Jumlah usaha penyedia jasa makanan dan minuman terus menunjukkan grafik yang meningkat secara signifikan. Hal ini terlihat dari pertumbuhan unit usaha tiap tahunnya.

Pada tahun 2003, tercatat jumlah usaha ini mencapai 2.014 unit, lalu pada tahun 2004 ada 2.134, pada tahun 2005 ada 2.195 dan pada tahun 2006 menjadi 2.344 unit usaha. Jakarta Selatan menjadi wilayah dengan jumlah resto terbanyak di Ibu Kota, lalu Pusat, Utara, Barat, dan Timur.

Khusus di Jakarta, daerah yang paling strategis untuk mendirikan kafe adalah di daerah Kemang. Daerah Kemang, merupakan salah satu obyek wisata di kawasan Jakarta Selatan yang awalnya dikenal sebagai daerah pemukiman orang-orang asing di Jakarta. Nama Kemang diambil dari sejenis pohon mangga, Mangifera caecea, yang dulunya banyak tumbuh di kawasan ini sehingga menjadi salah satu kawasan yang identik dengan pepohonan di ibu kota. Kawasan seluas 600 hektare ini tak hanya memiliki kelebihan fasilitas hiburan.

Brewww (cafe&resto) merupakan salah satu kafe yang ikut meramaikan bisnis kafe-kafe di kemang. Brewww  mulai dibuka sejak tahun 1998. Brewww mempunyai pelayanan dan fasilitas yang berbeda dengan kafe-kafe lainnya. Selain sebagai kafe, Brewww dapat memanjakan pengunjungnya dengan menyediakan internet hot spot secara gratis bagi para browser dan Brewww juga menyediakan fasilitas billiard yang dapat digunakan oleh para pengunjung yang ingin bersantai. Brewww mempunyai konsep yang berbeda dibandingkan kafe-kafe lainnya, dimana Brewww memiliki dua lantai dengan konsep yang berbeda. Pada lantai dasar Brewww memiliki konsep resto yang bertujuan untuk para pelanggan yang ingin menikmati suasana santai, sedangkan pada lantai atas Brewww memiliki konsep lebih bertemakan kafe yang menyediakan Iive music pada hari tertentu. Karena Brewww memiliki konsep yang berbeda itulah maka peneliti tertarik untuk memilih Brewww sebagai tempat penelitian.

Bentuk pelayanan di Brewww adalah : ramah kepada pelanggan, selalu memperhatikan kebutuhan pelanggan, dan memberikan service yang baik kepada pelanggan. Selain pelayanan, Brewww juga memberikan fasilitas yang berbeda kepada pelanggannya. Karena di dalam Brewww terdapat internet hot spot, meja billiard, serta live music. Selain itu, di dalam Brewww sendiri terdapat dua konsep bagian yang berbeda. ”Semua ini dilakukan Brewww untuk memanjakan pelanggan agar pelanggan merasa betah jika berada di Brewww,” menurut Syahrizal, Manager Brewww dari hasil Wawancara, 01 Maret 2008.  Berdasarkan penjelasan di atas terlihat bahwa pelayanan dan fasilitas yang diberikan Brewww sesuai dengan harapan pelanggan maka kepuasan pelanggan akan tercipta

  1. 2. PEMBAHASAN

3.1. Rata – rata per Indikator Variabel X

(Kualitas Jasa)

Dari kuesioner yang telah disebarkan akan terdapat 2 pertanyaan mengenai kualitas jasa restoran, yang kemudian dianalisis data-data tentang dimensi yang dioperasional dari variabel X.

  1. 1. Kualitas pelayanan di brewww café and resto sesuai dengan apa yang diharapkan oleh konsumen

Tabel 1

n = 75

Freq

%

Valid %

Cumulative %

Valid Tidak Setuju

3

4.0

4.0

4.0

Setuju

53

70.7

70.7

74.7

Sangat Setuju

19

25.3

25.3

100.0

Total

75

100.0

100.0

Berdasarkan tabel di atas, 53 responden (70,7%) menyatakan setuju terhadap kualitas pelayanan di brewww café and resto karena sesuai dengan apa yang diharapkan oleh konsumen. Menurut peneliti hal ini disebabkan karena kualitas pelayanan sesuai dengan harapan konsumen yang datang ke Brewww Café and Resto.

  1. 2. Kualitas makanan di brewww café and resto sesuai dengan apa yang diharapkan oleh konsumen

Tabel 2

n = 75

Freq

%

Valid %

Cumulative %

Valid Tidak Setuju

4

5.3

5.3

5.3

Setuju

46

61.3

61.3

66.7

Sangat Setuju

25

33.3

33.3

100.0

Total

75

100.0

100.0

Berdasarkan tabel di atas, 46 responden (61,3%) menyatakan setuju terhadap kualitas makanan di brewww café and resto karena sesuai dengan apa yang diharapkan oleh konsumen. Menurut peneliti hal ini disebabkan karena kualitas makanan yang disajikan sesuai dengan harapan konsumen yang datang ke Brewww Café and Resto.

3.2.      Rata – rata per Indikator Variabel Y (Pelayanan Prima)

Dari kuesioner yang telah disebarkan akan terdapat 17 pertanyaan mengenai citra pelayanan prima, yang kemudian dianalisis data-data tentang dimensi yang dioperasional dari variabel Y. Dalam mengukur citra pelayanan prima.

  1. 3. Pelayanan di brewww cafe and resto tidak memerlukan waktu yang lama

Tabel 3

n = 75

Freq

%

Valid %

Cumulative %

Valid Tidak Setuju

12

16.0

16.0

16.0

Setuju

55

73.3

73.3

89.3

Sangat Setuju

8

10.7

10.7

100.0

Total

75

100.0

100.0

Berdasarkan tabel diatas, sebanyak 38 orang (50,7%) yang menyatakan setuju kepada Brewww Café and resto karena memberikan pelayanan dengan ramah dan sopan kepada pelanggannya dan sesuai dengan keinginan para pelanngannya sehingga membuat pelanggan lebih merasa nyaman saat berada di Brewww.

  1. 4. Makanan yang disajikan di brewww café and resto sesuai dengan apa yang ditawarkan di dalam menu

Tabel 4

n = 75

Freq

%

Valid %

Cumulative %

Valid Tidak Setuju

6

8.0

8.0

8.0

Setuju

56

74.7

74.7

82.7

Sangat Setuju

13

17.3

17.3

100.0

Total

75

100.0

100.0

Berdasarkan tabel di atas, 55 responden (74,7%) menyatakan setuju terhadap makanan yang disajikan di brewww café and resto sesuai dengan apa yang ditawarkan di dalam menu. Menurut peneliti hal ini disebabkan karena konsumen memesan makanan ataupun minuman yang sesuai dengan menu.

3.3       Pengujian Hipotesis

3.3.1    Regresi Linear

Data yang telah didapat dari hasil pengisian kuesioner dijabarkan, diolah dan dianalisis oleh peneliti dengan menggunakan SPSS versi 16.0. Tujuan dari analisis ini untuk mengetahui pengaruh antara variabel independen yaitu kualitas jasa (X) terhadap variabel dependen yaitu pelayanan prima (Y).

Setelah metode regresi sederhana diuji dengan menggunakan SPSS, maka didapatkan hasil sebagai berikut :

Tabel 20

Coefficientsa

Model

Un

standardized Coefficients

Standardized Coefficients

T

Sig.

B

Std. Error

Beta

1

1.110

.560

1.982

.051

Y

.693

.181

.409

3.832

.000

a. Dependent Variable: X

Berdasarkan tabel diatas, maka persamaan regresinya adalah sebagai berikut :

Ŷ = 1,110 + 0,693X

Keterangan :

  1. Ŷ = Pelayanan prima
  2. X = Kualitas jasa
  3. 1,110 menyatakan konstanta, yang artinya pelayanan prima tanpa adanya kualitas jasa (X = 0) adalah sebesar 1,110 satuan.
  4. Nilai koefisien dari kualitas jasa adalah positif  0,693 yang menyatakan bahwa setiap penambahan atau pengurangan 1 (satu) satuan kualitas jasa akan meningkatkan atau menurunkan pelayanan prima sebesar  0,693 satuan.

Berdasarkan keterangan regresi diatas, apabila brewww cafe and resto tidak mengadakan kualitas jasa maka pelayanan prima yang didapat adalah sebesar 1,110 satuan. Dalam rentang skala Likert 0,75 menunjukkan bahwa pelayanan prima brewww cafe and resto berada di dalam bagian rendah pada rentang skala likert, yang berarti pelayanan prima di brewww cafe and resto masih meragukan.

Kemudian, berdasarkan keterangan persamaan regresi di atas dan hasil subtitusi rata-rata variabel X (kualitas jasa) sebesar 3,2467 dan untuk rata-rata variabel Y (pelayanan prima) sebesar 3,0808 dengan hasil persamaan regresi, maka didapatkan citra sebesar 1,0906138 satuan

3,0808    = 1,110 + ( 0,693 x 3,2467 )

3,0808    = 1,110 + 2, 2499631

3,0808    = 3,3599631

= 1,0906138

Hasil tersebut menunjukkan bahwa pelayanan prima brewww cafe and resto berada di bagian dalam pada bagian kiri, yang berarti pelayanan prima brewww cafe and resto sangat sedikit pengaruh dan kurang berpengaruh.

Hipotesis statistic :

Hο :ß1 = 0 Tidak ada pengaruh antara kualitas

jasa dengan pelayanan prima.

H1 :ß1 ≠ 0 Ada pengaruh antara kualitas jasa

dengan pelayanan prima.

Berdasarkan tabel di atas dengan α kurang dari 0,05 dan tingkat derajat bebas (df) sebesar 73. Maka didapatkan t = 3.832 p value = 0,000. Sehingga Hο ditolak dan H1 diterima karena p value =0,000 lebih kecil dari α = 0,05. Yang artinya : terdapat korelasi / hubungan nyata (dapat digeneralisasikan) antara kualitas jasa terhadap pelayanan prima.

Peneliti berpendapat bahwa kualitas jasa berpengaruh terhadap pelayanan prima karena para pelanggan brewww cafe and resto telah melalui tahapan dan tingkatan karakter untuk menjadi loyal. Sehingga kualitas jasa yang dilakukan oleh brewww cafe and resto  membantu meningkatkan pelayanan prima.

3.3.2 Determinasi

Tabel 4.38

Model Summary

Model

R

R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1

.409a

.167

.156

.44913

a. Predictors: (Constant), Y

Kolom r square pada tabel di atas menunjukkan koeffisien determinasi sebesar 0,167 atau 17% yang berarti besar kualitas jasa terhadap meningkatnya pelayanan prima breww cafe and resto adalah sebesar 16% dan sisanya 84% dipengaruhi oleh variabel-variabel lain yang tidak terdapat pada model regresi tersebut diatas.

4.         KESIMPULAN

Peneliti berpendapat bahwa kualitas jasa berpengaruh terhadap pelayanan prima karena para pelanggan brewww cafe and resto telah melalui tahapan dan tingkatan karakter untuk menjadi loyal. Sehingga kualitas jasa yang dilakukan oleh brewww cafe and resto  membantu meningkatkan pelayanan prima.

Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan Kasmir (2006:5) (Bab2, halaman 34-35) bahwa kualitas jasa tertentu yang akan menjadi ujung tombak dalam memberikan pelayanan prima nantinya. Materi pokok yang diperlukan adalah etika dalam melayani pelanggan terutama bagi perusahaan yang menjual jasa kafe dan restoran.

Rahma Santhi Zinaida

Dosen Universitas Bina Darma, Palembang

Jalan Jenderal Ahmad Yani No.12, Palembang

Pos-el : Shanteeluv@gmail.com

Abstract Every company should have a corporate culture.This is important because it relates to corporate identity in the eyes of outsiders, image or corporate image, and related to the quality of the company in the future. This paper will discuss the company’s culture PT.PGN (Persero) Tbk and its relationship to improve its corporate image, the method used qualitative research method, the categories of data, reduction and ends with a conclusion. The purpose of this study is to find out how the role of corporate culture to improve company image PT. PGN (Persero) Tbk. The results of this study is corporate image PT.PGN is also influenced by corporate culture established by management, one of which aims to preserve the corporate culture that has long existed that have been implemented and proven to have positive impact on the development of company image.

Keywords: corporate culture, Image, Role

Abstrak : Setiap perusahaan seharusnyalah memiliki budaya perusahaan atau yang dikenal sebagai corporate culture. Hal ini penting karena berkaitan dengan identitas perusahaan dimata pihak luar, image atau citra perusahaan, dan berkaitan dengan kualitas perusahaan dimasa depan. Judul penelitian ini mengenai budaya perusahaan PT.Perusahaan Gas Negara (Persero) TBk dan hubungannya dalam meningkatkan citra perusahaannya, Metode penelitian menggunakan kategori data, sintesisasi dan penarikan kesimpulan dengan pendekatan kualitatif. Tujuan nya untuk mengetahui bagaimanakah peran corporate culture dalam meningkatkan citra perusahaan di PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) TBk. Hasil dari penelitian ini citra PT. PGN juga dipengaruhi oleh budaya perusahaan / corporate culture yang dibentuk oleh manajemen yang salah satunya bertujuan untuk Melestarikan Budaya Perusahaan yang telah lama ada yang telah dijalankan dan terbukti berdampak positif terhadap perkembangan citra Perusahaan.

Kata kunci: budaya perusahaan, citra, peran


1.                PENDAHULUAN

Setiap perusahaan seharusnyalah memiliki budaya perusahaan atau yang dikenal sebagai corporate culture. Hal ini penting karena berkaitan dengan identitas perusahaan dimata pihak luar, image atau citra perusahaan, dan berkaitan dengan kualitas perusahaan dimasa depan. Eksistensi perusahaan itu bergantung tidak hanya pada hasil produktivitas yang dicapai oleh perusahaan, namun juga dikarenakan pengakuan masyarakat akan perusahaan tersebut. Secara sederhana Budaya Perusahaan kerap didefinisikan sebagai: Begitulah cara kami bekerja di sini. Namun kalau menginginkan yang lebih “akademis” maka Budaya Perusahaan bisa kita definisikan sebagai: Nilai-nilai pokok yang menjadi inti dari falsafah bekerja dalam organisasi, yang membimbing seluruh karyawan dalam bekerja, sehingga perusahaan akan mencapai sukses dalam usahanya.

Perusahaan yang memiliki Budaya Perusahaan yang kuat akan mampu bertahan lama. Lihat saja IBM dengan IBM means services, P&G dengan Bussiness integrity, fair treatment of employees. Memang, bisa saja perusahaan itu sukses tanpa memiliki Budaya Perusahaan, tetapi keberhasilannya biasanya bersifat sementara. Perusahaan keluarga yang ambruk dua generasi setelah pendirinya meninggal, bisa menjadi contoh yang nyata.

Lalu bagaimana caranya membentuk Budaya Perusahaan yang kuat dan mampu membawa perusahaan bertahan lama? Terdapat sejumlah langkah yang dapat ditempuh dalam membentuk dan memelihara Budaya Perusahaan. Langkah awal adalah usaha mengenali, menemukan, menyadari dan menguraikan Budaya Perusahaan yang build-in di dalam organisasi. Hal-hal yang ditemukan pada usaha itu sendiri dari: norma-norma positif dan norma-norma negatif, atau hal-hal yang hendak dipertahankan atau diperkuat dan hal-hal yang merupakan perselisihan antara apa yang ditemukan dengan Budaya Perusahaan yang dikehendaki.

Langkah selanjutnya adalah menetapkan sasaran-sasaran yang jelas dan dapat iukur, mengenai bagaimanakah perselisihan dapat dikurangi dan norma-norma positif dipertahankan. Sasaran-sasaran program, dan sasaran kultural yang berupa keyakinan, sikap maupun perilaku.

Kegiatan itu disusul dengan perencanaan dan penerapan dari tindakan-tindakan yang secara ideal akan mewujudkan perubahan pada empat dimensi, yaitu pada setiap individu, pada anggota tim sekerja, pada pimpinan, dan pada organisasi secara proses, sistem, kebijakan dan struktur. Karena “cara bekerja” sebuah perusahaan harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang terus berubah, maka usaha untuk membentuk Budaya Perusahaan sebaiknya ditinjau sebagai suatu sistem. Timbal balik sebaiknya diperoleh secara berkala guna meninjau kembali kecocokan dari asumsi-asumsi semula dan menyesuaikan tindakan selanjutnya.

Citra perusahaan penting bagi setiap perusahaan karena merupakan keseluruhan kesan yang terbentuk dibenak masyarakat tentang perusahaan. Citra dapat berhubungan dengan nama bisnis, arsitektur, variasi dari produk, tradisi, ideologi dan kesan pada kualitas komunikasi yang dilakukan oleh setiap karyawan yang berinteraksi dengan klien perusahaan.

Dengan demikian, citra perusahaan dapat dipersepsikan sebagai gambaran mental secara selektif. Karena keseluruhan kesan tentang karakteristik suatu perusahaan atau yang disebut corporate culture yang nantinya akan membentuk citra perusahaan dibenak masyarakat. Setiap perusahaan dapat memiliki lebih dari satu citra tergantung dari kondisi interaksi yang dilakukan perusahaan dengan kelompok-kelompok yang berbeda, seperti: nasabah, karyawan, pemegang saham, supplier dimana setiap kelompok tersebut mempunyai pengalaman dan hubungan yang berbeda dengan perusahaan. Karena itu, citra yang dimiliki perusahaan dapat berperingkat positif atau negatif.

Untuk itu, perusahaan perlu mengkomunikasikan secara jelas tentang perusahaan yang diharapkan, sehingga dapat mengarahkan masyarakat dalam mencitrakan perusahaan secara positif. Lebih lanjut, citra merupakan hasil dari penilaian atas sejumlah atribut, tetapi citra bukanlah penilaian itu sendiri, karena citra adalah kesan konsumen yang paling menonjol dari perusahaan, yang dievaluasi dan dipertimbangkan oleh konsumen dalam mengambil keputusan pembelian.

Pada makalah ini akan dibahas mengenai budaya perusahaan PT.Perusahaan Gas Negara (Persero) TBk dan hubungannya dalam meningkatkan citra perusahaannya, seperti diketahui bahwa dalam pembentukan citra suatu perusahaan tidak terlepas dari bagaimana perusahaan tersebut menerapkan budaya perusahaan yang baik. Rumusan masalah yang akan diangkat dalam makalah ini adalah

” Bagaimana Peran Corporate Cultrue dalam Meningkatkan Citra Perusahaan di PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) TBk” dan Tujuan dari Penulisan Makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah peran corporate culture dalam meningkatkan citra perusahaan di PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) TBk.

2.                  METODOLOGI PENELITIAN

2.1              Literatur Teori

2.1.1        Komunikasi

Secara umum komunikasi merupakan kegiatan manusia untuk saling memahami atau mengerti suatu pesan antara komunikator (penyampai pesan) dengan komunikan (penerima pesan) dan umumnya berakhir dengan suatu hasil yang disebut sebagai efek komunikasi (Caropeboka, 2008: 1).

Masih menurut sumber di atas (Caropeboka, 2008:1), komunikasi akan berlangsung selama ada kesamaan makna di dalam apa yang dipercakapkan atau disampaikan. Kesamaan makna dalam hal ini yaitu kesamaan bahasa yang dipakai, penggunaan suatu kalimat atau kata yang disampaikan dalam suatu bahasa tertentu, belum tentu menimbulkan kesamaan makna bagi orang lain. Hal ini dapat terjadi kesalahan pengertian dari makna yang terkandung dalam bahasa tersebut, sebaiknya bila kedua orang yang berbahasa dan bermakna sama di dalam suatu pengertian makna disebut sebagai komunikatif.

Kegiatan komunikasi bukan hanya memberikan informasi tetapi juga merupakan kegiatan persuasif, yaitu suatu kegiatan dengan cara membujuk yang bertujuan agar orang lain bersedia menerima suatu paham atau keyakinan, yang pada akhirnya mau melakukan suatu tindakan sesuai dengan yang diharapkan oleh pemberi pesan atau komunikator, dengan demikian akan terjadi suatu perubahan sebagai hasil atau efek dari pesan yang diterimanya dalam hal ini penerima pesan disebut sebagai komunikan (Caropeboka, 2008: 1). Begitu pentingnya komunikasi dalam hidup manusia, maka Harold D. Lasswell mengemukakan bahwa fungsi komunikasi dalam Cangara (2007 : 59) antara lain:

1.       Manusia dapat mengontrol lingkunganya

2.       Beradaptasi dengan lingkungan tempat

mereka berada

3.              Melakuakan transformasi warisan sosial

kepada generasi berikutnya

Selain                itu ada beberapa pihak menilai bahwa, dengan komunikasi yang baik hubungan antar manusia dapat dipelihara kelangsungannya. Sebab melalui komunikasi dengan sesama manusia kita bisa memperbanyak sahabat, rezeki, memperbanyak dan memelihara pelanggan (costumers), dan juga memelihara hubungan yang baik antara bawahan dan atasan dalam suatu organisasi. Pendek kata komunikasi berfungsi menjembatani hubungan antar manusia dalam bermasyarakat (Cangara, 2007: 59).

2.1.2 Budaya Perusahaan

Terdapat beberapa definisi budaya perusahaan atau budaya organisasi yang dikemukakan oleh beberapa ahli seperti berikut ini :

Menurut Robbins (2001) mendefinisikan bahwa : “Budaya perusahaan adalah suatu sistem nilai-nilai yang dirasakan maknanya oleh seluruh orang dalam organisasi. Selain dipahami, seluruh jajaran meyakini sistem-sistem nilai tersebut sebagai landasan gerak organisasi”.

Maasih menurut Robins (2001:57) “Budaya perusahaan merupakan nilai, kepercayaan, sikap dan perilaku yang dipegang anggota.”

Terdapat beberapa elmen dasar budaya perusahaan, Eugene McKenna dan Nic Beech (2001:15) mengelompokan elemen-elmen budaya perusahaan sebagai berikut :

a.       Artifacts

Merupakan hal-hal yang dapat dilihat, didengar, dirasakan, jika sesorang berhubungan dengan sebuah kelompok baru dengan budaya yang tidak dikenalnya. Artifacts termasuk struktur organisasi dan proses yang tampak, seperti produk, jasa, dan tingkah laku anggota kelompok

b.  Espoused Values

Yaitu alasan-alasan tentang mengapa orang berkorban demi apa yang dikerjakan. Budaya sebagian besar organisasi dapat melacak nilai-nilai yang didukung kembali kepenemu budaya. Meliputi strategi, sasaran, dan filosofi.

c.   Basic Underlying Assumption

Yaitu keyakinan  yang dianggap sudah ada oleh anggota suatu organisasi. Budaya menetapkan cara yang tepat untuk melakukan sesuatu di organisasi,  seringkali melalui asumsi yang tidak diucapkan namun anggota organisasi meyakini ketepatan tindakan tersebut.

menurut Robbins (2001: 16) menyatakan ada tujuh karakteristik budaya organisasi atau budaya perusahaan sebagai berikut: Inovasi dan keberanian mengambil resiko (inovation and risk taking), Perhatian terhadap detail (Attention to detail), Berorientasi Kepada hasil (Outcome orientation), Berorientasi kepada manusia (People orientation), Berorientasi tim (Team orientation),  Aggresif (Aggressiveness), Stabil (Stability).

Menurut Veithzal Rivai (2005:430), fungsi budaya perusahaan adalah :

  1. Budaya mempunyai suatu peran menetapkan tapal batas, artinya budaya menciptakan perbedaan yang jels antara suatu organisasi dengan organisasi yang lain.
  2. Budaya memberikan indentitas bagi anggota organisasi.
  3. budaya mempermudah timbulnya komitmen yang lebih luas dari pada kepentingan individu.
  4. Budaya itu mengingkatkan kemantapan sitem sosial.
  5. Budaya sebagai mekanisme pmbuat makna dan kendali yang memandu sera membentuk sikap dan perilaku karyawan.

2.1.3 Citra

Menurut Steinmentz dalam Sutojo (2004:1), citra perusahaan adalah pancaran atau reproduksi jati diri atau bentuk dari perorangan, benda atau organisasi. Menurutnya, bagi perusahaan citra juga dapat diartikan sebagai persepsi masyarakat terhadap jati diri perusahaan. Sedangkan menurut Lawrence dalam Sutojo (2004 : 1), citra perusahaan menjadi salah satu pegangan bagi banyak orang dalam mengambil berbagai keputusan penting. Setiap perusahaan mempunyai citranya tersendiri di masyarakat. Citra itu sendiri dapat berperingkat baik, sedang, ataupun buruk.

Pendapat lain mengenai citra, menurut Frank Jefkins dalam buku Public Relations Technique (Soemirat,2004:114)  menyimpulkan bahwa secara umum, “citra diartikan sebagai kesan seseorang atau individu tentang sesuatu yang muncul sebagai hasil dari pengetahuan dan pengalamannya”.

Jenis – Jenis Citra :

1.  Citra yang diharapkan (wish image) Citra

harapan adalah suatu citra yang diinginkan oleh pihak manajemen.

2.  Citra perusahaan ( corporate image ) Citra

perusahaan atau citra lembaga  adalah citra dari suatu organisasi

3.  Citra bayangan ( mirror image ) Citra ini

melekat pada orang dalam atau anggota anggota organisasi biasanya adalah pemimpinnya mengenai anggapan pihak luar tentang organisasinya.

Proses pembentukan citra dalam struktur kognitif yang sesuai dengan pengertian komunikasi dijelaskan oleh John S. Nimpoeno  dalam Soemirat (2004 : 114 -115) yaitu public relations digambarakan sebagai input – output, yaitu proses intern dalam model ini adalah pembentukan citra, sedangkan input adalah stimulus yang diberikan dan output adalah tanggapan atau perilaku tertentu. Citra ini sendiri digambarkan melalui Persepsi – Kognisi – Motivasi – Sikap. Walter Lipman dalam Soemirat (2004 : 114 – 116), menyebutkan terdapat empat komponen pembentukan citra yaitu persepsi – kognisi – motivasi – sikap sebagai yang diartikan citra individu terhadap rangsangan sebagai  “ Picture in our head ”

2.1.4 Peran

Soekanto (2002:243) mengatakan peran merupakan aspek dinamisi kedudukan (status). Apabila seseorang melakukan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peran.

2.4.2 Konsep Peran :

Konsep peran menurut Sastradipoera (1994:768) dalam buku ensiklopedia manajemen mengungkapkan sbb:

1.      Bagian dari tugas utama yang harus

dilakukan oleh manajemen.

2.      Pola perilaku yang diharapkan dapat

menyertai suatu status.

3.            Bagian suatu fungsi seseorang dalam

kelompok atau pranata.

4.      Fungsi yang diharapkan dari seseorang

atau menjadi karakteristik yang apa

adanya.

5.             Fungsi setiap variabel dalam hubungan

sebab akibat.

2.2 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan peneliti adalah, ”kategori data, sintesisasi dan diakhiri dengan penarikan kesimpulan” (Moleong,2004:208). Metode kualitatif, yaitu metode yang tidak menggunakan perhitungan-perhitungan kuantitas melainkan merupakan penjelasan dan penguraian dari obyek yang diteliti (Moleong,2004:4).

Teknik pengumpulan data dengan wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seorang yang lainnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu.

Wawancara secara garis besar dibagi dua, yakni wawancara tak terstruktur dan wawancara terstruktur. Wawancara tak terstruktur sering juga disebut wawancara mendalam, wawancara intensif, wawancara kualitatif, wawancara terbuka (open-ended interview), dan wawancara etnografis.

Sedangkan wawancara terstruktur sering disebut wawancara baku (standardized interview), yang susunan pertanyaannya sudah ditetapkan sebelumnya (biasanya tertulis) dengan pilihan-pilihan jawaban yang juga sudah disediakan.

Wawancara tidak terstruktur mirip dengan percakapan informal. Metode ini bertujuan memperoleh bentuk-bentuk tertentu informasi dari semua responden, tetapi susunan kata dan urutannya disesuaikan dengan ciri-ciri setiap responden. Di dalam penelitian ini yang akan menjadi narasumber adalah 3 orang dari PT. Perusahaan Gas Negara (PGN) (Persero) TBk. Selain itu, peneliti juga menggunakan studi literatur dan penelusuran langsung kepada objek penelitian yang dituju.

3.        PEMBAHASAN

PT PGN (Persero) Tbk merupakan perusahaan infrastruktur yang berpengalaman menyalurkan dan menyediakan gas bumi bagi kepentingan umum (public utility). Sebagai perusahaan infrastruktur, PGN memiliki jaringan pipa transmisi dan distribusi yang handal. Kegiatan usaha PGN adalah transporter, distributor dan trader di bidang gas bumi. Sebagai transporter, PGN menyediakan infrastruktur jaringan pipa transmisi yang menghubungkan

Budaya Perusahaan merupakan suatu kekuatan yang tidak terlihat namun mampu mempengaruhi pikiran, perasaan, pembicaraan, sikap dan tindakan pekerja di perusahaan. Sejak tahun 2003 melalui SK Direksi No. 004.K/07/UT/2003 tanggal 7 Januari 2003 PGN telah mencanangkan budaya perusahaan untuk pertama kali yang dikenal dengan Budaya SMILE. Nilai yang terkandung dalam Budaya SMILE adalah Satisfaction, Morale, Integrity, Leadership dan Enterprenuership.

Berkaitan dengan perubahan status perusahaan dari Perusahaan Persero ke Perusahaan (Persero) Tbk, maka pada tahun 2004 dilakukan penyempurnaan terhadap budaya SMILE yang didasarkan pada perkembangan visi dan misi perusahaan dan tuntutan perubahan budaya paternalistik menjadi budaya mandiri. Melalui SK Direksi No. 006600.K/131/UT/2006 tanggal 15 Maret 2006 tentang Penyempurnaan Buku Budaya Perusahaan tersebut dilakukan penyempurnaan terhadap penjabaran nilai-nilai SMILE. Untuk mendukung visi perusahaan menjadi perusahaan kelas dunia dibidang pemanfaatan gas bumi, maka pada bulan Desember 2008 dilakukan workshop validasi nilai-nilai budaya perusahaan. Dari hasil validasi tersebut dihasilkan 5 nilai budaya yang disebut ProCISE dan 10 Perilaku Utama Insan PGN.

5 Nilai budaya tersebut adalah :

Gambar 1. Logo corporate culture PT. PGN

Arti dari logo tersebut adalah :

1. Professionalism (Profesionalisme).

Senantiasa memberikan hasil terbaik dengan meningkatkan kompetensi dibidangnya dan bertanggung jawab atas setiap keputusan yang diambil.

2. Continuous Improvement (Penyempurnaan terus menerus). Berkomitment untuk melakukan penyempurnaan terus menerus.

3. Integrity (Integritas).

Jujur terhadap diri sendiri maupun orang lain. Konsisten antara pikiran, perkataan dan perbuatan berlandaskan standar etika yang luhur.

4. Safety (Keselamatan Kerja).

Senantiasa mengutamakan keselamatan dan kesehatan kerja, baik untuk diri sendiri maupun lingkungan sekitarnya.

5. Excellent Service (Pelayanan Prima).

Mengutamakan kepuasan baik pelanggan internal mapun eksternal dengan memberikan pelayanan terbaik.

Budaya perusahaan yang ditanamkan oleh PT. Perusahaan Gas Negara (PGN) melalui ”proCISE” yaitu Profesionalism, Continous Improvement, Integrity, Safety, dan Excellent merupakan ujung tombak perusahaan dalam meningkatkan citra perusahaan, citra yang diharapkan oleh perusahaan adalah wish image yaitu image yang yang diharapkan terbentuk oleh perusahaan yang sudah disiapkan dan dituju dan juga masuk dalam corporate image yaitu image atau citra yang dibentuk  oleh perusahaan.

Dalam hal ini, citra PT. Perusahaan Gas Negara (PGN) juga dipengaruhi oleh budaya perusahaan / corporate culture yang dibentuk oleh manajemen yang salah satunya bertujuan untuk Melestarikan Budaya Perusahaan yang telah lama ada yang telah dijalankan dan terbukti berdampak positif terhadap perkembangan Perusahaan.

Citra perusahaan berkembang salah satunya adalah dengan memiliki fondasi yang kuat di dalam perusahaan tersebut, karena secara tidak langsung tim manajemen yang kuat berbudaya atau berciri khas baik maka akan kuat di sektor luar atau external. Hal ini terbukti dengan kendali PGN dalam memelihara hubungan baik dengan public Internal dan public external nya, public internal perusahaan antara lain karyawan, top level manajemen, stake holder, investor, labour public, retirees / pensiunan, keluarga karyawan, dll. Sedangkan public external nya antara lain media, pemerintah, klien, partner perusahaan, masyarakat, custormer, dll

Dalam memlihara citra yang sudah terbentuk dan ingin dikembangkan, PGN sudah berhasil menerapkan budaya perusahaan melalui 10 (sepuluh) perilaku budaya perusahaan yang menjadi andalan dari PGN dan terbukti efektif dijalankan dengan penuh dedikasi oleh seluruh karyawan PGN, yaitu :

1.              kompetensi di bidangnya

2.              bertanggung jawab

3.              kreatif dan inovatif

4.              adaptif terhadap perubahan

5.              jujur, terbuka dan berpikir positif

6.              disiplin dan konsisten

7.              mengutamakan keselamatan dan kesehatan kerja

8.              peduli lingkungan sosial dan alam

9.              mengutamakan kepuasan

10.          proaktif dan cepat tanggap

10 perilaku budaya perusahaan diatas merupakan turunan dari ”proCISE” yang menjadi basic budaya perusahaan PGN yang kuat. Beberapa perusahaan mitra dari PGN mengakui bahwa semangat PGN dalam meningkatkan citra di mata pihak luar sangat dipengaruhi oleh bagaimana PGN memlihara 10 nilai  budaya prerusahaan diatas.

Mengapa PGN memiliki citra yang kuat? Hal ini dikarenakan pandangan ataupun persepsi seseorang akan suatu perushaan tidak semata – mata dilihat dari bagaimana perusahaan tersebut melayani pihak lain, tapi bagaimana perusahaan mementingkan kesejahteraan karyawannya terlebih dahulu, karena secara otomatis apabila suatu perusahaan menjaga dan memelihara kesejahteraan karyawannya terlebih dahulu, karyawan / pekerja di perusahaan tersebut akan menyayangi perusahaan nya dan mejadi loyala akan pekerjaannya, dan hal tersebut secara langsung juga dapat dinilai oleh pihak luar perusahaan dan dengan sendirinya citra perusahaan pun akan terbentuk dengan baik.

Citra perusahaan tidak bisa direkayasa. Artinya citra akan datang dengan sendirinya dari upaya yang kita tempuh sehingga komunikasi dan keterbukaan perusahaan merupakan salah satu factor utama untuk mendapat citra perusahaan yang positif . Upaya membangun cira perusahaan tidak bisa dilakukan secara serampangan pada saat tertentu saja tetapi merupakan suatu proses yang panjang.
Perusahaan yang memiliki citra yang positif pada umumnya berhasil membangun citranya setelah belajar banyak dari pengalaman . Mereka berupaya untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan yang dilakukan pada masa lampau.

Perusahaan yang mempunyai citra baik dimata konsumen , produk dan jasanya relatif lebih bisa diterima konsumen dari pada perusahaan yang tidak mempunyai citra.
Perusahaan yang memiliki citra positif dimata konsumen cenderung survive pada masa krisis. Kalaupun menderita kerugian jumlah nominalnya jauh lebih kecil dibanding perusahaan yang citranya kurang baik. Penyebabnya karena dimasa krisis masyarakat melakukan pengetatan keuangan, mereka akan lebih selektif dalam mengkonsumsi dan memilih yang secara resiko memang aman. Karena itu mereka umumnya memilih berhubungan dengan perusahaan atau membeli produk-produk yang dipercaya memiliki pelayanan dan kualitas yang baik.

Dampak positif lainnya terhadap karyawannya sendiri. Karyawan yang bekerja pada perusahaan dengan citra positif seperti PT.PGN memiliki rasa bangga sehingga dapat memicu motivasi mereka untuk bekerja lebih produktif. Dengan demikian pertumbuhan dan profitabilitas perusahaan meningkat. Selain itu citra perusahaan yang baik juga menjadi incaran para investor yang otomatis akan semakin yakin terhadap daya saing dan kinerja perusahaan ini. Bagi perusahaan yang telah go publik kondisi ini berpengaruh pada pergerakan harga saham di lantai bursa. Dengan demikian PT.PGN yang memiliki citra positif akan lebih mudah dalam melakukan segala hal untuk berkembang.
Sejumlah perusahaan besar nasional yang membangun citra perusahaan dengan baik terbukti mampu menjadi penguasa pasar dan jasa yang dimasukinya, terbukti dengan semakin meningkatnya hubungan dengan pihak luar dalam hal sektor kemajuan perusahaan dan juga semakin kokohnya persatuan dan kesatuan internal karyawan.

PT. PGN juga menjalin hubungan dengan masyarakat yang ingin mengenal PT.PGN lebih lanjut dengan menggunakan media online berupa website yaitu www.pgn.co.id, di website tersebut juga PT.PGN memberikan berbagai informasi dan penjelasan dengan visualisasi yang menarik dan dapat meyakinkan publiknya. Dengan corporate culture dan berbagai kemajuan PT.PGN pun berhasil manjadi salah satu perusahaan yang mendapatkan award / penghargaan  dari Investor daily magazine sebagai salah satu perusahaan BUMN terbaik di tahun 2010.

Salah satu point pada 10 perilaku budaya perusahaan PT.PGN nomor delapan berbicara mengenai  peduli lingkungan sosial dan alam, hal itu juga menjadi pengaruh positif bagi pencitraan perusahaan, kegiatan yang biasa disebut corporate social responsibility (CSR) ini juga kerap dilakukan PT.PGN dan mendukung peningkatan citra perusahaan karena memiliki  budaya perusahaan yang baik dan juga dilaksanakan. Program CSR yang dilakukan dibidang-bidang seperti pendidikan, keagamaan, BUMN Peduli, fasilitas publik, kesehatan, lingkungan, bencana alam, seni dan budaya.

4. KESIMPULAN

Budaya perusahaan yang ditanamkan oleh PT. Perusahaan Gas Negara (PGN) melalui ”proCISE” yaitu Profesionalism, Continous Improvement, Integrity, Safety, dan Excellent merupakan ujung tombak perusahaan dalam meningkatkan citra perusahaan, citra yang diharapkan oleh perusahaan adalah wish image yaitu image yang yang diharapkan terbentuk oleh perusahaan yang sudah disiapkan dan dituju dan juga masuk dalam corporate image yaitu image atau citra yang dibentuk  oleh perusahaan. Dalam hal ini, citra PT. Perusahaan Gas Negara (PGN) juga dipengaruhi oleh budaya perusahaan / corporate culture yang dibentuk oleh manajemen yang salah satunya bertujuan untuk Melestarikan Budaya Perusahaan yang telah lama ada yang telah dijalankan dan terbukti berdampak positif terhadap perkembangan citra Perusahaan.

DAFTAR RUJUKAN

Referensi dari buku:

Cangara, Hafied.  (2007).  Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta:  PT Raya Grasindo Persada.

Caropeboka, Ratu M. (2008). Dasar – Dasar Ilmu Komunikasi.  Palembang:  UBD.

McKenna, Eugene; Nic Beech (2001). Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta : Andi

Moleong, Lexy J. (2004). Metodologi Penelitian

Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Robbin, (2001). Teori Organisasi, Arcan, Jakarta.

Sastradipoera, Komaruddin.  (1994).  Ensiklopedia Manajemen.  Jakarta:  Raja Grafindo Persada.

Soekanto, Soerjono.  (2006).  Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta:  Rajawali Pers.

Soemirat, Soleh; Elvinaro, Ardianto. (2002). Dasar-dasar Public Relations. Remaja Rosdakarya, 2002 Bandung.

Sutojo,   Siswanto. (2004). Membangun Citra Perusahaan. Damar Mulia Pustaka. Jakarta.

Veithzal Rivai (2005). Manajemen Sumber Daya Manusia. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Referensi dari internet :

http://www.pgn.co.id/au_csr.htm

http://www.pgn.co.id/pdf/PGN%20Corporate%20Culture.pdf

digg del.icio.us TRACK TOP
By Rahma Santhi | Filed in gado-gado komunikasi | 141 comments

jurnal kode etik

PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP CITRA PERUSAHAAN

SETELAH PENGGUNAAN LOGO BARU

(Studi Kasus Mahasiswa S1 Komunikasi  FISIP UI Terhadap Logo Baru GLOBAL TV)

Rahma Santhi Zinaida

Dosen Universitas Bina Darma, Palembang

Abstracts: In the growth of media television today, it is be one of many factors which make Global TV as the youngest television station in Indonesia until the late of 2006, decide to re-package their corporate logo and corporate identity in a hope that after changing the logo. This research held in University of Indonesia, located in Depok, West Java in July, 2007. We take students of social and political faculty and concentrate to examine the student of communication major as the population of this research. For the sample, we use non probability and purposive sample. For this research, we use Likert scale and use two kinds of data to support the research. Primary data from questioner and for secondary data, we use depth interview with the communication manager of Global TV, Internet source and some books for reverence.

Keywords: Perception, Logo, Image.


  1. 1. PENDAHULUAN

Persaingan bisnis pertelevisian yang semakin ketat juga menjadi salah satu faktor pendorong Global TV untuk melakukan re-package terhadap logo perusahaannya agar memperjelas serta memepertegas citra yang telah terbentuk sebelumnya. Global TV tidak sekedar hanya mengikuti trend dikalangan stasiun TV yang saat ini memang banyak yang mengganti logo stasiun TV nya.

Perubahan logo erat kaitannya dengan ratting tayangan di stasiun TV tersebut, karena program juga menentukan citra yang akan dinilai oleh masyarakat. Menurut informasi yang didapatkan dari Departemen Research and Development Global TV, ratting stasiun Global TV selama masih menggunakan Logo lama cukup memuaskan, namun untuk lebih meningkatkan citra dan brand awareness masyarakat terhadap Global TV, maka Global TV memutuskan untuk mengganti logo stasiun TV nya. Untuk mengetahui tanggapan masyarakat atas perubahan logo tersebut, maka penelitian ini penting untuk dilakukan.

Persaingan bisnis pertelevisian yang semakin ketat juga menjadi salah satu factor pendorong Global TV untuk melakukan re-package terhadap logo perusahaannya agar memperjelas serta memepertegas citra yang telah terbentuk sebelumnya. Perubahan logo erat kaitannya dengan ratting tayangan di stasiun TV tersebut, karena program juga menentukan citra yang akan dinilai oleh masyarakat. Menurut informasi yang didapatkan penulis dari Departemen Research and Development Global TV, ratting stasiun Global TV selama masih menggunakan Logo lama cukup memuaskan, namun untuk lebih meningkatkan citra dan brand awareness masyarakat terhadap Global TV, maka Global TV memutuskan untuk mengganti logo stasiun TV nya.

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Untuk   mengetahui  persepsi mahasiswa tehadap citra perusahaa Setelah penggunaan logo baru (Global TV), dan 2) Untuk  mengetahui persepsi mahasiswa  terhadap citra perusahaan PT. Global Informasi Bermutu (Global TV) sebelum adanya logo baru.

  1. 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Komunikasi

Komunikasi merupakan aktivitas dasar manusia, dengan berkomunikasi, manusia dapat saling berhubungan satu sama lain baik dalam kehidupan sehari-hari di rumah tangga, di tempat bekerja, dalam masyarakat atau dimana saja manusia berada. Menurut Donald Byker dan Bren J. Anderson yang dikutip Mulyana (2003:69) “komunikasi (manusia) adalah berbagi informasi antara dua orang atau lebih“, sedangkan menurut Carl I, Hovland yang dikutip  Effendi (2004:10) mengemukakan bahwa “komunikasi adalah upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegas asas-asas penyampaian informasi serta pembentukan pendapat dan sikap”.

Komunikasi berasal dari kata dalam bahasa Inggris yaitu Communication yang berarti Communicatio dari bahasa Latin yang bersumber dari kata komunis yang berarti juga sama, maksudnya sama disini adalah sama makna. Komunikasi minimal harus mengandung persamaan makna antara dua pihak yang terlibat, karena kegunaan komunikasi tidak hanya informatif yakni juga agar orang lain bersedia menerima suatu paham atau keyakinan dalam melakukan suatu perbuatan maupun kegiatan (Effendi, 2004:9). Dalam definisinya secara khusus mengenai pengertian komunikasinya sendiri, Hovland setelah dikutip Muhammad (2004:2) menyatakan bahwa: komunikasi adalah proses individu mengirim stimulus yang biasanya dalam bentuk verbal untuk mengubah tingakah laku orang lain “(Communication is the process by which individual transmits stimuli (ussualy verbal) to modify the behaviour of other individuals)”.

Gambar 1. Model Komunikasi Philip Kotler

Berikut merupakan penjelasan gambar Model Komunikasi Philip Kotler: a) Sender: menunjuk kepada siapa orang yang mengambil inisiatif untuk memulai komunikasi, b) Encoding: merupakan penyandian, yakni proses pengalihan pikiran ke dalam bentuk lambing, c) Message: adalah isi atau pesan apa yang disampaikan dalam proses komunikasi, d) Through what media: alat komunikasi seperti berbicara, gerak badan, kontak mata, sentuhan, media cetak, media elektronik maupun gambar, e) Decoding: Pengawas Sandian, yaitu proses dimana komunikan menetapkan makna pada lambang yang disampaikan komunikator kepadanya, f) Receiver: adalah komunikan yang menerima pesan dari komunikator, g) Response: tanggapan atau seperangkat reaksi pada      komunikan satelah diterima pesan, dan h) Feedback: adalah umpan balik yaitu apa efek yang dicapai dari komunikasi tersebut.

Jadi dapat ditarik kesimpulan dari penjelasan teori diatas, komunikasi adalah sebuah proses penyampaian pesan dari sender ke receiver dengan menggunakan media tertentu dengan tujuan untuk mengubah tingkah laku maupun persepsi publik dan diharapkan publik dapat memberikan respon (feedback) yang baik selanjutnya.

2.2 Persepsi

Menurut Rakhmat (2000:51) Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Selanjutnya definisi persepsi menurut Lahlry yang dikutip Severn & Tankard (2005:83), adalah proses yang digunakan komunikator untuk menginterpretasi-kan data sensoris, yang sampai kepada audiens melalui panca indera.

2.3 Citra

Menurut Steinmentz dalam Sutojo (2004:1), citra perusahaan adalah pancaran atau reproduksi jati diri atau bentuk dari perorangan, benda atau organisasi. Menurutnya, bagi perusahaan citra juga dapat diartikan sebagai persepsi masyarakat terhadap jati diri perusahaan. Sedangkan menurut Lawrence dalam Sutojo (2004:1), citra perusahaan menjadi salah satu pegangan bagi banyak orang dalam mengambil berbagai keputusan penting. Setiap perusahaan mempunyai citranya tersendiri di masyarakat. Citra itu sendiri dapat berperingkat baik, sedang, ataupun buruk.

2.3.1 Jenis-jenis Citra

Cita dapat dikelompokkan menjadi: 1) Citra yang diharapkan (wish image): Citra harapan adalah suatu citra yang diinginkan oleh pihak manajemen, 2) Citra perusahaan (corporate image): Citra perusahaan atau citra lembaga adalah citra dari suatu organisasi, dan 3) Citra bayangan (mirror image): Citra ini melekat pada orang dalam atau anggota-anggota organisasi biasanya adalah pemimpinnya mengenai anggapan pihak luar tentang organisasinya.

2.3.2 Unsur Pembentukan Citra

Proses pembentukan citra dalam struktur kognitif yang sesuai dengan pengertian komunikasi dijelaskan oleh John S. Nimpoeno  dalam Soemirat (2004:114-115) yaitu public relations digambarakan sebagai input-output, yaitu proses intern dalam model ini adalah pembentukan citra, sedangkan input adalah stimulus yang diberikan dan output adalah tanggapan atau perilaku tertentu. Citra ini sendiri digambarkan melalui Persepsi – Kognisi – Motivasi – Sikap. Walter Lipman dalam Soemirat (2004:114-116), menyebutkan terdapat empat komponen pembentukan citra yaitu persepsi – kognisi – motivasi – sikap sebagai yang diartikan citra individu terhadap rangsangan sebagai “Picture in our head”

Gambar 2. Model Pembentukan Citra

2.4 Logo

James R. Gregory penulis buku “Marketing Corporate Image” dalam Sutojo        (2004:14-15) menyatakan identitas perusahaan terdiri dari dua elemen  pokok, yaitu: 1) nama           (Name atau Mark), dan 2) logo (logos).

2.4.1 Elemen-elemen Pembentukan Logo

Berbicara tentang logo atau identitas maka ada baiknya kita mengenal tiga elemen penting yang ada dalam sebuah logo seperti yang diungkapkan Murphy & Rowe (1998:76), yaitu: 1) Nama, kaitannya dengan kata atau bunyi, 2) Simbol, kaitannya dengan bentuk visual, dan 3) Warna selain sebagai daya tarik visual, makna simbolik, juga berkaitan dengan pengaruh psikologis.

2.4.2 Petunjuk Dalam Mendesain Logo

Berikut sejumlah petunjuk untuk mendesain logo: 1) Jelas dibaca, 2) Khusus untuk klien, 3) Membedakan produk, pelayanan dan organisasi dari pesaing, 4) Sesuai dengan bisnis klien, 5) Mengekspresikan semangat, kualitas, kepribadian produk dan organisasi klien, 6) Berdampak grafis, 7) Konsisten dengan prinsip keseimbangan dan kesatuan, 8) Menciptakan hubungan yang positif, 9) Mudah diingat, 10) Dapat bekerja pada reproduksi hitam dan putih serta berwarna, dan 11) Mudah dikecilkan dan dibesarkan.

  1. 3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan berlangsung selama satu bulan yakni bulan Juli 2007, disesuaikan dengan jadwal perkuliahan mahasiswa tersebut. Penelitian dilakukan di Kampus Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat.

3.2 Populasi dan Sampel

Metode penarikan sample yang digunakan dalam peneitian ini adalah non probabilita dimana tidak terdapat kesempatan yang sama bagi anggota. Jenis teknik penarikan sample yang digunakan adalah teknik penarikan sample purposive (purposive sample). Populasi nya adalah mahasiswa S1 (regular) jurusan Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia angkatan 2004 yang berjumlah 50 orang.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan metode survey, yang secara umum pengertiannya dibatasi pada penelitian yang datanya dikumpulkan dari sample atas populasi mewakili seluruh populasi.

Pengambilan sampling dilakukan dengan penyebaran kuesioner, Skala yang digunakan adalah Skala Likert, jenis datanya adalah menggunakan data primer yaitu diperoleh dari kuesioner, dan data sekunder diperoleh dari hasil wawancara, studi kepustakaan dan internet.

3.4 Operasionalisasi Variabel

Menurut Prasetyo dan Jannah (2005:90), Operasionalisasi merupakan tahapan terakhir dalam proses pengukuran dan merupakan penggambaran prosedur untuk memasukan unit- unit ke dalam kategori-kategori dari tiap-tiap variable.

  1. 4. PEMBAHASAN

4.1 Kualifikasi Responden

Dari data pada tabel 6 dapat terlihat bahwa jumlah responden dengan jenis kelamin perempuan lebih banyak dibandingkan jenis kelamin laki-laki.

Tabel 6. Frekuensi Jenis Kelamin Responden

Freq.

Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid L

18

36.0

36.0

36.0

P

32

64.0

64.0

100.0

Total

50

100.0

100.0

Sumber: Hasil Pengolahan Data SPSS

Hal ini didapat dari hasil penelitian dan pengolahan data bahwa 64% responden perempuan dan 36% responden Laki- laki. Lebih dominannya responden perempuan pada penelitian ini mungkin disebabkan karena mayoritas mahasiswa S1 Komunikasi FISIP Universitas Indonesia berjenis kelamin perempuan.

Gambar 1. Kategori Jenis Kelamin

4.2 Kategori Usia Responden

Dari data pada tabel 7 dapat terlihat bahwa jumlah mayoritas 58% responden pada penelitian ini memiliki rata-rata usia 21-24 tahun. Tempat ke dua adalah 38 % responden dengan rata-rata usia 18-20 tahun dan 4% responden dengan rata-rata usia diatas 25 tahun.

Gambar 2. Kategori Usia Responden

Lebih dominannya responden dengan rata-rata usia 21-24 tahun dikarenakan mayoritas mahasiswa S1 Komunikasi FISIP Universitas Indonesia lahir di tahun yang tidak berselisih jauh atau dengan kata lain berdekatan, jadi rentang perbedaan usia responden pun mempunyai kisaran yang tidak jauh berbeda satu sama lain.

Tabel 7. Frekuensi Usia Responden

Freq.

Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 18 – 20 tahun

19

38.0

38.0

38.0

21-24 tahun

29

58.0

58.0

96.0

diatas 25 tahun

2

4.0

4.0

100.0

Total

50

100.0

100.0

Sumber: Hasil Pengolahan Data SPSS

Dapat dilihat dari grafik (Gambar 3), grafik ratting tayangan di Global TV diatas, bahwa terdapat peningkatan antara sebelum dan sesudah perubahan logo Global TV khususnya terhadap tayangan yang dihadirkan setelah perubahan logo Global TV. Peningkatan memang tidak terlalu signifikan, namun peningkatan ini dinilai sudah cukup baik karena belum satu tahun Global TV merubah logo stasiun nya tapi peningkatan sudah terlihat.

Sumber: Dep. Research and Development Global TV

Gambar 3. Grafik Peningkatan Rating Tayangan Global TV Setelah Perubahan Logo

4.3 Uji Validitas

Dari uji validitas yang telah dilakukan dengan menggunakan program Statistical Package for Social Science (SPSS) 12. Perhitungannya sebagai berikut:

(df) = n – k

(df) = 50 – 2 = 48

Maka, nilai r tabel untuk (df) 48 adalah 0.1843. Nilai r tabel ini akan dibandingkan dengan nilai r hasil yang dapat dilihat pada kolom Corrected Item – Total Correlation. Bila nilai r hasil lebih besar dari r tabel dan nilai tersebut positif, maka pertanyaan tersebut dinyatakan valid, sedangkan apabila nilai r hasil lebih kecil dari r tabel dan nilai tersebut negatif, maka pertanyaan tersebut dinyatakan tidak valid.  Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Uji Validitas

Indikator

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach’s Alpha if Item Deleted

R

table

Ket.

VAR00001

0.5110

.885

0.1843

Valid

VAR00002

0.5110

.885

0.1843

Valid

VAR00003

0.5650

.883

0.1843

Valid

VAR00004

0.7480

.877

0.1843

Valid

VAR00005

0.5110

.885

0.1843

Valid

VAR00006

0.2950

.890

0.1843

Valid

VAR00007

0.4530

.886

0.1843

Valid

VAR00008

0.6560

.879

0.1843

Valid

VAR00009

0.3400

.890

0.1843

Valid

VAR00010

0.5180

.884

0.1843

Valid

VAR00011

0.2700

.893

0.1843

Valid

VAR00012

0.5040

.885

0.1843

Valid

VAR00013

0.8600

.871

0.1843

Valid

VAR00014

0.7480

.877

0.1843

Valid

VAR00015

0.2520

.892

0.1843

Valid

VAR00016

0.6750

.879

0.1843

Valid

VAR00017

0.2860

.890

0.1843

Valid

VAR00018

0.4950

.885

0.1843

Valid

VAR00019

0.7480

.876

0.1843

Valid

VAR00020

0.4950

.885

0.1843

Valid

Sumber: Hasil Pengolahan Data SPSS 12

Dari perhitungan diatas dapat diketahui bahwa r hasil dari semua butir pertanyaan valid, yang berarti seluruh nilai r hasil yang ada sudah lebih besar dari r tabel 0.1843. Maka dapat disimpulkan semua pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner yang digunakan sudah valid dan dapat digunakan.

4.4 Uji Reliabilitas

Variabel yang reliable adalah apabila nilai Cronbach’s Alpha > 0,6. Dari Reliability Statistics diatas, dapat di lihat bahwa nilai Cronbach’s Alpha: 0.889, yang berarti bahwa kuesioner tersebut reliable, karena Cronbach Alpha yang terdapat pada tabel diatas lebih besar dari 0,6. maka dapat disimpulkan bahwa kuesioner tersebut reliable dan sah bila digunakan.

Tabel 3. Reliability Statistics

Cronbach’s Alpha

N of Items

0.889

20

4.5 Rata-rata Keseluruhan

Tabel 4. Rata-rata Keseluruhan

Freq.

Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 3

3

6.0

6.0

6.0

3

4

8.0

8.0

14.0

setuju

12

24.0

24.0

38.0

3

2

4.0

4.0

42.0

3

5

10.0

10.0

52.0

3

5

10.0

10.0

62.0

3

3

6.0

6.0

68.0

3

1

2.0

2.0

70.0

3

3

6.0

6.0

76.0

3

2

4.0

4.0

80.0

3

2

4.0

4.0

84.0

4

3

6.0

6.0

90.0

4

2

4.0

4.0

94.0

4

3

6.0

6.0

100.0

Total

50

100.0

100.0

Sumber: Hasil Pengolahan Data SPSS

Tabel 5. Rata-rata Keseluruhan

Valid

50

Missing

0

Mean

3,16

Sumber: Hasil Pengolahan Data SPSS

Dari data di atas, terlihat bahwa responden mayoritas setuju terhadap pernyataan di dalam kuesioner penelitian ini, persepsi mahasiswa sebagai responden penelitian ini menilai bahwa citra Global TV sebagai stasiun TV setelah penggunaan logo baru masih cukup baik. Dapat terlihat pada mean keseluruhan diatas, bahwa nilai mean 3.16 berada pada rentang skala setuju karena 3,16 berada diantara numerik 2,5 ≤ xi < 3,25 yang menunjukkan setuju.

4.6 Hasil Tabulasi Silang (Cross Tabulation)

Tabulasi Silang dalam penelitian ini diperlukan untuk mengetahui sejauh mana keefektifitasan hasil keseluruhan penelitian. Dari hasil data responden yang terdapat pada penjelasan melalui pie chart di atas, dapat diketahui bahwa mayoritas reponden berjenis kelamin perempuan dan rata-rata usia responden berkisar antara 21-24 tahun.  Dari hasil data responden tersebut akan di silangkan dengan rata-rata dimensi pertanyaan kusioner penelitian yang berhubungan langsung dengan permasalahan dan tujuan penelitian ini.

Karena permasalahan penelitian ini terdapat pada persepsi responden terhadap citra GlobalTV setelah penggunaan logo baru, maka terdapat beberapa dimensi yang terkait dengan permasalahan tersebut.

Dari data tabel 8 (tabulasi silang) di atas dapat terlihat bahwa mayoritas responden berjenis kelamin perempuan setuju dan sependapat bahwa responden tersebut lebih menyukai logo Global TV yang baru dibandingkan logo Global TV yang lama.

Tabel 8. Tabulasi Silang (Jenis Kelamin)

Crosstabulation

jenis kelamin

Total

laki – laki

Perempuan

secara umum, pemirsa GTV lebih menyukai logo yang baru dibandingkan logo yang lama

setuju

14

25

39

% within secara umum, pemirsa GTV lebih menyukai logo yang baru dibandingkan logo yang lama

sangat setuju

35.9%

64.1%

100.0%

4

7

11

% within secara umum, pemirsa GTV lebih menyukai logo yang baru dibandingkan logo yang lama

% within secara umum, pemirsa GTV lebih menyukai logo yang baru dibandingkan logo yang lama

36.4%

63.6%

100.0%

Total

18

32

50

36.0%

64.0%

100.0%

Sumber: Hasil Pengolahan Data SPSS

Dapat disimpulkan bahwa mayoritas responden pada penelitian ini adalah perempuan dengan persentasi 64 % dan dengan usia rata-rata antara 21-24 tahun dengan pesentasi 58 %. Dari hasil tabulasi silang, di dapatkan hasil bahwa mayoritas responden perempuan setuju bahwa responden sebagai pemirsa Global TV lebih menyukai logo Global TV yang baru dibandingkan dengan logo yang lama, naik dari segi bentuk, warna maupun secara keseluruhan.

Hal tersebut di atas dikarenakan tayangan- tayangan di Global TV lebih disukai oleh responden berjenis kelamin perempuan dibandingkan laki-laki. Perubahan logo Global TV juga diikuti oleh perkembangan program-program baru yang lebih menarik dan lebih disukai pemirsa. Dari data grafik yang penulis dapatkan dari departemen research and development PT. Global Informasi Bermutu (Global TV) dibawah ini dapat di lihat bahwa rating tayangan di Global TV setelah perubahan logo yang dilakukan menunjukan peningkatan dari sebelumnya.

  1. 5. SIMPULAN

Dari hasil analisis dan pembahasan untuk melihat di atas, dapat diambil sejumlah simpulan sebagai berikut:

1)      Persepsi masyarakat khususnya mahasiswa terhadap citra Global TV setelah penggunaan logo yang baru ternyata cukup baik, terlihat dari hasil penelitian pada bab sebelumnya, bahwa hampir seluruh responden menganggap Global TV merupakan stasiun TV yang memiliki identitas yang kuat dan segmentasi pemirsa yang khas. Logo Global TV yang baru dianggap dapat merepresentasikan citra Global TV yang lebih baik dari sebelumnya yaitu cerminan semangat baru dan jiwa muda dari Global TV. Berdasarkan  hasil  penelitian, persepsi mahasiswa  terhadap   logo baru Global TV memang tidak jauh berbeda dengan logo yang sebelumnya.

2)      Citra Global TV sebelum perubahan logo di anggap sudah cukup baik, setelah penggunaan logo baru dianggap dapat meneruskan dan mempertajam citra yang memang sudah terbentuk sebelumnya, karena dengan logo yang sebelumnya sudah merepresentasikan citra yang baik. Hal ini dikarenakan Global TV memiliki berbagai program yang segmented dengan pemirsanya. Selain itu, tayangan-tayangan di Global TV tidak hanya menghibur tapi juga memberikan pengetahuan yang edukatif dan informatif.

DAFTAR RUJUKAN

Effendy, Onong, Uchjana. 2004. Ilmu  Komunikasi  Teori  dan  Praktek. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Muhammad, Arni. 2004. Komunikasi Organisasi. Bumi Aksara. Jakarta.

Mulyana, Deddy. 2000. Ilmu Komunikasi suatu pengantar, edisi kedua. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Murphy, John; Rowe, Michael. 1998. How to Design Trademarks and Logos. North Lightbook. Ohio.

Prasetyo, Bambang; Jannah, Lina, Miftahul. 2005.  Metode  Penelitian  Kuantitatif Teori dan Aplikasi. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Rakhmat,  Jalaluddin. 2000. Psikologi Komunikasi. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Severin,  Werner J.; Tankard, James W., Jr. 2005. Teori Komunikasi (Sejarah, Metode, dan Terapan di dalam Media Massa). Prenada Media. Jakarta.

Soemirat, Soleh; Elvinaro, Ardianto. 2002. Dasar-dasar Public Relations. Remaja Rosdakarya, 2002 Bandung.

Sutojo,   Siswanto. 2004. Membangun Citra Perusahaan. Damar Mulia Pustaka. Jakarta.

LAMPIRAN

Tabel 1. Operasional Variabel

Konsep

Variable

Indikator

Skala

Persepsi Credibility 1)       Global TV merupakan stasun TV swasta nasional yang memiliki standard yang baik

2)       Global TV merupakan stasun TV swasta nasional  yang memliki kredibilitas

3)       Acara – acara yang ditayangkan oleh Global  TV memiliki standard yang baik

Skala Likert

Context 1)       Tayangan di Global TV sesuai target market, dan

2)       Global TV mampu menyajikan program yang  sesuai keinginan pemirsa

Skala Likert
Content Program Global TV termasuk jenis program

yang memiliki unsur edukatif & informatif

Skala Likert
Clarity Global TV menyajikan program yang jelas  dan jernih Skala Likert
Continuity

and consistency

Global TV selalu konsisten dalam menghibur  pemirsanya Skala Likert
Channels Kualtas gambar taynagan baik Skala Likert
Logo Perubahan

Logo

Perubahan logo Global TV mencerminkan perubahan arah strateginya   dan dapat   menjadi daya saing  serta identitas  perusahaan

Skala Likert

Bentuk Bentuk logo baru Global TV sangat flexibel dan mudah diingat oleh pemirsannya Skala Likert
Warna Warna logo baru Global TV lebih menarik dan dapat menjadi keunikan tersendiri Skala Likert

Tabel 2. Uji Validitas

Indikator

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach’s Alpha if Item Deleted

R

table

Ket.

VAR00001

0.5110

.885

0.1843

Valid

VAR00002

0.5110

.885

0.1843

Valid

VAR00003

0.5650

.883

0.1843

Valid

VAR00004

0.7480

.877

0.1843

Valid

VAR00005

0.5110

.885

0.1843

Valid

VAR00006

0.2950

.890

0.1843

Valid

VAR00007

0.4530

.886

0.1843

Valid

VAR00008

0.6560

.879

0.1843

Valid

VAR00009

0.3400

.890

0.1843

Valid

VAR00010

0.5180

.884

0.1843

Valid

VAR00011

0.2700

.893

0.1843

Valid

VAR00012

0.5040

.885

0.1843

Valid

VAR00013

0.8600

.871

0.1843

Valid

VAR00014

0.7480

.877

0.1843

Valid

VAR00015

0.2520

.892

0.1843

Valid

VAR00016

0.6750

.879

0.1843

Valid

VAR00017

0.2860

.890

0.1843

Valid

VAR00018

0.4950

.885

0.1843

Valid

VAR00019

0.7480

.876

0.1843

Valid

VAR00020

0.4950

.885

0.1843

Valid

Sumber: Hasil Pengolahan Data SPSS 12

Studi deskriptif terhadap konsumen The BodyShop Indonesia di Bintaro Plaza Tanggerang dalam company values protect our Planet

ABSTRACT

Abstracts: There is a lot of international brand of beauty’s products. It was cause to compete with each other beauty’s company very tight. Therefore, it is very important to a beauty’s company to have a good image from their consumers. The Body Shop is the beauty’s company which is came from the United Kingdom where is Company Values Protect Our Planet, invited their consumers especially together to do something to change this worst situation. This research uses the survey research method with the descriptive explanation which is analyze quantitative through equate to the 84 respondents using purposive sampling technique. The result shows that beauty company’s image of consumers of The Body Shop at Bintaro Plaza – Tangerang in company values protect our planet is good. Where consumers understand with the objectives and the important things, consumers are going to following in each program.

Keywords: Image, Consumer, Beauty’s Company.


  1. 1. PENDAHULUAN

Perdagangan yang semakin marak serta ketatnya persaingan menyebabkan ratusan bahkan ribuan produk dalam satu kategori saling bersaing untuk dapat memuaskan kebutuhan para konsumennya. Situasi persaingan yang ketat pada perusahaan kecantikan tidak hanya terjadi antara produk lokal saja tetapi juga terhadap kehadiran produk-produk luar negeri. Saat ini, sudah banyak sekali produk kecantikan dengan international brand atau produk luar negeri bermunculan. Hal ini menimbulkan tingkat persaingan yang semakin kompetitif. Oleh sebab itu penting sekali untuk suatu perusahaan kecantikan memiliki citra yang positif di mata konsumennya.

The Body Shop merupakan salah satu perusahaan kecantikan yang berasal dari United Kingdom dan juga merupakan salah satu dari sekian banyak produk luar negeri yang sudah sangat terkenal, tidak hanya dalam negeri saja tetapi juga di beberapa Negara. The Body Shop tidak mengandung bahan–bahan yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia.

Pusat The Body Shop Indonesia yang bertempat pada Sentosa Building, Bintaro Jaya, Central Business District ini memiliki berbagai macam kategori produk seperti diantaranya perawatan wajah untuk pria dan wanita, perawatan rambut serta badan, perlengkapan mandi, aromaterapi dan koleksi spa wisdom, penawaran paket khusus, parfum untuk wanita dan pria, pengharum ruangan dan mobil serta aksesoris lainnya. Menurut pihak The Body Shop Indonesia, hingga saat ini The Body Shop memiliki 51 store atau toko di Indonesia, dan 46 toko untuk wilayah Jadebotabek.

Global Warming (pemanasan bumi) dapat terjadi beberapa di antaranya disebabkan karena keteledoran dan ketidakpedulian manusia terhadap lingkungan, bumi yang kita tinggali. Global Warming adalah peristiwa meningkatnya suhu rata-rata permukaan bumi akibat peningkatan jumlah emisi gas rumah kaca di atmosfer. Penebangan hutan di mana-mana memperburuk keadaan, akibat dari perbuatan tersebut maka akan terjadi pelepasan gas ke atmosfer sehingga mempengaruhi keadaan alam.

Berdasarkan masalah yang sudah dirumuskan, maka terdapat beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dari penelitian ini, yaitu: 1) Untuk mengetahui citra perusahaan kecantikan terhadap sikap konsumen, khususnya konsumen pada The Body Shop Indonesia di Bintaro Plaza – Tangerang dalam Company Values Protect Our Planet, yaitu: a) Pengembalian kemasan produk bekas pakai dalam  program “Bring Back Our Bottle”, b) Penggunaan kantong plastik yang dapat di daur ulang serta ramah lingkungan yaitu “Bio Bag”, c) Para konsumen diharapkan untuk dapat membawa kantong plastiknya sendiri setiap kali berbelanja, dalam program “Bring Your Own Bag”, dan d) Kegiatan dalam rangka mengajak masyarakat untuk dapat mengetahui informasi dan upaya meminimalkan dampak terhadap terjadinya Global Warming dalam “STOP Global Warming!”, serta 2) Untuk mengetahui apakah para konsumen The Body Shop di Indonesia khususnya di Bintaro Plaza-Tangerang dapat mengerti maksud serta tujuan dari program-program tersebut dan kemudian akankah mereka berperan serta pada kegiatan-kegiatan yang terdapat dalam Company Values Protect Our Planet.

Rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut: “Bagaimana citra perusahaan kecantikan terhadap sikap konsumen khususnya konsumen pada The Body Shop Indonesia di Bintaro Plaza–Tangerang dalam Company Values Protect Our Planet ?”

  1. 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Komunikasi

Kata komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris berasal dari kata Latin communis yang berarti “sama”, communico, communicatio, atau communicare yang berarti “membuat sama” (to make common). Menurut Donald Byker dan Bren J. Anderson yang dikutip Mulyana (2003:69) “komunikasi (manusia) adalah berbagi informasi antara dua orang atau lebih“, sedangkan menurut Carl I, Hovland yang dikutip Effendi (2004:10) mengemukakan bahwa “komunikasi adalah upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegas asas – asas penyampaian informasi serta pembentukan pendapat dan sikap”.

Berikut adalah model komunikasi yang dikemukakan oleh Philip Kotler yaitu model komunikasi melalui media. Model ini terdiri dari sembilan unsur. Menurutnya, unsur-unsur ini merupakan dasar untuk terciptanya proses komunikasi yang efektif.

Gambar 1. Model Komunikasi

Berikut ini adalah penjelasan mengenai unsur-unsur komunikasi dalam model komu-nikasi Philip Kotler (Effendy, 2004:18) yang digunakan oleh penulis: 1) Message, merupakan seperangkat lambang bermakna yang disam-paikan oleh komunikator. Dalam hal ini pesan yang disampaikan yaitu berupa isi atau informasi perihal Company Values Protect Our Planet (melindungi bumi) yang diterapkan oleh The Body Shop Indonesia, PT. Monica HijauLestari, 2) Media, saluran komunikasi tempat berlalunya pesan dari komunikator kepada pihak yang menerima pesan. Di sini, media adalah alat yang digunakan oleh The Body Shop Indonesia, PT. Monica HijauLestari dalam menyampaikan pesannya, seperti iklan layanan masyarakat pada televisi, pengiriman informasi, 3) Sender, merupakan pihak yang menyam-paikan pesan kepada seseorang atau sejumlah orang, disebut sebagai komunikator. Yang men-jadi komuni-kator di sini adalah The Body Shop Indonesia, PT. Monica HijauLestari, 4) Encoding, penyan-dian, merupakan proses pengalihan pikiran ke dalam bentuk lambang, 5) Decoding, penguraian sandi, merupakan proses ketika komunikan (konsumen) menetapkan makna pada lambang yang disampaikan oleh komunikator (The Body Shop) kepadanya, 6) Receiver, pihak yang menerima pesan dari komunikator, sering disebut sebagai komunikan. Dalam hal ini, target market atau konsumen dari The Body Shop Indonesia, PT. Monica HijauLestari dimana 90% adalah wanita dan 10% adalah pria, 7) Response, tanggapan atau seperangkat reaksi pada komunikan setelah menerima pesan. Dalam penulisan ini response atau tanggapan yang dimaksud adalah mengenai citra perusahaan kecantikan terhadap sikap (kecenderungan perilaku) konsumen dalam Company Values Protect Our Planet (melindungi bumi), 8) Feedback, umpan balik, merupakan tanggapan komunikan yang tersampaikan atau disampaikan kepada komunikator. Disini, feedback yang dapat disampaikan oleh komunikan dari The Body Shop Indonesia, dapat berupa feedback yang positif maupun yang negatif, dan 9) Noise, gangguan yang tak terencana yang terjadi dalam proses komunikasi sebagai akibat diterimanya pesan lain oleh komunikan (konsumen) yang berbeda dengan pesan yang disampaikan oleh komunikator kepadanya.

2.2 Public Relations

Sebuah house journal berbentuk newsletter yang terbit mingguan, menyebutkan definisi PR dalam PR News:

“PR adalah fungsi manajemen yang mengevaluasi sikap-sikap publik, meng-identifikasi kebijakan dan prosedur dari individu atau sebuah organisasi untuk kepentingan publik, membuat perencanaan dan melaksanakan program tindakan untuk memperoleh pengertian dan dukungan publik” (Soemirat, 2006:170).

Dari beberapa definisi PR di atas dapat ditarik kesimpulan mengenai definisi operasional PR. PR adalah suatu proses yang terus-menerus dari usaha manajemen untuk memperoleh good will dan pengertian dari pelanggan, konsumen, publik pada umumnya termasuk para staf pegawainya.

2.2.1 Fungsi Public Relations

Beberapa fungsi Public Relations (Jefkins, 2002:63): 1) Untuk mengubah citra umum di mata khalayak sehubungan dengan adanya kegiatan-kegiatan baru yang dilakukan oleh perusahaan, 2) Untuk mendidik para pengguna atau konsumen agar mereka lebih efektif dan mengerti dalam memanfaatkan produk-produk perusahaan, dan 3) Untuk meningkatkan kemampuan dan ketahanan perusahaan dalam meng hadapi resiko peng-ambilalihan (take-over).

2.2.2 Tugas Public Relations

Aktivitas PR sehari-hari adalah menye-lenggarakan komunikasi timbal balik (two way communication) antara perusahaan atau suatu lembaga dengan pihak publik. Hal ini bertujuan untuk menciptakan saling pengertian dan dukungan bagi tercapainya suatu kemajuan perusahaan atau citra positif bagi lembaga bersangkutan. Jadi kegiatan PR tersebut sangat erat hubungannya dengan pembentukan opini publik dan perubahan sikap dari masyarakat.

2.3 Sikap

Menurut Schiffman dan Kanuk (2004:24) “sikap adalah predisposisi yang dipelajari dalam merespons secara konsisten sesuatu obyek, dalam bentuk suka atau tidak suka (attitude is a learned predisposition to respons in a consistenly favorable or unfavorable manner with respect to a given object)”. Di sini dapat disimpulkan bahwa sikap adalah perasaan positif atau negatif terhadap sesuatu obyek tertentu.

2.4 Konsumen

Menurut schifmann dan kanuk (2004:4) konsumen merupakan individu atau kelompok yang membeli dan menggunakan suatu barang atau jasa agar memenuhi kebutuhan dan kepentingan individu sesuai dengan harapan persepsi individu atau kelompok tersebut. Konsumen atau pelanggan adalah pihak yang sangat penting dalam menjalankan suatu perusahaan, pelanggan tidak bergantung pada perusahaan, namun perusahaan bergantung pada pelanggan.

2.5 Citra

Menurut Frank Jefkins dalam buku Public Relations Technique (Soemirat, 2003:114)  menyimpulkan bahwa secara umum, “citra diartikan sebagai kesan seseorang atau individu tentang sesuatu yang muncul sebagai hasil dari pengetahuan dan pengalamannya”. Menurut Steinmentz dalam Sutojo (2004:1), citra perusa-haan adalah pancaran atau reproduksi jati diri atau bentuk dari perorangan, benda atau organisasi. Menurutnya, bagi perusahaan citra juga dapat diartikan sebagai persepsi masyarakat terhadap jati diri perusahaan. Citra itu sendiri dapat berperingkat baik, sedang, ataupun buruk.

Citra juga sangat penting bagi tolak ukur sebuah perusahaan, karena citra dapat mewakili pencerminan masyarakat terhadap produk dan  jasa perusahaan yang bersangkutan, baik buruknya perusahaan tersebut dapat dinilai dari pencitraan yang muncul di mata masyarakat.

Lawrence mengatakan bahwa bagi perusahaan (Soemirat, 2003),”Citra juga dapat diartikan sebagai persepsi masyarakat terhadap jati diri perusahaan, seseorang terhadap perusahaan didasari atas apa yang mereka ketahui atau mereka kira tentang perusahaan yang bersangkutan”.

Oleh karena itu citra sebuah perusahaan yang sama dapat berbeda dimata dua orang yang berlainan. Citra perusahaan menjadi salah satu pegangan bagi banyak orang dalam mengambil keputusan, sehingga persepsi yang ada harus bersifat positif sehinga dapat lahir citra yang baik.

  1. 3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di The Body Shop cabang Bintaro Plaza yang terletak di Jl. Bintaro Utama sektor 3A Tangerang Indonesia, penelitian akan dilakukan setiap hari Jumat dan Sabtu selama bulan April 2008.

3.2 Populasi & Sampel

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik suatu kesimpulannya.

Pada penelitian ini, penulis mengambil populasi dari jumlah konsumen atau pembeli The Body Shop di Bintaro Plaza  pada hari Jumat dan Sabtu selama bulan April 2008 adalah sebesar 520 orang sesuai data yang diambil dari The Body Shop di Bintaro Plaza. Tehnik penarikan sampel yang digunakan dalam proses pemilihan sampel adalah Non-Probability Sampling atau non-probabilita sampel dengan cara Purposive Sampling atau Sampel Purposif.

Untuk menentukan berapa minimal sampel yang dibutuhkan jika ukuran populasi diketahui, dapat dilakukan dengan menggunakan rumus Slovin.

Keterangan:

–          n     =   ukuran sampel

–          N    =   ukuran populasi

–          e     =   presentase ketidaktelitian

Karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir (dimana dalam penelitian ini adalah 10%). Jadi, penghitungan jumlah sampel konsumen The Body Shop di Bintaro Plaza:

Dibulatkan menjadi 84 orang. Keterangan: N = 520, dan e = 10%.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan metode survey, yang secara umum pengertiannya dibatasi pada penelitian yang datanya dikumpulkan dari sampel atas populasi mewakili seluruh populasi.

Pengambilan sampling dilakukan dengan penyebaran kuesioner, Skala yang digunakan adalah Skala Likert, jenis datanya adalah menggunakan data primer yaitu diperoleh dari kuesioner, dan data sekunder diperoleh dari hasil wawancara, studi kepustakaan dan internet.

Data tersebut antara lain: 1) Data primer. Data primer diperoleh langsung di lapangan (Field Research). Instrumen utama dalam penelitian ini adalah kuesioner dari sejumlah responden yang menjadi sumber data primer. Penulis mengadakan penelitian langsung ke toko The Body Shop yang terdapat pada Bintaro Plaza, dan 2) Data Sekunder. Data sekunder diperoleh dari data-data yang sudah ada sebelum penelitian dilakukan. Data sekunder didapat dari hasil literatur dan kepustakaan, catatan perkuliahan, browsing internet, profil perusahaan, artikel serta berita terkait lainnya.

3.4 Alat Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan skala likert,. Dalam skala model likert scale, responden tidak akan menjawab salah satu dari jawaban kualitatif yang telah disediakan, tetapi menjawab salah satu jawaban kuantitatif yang telah disediakan.

Oleh karena itu likert scale ini lebih fleksibel, tidak terbatas untuk pengukuran sikap saja tetapi untuk mengukur persepsi responden terhadap fenomena lainnya, seperti skala untuk mengukur status sosial ekonomi, kelembagaan, pengetahuan, kemampuan, proses kegiatan dan lain-lain. Yang penting bagi penyusun instrument rating scale adalah harus dapat mengartikan setiap angka yang diberikan pada alternatif jawaban pada setiap item instrument.

Skala likert secara umum menggunakan peringkat lima angka penilaian. Tetapi dalam hal ini penulis menggunakan empat tingkatan, yang terdiri atas Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Urutan sangat setuju dan sangat tidak setuju dapat dibalik urutannya.

Tabel 1. Bobot Skala Likert

Kategori

Memiliki bobot nilai

STS : Sangat Tidak Setuju

TS   :  Tidak Setuju

S     :  Setuju

SS   :  Sangat Setuju

1

2

3

4

Skala likert yang menggunakan empat bobot nilai yaitu sebagaimana dapat dilihat pada tabel 2. Rentang skala dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

– R (bobot)  =  bobot terbesar – bobot terkecil

– M              =  banyaknya kategori bobot

Karena rentang skala likert yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

Sehingga posisi keputusan sikap akan berjarak dengan rentang 0,75. Penjelasan rentang skala 0,75 maka numeriknya adalah sebagai berikut:

Tabel 2. Penjelasan Rentang Skala

Rentang

Keterangan

1≤ Xi < 1,75 menunjukkan Sangat Tidak Setuju (STS)
1,75 ≤ Xi < 2,5 menunjukkan Tidak Setuju (TS)
2,5   ≤ Xi < 3,25 menunjukkan Setuju (S)
3,25 ≤ Xi ≤ 4 menunjukkan Sangat Setuju (SS)

3.5 Operasional Variabel Penelitian

Operasional variabel penelitian ini memberikan informasi-informasi yang diper-lukan untuk mengukur variabel-variabel yang akan diteliti. Pendekatan kuantitatif memen-tingkan adanya variabel-variabel tersebut harus didefinisikan dalam bentuk operasionalisasi variabel masing-masing. Opera-sional adalah proses pemberian definisi operasional atau indikator pada sebuah variabel. Definisi operasional itu sendiri adalah suatu definisi yang memberikan penjelasan atas suatu variabel dalam bentuk yang dapat diukur.

Tabel 3. Tabel Operasional Variabel

Konsep

Dimensi

Indikator

Skala

Sikap

Kognitif

(Kesadaran)

Informasi dari media

Informasi dari percakapan

Informasi dari setiap kali mengunjungi toko

Interval

Sikap

Afektif

(Perasaan)

Perasaan senang atau suka

Perasaan tertarik

Interval

Sikap

Konatif

(Kecenderungan Berperilaku)

Perilaku membeli

Perilaku turut berperanserta

Perilaku meniru

Interval

  1. 4. PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Responden

Berdasarkan hasil penelitian diketahui responden yang berusia 21-26 tahun sebesar 28 orang (33,33%) dan berusia 39-44 tahun hanya sebesar 12 orang (14,29%).  Dapat disimpulkan bahwa yang paling banyak menjadi konsumen The Body Shop adalah konsumen yang berusia 21-38 tahun (85,71%).

Pada dasarnya produk-produk Bodyshop ini dapat digunakan di berbagai kalangan usia, terdapat produk untuk remaja sampai dengan yang sudah berumur, namun pada praktiknya di lapangan, yang menggunakan produk bodyshop paling banyak adalah pada segmentasi usia 21-26 tahun, dikarenakan produk bodyshop juga dinilai dibuat dari bahan-bahan alami yang sangat ringan yang cocok untuk segmentasi usia tersebut.

mengenai pekerjaan, diketahui yang paling banyak di tempati oleh para responden adalah Pegawai Swasta yaitu 38 orang (45,24%) dan yang terendah adalah Pegawai Negeri sebanyak 6 orang (7,14%).

Pegawai swasta menurut hasil penelitian paling besar presentase nya dikarenakan produk-produk Bodyshop sangat sesuai-dengan market segmen usia 19 – 35 tahun, sesuai dengan usia seorang pegawai wanita pada umumnya, dan juga dikarenakan harga produk-produk Bodyshop yang tergolong cukup mahal dan rata-rata digunakan oleh kalangan pegawai di swasta dibandingkan dengan pegawai negeri yang dapat dilihat di pie chart diatas hanya menempati presentase 7,14% yang menggunakan produk-produk Bodyshop dan menempati presentase terendah.

4.2 Uji Validitas

Uji validitas dilakukan dengan membandingkan nilai r hitung dengan nilai r tabel untuk degree of freedom (df) = n – k. Dalam hal ini n adalah jumlah sampel dan k adalah jumlah konstruk atau variabel. Perhitungannya sebagai berikut:

(df) = n – k, (df) = 30 – 2, (df) = 28

Dengan taraf signifikansi 5% (0,05), maka nilai r tabel untuk df 28 adalah 0.2407. Nilai r tabel ini akan dibandingkan dengan nilai r hasil yang dapat dilihat pada kolom Corrected Item–Total Correlation. Bila nilai r hasil lebih besar dari r tabel dan nilai tersebut positif, maka pertanyaan tersebut dinyatakan valid.

Hasil dari uji validitas terhadap kuesioner yang digunakan oleh penulis adalah sebagai berikut:

Tabel 4. Item-Total Statistics 1

Indikator

Corrected Item – Total Correlation

Keterangan

KOGNITIF 1

.083

TIDAK VALID

KOGNITIF 2

.247

VALID

KOGNITIF 3

.459

VALID

KOGNITIF 4

.108

TIDAK VALID

KOGNITIF 5

.371

VALID

KOGNITIF 6

.646

VALID

KOGNITIF 7

.308

VALID

KOGNITIF 8

.571

VALID

KOGNITIF 9

.248

VALID

KOGNITIF 10

.250

VALID

AFEKTIF 1

.566

VALID

AFEKTIF 2

.603

VALID

AFEKTIF 3

.515

VALID

AFEKTIF 4

.248

VALID

AFEKTIF 5

.484

VALID

AFEKTIF 6

.248

VALID

AFEKTIF 7

.362

VALID

AFEKTIF 8

.585

VALID

AFEKTIF 9

.492

VALID

KONATIF 1

.446

VALID

KONATIF 2

.401

VALID

KONATIF 3

.231

TIDAK VALID

KONATIF 4

.671

VALID

KONATIF 5

.497

VALID

KONATIF 6

.452

VALID

KONATIF 7

.413

VALID

KONATIF 8

.478

VALID

Sumber: Hasil Pengolahan Data SPSS

Tabel 5. Reliability Statistics

Cronbach’s Alpha

N of

Items

.858

27

Sumber: Hasil Pengolahan Data SPSS

Berdasarkan tabel tersebut, uji validitas menunjukkan bahwa terdapat 3 pertanyaan yang tidak valid, yaitu kognitif 1, kognitif 4 dan konatif 3. Pertanyaan tersebut tidak valid karena r hasil dari kognitif 1 yaitu 0,083 kognitif 4 yaitu 0,108 dan konatif 3 yaitu 0,232 lebih kecil dari r tabel yaitu 0,2407. Untuk itu maka dilakukan uji validitas kedua dengan tidak mengikutsertakan pertanyaan yang tidak valid. Hasil dari pengujian kedua adalah sebagai berikut:

Tabel 6. Item-Total Statistics 2

Indikator

Corrected Item – Total Correlation

Keterangan

KOGNITIF 2

.247

VALID

KOGNITIF 3

.485

VALID

KOGNITIF 5

.391

VALID

KOGNITIF 6

.644

VALID

KOGNITIF 7

.339

VALID

KOGNITIF 8

.538

VALID

KOGNITIF 9

.247

VALID

KOGNITIF 10

.249

VALID

AFEKTIF 1

.591

VALID

AFEKTIF 2

.633

VALID

AFEKTIF 3

.564

VALID

AFEKTIF 4

.247

VALID

AFEKTIF 5

.477

VALID

AFEKTIF 6

.248

VALID

AFEKTIF 7

.350

VALID

AFEKTIF 8

.602

VALID

AFEKTIF 9

.479

VALID

KONATIF 1

.441

VALID

KONATIF 2

.376

VALID

KONATIF 4

.673

VALID

KONATIF 5

.521

VALID

KONATIF 6

.479

VALID

KONATIF 7

.413

VALID

KONATIF 8

.489

VALID

Sumber: Hasil Pengolahan Data SPSS

Tabel 7. Reliability Statistics

Cronbach’s Alpha

N of

Items

.870

24

Sumber: Hasil Pengolahan Data SPSS

Dari perhitungan di atas dapat diketahui bahwa r hasil dari semua butir pertanyaan bernilai antara 0,247 sampai dengan 0,673 yang berarti seluruh nilai r hasil yang ada sudah lebih besar dari r tabel (0,240). Maka dapat disimpulkan semua pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner yang digunakan sudah valid.

4.3 Uji Reliabilitas

Realibilitas berkenaan dengan derajat konsistensi dan stabilitas data atu temuan. Suatu data dinyatakan reliable apabila dua atau lebih peneliti dalam objek yang sama menghasilkan data yang sama, atau peneliti sama dalam waktu berbeda menghasilkan data yang sama, atau sekelompok data bila dipecah menjadi dua menunjukkan data yang tidak berbeda.

Dari uji reliabilitas yang dilakukan maka didapat hasil sebagai berikut:

Tabel 8. Reliability Statistics

Cronbach’s Alpha

N of

Items

.870

24

Sumber: Hasil Pengolahan Data SPSS

Suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Cronbach Alpha (α) > 0,6. Cronbach Alpha (α) yang terdapat pada tabel di atas (0,870) lebih besar dari 0,6. Maka dapat disimpulkan bahwa kuesioner tersebut reliabel.

4.4 Skor Rata-rata

Besar skor rata-rata keseluruhan mengenai citra perusahaan kecantikan terhadap sikap konsumen pada konsumen The Body Shop di Bintaro Plaza dalam Company Values Protect Our Planet dari ke 84 kuesioner yang telah disebarkan oleh penulis adalah:

Tabel 9. Skor Rata-rata

N

Mean

Valid

Missing

84

0

2.9229

Sumber: Hasil Pengolahan Data SPSS

Dari hasil yang didapat ternyata skor rata-rata keseluruhan atas sikap adalah 2,9229 atau 2,9. Dari hasil rentang skala di atas, dapat dilihat bahwa skor rata-rata secara keseluruhan adalah masuk ke dalam kategori setuju (2,5   ≤ Xi < 3,25), karena konsumen bersikap baik pada setiap dimensi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan, citra perusahaan kecantikan terhadap sikap konsumen, khususnya konsumen The Body Shop Indonesia di Bintaro Plaza Tangerang dalam Company Valuesnya yaitu Protect Our Planet mempunyai citra yang baik di mata konsumennya.

  1. 5. SIMPULAN

Berdasarkan penelitian mengenai Citra Perusahaan Kecantikan Terhadap Sikap Konsumen dengan Studi Deskriptif pada Konsumen The Body Shop Indonesia di Bintaro Plaza–Tangerang dalam Company Values Protect Our Planet yang telah dilakukan oleh penulis, maka pada bagian akhir skripsi ini dapat ditarik kesimpulan, yaitu:

1)      Konsumen The Body Shop di Indonesia khususnya di Bintaro Plaza – Tangerang dapat mengerti maksud serta tujuan program tersebut setelah mereka mendapatkan informasi yang berkaitan.

2)      Konsumen sudah menyadari dengan gejala-gejala Global Warming saat ini dan mengetahui akibat-akibatnya beberapa tahun ke depan nanti. Dan mereka akan berperan serta atau berpartisipasi pada kegiatan-kegiatan yang terdapat dalam Company Values Protect Our Planet (menjaga bumi), hal tersebut berlaku hanya untuk Bring Back Our Bottle, Bio Bag, dan kegiatan Global Warming.

3)      Konsumen tidak mempunyai sikap yang baik terhadap program Bring Your Own Bag karena dianggap merepotkan konsumen.

DAFTAR RUJUKAN

Effendy, Onong Uchjana. 2004. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Jefkins, Frank. 2004. Public Relations edisi kelima. Erlangga. Jakarta.

Mulyana, Deddy. 2000. Ilmu Komunikasi suatu Pengantar Edisi Kedua. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Schiffman, Leon G.; Leslie Lazar Kanuk. 2004. Perilaku Konsumen Edisi Ketujuh. Indeks Kelompok Gramedia. Jakarta.

Soemirat, Soleh; Ardianto   Elvinaro. 2002.   Dasar  –  Dasar   Public  Relations. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Sutojo, Siswanto. 2004. Membangun Citra  Perusahaan. Damar Mulia Pustaka. Jakarta.

Hello world!

digg del.icio.us TRACK TOP
By Rahma Santhi | Filed in gado-gado komunikasi | 3 comments

Welcome to WordPress. This is your first post. Edit or delete it, then start blogging!