government relations menurut para ahli

digg del.icio.us TRACK TOP
By Rahma Santhi | Filed in gado-gado komunikasi | 7,942 comments

Beberapa asumsi Frank Jenkisn tentang hal yang terkait dengan Government Relations :

q DPR (anggota Dewan juga mempunyai kelompok pe lobby)
q Penting untuk mengadakan pertemuan serta mengenal para anggota DPR terutama yang berkaitan dengan bisnis perusahaan
q Anggota DPR adalah pembentuk opini
q Kalau Anda tidak tahu mereka, jangan salahkan mereka tidak tahu Anda

Definisi Government Relations menurut H. Frazier Moor (1987) :
q Pemerintah, apabila kebijakannya tidak tepat, misalnya di bidang regulasi seperti peraturan peundang-undangan, maka perusahaan akan mengalami perubahan biaya peningkatan yang tidak terduga, perpajakan yang mencekik. Akibatnya perusahaan jatuh pailit. Perubahan undang-undang bisa diprediksi, bisa tidak. Memerlukan keterampilan khusus untuk itu.

Beberapa asumsi Relations menurut H. Frazier Moor (1987) :
q Pemerintah dengan undang-undangnya, bisa melakukan banyak pembatasan bagi perusahaan, misal dengan kebijakan upah minimum, isu monopoli, pengekangan perdagangan, persaingan harga yang tidak sehat, transportasi, promosi dan aspek bisnis lainnya.
q Hampir di setiap jalan bisnis dipengaruhi pemerintah yang menetapkan dan memaksakan peraturan bisnis dan menentukan iklim dimana bisnis harus berfungsi.

packaging produk dan faktor-faktornya

digg del.icio.us TRACK TOP
By Rahma Santhi | Filed in gado-gado komunikasi | 563 comments

FAKTOR-FAKTOR DESAIN KEMASAN

Kemasan yang baik dan akan digunakan semaksimal mungkin dalam pasar harus mempertimbangkan dan dapat menampilkan beberapa faktor, antara lain sebagai berikut.

* Faktor pengamanan. Kemasan harus melindungi produk terhadap berbagai kemungkinan yang dapatmenjadi penyebab timbulnya kerusakan barang, misalnya: cuaca, sinar matahari, jatuh, tumpukan, kuman, serangga dan lain-lain. Contohnya, kemasan biskuit yang dapat ditutup kembali agar kerenyahannya tahan lama.

* Faktor ekonomi Perhitungan biaya produksi yang efektif termasuk pemilihan bahan, sehingga biaya tidak melebihi proporsi manfaatnya. Contohnya, produk-produk refill atau isi ulang, produk-produk susu atau makanan bayi dalam karton, dan lain-lain.

* Faktor pendistribusian. Kemasan harus mudah didistribusikan dari pabrik ke distributor atau pengecer sampai ke tangan konsumen. Di tingkat distributor, kemudahan penyimpanan dan pemajangan perlu dipertimbangkan. Bentuk dan ukuran kemasan harus direncanakan dan dirancang sedemikian rupa sehingga tidak sampai menyulitkan peletakan di rak atau tempat pemajangan.

* Faktor komunikasi. Sebagai media komunikasi kemasan menerangkan dan mencerminkan produk, citra merek, dan juga bagian dari produksi dengan pertimbangan mudah dilihat, dipahami dan diingat. Misalnya, karena bentuk kemasan yang aneh sehingga produk tidak dapat “diberdirikan”, harus diletakkan pada posisi “tidur” sehingga ada tulisan yang tidak dapat terbaca dengan baik; maka fungsi kemasan sebagai media komunikasi sudah gagal.

* Faktor ergonomic. Pertimbangan agar kemasan mudah dibawa atau dipegang, dibuka dan mudah diambil sangatlah penting. Pertimbangan ini selain mempengaruhi bentuk dari kemasan itu sendiri juga mempengaruhi kenyamanan pemakai produk atau konsumen. Contohnya, bentuk botol minyak goreng Tropical yang pada bagian tengahnya diberi cekungan dan tekstur agar mudah dipegang dan tidak licin bila tangan pemakainya terkena minyak.

* Faktor estetika. Keindahan pada kemasan merupakan daya tarik visual yang mencakup pertimbangan penggunaan warna, bentuk, merek atau logo, ilustrasi, huruf, tata letak atau layout, dan maskot . Tujuannya adalah untuk mencapai mutu daya tarik visual secara optimal.

* Faktor identitas. Secara keseluruhan kemasan harus berbeda dengan kemasan lain, memiliki identitas produk agar mudah dikenali dan dibedakan dengan produk-produk yang lain.

* Faktor promosi. Kemasan mempunyai peranan penting dalam bidang promosi, dalam hal ini kemasan berfungsi sebagai silent sales person. Peningkatan kemasan dapat efektif untukmenarik perhatian konsumen-konsumen baru.

* Faktor lingkungan. Kita hidup di dalam era industri dan masyarakat yang berpikiran kritis. Dalam situasi dan kondisi seperti ini, masalah lingkungan tidak dapat terlepas dari pantauan kita. Trend dalam masyarakat kita akhir-akhir ini adalah kekhawatiran mengenai polusi, salah satunya pembuangan sampah. Salah satunya yang pernah menjadi topik hangat adalah styrofoam. Pada tahun 1990 organisasi-organisasi lingkungan hidup berhasil menekan perusahaan Mc Donalds untuk mendaur ulang kemasan-kemasan mereka. Sekarang ini banyak perusahaan yang menggunakan kemasan-kemasan yang ramah lingkungan (environmentally friendly), dapat didaur ulang (recyclable) atau dapat dipakai ulang (reusable).

Faktor-faktor ini merupakan satu kesatuan yang sangat vital dan saling mendukung dalam keberhasilan penjualan, terlebih di masa sekarang dimana persaingan sangat ketat dan produk dituntut untuk dapat menjual sendiri. Penjualan maksimum tidak akan tercapai apbila secara keseluruhan penampilan produk tidak dibuat semenarik mungkin. Keberhasilan penjualan tergantung pada citra yang diciptakan oleh kemasan tersebut. Penampilan harus dibuat sedemikian rupa agar konsumen dapat memberikan reaksi spontan, baik secara sadar ataupun tidak. Setelah itu, diharapkan konsumen akan terpengaruh dan melakukan tindakan positif, yaitu melakukan pembelian di tempat penjualan.

Dalam melaksanakan event / ajang khusus, diperlukan keahlian tertentu dan imajinasi para pelaksananya. tujuannya adalah untuk memberikan kesan yang mendalam bagi setiap khalayak yang terlibat, baik itu audience, oemberi sponsor, maupun si pelaksananya.

banyak perusahaan yang memanfaatkan ajang khusus ini sebagai sarana memperkenalkan produknya kepada khalayak, baik sebagai penyelenggara acara, peserta acara maupun sponsor penyelenggara acara.
Joe Goldblat 2002 dalam (Pujiastuti, 2010) mendefinisikan event sebagai situasi istimewa yang dirayakan dengan rangkaian upacara (perayaan) dan ritual untuk mendapatkan kepuasan atas kebutuhan tertentu.

Yaverbaum (2000) juga mengemukakan bahwa ajang khusus adalah media publisitas yang efektif karena dpat membantu dalam memasarkan perusahaan dan produk jasa kepada publik. sangat bersifat promosi, serta mampu mendapatkan publisitas banyak dari pihak media massa.

Jim Macnamara (1996) dalam Ruslan (1999) memberikan pengertian mengenai event adalah sebuah ajang yang biasanya dilaksanakan untuk mendapatkan perhatian dari media, klien, perusahaan, atau produk.

Dorothy (1990) dalam Pudjiatusi (2010) mengatakan bahwa special event is an effective tools of publicity to keep the name of your company ,product, or services before the public. special event used for special purposes such as to increase traffic in your store, to increase product sales, and to improve your company image within your community ir industry.

Davidson’s Theory of event
Davidson and Lemmon proposed a theory of events that had two major conditions, respectively: a causal criterion and a spatiotemporal criterion.
The causal criterion defines an event as two events being the same if and only if they have the same cause and effect.
The spatiotemporal criterion defines an event as two events being the same if and only if they occur in the same space at the same time. Davidson however provided this scenario; if a metal ball becomes warmer during a certain minute, and during the same minute rotates through 35 degrees, must we say that these are the same event? However, one can argue that the warming of the ball and the rotation are possibly temporally separated and are therefore separate events.

INCENTIVE IN MICE means..

digg del.icio.us TRACK TOP
By Rahma Santhi | Filed in gado-gado komunikasi | 7,089 comments

Since human beings are purposeful creatures, the study of incentive structures is central to the study of all economic activity (both in terms of individual decision-making and in terms of co-operation and competition within a larger institutional structure). Economic analysis, then, of the differences between societies (and between different organizations within a society) largely amounts to characterizing the differences in incentive structures faced by individuals involved in these collective efforts. Ultimately, incentives aim to provide value for money and contribute to organizational success.

aintain fair standards. Even after a piece rate or other incentive standard is fixed, workers may be hesitant to show farmers their full performance potential. A call from a grower will best illustrate what I mean. He expressed the frustration that his employees were earning too much. “I have been thinking of reducing what I pay per grapevine from 32 cents per vine to 28,” he explained. I explained to the grower that the piece rate should not be diminished, that half his crew was apt to leave–the better half–and the other half would never trust him again. “I was just putting you to the test,” the grower retorted. “I reduced the piece rate last week, and half the crew already left …”

Crew members sometimes exert pressure on overly productive coworkers to have them slow down. They fear standards will be increased (i.e., they will have to put in more effort to make the same amount) either now or in future years. A worker described how on a previous job he had been offered $1 per box of apricots picked. When he picked 100 boxes for the day within a few hours the rate was suddenly changed to 50 cents per box. Another worker explained, “If we are making too much on piece rate we are told to also weed, and that reduces our earnings.

Incentives can be classified according to the different ways in which they motivate agents to take a particular course of action. One common and useful taxonomy divides incentives into four broad classes:

Remunerative incentives : are said to exist where an agent can expect some form of material reward — especially money — in exchange for acting in a particular way.
financial incentives
Moral incentives : are said to exist where a particular choice is widely regarded as the right thing to do, or as particularly admirable, or where the failure to act in a certain way is condemned as indecent. A person acting on a moral incentive can expect a sense of self-esteem, and approval or even admiration from his community; a person acting against a moral incentive can expect a sense of guilt, and condemnation or even ostracism from the community.
Coercive incentives : are said to exist where a person can expect that the failure to act in a particular way will result in physical force being used against them (or their loved ones) by others in the community — for example, by inflicting pain in punishment, or by imprisonment, or by confiscating or destroying their possessions.
Natural Incentives : such as curiosity, mental or physical exercise, admiration, fear, anger, pain, joy, or the pursuit of truth, or the control over things in the world or people or oneself.

ASPIKOM

ASPIKOM

SALAM KOMUNIKASI !!

teman-teman di fakultas, jurusan, sekolah tinggi ilmu komunikasi di seluruh Indonesia, ASPIKOM , Puskombis Universitas Mercu Buana dan Universitas Bina Darma mempersembahkan serial Call for paper Indonesia.

kami mengajak teman-teman komunikasi untuk berpartisipasi untuk mensukseskan kegiatan tersebut

INTERNATIONAL STANDARD ORGANIZATION (ISO)

digg del.icio.us TRACK TOP
By Rahma Santhi | Filed in gado-gado komunikasi | 3,359 comments

ISO adalah organisasi sukarela yang anggotanya diakui standar otoritas, masing-masing mewakili satu negara. Sebagian besar karya ISO dilakukan oleh 2700 komite teknis, subkomite dan kelompok kerja. Setiap komite dan subkomite dipimpin oleh Sekretariat dari salah satu organisasi anggota. ISO juga merupakan organisasi berkembang terbesar. Data sampai hari ini, ISO telah menerbitkan lebih dari 18 500 Standar Internasional, mulai dari standar untuk kegiatan seperti pertanian dan konstruksi, hingga ke perangkat medis, segala macam alat-alat kebutuhan sehari-hari dan perkembangan informasi teknologi terbaru. Pertemuan umun pertama ISO diselenggarakan di Paris pada tahun 1949 dan diresmikan pada pertemuan publik yang dilakukan di ’Grand Amphitheatre’ Universitas Sorbonne.

ISO saat ini merupakan jaringan lembaga standar nasional dari 160 negara, dengan Sekretariat pusat di Jenewa, Swiss, yang mengkordinir seluruh sistem. ISO juga adalah organisasi non-pemerintah yang membentuk jembatan antara sektor publik dan swasta. Di satu sisi, banyak lembaga anggotanya merupakan bagian dari struktur pemerintah di negara mereka, atau diberi mandat oleh pemerintah mereka. Di sisi lain, anggota lain berkecimpung di sektor swasta, yang telah didirikan oleh kemitraan nasional asosiasi industri.

Awal mula nama “ISO”
Organisasi Internasional untuk Standarisasi atau sering dikenal dengan nama “ISO”, awalnya disebabkan oleh beberapa arti singkatan dalam bahasa yang berbeda (“IOS” dalam bahasa Inggris, “Oin” dalam bahasa Perancis untuk internationale Organisasi de normalisasi). Akhirnya pendirinyapun memutuskan untuk memberikan nama yang universal dan mereka memilih “ISO”, berasal dari ISO dalam bahasa Yunani, yang berarti “sama”. Negara manapun, bahasa apapun, sekarang memanggil Organisasi ini dengan nama ISO.

Siapa yang mengembangkan standard ISO?
Standar ISO dikembangkan oleh komite teknis, (subcomite atau komite proyek). Para ahlinya terdiri dari sektor industri, teknis dan bisnis. Para ahli mungkin akan bergabung dengan perwakilan dari instansi pemerintah, pengujian laboratorium, asosiasi konsumen, organisasi non-pemerintah dan kalangan akademisi.

Proposal untuk mendirikan komite teknis baru disampaikan kepada semua badan anggota ISO nasional, yang mungkin memilih untuk berpartisipasi/Participating (P), pengamat/Observer (O) atau non-anggota komite. Sekretariat dialokasikan oleh Dewan Manajemen Teknis (yang memberikan laporan kepada Dewan ISO), biasanya ke anggota ISO yang membuat proposal. Sekretariat bertanggung jawab untuk mencalonkan seseorang untuk bertindak sebagai ketua komite teknis. Kursi secara formal ditunjuk oleh Dewan Manajemen Teknis.

Menurut aturan ISO, tubuh anggota nasional diharapkan mempertimbangkan pandangan dari semua pihak yang berkepentingan dalam standar dalam pengembangan. Hal ini memungkinkan mereka untuk menyajikan konsolidasi, konsensus posisi nasional kepada komite teknis.

IRYANDA

COMPLETE ARTICLE PLEASE DOWNLOAD : ORGANISASI INTERNASIONAL 1

Abstract

The past few decades, in Indonesia have seen an increase in the number of women who starting their own companies in fashion industries. With online social media like facebook, twitter, and also with smart phone like blackberry, their sell the product. This article profiles women entrepreneurs from Bandung, who own and manage small to medium sized enterprises in West Java, Indonesia. It examines the problems these woman faced during she run this business and her strategy to promote her original brand for hand made fashion bag. As we know, all the famous brand like Louise Vuiton, Prada, Gucci and many other are international brand that produce high quality and prestige fashion products like bag and shoes, and it cost very expensive, so this women entrepreneur create an original hand made bag with high quality of local material but still in a good price. “Her’s” is her brand name since two years ago, she sell many kind of women and man bag in variety colour and material. “Her’s” did not need a space like shop or boutique to get a customer , even though they still have their own shop in west java until now and already well known by many people. this article also explain that Women with entrepreneurial skills to starting their own businesses is an important aspect of economic development especially in countries such as Indonesia. What interesting in this paper is analize how women who basicly as a mother also can manage their time to be an entrepreneur and the problems facing by male and female entrepreneurs are totally different.

Keyword : Women Entrepreneur, Fashion, Bag

INTRODUCTION
Many study and research have shown that many successful entrepreneurs specialy woman start their businesses as a second or third profession. Because of their previous careers, women entrepreneurs enter the business world later on in life, around 40–60 years old, but now in Indonesia, woman start their bussines from young age or teenager becouse the high economic pressure and the increasing need. As women are now overtaking their male peers when it comes to education have higher education degrees is one of significant characteristics that many successful female entrepreneurs have in common.
Studies on women entrepreneurs show that women have to cope with stereotypic attitudes towards women on a daily basis. Business relations as customers, suppliers, banks, etc. constantly remind the entrepreneur that she is different, sometimes in a positive way such as by praising her for being a successful entrepreneur even though being a woman. Employees tend to mix the perceptions of the manager with their images of female role models leading to mixed expectations on the woman manager to be a manager as well as a “mother”. The workload associated with being a small business manager is also not easily combined with taking care of children and a family.
if the revenues are somewhat smaller, women entrepreneurs feel more in control and happier with their situation than if they worked as an employee. The future of woman entrepreneur in Indonesia specialy in west java are develop from year to year and officialy can support the government to increase jobless in Indonesia.
MATERIAL AND METHOD
Entrepreneur
Entrepreneurship comes from the entrepreneurial and business. Enterprises, means the act of charity, work, do something. So entrepreneurship is a fighter or a hero who does something. This is new in terms of etymology (word origin). According to Indonesian Dictionary, entrepreneurs are people who are good at identifying new product or talent, to determine how the new production, preparing to conduct operations of new products, manage its operations and market capitalization. So, entrepreneurship that leads people doing business / activity itself with all abilities. While entrepreneurship refers to a mental attitude that owned an entrepreneur in conducting business / activity. Entrepreneurship views of the resources in it is someone who brings resources such as labor, materials, and other assets in a combination that adds greater value than ever before and are also attached to the people who bring about change, innovation, and new rules.
One operational definition of entrepreneurship who managed to synthesize a functional role of the entrepreneur is the definition by Wennekers and Thurik (1999 : 46-47):
“… the ability and willingness of an individual real, that comes from themselves, in teams within and outside existing organizations, to find and create new economic opportunities
(new products, new production methods, new organizational schemes and combinations of the new goods market) and to introduce their ideas to the market, in the face of uncertainty and other obstacles, by making decisions on location, form and utility of the institution’s resources ” Therefore, entrepreneurship is essentially a characteristic behavior. Entrepreneurs may show only during certain stages of their careers with respect to certain activities (Carree and Thurik 2002: 4)

COMPLETE ARTICLE PLEASE DOWNLOAD THIS FILE :
WOMAN ENTREPRENEUR

mc

mc

MC Also known as a master of ceremonies, MC, or emcee, the master of ceremony is an individual who functions as the facilitator and host of an event. Generally, a master of ceremony will perform several functions, with some related to interacting with guests and others associated with others working behind the scenes. In general, an effective emcee exhibits a warm and inviting personality, is articulate, and has the ability to relate and work well with people.

MC stands for Master of Ceremonies. It means “ruler of the show”, host of the show, controlling the show, host, event manager, or master of ceremonies. MC acts as “host” (host) an event or activity / performance. announced the order and introduce the person who will perform a show. He is also responsible for ensuring the event went smoothly and on time, as well as festive or solemn from beginning to end.

more power point please download : teknik mc 1

MPR

MPR

The Chartered Institute of Marketing define marketing as ‘The management process responsible for identifying , anticipating and satisfying customer requirements profitably‘

Marketing atau komunikasi pemasaran adalah proses komunikasi yang membentuk hubungan antara produsen dnegan individu nya atau grup dalam menyampaikan jenis produknya yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan guna mencapai tingkat kepuasan ayng lebih tinggi melalui penciptaan produk yang berkualitas.

Hubungan antara pemasaran dan komunikasi merupakan hubungan yang erat, komunikasi merupakan proses pengoperan lambang-lambang yang diartikan sama antara indvidu-individu, individu kepada kelompok, kelompok kepada kelompok, dan kelompok kepada masa.
komunikasi dalam kegiatan marketing bersifat kompleks, artinya tidak sesederhana seperti ketika kita berbincang-bincang dengan rekan sekantor atau dengan keluarga di rumah. bentuk komunikasi yang lebih rumit mendorong penyampaian pesan oleh komunikastor ke komunikan melalui sejumlah strategi yang canggih dan proses penrencanaan yang matang.

MARKETING > SELLING AND SELLING !

More article please download : Marketing PR 1

Master of Ceremony (MC) atau dalam Bahasa Indonesia biasa disebut “Pembawa Acara”
adalah seseorang yang bertugas memandu dan/atau mengendalikan serangkaian acara,
mulai dari membuka acara sampai menutup acara.
Pengarah Acara adalah orang yang bertanggung jawab dalam mengendalikan suatu
acara, mulai dari perencanaan, pelaksanaan suatu acara, sampai pertanggungjawaban
pelaksanaan acara.
Seorang MC (pembawa acara) dapat merangkap sebagai pengarah acara sekaligus, dan
sangat ideal seandainya seorang MC memahami secara baik tugas-tugas pengarah acara,
sehingga dapat memandu dan mengendalikan acara secara baik dan berkesinambungan.

more article please download :

HIGHLIGHT tentang Master of Ceremony